Prosesi peminangan menurut adat bima dalam prespektif islam

(1)

PROSESI PEMINANGAN MENURUT ADAT BIMA

DALAM PRESPEKTIF ISLAM

(Studi Kasus di Kec. Donggo Kab. Bima Nusa Tenggara Barat)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S. Sy)

Oleh:

Toty Citra Warsita NIM: 106044201478

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM

PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(2)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam adalah agama yang tidak menyulitkan umatnya. Setiap perbuatan yang dilakukan memiliki aturan-aturan yang sudah tertera dalam pedoman umat Islam yaitu Al-Qur’an untuk dijalankan sesuai dengan ketentuannya. Penciptaan adalah bukti adanya pencipta. Kelangsungan hidup ciptaan merupakan bukti keabadian pencipta. untuk itu, Al-Qur’an menganjurkan agar lebih menunjukkan pandangan terhadap ciptaan Allah, kelangsungan hidup dan perkembangbiakannya, supaya tambah yakin akan wujud keadaan, keabadian, dan keesaannya.1

Al-Qur’an mengingatkan bahwa kita agar tidak melanggar aturan itu serta memberikan dalil-dalil tentang wujud Allah, dengan diciptakannya pasangan-pasangan di langit dan di bumi, dengan berlangsungnya ciptaan yang kita saksikan. Di samping itu, setiap hari juga terlihat kekuasaan Allah seperti itu pada diri manusia sendiri serta pada makhluk-makhluk lain.2

Allah SWT menciptakan mahluk hidup berpasang-pasangan, Allah memerintahkan agar umatnya melakukan perkawinan dengan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan. Perkawinan atau pernikahan adalah sunatullah artinya perintah Allah dan Rasulnya. Tidak hanya semata-mata keinginan manusia

1

Mahmud Al-Shabbagh, Tuntutan Keluarga Bahagia Menurut Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 1991), Cet. Ke-1, h. 3.

2

Ibid., h. 4.


(3)

2

atau hawa nafsunya saja karenanya seseorang yang telah berumah tangga berarti ia telah mengerjakan sebagian dari syariat (aturan) Agama Islam.3

Pernikahan yaitu suatu ikatan antara pria dan wanita sebagai suami istri berdasarkan hukum yang terdapat didalam Undang-Undang (UU), hukum agama dan adat istiadat yang berlaku.4 Nikah itu merupakan perjanjian dan ikatan lahir batin antara laki-laki dengan perempuan yang bermaksud untuk berumah tangga dan untuk menghasilkan keturunan, dan harus dilangsungkan rukun dan syaratnya dalam perkawinan menurut Islam dan Negara menurut UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.5

Pernikahan pun merupakan hal yang fitrah bagi manusia yang sudah tertanam dan terpatri dalam hati dan perasaan laki-laki dan wanita. Keduanya saling membutuhkan guna saling mengisi dan membagi perasaan suka maupun duka hidup ini terasa kurang sempurna tanpa kehadiran orang lain di sisisnya, menjalin kasih sayang bersamanya, membangun rumah tangga yang bahagia dan lestari.6

Peristiwa pernikahan tersebut disebut oleh masyarakat sebagai peristiwa yang sangat penting dan religius, karena peristiwa nikah disamping erat kaitannya dengan pelaksanaan syariat agama, juga dari pernikahan inilah akan terbentuk

3

Sidi Nazar Bakry, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993), Cet. Ke-1, h. 3.

4

Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Urusan Agama Islam, Korps Penasehat Perkawinan dan Keluarga Sakinah, (Jakarta: 2007), h. 59.

5

Nashrudin Thaha, Pedoman Perkawinan Umat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1960), Cet Ke-3, h. 9.

6


(4)

3

suatu rumah tangga atau keluarga sehat, sejahtera dan bertaqwa, yang menjadi landasan terbentuknya masyarakat dan bangsa Indonesia yang religius sosialistis.7 Memilih calon istri atau calon suami merupakan langkah awal untuk memulai kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu memilih calon istri atau calon suami bukanlah hal yang mudah, membutuhkan waktu yang tidak singkat, karena harus melihat syarat-syarat calon istri atau calon suami sesuai anjuran agama. Orang yang hendak menikah hendaklah memilih pendamping hidup dengan cermat.8

Bangsa Indonesia memiliki berbagai suku dan bahasa serta kebudayaan yang berbeda, sehingga dalam hal ini berbeda pula pola pikir masyarakat karena telah dipengaruhi oleh adat istiadat yang tertanam sejak nenek moyang. Dalam pemilihan calon istri atau calon suami harus dilihat dan disesuaikan dengan perbedaan adat yang sangat jelas antara suku agar tidak terjadi penyesalan dikemudian hari. Adat berasal dari bahasa arab yang berarti kebiasaan sedangkan adat istiadat adalah pedoman hidup diseluruh daerah yang diperuntukan selama ini, “waris yang dijawek, pusoko nan ditolong”, artinya diterima oleh generasi yang sekarang dari generasi yang dahulu supaya dapat kokoh dan berdirinya.9

Menurut hukum adat, pernikahan merupakan urusan kerabat, keluarga, persekutuan, martabat, dan dapat juga merupakan urusan pribadi, bergantung

7

Departemen Agama RI, Pedoman Akad Nikah, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Urusan Agama Islam, (Jakarta: 2008), h.1.

8 Syaikh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Musna Khalid bin Ali Al-Anbari, Perkawinan dan Masalahnya, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993), Cet Ke-3, h. 31.

9

Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), Cet Ke-6, h. 72.


(5)

4

kepada tata susunan masyarakat yang bersangkutan. Di dalam persekutuan hukum yang merupakan kesatuan-kesatuan susunan masyarakat, yaitu persekutuan desa dan wilayah, pernikahan warganya merupakan unsur penting didalam peralihan kepada inti sosial dari masyarakat untuk menikmati hak dan memikul kewajiban serta bertanggung jawab penuh atas kesejateraan masyarakat. Pernikahan (yang dipilih dengan tepat) dapat pula mempertahankan gengsi/martabat kelas-kelas didalam dan diluar persekutuan, jadi dalam hal ini pernikahan adalah urusan kelas atau memilih calon istri atau suami berdasarkan tingkatan derajat yang dimilikinya.10

Dalam hal ini diungkapkan mengenai cara-cara yang berlaku dalam masyarakat untuk dapat melangsungkan perkawinan. Masyarakat pada dasarnya telah menetapkan cara-cara tertentu untuk dapat melangsungkan perkawinan. Pada prinsipnya cara yang paling umum dilakukan oleh masyarakat adalah melalui peminangan. Dalam hal peminangan pada tiap masyarakat (hukum adat) yang ada di Indonesia cara yang digunakan dalam melakukan pelamaran/peminangan pada hakikatnya terdapat kesamaan, namun perbedaan-perbedaanya hanyalah (kira-kira) terdapat pada alat atau sarana pendukung proses pinangan tersebut.11

Peminangan menurut adat Bima memiliki perbedaan yang signifikan dengan adat yang terdapat di daerah lain, ketentuan adat dalam kehidupan masyarakat Bima tidak dapat ditinggalkan khususnya dalam hal peminangan.

10

Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, (Yogyakarta: Liberty, 2007), Cet Ke-5, h.107. 11


(6)

5

Dalam masyarakat Bima ajaran agamanya sangat kental sehingga dalam hal ini ajaran Islam dan adat istiadat saling terpadu satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu dalam hal peminangan, masyarakat Bima selalu melakukan peminangan menurut adat mereka yang sudah menjadi tradisi dari zaman nenek moyang disamping pengaruh ajaran Islam. Di samping itu dengan kentalnya ajaran agama Islam yang banyak mereka anut sampai saat ini akan tetapi pemahaman marafu (animisme) yang dulu pernah ada, kini masih sedikit mempengarudi pola kehidupan masyarakat Bima khususnya di desa Palama Kecamatan Donggo sampai saat ini.

Dalam Kecamatan Donggo Kabupaten Bima terdapat banyak desa. Desa yang akan menjadi objek penelitian saya adalah desa Palama. Desa Palama terdapat dua kampung yaitu kampung Palama 1 dan Palama 2 (Nggarakopa). Di kampung ini penulis akan melakukan penelitian yang dijadikan bahan skripsi.

Bagi masyarakat Bima adat ini harus dijalankan dan tidak boleh ditinggalkan karena merupakan syarat wajib bagi calon mempelai pria terhadap pinangannya. Proses peminangan adat Bima memiliki cara yang berbeda dengan adat suku lainnya. Peminangan ini diberi nama “sodiangi”, setelah melakukan proses peminangan ini sampai selesai kemudian keluarga pihak calon mempelai wanita memberikan “kain nggoli” (tembe atau kain sarung tenunan asli Bima) kepada calon mempelai laki-laki sebagai syarat diterimanya pinangan.

Di dalam ajaran Islam ketentuan peminangan hanya diperintahkan untuk melihat pinangannya serta mengikuti syarat-syarat dalam peminangan salah satunya yaitu tidak boleh meminang pinangan orang lain. Dari sini saya merasa


(7)

6

perlu untuk meneliti bagaimana peminangan menurut adat Bima di kecamatan Donggo dalam prespektif Islam.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tetarik dan ingin mengetahui lebih dalam dengan melakukan penelitian dan diwujudkan dalam bentuk skripsi dengan judul “PROSESI PEMINANGAN MENURUT ADAT BIMA DALAM PRESPEKTIF ISLAM” (Studi kasus di Kec. Donggo Kab. Bima-Nusa Tenggara Barat).

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya pembahasan dan agar terkait langsung pada titik utama, maka penulis membatasi masalah penelitian ini. Mengingat banyaknya adat peminangan yang terdapat di setiap daerah di Bima, maka penelitian peminangan ini hanya dibatasi pada peminangan adat Bima yang berlaku di Kecamatan Donggo.

2. Perumusan Masalah

Penulis yang merumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana prosesi peminangan adat Bima di Kecamatan Donggo Nusa Tenggara Barat (NTB)?

b. Mengapa masyarakat di Kecamatan Donggo masih memakai adat Bima dalam peminangan?


(8)

7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapan tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini yaitu terjawabnya semua permasalahan yang dirumuskan antara lain:

a. Mengetahui alasan secara jelas mengapa masyarakat bima masih menggunakan adat Bima dalam peminangan sampai saat ini.

b. Untuk mengetahui secara jelas tentang proses peminangan adat bima di Kecamatan Donggo-NTB.

c. Dapat memahami prosesi peminangan adat Bima menurut prespektif Islam. 2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Memberikan pengetahuan yang lebih tentang tradisi adat Bima yang masih dilaksanakan sampai saat ini.

b. Menambah wawasan nusantara dengan mengetahui adat di Bima. c. Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar S1.

d. Meningkatkan pengetahuan dan kualitas penulis dalam menyusun karya tulis ilmiah.

D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian empirik antropologis dengan pendekatan secara kualitatif. Metode ini digunakan dalam rangka memperoleh informasi dari pemuka agama serta tokoh masyarakat melalui


(9)

8

wawancara terarah untuk mendapatkan gambaran secermat mungkin mengenai sifat-sifat individu, keadaan, gejala, atau respon kelompok tertentu dalam masyarakat.12 Hal ini lebih mudah karena berhadapan langsung dengan objeknya dan pendekatan ini juga dipergunakan untuk mengutamakan segi kualitas data yang diperoleh.

2. Sumber Data

a. Data Primer: Data yang didapat dari hasil wawancara langsung dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama. Dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara (interview) pedoman secara mendalam dengan menggunakan pokok-pokok permasalahan. Pokok-pokok tersebut guna menghindari terjadinya penyimpangan dari pokok masa penelitian dan kefakuman selama wawancara.

b. Data Sekunder: Data yang memberikan bahan tidak langsung atau data yang didapat selain dari data primer. Data ini dikumpulkan melalui studi pustaka yang berkaitan diantaranya buku-buku fiqh, sejarah Bima, dan data lain yang terkumpul yang mempunyai hubungan dengan tema ini.

