2. c. Sistem Pemidanaan terhadap Pelaku Residivis.

81 Akan tetapi, apabila setelah dibebaskan pada tanggal 2 januari 2001, pada tanggal 10 januari 2006 melakukan penipuan, maka atas diri A tidak boleh dijatuhkan hukuman yang terberat, karena pada saat dilakukannya perbuatan yang kedua itu telah terletak di luar jangka waktu. Mengenai hukuman yang dijatuhkan terhadap perbuatan yang pertama dilakukan, dapat diterangkan bahwa apakah hukuman itu telah dijalani seluruhnya atau sebagian atau walaupun si terhukum mendapatkan ampunan grasi, hal ini tetap merupakan dasar pemberatan hukuman yang akan dijatuhkan terhadap perbuatan yang kemudian dilakukan. 56

B. 2. c. Sistem Pemidanaan terhadap Pelaku Residivis.

Sistem penghukuman untuk residivis pada prinsipnya termasuk salah satu pemberatan maksimum ancaman pidana, atau setidaknya penambahan suatu ketentuan untuk membolehkan menjatuhkan pidana tambahan. 57 Pemberatan hukuman karena pengulangan adalah wajib, yaitu sepertiga. Pasal-pasal 486 dan 487 KUHP menentukan hanya hukuman penjara yang terkena ancaman terhadap delik diperberat sepertiga, sedangkan pasal 488 KUHP menentukan bahwa hukuman yang diancamkan terhadap delik-delik yang tercantum dalam pasal ini, termasuk pula hukuman kurungan dan hukuman denda, dapat juga diperberat sepertiga. 58 Pemberatan maksimum ancaman pengulangan tindak pidana ditentukan dalam: a. pasal 486, kejahatan yang umumnya mencari keuntungan yang tidak halal, yaitu dapat menambah maksimum ancaman pidana dengan sepertiganya apabila terdakwa mengulangi salah satu delik mengenai: 1. Penyerahan barang pasal ; 127, 204 ayat 1 2. Pemalsuan uang pasal 224-274 3. Pemalsuan matraimerek pasal 253-260 bis 56 Satochid Kartanegara, op. cit.,h. 188-189 57 S.R. Sianturi, op. cit., h. 404 58 Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana I, Surabaya: Tinta Mas, 1986, h. 203 82 4. Pemalsuan surat akta pasal 263, 264,266,274 5. Pencurian pasal: 362,363,365, ayat 1,2 dan 3 6. Pemerasan cahantage pasal; 368 jo 365, 369 7. Penggelapan pasal: 372, 374, 375 8. Penipuan pasal: 378, 380, 381, 383, 385, 388 9. Merugikan pemiutang pasal: 397, 399, 400, 402 10. Kejahatan jabatan pasal: 415, 417, 425, 432, ayat 2 11. Kejahatan pelayaran pasal: 452, 466, 480, 481 KUHP. Sedangkan sebelumnya pelaku yang sama telah melakukan salah satu delik tersebut no.1 sampai dengan 11 atau salah satu delik pencurian, penadahan atau perusakan barang 140-143, 145-149 yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer KUHPM, yang mana ia telah dijatuhkan hukuman pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. b. Pasal 487 umumnya kejahatan terhadap tubuhjiwa orang yaitu dapat menambah maksimum ancaman pidana dengan sepertiganya, apabila terdakwa yang bersalah mengulangi salah satu delik mengenai: 1. Kejahatan terhadap keamanan Negara pasal 140 2. Kejahatan terhadap martabat Presiden atau Kepala Negara sahabat pasal 313, 140, 141 3. Kejahatan terhadap ketertiban umum pasal 170 4. Kejahatan terhadap penguasa umum pasal 213, 214 5. Kejahatan terhadap jiwa pasal 338, 339, 340, 341, 342, 344, 347, 348 6. Penganiayaan pasal 351, 353, 355 7. Kejahatan pelayaran pasal 438, 443, 459, 460 Sedangkan sebelumnya telah melakukan salah satu delik di atas dari poin 1 sampai dengan 7 atau salah satu delik insubordinasi 106, 107, muiterij 108, pemukulan pada karyawan pasal 131 atau penggunaan kekerasan pada orang pasal 137, 138 KUHPM yang mana ia telah dijatuhkan pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 83 c. Pasal 488 umumnya kejahatan penghinaan , yaitu dapat menambah ancaman pidana dengan sepertiganya apabila terdakwa yang bersalah mengulangi salah satu delik mengenai: 1. Penghinaan terhadap Presiden atau wakil Presiden pasal 134, 136 bis, 137 2. Penghinaan terhadap Kepala Negara Raja yang memerintah dan Negara sahabat atau yang mewakilinya pasal 142, 143, 144 3. Penghinaan terhadap bangsa Negara sahabat pasal 142a 4. Penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum yang ada di Indonesia pasal 207, 208 5. Penghinaan pasal 310-321 6. Kejahatan penerbitan atau percetakan pasal 483, 484 Sedangkan sebelumnya pernah melakukan salah satu delik tersebut dari poin 1 sampai dengan poin 6 di atas, di mana ia telah dijatuhkan hukuman pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 59 Sedangkan jangka waktu yang ditentukan untuk pengulangan tersebut pasal 486, 487, 488 adalah: a. Ketika ia melakukan kejahatan ulang itu, belum lewat lima tahun : 1 Sejak ia menjalani seluruh atau sebagian pidana yang dijatuhkan kepadanya, atau 2 Sejak pidana yang dijatuhkan tersebut baginya sudah dihapuskan ataupun b. Ketika ia melakukan kejahatan ulangan itu, kewenangan menjalankan pidana yang dijatuhkan tersebut belum kadaluarsa. Jangka waktu pengulangan yang ditentukan pada pasal 137, 144, 208, 216 dan 303 bis adalah dua tahun sedangkan untuk pasal-pasal: 155, 147, 161, 163 dan 393 adalah lima tahun. Perhitungan di mulai sejak putusan hakim sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam 59 S.R. Sianturi, op.cit, h. 402-404 84 penerapan ketentuan-ketentuan pasal-pasal: 137, 144, 155, 157, 161, 163, dan 208, yang ditentukan bukan tambahan pidana pokok, melainkan dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa larangan menjalankan pencaharian tertentu. Untuk penerapan ketentuan pada pasal 216 ancaman pidana diperberat dengan ditambah sepertiganya: untuk pasal 303 bis dari empat tahun pidana penjara menjadi enam tahun penjara atau dari denda sepuluh juta rupiah menjadi lima belas juta rupiah. Untuk pasal 393 juga diperberat dengan setengahnya. Jangka waktu untuk pengulangan berkisar pada satu tahun atau dua tahun, sedangkan mengenai ancaman pidananya diperberat. 60 Apabila si pelaku tindak pidana sudah dijatuhkan hukuman dan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka statusnya berubah menjadi terpidananarapidana dan selanjutnya dikirim ke Lembaga Pemasyarakatan LPLapas untuk dididik dan dibina agar tidak mengulangi kembali kejahatan. Salah satu Lapas yang menjadi tempat pembinaan narapidana adalah Lapas Kelas II A Wanita Tangerang. 60 Ibid., h. 405 85

BAB III DESKRIPSI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WANITA TANGERANG