Prosesi Walimatul Urs PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP PROSESI PERNIKAHAN
64
Ulama berpendapat bahwa masalah kufu‟ dalam pernikahan. Sebagian ulama menganggap bahwa kufu merupakan syarat sahnya akad nikah, sedangkan
ulama yang lain berpendapat bahwa persetujuan wali calon pengantin wanita yang menjadi syarat sah akad nikah, jika tidak ada persetujuan dari keduanya maka
pernikahan dianggap batal.
63
Sedangkan menurut kalangan mazhab Maliki tidak ada perselisihan bahwa apabila seorang gadis dikawinkan oleh ayahnya dengan seorang peminum
khamar, atau orang fasik, maka gadis tersebut berhak menolak perkawinannya.
64
Karena khamar akan menimbulkan dampak negatif dan merusak akal seseorang, sebagaimana Firman Allah :
Artiny: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu
dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan ” QS.
An-Nisa: 43.
65
Oleh karena itu Islam menganjurkan kepada setiap manusia untuk melaksanakan setiap pernikahan bagi mereka yang mampu dengan cara yang baik
dan ma‟ruf dan tidak menggunakan syarat pengabsahan pernikahan seperti arak atau khamar. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tarmidzi
bahwasanya “sesungguhnya Rasulullah Saw melaknat dalam khamar sepuluh personel,
yaitu: pemerasnya
pembuatnya, distributor,
peminumnya,
63
Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh Keluarga, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006, h. 33
64
Ibnu Rasyid, Bidayatul Mujtahid, Beirut: Dar al-Fikr, 1971, h. 122
65
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana, 2003, h. 289
65
pembawanya, pengirimnya, penuangnya, penjualnya, pemakan uang hasilnya, pembayarnya, dan pemesa
nnya.” HR Ibnu Majah dan Tirmidzy. Peminangan merupakan pintu gerbang pernikahan yang harus dilalui,
namun setelah peminangan itu berlangsung biasanya banyak kekeliruan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat tentang khithbah sering menggiring mereka
pada anggapan bahwa pasangan laki-laki dan perempuan yang telah melangsungkan peminangan, maka ia boleh melakukan sebagian aktivitas.
Misalnya, jalan berdua, bicara berdua, bahkan bagi masyarakat yang lebih awam menggapnya kedua calon tersebut sudah bisa melakukan hubungan selayak
pasangan suami-istri. Dalam hal seperti ini Allah berfirman:
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, Sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. “ QS. Al-Israa: 32
Padahal Khithbah sebenarnya hanya merupakan janji kedua pihak untuk menikah pada waktu yang disepakati, dalam menjalankan proses khitbah diantara
keduanya boleh saling melakukan kebaikan seperti saling memberikan hadiah, menanyakan kepribadian masing-masing karakter, kesukaan, cara pandang, dan
sikap, karena khithbah memang merupakan sarana untuk dapat saling mengenal lebih jauh satu sama lain dengan cara yang ma‟ruf. Sebagaimana Allah SWT
berfirman:
66
Artinya: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka
menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka
perbuat. QS. An-Nur: 30
Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka
menahan pandangannya,
dan kemaluannya,
dan janganlah
mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya. dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,
atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara
lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita- wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-
laki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan
kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung”. QS. An-Nur: 31