3. Kerangka Konseptual

Kata “peminangan” berasal dari kata “pinang, meminang” (kata kerja). Meminang sinonimnya adalah melamar, yang dalam bahasa Arab disebut “khithbah”. Menurut etimologi, meminang/melamar artinya (antara lain)” meminta wanita untuk dijadikan istri (bagi diri sendiri atau orang lain).13”

12

Kotja Ningrat, Pedoman Penelitian, (Jakarta: Rajawali Press, 1989), h. 9. 13


(10)

9

Menurut terminologi, peminangan adalah “kegiatan upaya ke arah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita”. Atau, “seorang laki-laki meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya, dengan cara-cara yang umum berlaku di tengah-tengah masyarakat”.

Lamaran adalah pendahulu berkumpulnya manusia yang berlainan jenis, untuk menyatukan satu ciptaan yang utuh, yang sebelumnya terpisah-pisah. Dalam Al-Qur’an terdapat dalam surat An-Naba’ ayat 8 yang artinya “Dan kami jadikan kamu berpasang-pasangan”. Dan ada pula dalam surat An-Nisa ayat 1.

Peminangan merupakan pendahuluan perkawinan, disyari’atkan sebelum ada ikatan suami istri dengan tujuan agar waktu memasuki perkawinan didasarkan dengan meneliti terlebih dahulu dan mengetahui atas kesadaran masing-masing pihak.14 Adapun perempuan yang boleh dipinang adalah yang memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Tidak dalam pinangan orang lain.

b. Pada waktu dipinang hendaknya tidak ada penghalang syar’i yang melarang dilangsungkannya pernikahan.

c. Perempuan itu tidak dalam masa iddah karena talak raj’i.

d. Apabila perempuan itu dalam masa iddah karena talak ba’in, hendaklah meminang dengan cara sirri (tidak terang-terangan).

Adapun bagi orang yang hendak menikah, sebelum melamar, ada baiknya bila ia memperhatikan ada atau tidaknya larangan atas dirirnya untuk melakukan perkawinan dengan wanita yang diinginkannya. Misalnya, apakah ada

14


(11)

10

sebab yang mengharamkannya dalam jangka waktu panjang atau pendek untuk wanita tersebut. Adapun tahapan-tahapan yang harus diperhatikan yaitu:15

1. Mencari informasi tentang kecantikannya. 2. Mengenali sifat-sifat yang lain.

3. Mempererat hubungan silaturahmi. 4. Kerangka Teori

Dalam peminangan adat Bima banyak sekali persyaratan yang harus dipenuhi, calon mempelai pria datang dengan keluarganya membawa berbagai macam persyaratan. Dalam prosesi peminangan adat Bima ini persyaratan ini telah menjadi tradisi masyarakat Bima dari dahulu hingga sekarang.

Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi saat meminang calon mempelai wanita yaitu calon mempelai pria datang dengan keluarganya membawa kapur sirih, daun sirih, buah pinang dan uang berapa saja yang digunakan hanya sebagai simbol untuk mengetahui berapa biaya yang akan dibawa nanti kerumah calon mempelai wanita dan ditaruh di atas piring. Setelah melakukan hal tersebut dan pinangannya diterima oleh keluarga mempelai wanita maka calon mempelai laki-laki tinggal menunggu waktu yang tepat untuk melakukan akad nikah.

Selama waktu menunggu tersebut calon mempelai pria harus menyiapkan semua perlengkapan serta peralatan untuk berumah-tangga dengan calon mempelai wanitanya. dalam hal ini masih banyak persyaratan yang ditetapkan untuk calon mempelai laki-laki dalam prosesi peminangan tersebut. Hal ini

15


(12)

11

dilakukan untuk menjalin silahturahmi atau persaudaraan yang erat antar warganya serta untuk menghormati nenek moyangnya terdahulu yang telah menjadikan tradisi tersebut.

5. Jenis Data

Adapun jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang akan diamati.

6. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan beberapa teknik, yaitu: a. Wawancara (interview), yaitu situasi peran antara pribadi bertatap muka

(face to face), ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada seseorang responden.16

b. Studi Dokumentasi yaitu meliputi studi bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer dan hukum sekunder.17 Dan juga data-data yang diperoleh dari literatur dan referensi yang berkenaan dengan judul skripsi ini.

c. Pengamatan (Observasi), adalah kegiatan dalam penelitian yang memperhatikan sesuatu keadaan secara jelas dan merumuskan nilai-nilai yang dianggap berlaku dalam masyarakat tertentu agar hasil pengamatan sesuai dengan kenyataan yang menjadi sasaran pengamatan dengan cara

16

Amiruddin, Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), Cet Ke-1, h. 82.

17


(13)

12

mengikuti dan menyaksikan langsung prosesi peminangan menurut adat Bima.

7. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat subjek yang menjadi tujuan utama dalam penelitian, yaitu yang menjadi informan atau narasumber adalah tokoh agama, serta warga yang dituakan yang memiliki pengetahuan luas dan mengetahui segala aspek budaya yang terdapat didaerahnya dan selalu berkomunikasi serta menjadi panutan masyarakat.

8. Tehnik Analisa Data

Bahan yang telah diperoleh, lalu diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa sehingga agar menjadi sistematis dalam menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Karena penelitian ini bersifat kualitatif yaitu analisis dari suatu pernyataan dan dikembangkan sejalan dengan penelitian ini. Analisa data tidak menunggu penelitian selesai dilakukan, akan tetapi analisa dilakukan dimulai dari penetapan masalah, pengumpulan data, dan setelah terkumpulnya data yang diperoleh.

9. Tehnik Penulisan

Tehnik penulisan skripsi ini menggunakan buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syaria’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Cet Ke-1 tahun 2007.


(14)

13

E. Review Studi Terdahulu

Penulis melakukan review terdahulu sebelum menentukan judul proposal. Dalam review skripsi terdahulu, penulis meringkas skripsi yang ada kaitannya dengan peminangan. Diantaranya yaitu:

Prosesi Ritual Perkawinan Adat Jawa dilihat dari Sudut Pandang Islam, oleh: Anugrah Sejati (101044222178).

Skripsi ini menjelaskan tentang proses perkawinan adat Jawa. Di dalam skripsi ini dijelaskan juga tentang proses peminangan, dalam proses peminangan adat jawa ini dinamakan dengan istilah ngebunebun esuk, anjejawah sonten. Lamaran dapat dilakukan sendiri oleh orang tua laki-laki secara lisan hal ini dianggap kurang tepat maka pihak lelaki menulis surat lamaran, setelah surat selesai dibuat kemudian dicarikan petugas yang menjadi duta, biasanya dipilih dari kalangan keluarga sendiri (paman) untuk mengantarkan surat lamaran tersebut. Beberapa hari kemudian setelah melakukan perundingan dengan keluarga yang dihadiri nenek atau kakek si gadis, maka orang tua si gadis menulis surat jawaban.

Tinjauan Hukum Perkawinan Adat Masyarakat Kampung Naga di Tasik Malaya Menurut Keperdataan Islam, oleh: Marzuki (101044222197).

Skripsi ini menjelaskan perkawinan adat masyarakat Tasik. Di dalam skripsi ini pun menjelaskan tentang peminangan walaupun tidak sepenuhnya. Dalam adat ini ada istilah “neundeun” bahasa sunda, sedangkan dalam bahasa Indonesia itu adalah “menaruh” dan omong adalah “cakap”/”bicara”, jadi neundeun omong artinya titip ucap atau dengan kata lain pesan, dengan


(15)

14

mengadakan perjanjian orang tua jejaka datang kepada orang tua gadis idaman anaknya, datangnya bisa sendiri atau cukup diwakili dengan orang yang dipercayanya. Jangka waktu nendeun omong sampai kepada saat melamar tidak pasti. Pada dasarnya upacara ini dilaksanakan setelah kedua belah pihak mempunyai kebulatan niat dan tersedianya bahan atau biayanya untuk melangsungkan perkawianan. Melihat dari review yang saya lakukan, jalas sekali perbedaannya dengan skripsi yang saya tulis. Di dalam skripsi yang saya teliti yaitu menengenai proses peminangan saja. Yang menarik dari skripsi saya yaitu diangkat dari adat Bima, jadi skripsi yang saya bahas tentang adat Bima dalam peminangan saja. Dan sudah terlihat jelas perbedaannya dengan skripsi-skripsi yang lain yang ada kaitannya dengan peminangan.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dan penulisan skripsi ini, maka penulis menyusun penulisan ini dengan sistematika sebagai berikut:

Bab Kesatu : Merupakan bab pendahuluan yang diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan masalah, metodologi penelitian, review studi terdahulu dan sistematika penulisan.

Bab Kedua : Berisi tentang gambaran umum Kecamatan Donggo Kabupaten Bima-Nusa Tenggara Barat yang berisi sejarah singkat Bima, letak geografis, kondisi masyarakat dan kebudayaannya, dan kondisi ekonomi.


(16)

15

Bab Ketiga : Membahas kriteria dalam penentuan jodoh, tata cara dalam peminangan, syarat-syarat dalam peminangan dan hikmah dalam peminangan.

Bab Keempat : Membahas tentang prosesi peminangan menurut adat Bima di Kecamatan Donggo, alasan masyarakat Bima masih menggunakan tradisi peminangan menurut adat Bima, dan prosesi peminangan menurut adat Bima dalam prespektif Islam.


(17)

BAB II

GAMBARAN UMUM KECAMATAN DONGGO

A. Sejarah Singkat Kec. Donggo Kab. Bima NTB

Kesatuan wilayah dan orang Bima diikat oleh tiga ungkapan Orang Bima, yakni pertama dana mbojo, kedua dou mbojo, dan ketiga nggahi mbojo. Ketika ungkapan itu masing-masing bermaksud sebagai berikut yaitu: pertama dana bermakna daerah atau tumpah darah, sedang mbojo adalah nama asli Bima, jadi dana mbojo bermakna Daerah Bima. Kedua dou mbojo berarti orang Bima yang ada dalam dana mbojo. Ketiga nggahi mbojo adalah nggahi bermakna tutur bahasa, jadi nggahi mbojo artinya bahasa Bima.1

Kabupaten Bima berdiri pada tanggal 5 Juli 1640 M, Ketika Sultan Abdul Kahir dinobatkan sebagai Sultan Bima 1 yang menjalankan pemerintahan berdasarkan Syariat Islam. Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Bima yang diperingati setiap tahun. Didusun Padende Kecamatan Donggo sudah lama dihuni manusia hal ini dapat dilihat dengan adanya bukti-bukti sejarah yang ditemukan di Kecamatan Donggo Kabupaten Bima. Dalam sejarah kebudayaan penduduk Indonesia terbagi atas bangsa Melayu, Purba dan bangsa Melayu baru. Demikian pula halnya dengan penduduk yang mendiami daerah kabupaten Bima, mereka menyebut dirinya “dou mbojo” (orang Bima), “dou donggo” (orang Donggo) yang mendiami kawasan pesisir pantai. Orang donggo dikenal sebagai penduduk asli yang telah menghuni tanah Bima sejak lama.

1

Abdullah Abdul Gani, Peradilan Agama Dalam Pemerintahan Islam DiKesultanan Bima. (Mataram, Yayasan Lengge, 2004), Cet Ke- 2, h. 72


(18)

17

Masyarakat di Desa Palama Kecamatan Donggo sebagian besar menempati wilayah pegunungan. “duo donggo” (sebutan bagi orang Donggo dalam bahasa Bima), kehidupan mereka sangat jauh berbeda dengan kehidupan yang dijalani masyarakat Bima saat ini. Masyarakat di desa Palama Donggo mendiami sebagian besar wilayah kecamatan Donggo sekaranng yang dikenal dengan nama “dou donggo”.pada awalnya, sebenarnya penduduk asli ini tidak semuanya mendiami wilayah pegunungan.2

Salah satu alasan mengapa mereka umumnya mendiami wilayah pegunungan yaitu karena terdesak oleh pendatang-pendatang baru yang menyebarkan budaya dan agama yang baru pula, seperti agama Islam, Keristen, Hindu dan Budha. Hal itu dilakukan mengingat masih kuatnya kepercayaan terhadap Marafu (animisme).

