27
ikatan yang sangat kokoh. Allah SWT dan rasul-Nya Muhammad Saw telah menjelaskan isyarat perintah melalui kalam-Nya dan sabda Rasul-
Nya, di antaranya, yaitu:
27
Firman Allah SWT :
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
terhadap hak-hak perempuan yatim bilamana kamu mengawininya, maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi: dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak-
budak yang kamu miliki”.QS. An-Nisa: 3 Selain ayat tersebut di atas Allah berfirman:
Artinya :”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi kaum yang berfikir”. QS. Ar- Rum: 21
Sabda Rasulullah Saw: ج ف ص ص ضغ ف ج ف ء
ط ش ش Artinya: “Wahai generasi muda, barang siapa diantara kalian
telah mampu serta keinginan untuk menikah, maka hendaklah ia menikah.
27
Imam Taqiyuddin Abi Bakar Muhammad bin Abdul Mu‟min .t.tKiyafatul Akhyar Fi Halli Ghayaatul Ikhtisar Syarah Matana abi Syuja’. Beirut: Dar al-minhaj, h. 669
28
Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat mendudukan pandangan mata dan memelihara kemaluan.
Muttafaqun „Alaih”.
28
Hukum Perkawinan ada 5, yaitu: 1
Wajib, bagi orang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk kawin dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina
seandainya tidak kawin maka hukum melakukan perkawinan adalah wajib.
2 Sunat. Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan
untuk melangsungkan perkawinan, tetapi tidak kawin tidak dikhawatirkan akan berbuat zina, maka hukum melakukan perkawinan
bagi orang tersebut adalah sunnat. 3
Haram. Bagi orang yang mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban-
kewajiban dalam rumah tangga sehingga apabila melangsungkan perkawinan bagi orang tersebut adalah haram.
4 Makruh. Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan
perkawinan juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina
sekiranya tidak kawin. 5
Mubah. Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan
28
Imam Muhyiddin Annawawi, Shahih Muslim, Beirut: Darul Marifah, 2007, h. 176
29
berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak ada melantarkan isteri.
29
2. Prosedur atau Cara Perkawinan
Dalam Islam diatur tata cara tentang prosesi akad nikah yang terdiri dari, syarat pernikahan dan rukun pernikahan yang menentukan suatu
perbuatan hukum, terutama yang menyangkut sah dan tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Dalam hal ini Amir Syarifuddin menjelaskan bahwa
kedua kata tersebut mengandung arti yang sama, yakni bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan, dalam arti perkawinan tidak sah bila
keduanya tidak ada atau tidak lengkap.
30
Menurut ulama Syafi‟iyah syarat perkawinan itu adakalanya menyangkut sighat, wali, calon suami istri, dan juga syuhud saksi.
Sedangkan berkenaan dengan rukunnya, bagi mereka ada 5 lima, yaitu: calon suami istri, wali, dua orang saksi, dan sighat. Sedangkan menurut
Malikiyah adalah termasuk mahar dan tidak menempatkan saksi sebagai rukun.
31
Ulama Hanafiyah melihat perkawinan itu dari segi ikatan yang berlaku antara piha yang melangsungkan perkawinan. Oleh karenanya yang menjadi
rukun dalam sebuah perkawinan hanyalah akad nikah yang dilakukan oleh
29
Abd. Rahman Ghazali, Fiqh Munakaht, h. 18-20
30
Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqh Munakahat I, h. 63
31
Amir Nuruddin, dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No. 119974 sampai KHI Jakarta: Kencana, 2006
ed. I cet. I, h. 61
30
dua belah pihak yang bersangkutan, sedangkan di luar daripada itu seperti kehadiran saksi dan mahar bukan termasuk rukun melainkan sebagai syarat
perkawinan.
32
Terdapat perbedaan para ulama fiqh dalam menentukan mana yang termasuk rukun dan mana yang termasuk syarat. Perbedaan tersebut wajar
karena perbedaan pandangan mengenai perkawinan, sehingga boleh jadi sebagian ulama menentukan sebagian rukun dan sebagiannya lagi menentukan
sebagai syarat. Menurut jumhur ulama rukun perkawinan itu ada 5 lima, yaitu:
a. Calon Suami
b. Calon Istri
c. Wali Nikah
d. Saksi Nikah
e. Ijab Kabul
Selanjutnya adalah mahar yang merupakan syarat sah perkawinan, yaitu pemberian sesuatu dari calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai
wanita baik yang berbentuk barang uang ataupun jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam di mana status hukumnya adalah wajib. Adapun
mengenai jumlahnya tidak ditentukan secara tegas yang hanya didasarkan pada kesepakatan antara keduanya dan tidak bersifat memberatkan.
32
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antar Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, h. 59-60
31
Dapat dipahami bahwa mas kawin disebut shaduqat yang berarti shadaqah yang bermakna perasaan jujur dan hati yang suci. Artinya harta
diperoleh secara jujur halal yang kemudian diberikan kepada calon istri yang didasari oleh keikhlasan. Seperti yang dijelaskan dalam Firman Allah SWT:
33
Artinya: “Berikanlah maskawin mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah ambillah pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi
baik akibatnya
”. QS. An-Nisa: 4
3. Tujuan dan Hikmah Perkawinan
a. Tujuan Perkawinan
Sebagaimana hukum-hukum yang telah ditetapkan dengan tujuan tertentu sesuai dengan tujuan terbentuknya, demikian pula halnya dengan
syari‟at Islam. Mensyari‟atkan perkawinan dengan tujuan-tujuan tertentu pula, diantara tujuan-tujuan tersebut adalah:
34
1 Melanjutkan keturunan yang merupakan sambungan hidup dan
menyambung cita-cita, membentuk keluarga dan dari keluarga- keluarga dibentuk umat, ialah umat Nabi Muhammad Saw umat
Islam. Sebagaimana dalam Firman Allah menjelaskan:.
33
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia Jakarta: Pt. Sinar Grafika, 2006, cet. I, h. 24
34
Kamal Mukhtar, Asas-asasHukum Islam Tentang Perkawinan, h. 12-15
32
Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu
sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka
Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat
Allah”. QS. An-Nahl: 72 2
Untuk menjaga dari perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah SWT untuk mengerjakannya.
3 Untuk menimbulkan rasa cinta antara suami istri, menimbulkan rasa
kasih sayang antar orang tua dengan anaknya dan antar seluruh anggota keluarga. Rasa cinta dan kasih sayang dalam keluarga ini akan
dirasakan pula oleh masyarakat, sehingga terbentuklah umat yang diliputi cinta dan kasih sayang.
4 Untuk menghormati atau mengikuti sunnah Rasululllah Saw, beliau
mencela orang-orang yang berjanji akan puasa setiap hari, akan bangun beribadah setiap malam dan tidak akan kawin-kawin
sebagaimana sabda beliau:
ف ء غ ف
Artniya: “maka barang siapa yang benci kepada sunnah-ku bukanlah ia termasuk umatku
”. HR. Bukhari dan Muslim. 5
Untuk membersihkan keturunan. Keturunan yang bersih, yang jelas ayah, kakek, dan sebagainya. Semua itu hanya dapat diperoleh dengan
perkawinan. Dengan demikian akan jelas pula orang-orang yang