Kepercayaan terhadap marafu inilah yang telah mempengaruhi segala pola kehidupan masyarakat, sehingga sangat sukar untuk ditinggalkan meskipun pada akhirnya seiring dengan makin gencarnya para penyiar agama Islam dan masuknya misionaris Keristen menyebabkan mereka menerima agama-agama yang mereka anggap baru tersebut.

Agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Bima sampai saat ini adalah agama Islam dan ajaran Islam yang merubah pola kehidupan mereka. Masyarakat di sana sangat kental sekali dengan ajaran Islam ini terbukti dengan ditanamkan ajaran agama sejak kecil seperti diajarkan mengaji dan harus bisa mengaji dari sejak kecil. Akan tetapi disamping kentalnya ajaran agama Islam

2


(19)

18

yang dianut oleh mayoritas penduduk di sana, ternyata kepercayaan marafu (animisme) yang dulu pernah ada sampai saat ini masih sedikit mempengaruhi pola hidup masyarakat di sana.

Berhadapan dengan kian gencarnya arus modernisasi, seiring itu pula pemahaman masyarakat akan kenyataan hidup berubah, terutama dalam hal pendidikan dan teknologi. Saat ini telah sekian banyak para sarjana asli Donggo yang umumnya menimba ilmu di luar daerah. Demikian pula dengan teknologi yang akhirnya memberikan hal yang baru sehingga pola hidup mereka berubah menjadi lebih maju seperti halnya dalam penggarapan sawah, kendaraan sampai alat-alat elektronik rumah tangga karena hampir semua daerahnya telah dialiri listrik. Bahkan tak jarang mereka menjadi para penyiar agama seperti ulama, karena telah begitu banyaknya mereka naik haji.

Seiring dengan perjalanan waktu, Kabupaten Bima mengalami perkembangan ke arah yang lebih maju. Dengan adanya kewenangan otonomi (Undang-Undang (UU) No. 22 tahun 1999 dan direvisi menjadi UU No. 3 tahun 2004). Dengan adanya kewenangan tersebut telah dimanfaatkan dan terus menggali potensi-potensi daerah baik potensi sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


(20)

19

B. Letak Geografis

Kecamatan Donggo di Kabupaten Bima propinsi Nusa Tenggara Barat, terletak diujung timur pulau Sumbawa tepatnya pada posisis 0-477,50 M di atas permukaan laut dan berada pada 117’40’-119’10 Bujur Timur dan 70’30 Lintang Selatan. Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:3

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Soromandi 2. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Mada Pangga 3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Bolo

4. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Dompu

Luas wilayah Kabupaten Bima adalah 4.596,90 Km2. Secara umum topografi Kabupaten Bima berbukit-bukit setiap wilayahnya mempunyai topografi yang cukup bervariasi dari datar hingga bergunung-gunung. Di Kecamatan Donggo Kabupaten Bima beriklim tropis dengan musim hujan yang relatif pendek yakni dari bulan desember sampai maret.

Di Kabupaten Bima sarana transportasi dan komunikasi sangat memadai. Sehingga kita dapat mudah mengunjungi Kecamatan Donggo, Bima-Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan melalui jalur darat, laut dan udara.

C. Kondisi Masyarakat dan Budayanya

Di sebuah dusun yang terletak di Desa Palama Kecamatan Donngo keadaan masyarakatnya masih primitif atau terbelakang, mereka masih mempercayai hal-hal mistik dan masih mempertahankan sistem adat mereka

3 Ibid


(21)

20

ketika ada acara besar seperti acara pernikahan, mereka masih menggunakan ritual adat yang berlaku disana sebagai syarat saat dilakukannya prosesi acara besar tersebut. 4

Mereka tidak boleh meninggalkan adat yang selama ini telah tertanam sejak zaman nenek moyangnya. Karena apabila ia tidak menggunakan adat tersebut dan menghilangkannya, maka mereka dianggap tidak menghormati dan menghargai nenek moyangnya terdahulu yang telah mempertahankan adat atau tradisi itu dengan mempersatukan mereka dalam ikatan persaudaraan satu dengan yang lainnya. Alasan yang lain yaitu dengan melestariakan dan mempertahankan adatnya, mereka meyakini bahwa akan selalu mendapatkan rahmat dari Allah SWT.5

Karena dengan adat tersebut mereka membentuk suatu perkumpulan kemudian bersatu untuk mempererat jalinan silahturahmi dan saling tolong menolong antara satu dan yang lainnya. Masyaratkat disana sangat mempercayai hal-hal mistik sehingga pola pikir mereka tidak ada yang berkembang walaupun zaman semakin modern, mereka banyak mempercayai paranormal sehingga apabila mereka terkena penyakit mereka membawanya ke para normal untuk menyembuhkannya dan jarang sekali mereka membawanya kerumah sakit untuk menyembuhkan penyakitnya.

Disamping karena faktor ekonomi yang menyebabkan mereka tidak berobat kedokter, akan tetapi ada hal lain yang lebih besar yaitu akibat kepercayaan marafu yang dulu pernah ada didesa tersebut masih menyatu dan

4 Ibid 5


(22)

21

mempengaruhi sehingga mereka sangat mempercayai paranormal dapat menyembuhkan berbagai penyakit.

Mereka kurang mempercayai ilmu-ilmu kedokteran. Karena masyarakat disana apabila terkena penyakit mereka langsung berfikir bahwa mereka telah terkena ilmu hitam yang dikirim oleh orang yang tidak menyukainya.

Walaupun masyarakat disana masih mempercayai hal-hal mistik dan paranormal akan tetapi mereka menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Sehingga kepercayaan marafu (animisme) yang dulu pernah ada dapat digeser sedikit demi sedikit dengan ajaran agama yang begitu kental yang terdapat disana.

Masyarakat disana masih terbelakang akan tetapi mereka menjunjung tinggi rasa persaudaraan dan kekompakan yang mereka jalin anatara satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat terlihat jelas ketika mereka mengadakan upacara besar seperti pernikahan. Semua masyarakat disana bersatu saling membantu baik dari segi materil ataupun moril sampai acara pernikahan tersebut selesai. Kebudayaan yang terdapat di desa Palama Kecamatan Donggo sangat menjunjung tinggi nilai keagamaannya khususnya agama Islam. Karena di Kecamatan Donggo mayoritas beragama Islam.6

Disini dapat terlihat ketika tiba datangnya bulan suci ramadhan semua warga masyarakat baik orang tua, remaja perempuan atau laki-laki serta orang dewasa berbondong-bondong ke sungai untuk membersihkan diri mereka dari segala gangguan mahluk halus dan perbuatan buruk yang disengaja atau tidak, dengan maksud menghayutkan semua gangguan mahluk halus dan perbuatan

6


(23)

22

buruk yang tidak disengaja atau disengaja agar hanyut dengan derasnya air sungai yang mengalir.

Hal yang lain tentang kebudayaan dapat dilihat dari segi ritual adat yang terdapat disana, masyarakat disana sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaannya seperti harus bisa membaca Al-Qur’an yang baik dan benar ketika mereka akan menikah.

D. Kondisi Ekonomi

Dalam kehidupan masyarakat di Bima khususnya di Desa Palama Kecamatan Donggo, masyarakatnya mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Mereka mengandalkan dan memanfaatkan persawahan dan ladangnya untuk bercocok tanam dan untuk memenuhi kehidupannya setiap hari. Masyarakat disana memanfaatkan ladang dan sawahnya untuk menanam seperti: padi, kacang-kangan, cabe, tomat, dan sebagainya.

Hal yang paling menonjol dalam bercocok tanam di ladang yaitu sering ditanami kacang kedelai karena kacang kedelai ini sangat menguntungkan hasilnya apabila sudah dijual karena nilai jualnya sangat tinggi. Lahan pertanian yang berupa dataran rendah dan dataran tinggi dimanfaatkan oleh masyarakat untuk bercocok tanam menananam padi..7

Areal persawahan disana cukup luas tetapi masyarkat disana masih membeli tanah persawahan di luar daerahnya karena mereka mempercayai bahwa areal persawahan disana tepatnya di Tolo Oi Sumbawa sangat luas dan dapat


(24)

23

menghasilkan panen yang lebih banyak dan dapat menguntungkan sebagai sumber penghasilan utama mereka. Apabila awal tahun mereka berbondong-bondong untuk bercocok tanam didaerah Tolo oi yaitu di Sumbawa.

Masyarakat disana memanfaatkan hewan peliharaannya seperti kuda, sapi dan kerbau untuk menunjang perekonomian mereka. Mereka memeras susu kuda untuk dijual dan sesekali menjual kerbau atau sapinya untuk memenuhi kebutuhan mereka kalau ada acara besar seperti pernikahan. Masyarakat disana pun masih mengenal sistem barter dalam pembelian apabila mereka membeli lauk pauk kemudian mereka membayarnya dengan beras.

Kondisi perekonomian di desa Palama Kecamatan Donggo sangat lemah karena disana masih banyak orang yang tidak bersekolah sampai jenjang yang lebih tinggi karena kekurangan dari segi ekonominya dan lingkungannya yang tidak strategis jauh dari pusat kota dan jarangnya alat transportasi yang terdapat didesa tersebut karena medannya yang sulit dilalui kendaraan umum karena dikelilingi gunung-gunung dan jurang.


(25)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PEMINANGAN A. Kriteria dalam Penentuan Jodoh

Sebelum memasuki ke jenjang rumah tangga, seseorang harus menemukan jodohnya terlebih dahulu karena jodoh memegang peranan penting dalam menciptakan sebuah bangunan rumah tangga yang didirikan agar kokoh, damai, tentram, dan sejahtera dalam bingkai mawaddah wa rahmah. Jodoh memang bukan merupakan syarat akan sahnya sebuah pernikahan, tetapi jodoh itu perlu dicari. Banyak masyarakat yang kurang memahami dan mendalami pesan-pesan agama, sering berucap bahwa jodoh itu ada ditangan tuhan.

Seorang laki-laki yang sudah masanya memasuki kehidupan rumah tangga dianjurkan mencari jodohnya yang sekufu, selevel, setingkat dan sepaham, karena jodoh merupakan salah satu yang menentukan terciptanya keharmonisan rumah tangga dan komunikasi antara keluarga dari pihak suami dan pihak istri dan agar tidak ada pembatas atau jurang pemisah antara keluarga kedua belah pihak.1

Dalam penentuan jodoh antara pria dan wanita, menurut syafi’i, harus mempertimbangkan empat perkara:

1. Suku Bangsa

Menurut Syafi’i setiap nasab diperhitungkan kepada Bangsa dari ayahnya, karena apabila ayahnya berkebangsaan berbeda dengan ibunya maka apabila menikah dengan kebangsaan dari ibu maka dianggap tidak sejodoh.

1

Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Pebincangan dan Perbedaan, (Jakarta: Darussalam, 2004) Cet Ke-1, h. 148


(26)

25

2. Agama

Identitas agama dalam memilih jodoh, menurut syafi’i, bukan semata-mata harus pemeluk agama Islam melainkan kadar ketakwaan dalam mengamalkan ajaran yang disyariatkan agama Islam. maksudnya yaitu wanita baik dan taat tidak sejodoh dengan pria yang fasik.

3. Merdeka (bukan budak)

Masalah identitas merdeka yang menjadi pertimbangan mencari jodoh sama juga, yaitu bahwa perempuan yang merdeka (bukan budak) sejodoh dengan laki-laki merdeka.

4. Status sosial

Perempuan yang status sosialnya terhormat seperti anaknya komisaris tidak sejodoh dengan laki-laki yang menjadi tukang parkir, tukang sapu jalan, dan sebagainya.

Sedangkan masalah yang berkaitan dengan kekayaan, Imam Syafi’i tidak memasukkan kedalam kategori setingkat dengan perjodohan, maka perempua kaya sejodoh dengan laki-laki miskin. Imam Syafi;i juga menetapkan bahwa jodoh itu diperhitungkan kepada pihak perempuan, bukan kepada pihak laki-laki. Jadi laki-laki bebas dalam menentukan jodohnya dan setiap perempuan dari segi kriteria apa saja sejodoh dengan laki-laki mana pun.2

Pendapat Imam Hanbali dalam menentukan kriteria memilih jodoh sama seperti Imam Syafi’i akan tetapi ada satu yang berbeda pendapat tentang masalah

2


(27)

26

kekayaan, Imam Hanbali mengatakan kalau laki-laki miskin tidak sejodoh dengan perempuan kaya.

Menurut Imam Hanafi memiliki sedikit perbedaan dengan Imam Hanbali dan Imam Syafi’i mengenai kriteria Islam dan merdeka. Menurut Imam Hanafi laki-laki muslim tetapi ayahnya non muslim tidak sejodoh dengan perempuan muslimah yang juga ayahnya muslim. Perempuan merdeka dari lahir tidak sejodoh dengan laki-laki yang pernah jadi budak.3

Kriteria agama yang diajukan Imam Maliki sama seperti Imam Syafi’i dan Imam Hanbali. dalam kriteria memilih jodoh Imam Maliki menambahkan harus sama-sama sehat jasmani. perempuan yang sehat jasmani tidak cacat baik fisik maupun psikis tidak sejodoh dengan laki-laki yang cacat, seperti gila, buta dan sebagainya. Adapun kriteria kaya, bangsawan, status sosial dan merdeka tidak termasuk kriteria dalam memilih jodoh. Kriteria yang diberikan oleh Imam Maliki sangat fleksibel dan tidak ada kesan diskriminasi.

Pendapat Imam Maliki ini sesuai dengan perkembangan zaman di mana di era globalisasi ini komunikasi antar umat sangat dekat dan mudah dijangkau dengan kecanggihan tekhnologi yang semakin hari semakin modern. Juga sekat-sekat sudah tidak ada yang membedakan antara ras untuk mengadakan suatu kerja sama yang menguntungkan antara kedua belah pihak.

Demikian juga, dalam hal pernikahan tidak terbatas pada status ekonomi, tetesan darah biru, miskin, kaya, bahkan bisa antarnegara. Pendapat ini sangat didukung oleh firman Allah Swt:


(28)

27

) تاﺮﺠﺤﻟا \

49 : 13 (

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal; mengenal sesungguhnya orang yang paling mulia diantaranya kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.” (Q.S.Al-Hujaraat [49]:13)

Ayat diatas menjelaskan bahwa orang yang paling mulia disisi Allah Swt, bukan karena bangsa dan sukunya melainkan pada kadar nilai-nilai ketakwaannya. Dan di antara bangsa-bangsa yang ada didunia fana ini tidak ada kelebihan dan keistimewaan antara bangsa yang satu dengan yang lain dan antara suku satu dengan suku yang lain. demikian juga orang yang meminang perempuan yang akan dipinang jangan dilihat dari kekayaan, kebangsaan dan kecantikannya, melainkan yang terpenting kadar akhlaknya.

B. Tata Cara dalam Peminangan

Sebelum memulai langkah-langkah meminang, seseorang yang akan menikah harus tahu secara pasti bahwa tidak ada larangan-larangan syariah yang menghalanginya menikah, baik untuk masa tertentu maupun untuk selamanya. Misalnya, orang lain sudah lebih dulu meminang wanita yang telah dipinang oleh orang lain, sebab ini akan menyakitkan pihak peminang yang pertama.4

4

Al-Shabbagh Mahmud, Tuntutan Keluarga Bahagia Menurut Islam. PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung: 1991 h. 67


(29)

28

Kadang kala kasus ini bisa menimbulkan perpecahan di kalangan keluarga yang terkait, bahkan bisa juga menimbulkan keributan yang mengganggu keamanan.

Jika pinangan orang yang pertama tidak diterima atau ia telah mengijinkan peminang kedua untuk meminang menggantikan dirinya., maka pinangan disini diperbolehkan. Sekaligus boleh melakukan prosedur-prosedur selanjutnya jika syarat keagamaan dan kebaikan kedua belah pihak telah terpenuhi, di samping tidak ada halangan syariah. Kedua faktor ini, merupakan syarat mutlak untuk memulai khitbah (lamaran). Oleh sebab itu jika salah satu diantaranya tidak terpenuhi, maka tidak ada khitbah ataupun pernikahan.5

Adapun tata cara peminangan yaitu sebagai berikut: 1. Cara Memandang

Sebelum melakukan akad pernikahan, melihat wanita yang akan dinikahi, dianjurkan bahwa disunnahkan agama. Melihat calon istri untuk mengetahui penampilan dan kecantikannya, dipandang perlu untuk mewujudkan kehidupan rumah tanggga yang bahagia dan sekaligus menghindari penyesalan setelah menikah. 6

Syara mensunnahkan seseorang untuk memandang kepada wanita yang hendak dipinangnya. Demikian pula, si wanita yang dipinang juga disunnahkan memandang kepada pria yang meminangnya, sebelum menyatakan menerima pinangan itu. Sebab, sesuai dengan tabiatnya, manusia menyukai dan merindukan

5

Ibid, h. 68 6


(30)

29

sesuatu yang indah. Dalam hati, ia selalu merasa tentram, bahagia, dan penuh emosi ketika ia melihat dan mendapatkan sesuatu yang indah.

Oleh sebab itu, keindahan merupakan unsur penting ketika memilih pasangan. Jumhur ulama berpendapat, bahwa pria boleh memandang wajah dan dua telapak tangan si wanita yang dipinangnya dan yang lainnya tidak boleh. Sebab memandang wajah bisa mewakili kecantikan (seorang wanita), sedangkan memandang kedua telapak tangan bisa mewakili subur tidaknya tubuh (seorang wanita).

Pengenalan atau lazim diketahui sebagai ta’aruf, menambahkan wawasan kepada pria dan wanita akan keberadaan serta kepribadian masing-masing. Usaha untuk saling mengenal dapat tercapai dengan baik efektif, melalui pertemuan biologis antara keduanya. Sebuah pernikahan tentu tidak mesti dengan melihat dan dilihat.

Demikian pula, mencukupkan diri memandang foto atau lukisan sama sekali tidak menjamin bisa menimbulkan persetujuan untuk menikah atau menggambarkan kenyataan secara cermat. Yang terbaik adalah ajaran yang dibawa oleh Islam. Sebab prinsip ini memberikan hak kepada kedua belah pihak untuk saling memandang di samping menghindari berdua-duan demi menjaga keharmonisan dan nama baik masing-masing pihak.7

Banyak orang yang meremehkan masalah ini. Ia pun membolehkan putri atau kerabat-kerabat wanitanya berkumpul berduaan dengan si peminang tanpa didampingi oleh muhrim, dibiarkan pergi kemana saja dengan tanpa pengawasan

7

Al-Shabbagh Mahmud, Tuntutan Keluarga Bahagia Menurut Islam. PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung: 1991 h. 71


(31)

30

dan bimbingan. Padahal inilah yang diharamkan menurut syara’ ini bisa mengakibatkan kaum wanita tercemar. Bahkan sering berakhir dengan kegagalan bukan pernikahan.8

Sebuah pernikahan tentu tidak harus melalui proses pinangan. Dan lamaran tidak mesti dengan melihat dan dilihat. Sebab pernikahan dapat saja terjadi tanpa melalui rute lamaran dan lihat melihat, sungguhpun demikian, nabi SAW tetap mengingatkan bahwa melihat lamaran akan lebih menambah gairah ketenangan batin bagi keduanya.9

2. Mengenali Sifat-sifat yang Lain

Orang yang paling baik dan hati-hati adalah orang yang tidak memasuki suatu tempat sebelum ia mengetahui baik dan buruknya suasana tempat yang hendak ia masuki. Pengenalan sebelum menikah tidak terbatas pada cantik atau tidaknya calon pasangan yang dikehendaki, adapun sifat-sifat yang bertalian dengan akhlak, dapat diketahui dari sifat lahirnya atau melalui informasi dari orang-orang dekat dengannya misalnya sanak kerabatnya yang dapat dipercaya, seperti ibu dan saudara-saudara perempuanya.10

Tetapi janganlah ia meminta komentar tentang ahklak dan perilaku calon pasangannya kecuali dari orang-orang yang benar-benar tahu dan jujur,

8

Ibid, h. 72 9

Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan Analisa Perbandingan Antar Mazhab, (Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006), Cet Ke-1, h. 141

10

Sayyid Sabiq, Pengantar Imam Hasan al-Banna, Fiqh Sunnah Jilid 2, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), Cet Ke-1, h. 510


(32)

31

mengetahui lahir batin, dan tidak kepada orang yang suka kepadanya sehingga ia tidak mau mengungkapkan keadaan yang sebenarnya atau bahkan menguranginya.

Yang penting harus hati-hati jika meminta pendapat orang lain, sehingga tidak tertipu dan terkecoh, yang nantinya dapat mengakibatkan ketidakpuasaan atau mencintai wanita selain istrinya. Inilah diantaranya penyebab orang melakukan poligami.

3. Menguatkan Pinangan

Jika kedua belah pihak setuju untuk menjadi suami istri, maka lamaran di sini bisa diterima oleh kedua belah pihak. Dan masing-masing pihak berusaha untuk memperkokoh hubungan dengan orang lain sedemikian rupa demi memperkuat hubungan baru.11 Seringkali pinangan diikuti oleh penyerahan mahar baik seluruhnya maupun sebagian, atau manyerahkan hadiah-hadiah yang sedikit banyak terserah pada masyarakat.

Namun semua itu belum berarti sudah mengizinkan kedua calon untuk berduaan selama belum dilangsungkan akad nikah. Sebab pinangan hanyalah langkah pendahuluan bagi akad nikah.

Kedua belah pihak berhak menarik kembali pinangannya tanpa ada hukuman material sebagai konsekuensi orang menarik kembali pinangan tanpa ada alasan yang memaksa diklasifikasikan sebagai tindakan yang tecela. Sebab pinangan adalah janji untuk menikah, barang siapa yang mengabaikan janjinya tanpa ada alasan yang memaksa, berarti mengingkari janji.

11

Al-Shabbagh Mahmud, Tuntutan Keluarga Bahagia Menurut Islam. (PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung: 1991), h. 73


(33)

32

Kalau pinangan ditarik kembali, karena sebab-sebab tertentu, mahar yang telah diberikan oleh peminang kepada pinangannya berhak diminta kembali jika akad nikahnya tidak jadi karena mahar diberikan sebagai ganti dan imbalan dalam pernikahan. Selama pernikahan itu belum terlaksana maka pihak perempuan belum mempunyai hak sedikit pun terhadapnya dan wajib ia kembalikan kepadanya karena barang itu dialah yang punya.

Sedangkan hadiah-hadiah atau pemberian-pemberian yang telah diberikannya maka hukumnya sama dengan hibah. Secara hukum, hibah itu tidak boleh diminta kembali karena merupakan suatu pemberian sukarela dan tidak bersifat sebagai pengganti dari sesuatu.12 Karena mahar tidak termasuk pemberian murni atau sumbangan murni seperti cincin, kalung dan arloji. Sebab calon suami memberikan itu kepada si calon istri agar dipakai, dijadikan hiasan calon istrinya.13

Tidak sepatutnya sang peminang yang ditolak menafsirkan penolakan dari wanita itu sebagai penghinaan yang tak bisa dimaafkan dan kesalahan yang tak bisa diampuni serta aib yang tidak bisa dihapuskan dengan air samudera. Sehingga, ia menempuh jalan pintas dan bodoh, sampai kadang-kadang bunuh diri atau membunuh (wanita tersebut).

Hal ini tidak akan terjadi kecuali dalam masyarakat barbar dan primitif, karena ia mengira itu sebagai balas dendam atas kehormatan dan harga dirinya. Dengan demikian, berarti ia telah menghalalkan untuk dirinya apa yang ia

12

Sayyid Sabiq, Pengantar Imam Hasan al-Banna, Fiqh Sunnah Jilid 2, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), Cet Ke-1, h. 512

13


(34)

33

haramkan atas orang lain, berupa kebebasan pendapat dan memilih.14 Itulah tata cara yang harus diperhatikan ketika akan meminang wanita yang akan dijadikan seorang istri dan teman hidup sampai akhir hayat.

Peminangan dilakukan sebagai permintaan secara resmi kepada wanita yang akan dijadikan calon istri atau melalui wali wanita itu. Sesudah itu baru dipertimbangkan apakah pinangan itu diterima atau tidak. Adakalanya pinangan itu hanya sebagai formalitas saja, sebab sebelumnya antara pria dengan wanita itu sudah saling mengenal atau menjajaki. Demikian juga, pinangan itu ada kalanya sebagai langkah awal dan sebelumnya tidak pernah kenal secara dekat, atau hanya kenal melalui teman dan sanak kerabat.15

Maksud dari meminang adalah seorang laki-laki meminta kepda seorang perempuan untuk menjadi istrinya, dengan cara-cara yang sudah umum berlaku ditengah-tengah masyarakat.16

Peminangan merupakan langkah pendahuluan menuju kearah perjodohan antara seorang pria dan seorang wanita. Islam mengisyaratakannya agar masing-masing calon mempelai dapat saling mengenal dan memahami pribadi mereka.17

Didalam fiqh Islam peminangan ini disebut dengan khitbah. Kata ini dapat dilihat pada hadis-hadis Rasul yang berbicara tentang peminangan tersebut. Perlu

14

Abdul Hakam ash-Sha’idi, Menuju Keluarga Sakinah, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2005), Cet Ke-4, h

15

Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2003), Cet Ke- 1, h. 24.

16

Sayyid Sabiq, Pengantar Imam Hasan al-Banna, Fiqh Sunnah Jilid 2, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), Cet Ke-1, h. 50

17

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Cet Ke-3, h. 62.


(35)

34

dijelaskan disamping peminangan, masyarakat dikenal dengan istilah yang disebut dengan tunangan. Biasanya tunangan ini adalah masa antara pinangan (lamaran) dengan perkawinan. Uniknya kendatipun pinangan dikenal dalam Islam, namun tunangan tidak dikenal karena mungkin juga makna tunangan termasuklah didalamnya.

Wirjono Prodjo juga menyebutkan di dalam bukunya istilah tunangan dan bukan peminangan. Menurutnya keadaan tunangan ini ada, apabila telah ada persetujuan antara kedua belah pihak untuk mengadakan perkawinan. Dan persetujuan ini tentunya didahului dengan suatu lamaran, yaitu suatu permintaan atau tawaran yang dilakukan oleh pihak pria kepada pihak wanita. Berbeda dengan pandangan tersebut, Ter Haar Hazn ahli hukum adat Belanda ada Menyatakan. “het recht van den Islam kent de vervoling niet als rechtsintituut” (Hukum Islam tidak mengenal adanya pertunangan sebagai lembaga Hukum). Kiranya alasan yang diberikan Ter Haar adalah karena memang Islam tidak memberikan aturan yang rinci terhadap persoalan ini.18

Sebagian orang mungkin tidak setuju dengan pandangan ini, namun penting untuk dicatat, masyarakat adat telah dikenal adanya pernikahan pinangan (aanzoek-huwelijk) yaitu suatu pernikahan yang didahului dengan adanya pertunangan dan adanya lamaran (pinangan) sebelum bertunangan tersebut. Menurut hukum adat bahwa suatu persetujuan untuk bertunangan baru mengikat apabila kedua pihak yang bersangkutan mempertukarkan tanda (zithtbaar teken)

18

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No. 1\1974 sampai KHI, (Jakarta: Kencana


(36)

35

sebagai bukti adanya persetujuan untuk itu. Dengan adanya pertukaran tanda itu terjadilah peristiwa pertunangan, yang merupakan suatu peristiwa hukum.

Sebagai contoh didalam masyarakat Pariaman ada istilah bajapuik.

Bajapuik secara sederhana dapat dipahami melalui pepatah orang Minang yang berbunyi (datang karena dipanggil tiba karena dijemput). Dalam sistem matrilokalnya, hukum adat minangkabau memposisiskan suami sebagai tamu dirumah istrinya yang disebut dengan sumando. Dalam prosesi pernikahan, selalu laki-laki yang diantar kerumah istrinya, sebagai tanda ketulusan hati menerima maka dijemput oleh keluarganya istri secara adat. Dalam hukum adat, pertunangan ini merupakan lawan dari apa yang sering disebut dengan kawin lari (wegloop-huwelijk atau schaak huwelijk), yaitu suatu perkawinan yang diselenggarakan secara bersama-sama dan bersepakat melarikan diri atau mengambil pergi seorang gadis oleh seorang pria, dua-duanya bermaksud untuk hidup sebagai suami istri.19

Peminangan juga dapat dilakukan secara terang-terangan (sarih) atau dengan sindiran (kinayah). Mayoritas Ulama mengatakan bahwa peminangan tidak wajib. Namun praktek kebiasaan dalam masyarakat menunjukkan bahwa peminangan merupakan pendahuluan yang hampir pasti dilakukan. Ini sejalan dengan pendapat Dawud al-Zahiry yang menyatakan meminang hukumnya wajib. Betapa pun meminang adalah tindakan menuju kebaikan.20

19

Ibid, h. 89. 20


(37)

36

C. Syarat dalam Peminangan

Membicarakan syarat peminangan tidak dapat dipisahkan dari pembicaraan tentang halangannya. Pasal 12 KHI menjelaskan, pada prisipnya, peminangan dapat dilakukan terhadap seorang wanita yang masih perawan atau terhadap janda yang telah habis masa iddahnya. Ini dapat dipahami sebagai syarat peminanangan.

Selain itu syarat lainnya, wanita yang dipinang tidak terdapat halangan seperti Pasal 12 ayat (2), (3), dan (4).

(2) Wanita yang ditalak suami yang masih berada dalam masa iddah raj’iah, haram dan dilarang untuk dinikahi.

(3) Dilarang juga meminang seorang wanita yang sedang dalam pinangan pria lain, selama pinangan pria tersebut belum putus atau belum ada penolakan dari pihak wanita.

(4) Putus pinangan pihak pria, karena adanya pernyataan tentang putusnya hubungan pinangan atau secara diam-diam pria yang meminangan telah menjauhi dan meninggalkan wanita yang dipinang. 21

Jadi dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa syarat peminangan terletak pada wanita. Ada dua macam syarat dalam meminang, yaitu syarat mustahsinah dan syarat lazimah.

1. Syarat mustahsinah yaitu syarat yang berupa anjuran kepada seorang laki-laki yang akan meminang seorang wanita agar ia meneliti dahulu seorang wanita yang akan dipinangnya itu, sehingga dapat menjamin kelangsungan hidup berumah

21


(38)

37

tangga. Syarat mustahsinah ini bukanlah syarat yang wajib dipenuhi sebelum peminangan dilakukan, tetapi hanya berupa anjuran dan kebiasaan yang baik saja, Tanpa syarat ini dipenuhi tetap sah.22 Yang termasuk syarat mustahsinah ialah:

a. Wanita yang dipinang itu hendaklah sejodoh dengan pria yang meminangnya, seperti sama kedudukannya dalam masyarakat, sama-sama baik bentuknya, sama-sama dalam tingkat kekayaannya, sama-sama-sama-sama berilmu dan sebagainya.

b. Wanita yang dipinang itu hendaklah wanita yang mempunyai sifat kasih sayang dan wanita yang peranak.

c. Wanita yang akan dipinang itu hendaklah wanita yang bukan hubungan darah dengan pria yang meminangnya. Agama melarang seorang pria mengawini seorang wanita yang sangat dekat hubungan darahnya.23

d. Hendaklah mengetahui keadaan jasmani, budi pekerti dan sebagainya dari wanita-wanita yang dipinag. Sebaliknya yang dipinang sendiri harus mengetahui pula keadaan yang meminangnya.24

2. Syarat lazimah ialah syarat yang wajib dipenuhi sebelum peminangan dilakukan. Sahnya peminangan tergantung kepada adanya syarat-syarat lazimah. Yang masuk didalam syarat-syarat lazimah yaitu:

22

Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1987), Cet Ke- 2, h. 28.

23

Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1987), Cet Ke- 2, h. 29

24


(39)

38

a. Belum dipinang oleh orang lain secara sah. Jika terdapat halangan-halangan hukum, seperti perempuannya karena sesuatu hal haram dinikahkan selamanya atau sementara waktu, atau telah dipinang terlebih dulu oleh orang lain, maka ia tidak boleh dipinang.25

b. Wanita yang menjalani masa iddah karena kematian suaminya. Seorang perempuan yang sedang beriddah karena kematian suaminya tidak boleh dilakukan secara terang-terangan. Wanita yang tidak dalam masa iddah. Haram hukumnya meminang wanita yang dalam masa iddah talak raj’i. Wanita yang dalam masa iddah talak raj’i yang lebih berhak mengawininya kembali ialah bekas suaminya. Bekas suaminya boleh merujuknya kapan saja ia kehendaki dalam masa iddah itu.26

Firman Allah SWT:

☺ )

ةاﺮ ﺒﻟا \ : (

Artinya: “Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka menikah lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian.

25

Sayyid Sabiq, Pengantar Imam Hasan al-Banna, Fiqh Sunnah Jilid 2, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), Cet Ke-1, h. 505

26


(40)

39

Itu lebih baik dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 232)

Salah satu pendapat dalam mazhab syafi’i mengkiaskan wanita yang dalam massa iddah talak bain kepada wanita yang dalam iddah karena suaminya meninggal dunia. Karena itu mereka berpendapat bahwa wanita yang dalam masa iddah talak bain boleh dipinang dengan sindiran.27

Pengkiasan diatas dapat diterima karena wanita yang dalam masa iddah talak bain, sekalipun dalam masa iddah itu masih diberi nafkah oleh bekas suaminya dan masih dibolehkan tinggal dirumah bekas suami, tetapi hak bekas suaminya nikah dengannya sama dengan hak pria lain. Bahkan terhadap wanita yang dicerai tiga kali oleh bekas suaminya, orang lainlah yang lebih berhak mengawininya, sedang bekas suaminya itu baru boleh menikah dengannya kembali setelah bekas istri itu kawin dengan laki-laki lain, kemudian bercerai dan habis masa iddahnya. Lain halnya wanita yang dalam masa iddah talak raj’i bekas suaminya adalah yang berhak merujuknya.

c. Wanita yang dipinang itu hendaklah wanita yang boleh dinikahi atau dengan perkataan lain ialah bahwa wanita itu bukanlah mahram dari laki-laki yang akan meminangnya.

Tentang hukum pernikahan yang dilaksanakan kemudian setelah peminangan terlarang itu berbeda pendapat para ulama. Menurut Ahmad bin Hanbal dan Imam al-Syafi’i dan Abu Hanifah nikah tersebut adalah sah dan tidak dapat dibatalkan. Menurut ulama Zhahiriy perkawinan tesebut tidak sah dengan arti harus dibatalkan. Sedangkan pendapat ketiga di kalangan Malikiyah

27


(41)

40

berpendapat bila telah berlangsung hubungan kelamin dalam pernikahan itu, maka pernikahan tersebut tidak dibatalkan sedangkan bila belum terjadi hubungan kelamin dalam pernikahan itu maka pernikahan tersebut mesti dibatalkan.28

D. Hikmah dalam Peminangan

Pinangan berarti mengajukan usulan untuk menyatukan sepasang calon mempelai, yang melalui itu diharapkan lahir satu mahluk yang saling melengkapi,29

☯ ) ءﺎﺒﻨﻟا \ :

( Artinya: “ Dan Kami ciptakan kalian secara berpasang-pasangan. “

(Q.S. An-Naba’ [76]: 8)

Juga mampu berkembangbiak firman Allah:

⌧ ☯

) ﻨﻟا ءﺎﺴ \ : (

Artinya: “ Dari suami istri itu, Kami mengembangbiakkan sejumlah besar kaum pria dan wanita.” (Q.S. An-Nisa [4]: 1)

Maksudnya pinangan adalah usulan untuk membangun satu konstruksi yang landasannya yaitu keluarga, menyempurnakan dua komponen yaitu pria dan wanita. Setiap pendirian bangunan harus teliti, dihitung secara cermat, direncanakan dan dimungkinkan memberikan jaminan keselamatan kepada bangunan yang bersangkutan. Misalnya, bata yang keras tidak diletakkan diatas

28

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2007), Cet Ke-2, h. 54

29


(42)

41

bata yang lembek, yang berakibat akan menghancurkan bangunan dan tidak memberikan manfaat.30

Ketika seorang pria melihat wanita cantik yang memenuhi selera seksualnya, lalu timbul keinginan untuk menikahinya, apakah mengesampingkan pertimbangnan-pertimbangan tertentu? Tidak demikian, sebab tujuan pernikahan bagi manusia bukanlah semata-mata kaum pria ingin memenuhi panggilan nalurinya, kemudian selesai begitu saja. Tujuan pernikahan adalah membangun kelurga yang dapat melangsungkan hubungan hubungan dengan para kerabatnya selama hidup di bumi. Firman Allah Swt:

☺ ⌧

) نﺎ ﺮﻔﻟا \ : (

Artinya: “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan menantu menjadi anaknya, sehingga bangunan yang didirikannya menjadi tegak.”

(Q.S Al-Furqan [25]: 54)

Demikian pula persoalannya bagi wali yang sah dari si calon mempelai wanita. Sebelum menerima calon suami dari orang yang diwakilkannya, ia tidak boleh tertarik oleh penampilan, kekayaan atau kekuatan keluarganya. Tetapi ia harus meneliti secara cermat apakah orang ini pantas menjadi suami dan ayah bagian anak-anak si wanita yang diwakilkanya? Apakah keluarga si pria pantas menjadi keluarga si wanita, karena sifat dan watak si anak menurun dari kedua

30


(43)

42

belah pihak tidak hanya dari satunya saja. Jadi proses kecermatan memilih calon ayah dan calon ibu sama-sama penting.31

Dari sini jelas hikmah dari adanya pinangan yaitu memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk mempelajari secara cermat akhlak, adat istiadat dan potensi-potensi yang dimilikinya oleh pihak lain hingga mereka mantap bahwa pernikahan yang didahului oleh pinangan ini, telah menyuguhkan faktor-faktor yang menyebabkan keberuntungan dan kemantapan. Sekaligus rumah tangga baru yang segera diresmikan ini atas izin Allah SWT, bakal menjadi padang rumput yang cocok dan menyenangkan.


(44)

BAB IV

PROSESI PEMINANGAN MENURUT ADAT BIMA DALAM PRESPEKTIF ISLAM

A. Prosesi Peminangan Menurut Adat Bima di Kecamatan Donggo

Peminangan adalah salah satu tindakan pendahuluan sebelum menginjak pada jenjang pernikahan, yang tentunya berdasar atas suatu pesetujuan/perjanjian antara kedua belah pihak, yaitu antara seorang pria dengan wanita.

Di Bima tepatnya di desa Palama Kecamatan Donggo, setiap pernikahan yang dilaksanakan akan didahului dengan acara peminangan. Sebelum melakukan acara yang paling sakral yaitu pernikahan biasanya pemuda-pemudi yang sudah siap untuk berumah tangga akan mencari pasangan hidupnya sesuai dengan kriteria yang akan mereka pilih. Akan tetapi dalam hal mencari dan memilih pasangan hidup kebanyakan orangtua dari masing-masing pihak ikut berperan serta dalam menentukan jodoh anaknya. Adapun kriteria yang biasa diterapkan dalam penentuan jodoh yang terdapat didesa Palama Kecamatan Donggo yaitu:1

1. Seagama maksudnya apabila ingin menikah masyarakat di sana harus mengutamakan agamanya terlebih dahulu dan harus satu aqidah dan satu kepercayaan yaitu agama Islam. Karena masyarakat di sana mayoritas beragama Islam dan kehidupannya sangat kental dengan nilai-nilai Islami.

1

Kadir, Wawancara Pribadi, Bogor, 17 Juni 2010


(45)

44

2. Sekufu yaitu harus sama derajatnya, baik tingkat pendidikannya dan tingkat keturunannya. Masyarakat di Bima khususnya di desa Palama apabila mencari pasangan hidup harus yang tingkat pendidikannya setara dan keturunnannya. maksudnya antara kedua belah pihak sepadan. 3. Sesuku yaitu lebih mengutamakan yang satu suku, apabila mencari calon

pendamping hidup. Kebanyakan masyarakat di sana lebih mengutamakan sesuku karena agar proses beradaptasinya lebih mudah karena masyarakat di sana menganggap dan meyakini apabila menikah dengan sesukunya maka tali persaudaraannya akan lebih erat.

4. Tidak boleh satu saudara, saudara sesusuan dan orang tua seperti saudara kandung, paman, bibi, adik, kakak, kakek, nenek, ibu, bapak. kecuali apabila saudara tersebut sudah jauh dari garis keturunan bapak atau pun ibu.

Setelah melakukan penentuan jodoh dan jodoh tersebut sesuai dengan kriteria diatas maka tahapan selajutnya yaitu melakukan prosesi peminangan. Dalam prosesi peminangan ini harus sesuai menurut adat Bima yang biasa dilakukan oleh masyarakat didesa Palama tersebut. Adapun tahapan-tahapan yang biasa dilakukan dalam prosesi peminangan menurut adat Bima yaitu:2

1. Keluarga dari calon mempelai pria datang ke rumah calon mempelai wanita untuk menanyakan apakah calon mempelai wanita yang dimaksud sudah ada yang meminang atau belum, atau dengan mencari

2


(46)

45

informasi dari tetangga terdekatnya. Apabila belum ada yang meminang maka lamaran akan dilaksanakan.

2. Keluarga dan calon mempelai pria datang ke rumah calon mempelai wanita untuk meminang wanita yang diinginkannya bersama saudara, kerabat, tokoh agama dan masyarakat yang ikut mengiringi dan meramaikan jalannya prosesi peminangan tersebut.

3. Pihak dari calon mempelai pria saat melamar harus membawa ketiga syarat yang diwajibkan yaitu kapur sirih, daun sirih dan buah pinang, kemudian ketiga syarat wajib itu ditaruh diatas piring dan uang sekedarnya hanya sebagai tanda nominal uang yang akan dibawa saat seserahan, seperti 10.000 berarti 1000.000.

4. Setelah beberapa hari diutuslah kerabat atau saudara dari pihak keluarga calon mempelai pria untuk datang menanyakan mahar apa yang diingikan oleh pihak calon mempelai wanita.

5. Selama proses menunggu acara pernikahan dilaksanakan biasanya calon mempelai pria membantu segala aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh keluarga calon mempelai wanitanya, seperti pergi keladang dan lain-lain.

Tahapan-tahapan diatas merupakan adat yang biasa dilakukan oleh calon mempelai yang akan menikah baik dalam penentuan jodoh atau pun dalam prosesi peminangannya. Adapun penjelasan secara rinci dalam penentuan jodoh dan prosesi peminangan menurut adat Bima tepatnya didesa Palama Kecamatan Donggo yaitu dalam penentuan jodoh hal yang paling penting yang harus


(47)

46

diperhatikan pertama kali yaitu agama. Dimana calon mempelai baik dari pria atau wanitanya harus seagama.

Masyarakat di sana sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan menanamkannya kepada keluarganya sejak kecil hal ini dapat dilihat dari pengajaran ngaji yang diberikan oleh orang tua mereka sejak kecil dan ketika sudah baligh (besar) sudah hatam Al-Qur’an. Didesa Palama juga banyak guru ngaji sehingga banyak rumah yang dijadikan TPA untuk mengajari anak-anak mengaji. Semua ini dilakukan dengan tujuan agar mereka memahami dan mengetahui dasar hukum dan syariat Islam. Sehingga apabila sudah besar menjadi manusia yang taat beribadah dan mereka memahami hak dan kewajiban mereka dalam kehidupan berumah tangga.

Selain agama hal lain yang lebih diutamakan dan diperhatikan yaitu sekufu atau sepadan. Apabila salah satu dari mereka (wanita dan pria) tidak sekufu baik dari segi kekayaan, tingkat pendidikan dan jabatan, kiranya cukup sulit untuk disatukan walaupun keduanya sudah saling menyayangi akan tetapi hambatan dari keluarga kedua belah pihak yang membentenginya sehingga sulit untuk melakukan pendekatan karena pihak keluarga (orang tua) apabila melihat anaknya dekat dengan salah satu pihak (wanita atau pria) yang latar belakang keluarganya tidak sama baik dari segi pendidikan ataupun kekayaan dan jabatannya maka orang tua dari salah satu pihak baik dari keluarga wanita atau pun keluarga pria kurang menyetujui hubungan anaknya (pria atau pun wanita) dan ada yang sama sekali tidak setuju karena latar belakang keluarganya yang berbeda tersebut.3

3


(48)

47

Kemudian dalam hal sesuku atau sebangsa masyarakat didesa Palama Kecamatan Donggo sangat menjunjung tinggi rasa persatuan dan persaudaraan antara suku. Sehingga dalam mencari dan memlih jodoh kebanyakan masyarakat disana mengutamakan yang satu suku dengannya karena mereka menganggap apabila mereka berkeluarga dengan yang satu suku maka rasa persaudaraan dan persatuan antara suku mereka semakin erat dan tidak terputus karena perbedaan suku. Apabila menikah dengan yang berbedaan suku dengan mereka, masyarakat disana menganggap tali persaudaraannya akan jauh dan tidak erat lagi karena tidak sesuku dengannya. Masyarakat di sana berfikir bahwa apabila ada salah satu keluarga yang menikah dengan yang berbeda suku dan keluarga dari suku mereka (Bima) sudah meninggal maka tali persaudaraan akan menjadi jauh. Alasan yang lain dalam kriteria mencari pasangan hidup yang sekufu yaitu agar mudah beradaptasi dengan keluarga antara kedua belah pihak.4

Adapun kriteria yang terakhir dalam penentuan jodoh yaitu masyarakat di sana dalam mencari dan memilih jodoh masyarakat di sana tidak boleh mencari jodoh yang masih ada hubungan mahram dengannya seperti saudara kandung,saudara sesusuan, dan saudara dekat karena haram hukumnya. Akan tetapi apabila mereka saudara jauh seperti saudara dari nenek atau dari buyut boleh untuk dinikahi karena mereka menganggap akan lebih erat tali persaudaraannya. Demikianlah kriteria dalam mencari dan memilih jodoh yang biasa dilakukan oleh masyarakat didesa Palama Kecamatan Donggo Kabupaten

4 Ibid


(49)

48

Bima tersebut. Setelah selesai dan cocok dalam prosesi pencarian sesuai kriteria tersebut maka tahapan selanjutnya yaitu prosesi peminangan.

Dalam prosesi peminangan menurut adat Bima biasanya hal yang pertama dilakukan yaitu mencari informasi terlebih dahulu baik dari keluarganya langsung ataupun dari tetangga terdekatnya untuk menanyakan apakah wanita tersebut sudah ada yang meminang atau belum dalam kata lain sudah dipinang atau dalam ikatan pria lain. Apabila belum ada yang meminang, maka tahapan selanjutnya yaitu pihak keluarga dan calon mempelai pria datang ke rumah keluarga wanita dengan tujuan untuk meminang wanita yang ingin dijadikan istri oleh pria tersebut.5

Dalam meminang keluarga dari pihak pria dan calon mempelai pria datang bersama saudara, kerabat, dan tokoh masyarakat yang ikut meramaikan jalannya prosesi peminangan tersebut. Dalam prosesi peminangan menurut adat Bima tidak ada penyambutan khusus dari keluarga calon mempelai wanita terhadap keluarga calon mempelai pria yang datang untuk meminang, hanya penyambutan biasa yang dilakukan oleh keluarga calon mempelai wanita sebagai bentuk penghormatan kepada tamu dan menghargainya.

Dalam meminang pihak keluarga pria tidak boleh melupakan syarat wajib dalam peminangan menurut adat Bima. Syarat wajib tersebut berupa kapur sirih, daun sirih, dan buah pinang. Ketiga bentuk alat ini tidak boleh dilupakan dan harus dibawa kerumah keluarga calon mempelai wanitanya. Karena ketiga bentuk alat ini sebagai syarat wajib dalam prosesi peminangan menurut adat Bima. Pihak

5


(50)

49

keluarga calon mempelai pria dalam meminang tidak boleh melupakan syarat wajib yang menjadi adat Bima sejak zaman nenek moyang yaitu dengan membawa alat-alat seperti daun sirih, buah pinang dan kapur sirih. Kemudian ketiga alat ini dibungkus dengan sapu tangan kemudian ditaruh diatas piring dan uang berapa saja sebagai simbol nominal uang yang akan dibawa saat seserahan. Hal inilah yang dinamakan sodiangi. Maksud dari ketiga alat ini yaitu sebagai bentuk atau tanda bahwa telah terjadinya peminangan. Adapun makna dari ketiga bentuk syarat wajib ini yaitu:6

a. Kapur sirih yaitu bermakna suci dan bersih/putih bahwa suatu perkawinan itu suci yaitu ikatan yang sah antara pria dan wanita dan dianjurkan oleh Rasululah SAW untuk menikah.

b. Daun sirih yaitu bermakna kesuburan bahwa dalam memilih seorang wanita harus subur peranakannya agar kelak memperoleh keturunan.

c. Buah pinang bermakna untuk mengusir roh jahat yang akan menganggu kehidupan berumah tangga dan agar rumah tangga tersebut dapat langgeng sampai akhir hayat.

Itulah maksud dari ketiga bentuk syarat peminangan menurut adat Bima, masyarakat di sana menggunakan kapur sirih, daun sirih dan buah pinang karena mereka meyakini ketiga alat ini dapat menyembuhkan orang yang kesurupan dan mengusir mahluk halus sehingga alat ini pun digunakan sebagai syarat peminangan agar kedua calon mempelai yang akan mengarungi bahtera rumah

6


(51)

50

tangga terhindar dari gangguan mahluk halus dan agar lancar acara pernikahan mereka tanpa ada halangan sedikitpun.

Setelah semua persyaratan yang dibawa oleh keluarga calon mempelai pria sudah lengkap, kemudian pihak dari keluarga calon mempelai wanita memberikan kain nggoli (kain asli tenunan Bima) sebagai syarat diterimanya pinangan. Apabila pinangan sudah diterima oleh keluarga dari pihak calon mempelai wanita, maka calon mempelai pria harus membantu segala aktifitas yang dilakukan oleh keluarga calon mempelai wanita selama proses menunggu acara pernikahan dilaksanakan.

Setelah pinangan itu diterima oleh calon mempelai wanita dan keluarganya, lalu selang satu minggu ada salah seorang keluarga dari calon mempelai pria atau sering disebut penati dalam bahasa Bima bertugas untuk mewakili keluarga dari calon mempelai pria untuk mendatangi keluarga calon mempelai wanita untuk membicarakan mahar yang akan dibawa nanti.

Disana biasanya setelah meminang, acara pernikahan tidak langsung dilaksanakan. Karena harus mempersiapkan mahar sesuai permintaan dari keluarga pihak perempuan. Tetapi hal itu sesuai keinginan atau kesanggupan dari calon mempelai pria, apabila mereka sudah menyanggupi dan membawa mahar sesuai permintaan, maka acara pernikahan pun dapat dilaksanakan tanpa harus menunggu berlama-lama, akan tetapi apabila calon mempelai pria belum mempersiapkannya maka harus menunggu sampai mereka dapat memberikan mahar tersebut. Selama proses menunggu calon mempelai pria harus membantu


(52)

51

kegiatan yang biasa dilakukan oleh keluarga calon mempelai wanita seperti kesawah dan keladang dan lain sebagainya.

Dalam membicarakan hal mahar di Bima khususnya didesa Palama Kecamatan Donggo, mahar harus sesuai dengan permintaan dari keluarga calon mempelai wanita. Mahar yang harus diberikan oleh calon mempelai pria adalah uang, alat-alat rumah tangga dan emas. Ketiga bentuk mahar ini harus wajib dipenuhi oleh pihak calon mempelai pria, karena ketiga bentuk mahar ini sudah menjadi tradisi atau adat dalam masyarakat Bima khususnya didesa Palama di Kecamatan Donggo.7

Akan tetapi apabila pihak dari calon mempelai pria benar-benar tidak mampu atau dari segi ekonomi tidak bisa memenuhi persyaratan ketiga bentuk mahar itu, maka bisa dibicarakan kembali antara keluarga dari kedua belah pihak.

Setelah disepakati tentang mahar kemudian keluarga calon mempelai pria datang kembali untuk membawa mahar tersebut dan alat-alat yang lain seperti: kayu bakar, kambing 1 atau 2 ekor, beras 50 kg dan berbagai bahan-bahan lain yang akan dibawa ketika serah terima mahar.

Apabila tiba-tiba calon mempelai wanita membatalkan semua acara yang sudah direncanakan dan diketahui oleh calon mempelai pria bahwa calon mempelai wanitanya menerima pria lain, maka calon mempelai wanita tersebut harus membayar denda sesuai permintaan calon mempelai pria dan mengembalikan semua pemberian yang telah diberikan oleh calon mempelai pria tersebut.

7


(53)

52

Setelah semuanya selesai kemudian pihak calon mempelai pria dan calon mempelai wanita di tes mengaji ditempat khalayak ramai apabila diantara salah satu pihak tidak bisa mengaji, maka acara pernikahan ditangguhkan sampai mereka berdua benar-benar bisa mengaji. Tidak akan dilangsungkan acara pernikahan apabila calon mempelai pria atau calon mempelai wanita tidak bisa mengaji dengan benar.8 Maksud dari kegiatan ini agar kedua calon memmpelai ini mengetahui dasar hukum dan kewajibannya dalam berumah tangga, terutama bagi pria yang akan menjadi pemimpin rumah tangga.

Itulah prosesi peminangan adat Bima khususnya di desa Palama Kecamatan Donggo apabila ingin meminang gadis Bima, maka harus melakukan proses tersebut sekalipun pria itu tidak sesuku yaitu sama-sama Bima, akan tetapi pria ini ingin melamar gadis Bima dan dilakukan di Bima maka harus mengikuti adat Bima karena tardisi ini sudah turun-temurun sejak dari zaman nenek moyangnya. Demikian uraian tentang prosesi peminangan menurut adat Bima. Dalam hal ini saya akan sedikit memaparkan tentang prosesi peminangan yang terdapat disetiap dearah di Indonesia dan sebagai perbandingan dengan prosesi peminangan yang terdapat di Bima.

Adapun berbagai bentuk prosesi peminangan yang terdapat disetiap daerah yaitu Pernikahan adat Gorontalo dalam perkawinan adat ini tahapan yang pertama disebut mopoloduwo rahasia, yaitu dimana orang tua dari pria mendatangi kediaman orang tua sang wanita untuk memperoleh restu pernikahan

8


(54)

53

anak mereka. Apabila keduanya menyetujui, maka ditentukan waktu untuk melangsungkan Tolobalango atau peminangan.

Tolobalango adalah peminangan secara resmi yang dihadiri oleh pemangku adat pembesar negeri dan keluarga melalui juru bicara pihak keluarga pria (lundthu dulango layio) dan juru bicara utusan keluarga wanita (lundthu dulango walato). Penyampaian maksud peminangan dilantunkan melalui pantun-pantun yang indah. Dalam peminangan adat Gorontalo tidak menyebutkan biaya pernikahan (tonelo) oleh pihak utusan keluarga calon pengantin pria, namun yang terpenting mengungkapkan mahar (maharu) dan penyampaian acara yang akan dilaksanakan selanjutnya.9

Adat pernikahan yang terdapat di Gorontalo sangat bernuansa Islami. Pengaruh Islam menjadi hukum tidak tertulis di Gorontalo yang turut mengatur segala kehidupan masyarakatnya dengan ajaran yang bersendikan Islam.

Pernikahan adat Lombok dalam adat Lombok apabila ingin menikah maka curilah anak gadis itu, kawin lari atau lebih tepat disebut nikah lari, adalah system adat pernikahan yang masih diterapkan di Lombok. Kawin lari atau nikah lari dalam bahasa Sasak disebut merarik. Istilah merarik berasal dari kata dalam bahasa Sasak ‘berari” yang artinya berlari dan mengandung dua arti. Arti yang pertama adalah lari, inilah arti yang sebenarnya. arti kedua adalah keseluruhan dari pelaksanaan pernikahan menurut adat Sasak.10

9

www.geogle.com 10

M. Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sasak, (Malang: UIN Malang, 2008), Cet Ke-1, h. 151


(55)

54

Merarik istilah bahasa setempat untuk menyebutkan proses pernikahan dengan cara dicuri. Caranya cukup sederhana, jika kedunaya saling menyukai dan tidak ada paksaan dari pihak lain, gadis pujaan itu tidak perlu memberitahukan kepada kedua orang tuanya. Bila ingin menikah langsung saja bawa gadis itu pergi dan tidak perlu izin lagi. Mencuri untuk menikah lebih kesatria dibandingkan meminta kepada orang tuanya. Namun ada aturan dalam mencuri gadis di suku asli Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat.

Untuk urusan perjodohan suku ini menyerahkan semuanya pada anak, bila keduanya sudah saling suka, tidak perlu menunggu lama untuk menikah, curi saja anak, bila keduanya sudah saling suka, tidak perlu menunggu lama untuk menikah, mencuri anak gadis itu lebih diterima keluarganya.

Mencuri gadis dengan melarikan dari rumah menjadi prosesi pernikahan yang lebih terhormat dibandingkan meminta kepada orang tuanya. Ada rasa kesatria yang tertanam jika proses ini dilalui. Namun dalam mencuri gadis tersebut dan melarikannya memiliki aturan yaitu biasanya dilakukan dengan membawa beberapa orang kerabat atau teman. Selain sebagai saksi kerabat yang dibawa untuk mencuri gadis itu sekalian sebagai pengiring dalam prosesi itu. Dan gadis itu tidak boleh dibawa langsung ke rumah laki-laki.

Setelah sehari menginap pihak kerabat laki-laki mengirim utusan ke pihak keluarga perempuan sebagai pemberitahuan bahwa anak gadisnya dicuri dan kini berada di satu tempat tetapi tempat menyembunyikan gadis itu dirahasiakan, tidak boleh katahuan keluarga perempuan.


(56)

55

Setelah itu nyelabar istilah bahasa setempat untuk pemberitahuan itu, dan dilakukan oleh kerabat pihak laki-laki tetapi otang tua pihak laki-laki tidak boleh ikut. Rombongan nyelabar terdiri lebih dari lima orang dan wajib mengenakan pakain adat. Rombongan tidak boleh langsung datang kekeluarga perempuan.

Rombongan terlebih dahulu meminta izin pada kliang atau tetua adat setempat, sekedar rasa penghormatan kepada kliang, datang pun ada aturan rombongan tidak diperkenankan masuk ke rumah pihak gadis. Mereka duduk bersila dihalaman depan, satu urusan dari rombongan itu yang nantinya sebagai juru bicara menyampaikan pemberitahuan.

Di Lombok tepatnya disuku Sasak kini mengalami pergeseran budaya, yaitu apabila ingin menikah masyarakat di sana melakukan peminangan terlebih dahulu dengan meminta kepada keluarga calon mempelai wanita dan bertunangan. Padahal waktu itu prosesi peminangan sebelumnya kurang dikenal oleh suku Sasak, akan tetapi seiring berkembangnya budaya luar dari masyarakat perantau yang datang dan menetap, akulturasi budaya mulai terjadi. Lahirlah istilah sudah menikah tapi belum nikah adat.

Maksudnya yaitu mereka sudah menikah akan tetapi dalam prosesi pernikahan tersebut mereka tidak menggunakan adat suku sasak. Mereka hanya melakukan peminangan dengan meminta ijin langsung kepada keluarga dari pihak wanita untuk meminang anak gadisnya akan tetapi mereka tidak menggunakan adat suku sasak yaitu mencuri terlebih dahulu gadis yang akan dinikahinya (merarik). Dengan adanya akulturasi budaya yang muncul, maka masyarakat


(57)

56

disana apabila akan menikah mereka mencuri gadis terlebih dahulu kemudian melakukan peminangan dan kegiatan tersebut dilakukan secara bersamaan.

Pernikahan adat Lampung dalam masyarakat Lampung dalam bentuknya yang asli memilki struktur hukum adat tersendiri. Bentuk masyarakat hukum adat tersebut berbeda antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya, kelompok-kelompok tersebut tercermin dalam upacara adat perkawinan tradisional.11

Hal yang dilakukan pertama kali yaitu tahap perkenalan, bila seorang pria merasa tertarik pada seorang wanita maka si pria tersebut akan mencari cara agar dapat mendekati si wanita. Pada saat acara adatlah si pria bersama keluarganya melakukan nyubuk, yakni menilai apakah wanita tersebut memang sesuai dengan pilihannya. Dengan cara mengintip di balik sarung yang dipakai, apabila wanita tersebut berkenan di hati si pria maka keluarganya langsung menanyakan bibit, bebet dan bobotnya si wanita atau disebut dengan beulih-ulihan.

Tahap bekando yakni keluarga si pria mengirim utusan untuk mendatangi rumah si wanita dengan membawa berbagai macam barang atau bahan makanan sebagai rangkaian proses pendekatan. Bila pemberian itu diterima dengan baik maka tahapan selanjutnya si wanita sudah dapat dikatakan sebagai calon pengantin wanita dan akan segera dilamar.

Setelah keduanya saling menyukai maka pihak orang tua pria datang untuk melamar yang disebut juga tahap nunang. Pada saat ini pihak mempelai pria

11


(1)

4. Dimanakah prosesi peminangan ini dilakukan dan siapa sajakah yang ikut serta dalam prosesi peminangan adat Bima ini?

Jawab:

yaitu dirumah calon mempelai wanita, yang ikut serta dalam prosesi peminangan ini yaitu keluarga dari calon mempelai pria, saudara, kerabat, dan tokoh masyarakat.

5. Alat-alat apa sajakah yang digunakan dalam prosesi peminangan adat Bima? Jawab:

Alat yang digunakan dalam prosesi peminangan adat Bima ini adalah daun sirih, buah pinang dan kapur sirih.

6. Apa sajakah yang dibawa oleh calon mempelai laki-laki beserta keluarganya saat melakukan peminangan tersebut?

Jawab:

Yaitu daun sirih, buah pinang dan kapur sirih. Kemudian ketiga alat ini dibungkus oleh sapu tangan setelah itu ditaruh diatas piring. Maksud dari membawa ketiga alat ini yaitu sebagai tanda bahwa telah terjadinya peminangan. Karena apabila tidak membawa ketiga bentuk peminangan ini maka belum dikatakan telah terjadinya peminangan.

Mengetahui, Tokoh Masyarakat


(2)

Wawancara Kuesioner Penelitian (Peminangan Adat Bima)

Desa Palama Kec. Donggo-Nusa Tenggara Barat

Narasumber : Husen

Jabatan : Tokoh Agama Pewawancara : Toty Citra. W Hari/Tanggal : 17 September 2009

1. Apa saja yang dilakukan pihak keluarga calon mempelai laki-laki saat melakukan kunjungan kerumah calon mempelai wanitanya?

Jawab:

Yaitu datang kerumah calon mempelai wanita dengan membawa ketiga alat yang diwajibkan dalam prosesi peminangan adat Bima, yaitu dengan membawa daun sirih, buah pinang dan kapur sirih yang telah dibungkus oleh sapu tangan dan ditaruh diatas piring. Sebelum memberikan ketiga syarat ini, pihak keluarga calon mempelai pria menanyakan dan memastikan terlebih dahulu kepada keluarga dari calon mempelai wanitanya apakah calon memepelai wanitanya ini tidak ada kaitannya dengan pria lain atau sudah dipinang oleh orang lain.

2. Bagaimana prosesi peminangan itu dilakukan dan bagaimana sambutan yang diberikan oleh keluarga calon mempelai wanita?

Jawab:

Keluarga calon mempelai pria datang bersama keluarga, saudara, kerabat, tokoh agama dengan membawa persyaratan yang diwajibkan menurut adat Bima dalam melakukan peminangan dan sambutan yang diberikan oleh calon mempelai wanita yaitu biasa saja, tidak ada sambutan khusus atau musik yang mengiringi kedatangan keluarga calon mempelai pria. Keluarga calon mempelai wanita menyambutnya dengan sopan santun dan ramah-tamah.


(3)

3. Setelah pinangan diterima oleh keluarga calon mempelai wanita, langkah apalagi yang akan ditempuh oleh calon mempelai laki-laki?

Jawab:

Yaitu memberikan mahar yang diinginkan oleh pihak keluarga calon mempelai wanita. Ketiga mahar yang diutamkan atau diwajibkan yang sudah ada sejak zaman nenek moyangnya yaitu: uang, emas dan perabotan rumah tangga.

4. Apabila calon mempelai laki-laki tidak memenuhi persyaratan dalam prosesi peminangan adat Bima ini, apakah pinangannya menjadi batal atau tidak sah menurut adat?

Jawab:

Batal, ditolak oleh keluarga calon mempelai wanita, akan tetapi apabila keluarga dari calon mempelai pria benar-benar menginginkan calon mempelai wanita tersebut menjadi istri untuk anaknya, maka akan dibicarakan kembali dan keluarga dari calon mempelai pria harus datang kembali dengan membawa ketiga syarat wajib tersebut esok harinya dengan membawa ketiga bentuk syarat wajib tersebut. karena apabila tidak membawa ketiga syarat wajib itu maka belum dikatakan telah terjadinya peminangan

5. Apabila tidak mampu memenuhi persyaratan dalam peminangan dan mahar tersebut, bagaimana solusinya dan langkah apa yang harus dilakukan oleh calon mempelai laki-laki?

Jawab:

Yaitu dirembuk kembali dan diberikan keringanan kepada calon mempelai pria apabila calon mempelai pria ini benar-benar tidak mampu membawa mahar yang diinginkan oleh pihak dari keluarga calon mempelai wanitanya. Pihak dari keluarga calon mempelai pria cukup membawa syarat wajib dalam prosesi peminanag menurut adat Bima yang telah ada


(4)

sejak zaman nenek moyangnya saja. Karena syarat wajib ini tidak boleh dilupakan apabila tidak membawa syarat wajib ini maka belum dikatakan telah terjadinya peminangan. Dalam hal mahar bisa diringankan tetapi dalam hal peminanang tidak boleh ada yang dilupakan ketiga syarat wajibnya.

6. Bagaimana menurut bapak/ibu apabila prosesi peminangan adat Bima ini tidak dilakukan atau dalam peminangan tidak ada persyaratan yang harus dilakukan oleh calon mempelai laki-laki terhadap calon memepelai wanitanya?

Jawab:

Apabila dalam prosesi peminangan menurut adat Bima ini tidak dilakukan berarti belum dikatakan adanya peminangan. karena dalam prosesi peminangan adat Bima sudah ada sejak zaman nenek moyang dan harus dilaksanakan tidak boleh dihilangkan atau ditinggalkan.

Mengetahui, Tokoh Agama

( )


(5)

Wawancara Kuesioner Penelitian (Peminangan Adat Bima)

Desa Palama Kec. Donggo-Nusa Tenggara Barat

Narasumber : Mihrab Jabatan : Petugas Desa Pewawancara : Toty Citra. W Hari/Tanggal : 19 September 2009

1. Bagaimana kondisi masyarakat dan kebudayaannya di Kec. Donggo, terutama di Desa Palama?

Jawab:

Kondisi masyarakat disana masih primitif, mereka masih mempercayai hal-hal mistik dan paranormal. Dalam hal kebudayaan masyarakat disana sangat kental sekali dengan ajaran agama Islam karena mayoritas disana masyarakatnya menganut agama Islam. setiap ritual adat yang mereka laksanakan tidak keluar dari jalur dan sesuai dengan syariat Islam. sehingga tidak ada hal yang menyimpang dalam kebudayaan disana.

2. Bagaimana kondisi perekonomian di Desa Palama, Kec. Donggo, Kab. Bima-NTB?

Jawab:

Kondisi perekonomian yang terdapat di Desa palama Kec. Donggo masih sangat lemah atau dapat dikatakan masih banyak masyarakat yang kurang mampu karena mata pencaharian utama masyarakat disana yaitu bertani atau bercocok tanam. masyarakat disana mengandalkan hasil pertaniannya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.


(6)

3. Penghasilan utama disana didapat dari bertani dan bercocok tanam, tumbuhan apa saja yang ditanam disana?

Jawab:

Yaitu padi, kedelai, kacang-kacangan, tomat dan bawang. tanaman yang paling dapat menguntungkan hasil yang besar yaitu tanaman kedelai. karena apabila dijual cukup tinggi harganya, sehingga dapat memperoleh untung yang besar.

4. Seperti apa letak goegrafis yang terdapat di Kec. Donggo, Kab. Bima-NTB? Jawab:

Yaitu terletak diujung timur pulau Sumbawa tepatnya pada posisi 0-477,50 M diatas permukaan laut dan berada pada 117’40-119’10 Bujur Timur dan 70’30 Lintang Selatan dan batas-batasannya sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Soromandi, Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Mada Pangga, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bolo, Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Dompu.

5. Jelaskan sejarah singkat Desa Palama Kec. Donggo Kab. Bima? Jawab:

Orang Bima biasa disebut dou mbojo karena kesatuan wilayah dan orang Bima diikat oleh tiga ungkapan yaitu dana mbojo, kou mbojo dan nggahi mbojo. Masyarakat yang berada didesa Palama Kec. Donggo rata-rata mendiami daerah pegunungan karena disana banyak gunung, hutan dan jurang. mereka mendiami rumah diatas gunung dengan bentuk rumah panggung.

Mengetahui, Pegawai Desa