Nasab dan Kelahiran Muhammad Ali Pasya
Tetapi karena kekuasaan sebenarnya terletak di tangan kaum Mamluk, kedudukan di Cairo tidak lebih dari kedudukan seorang Duta Besar.
Kaum Mamluk berasal dari budak-budak yang di beli di kaukasus, suatu daerah pegunungan yang terletak di daerah perbatasan antara Rusia
dan Turki. Mereka dibawa ke Istanbul atau ke Cairo untuk diberi didikan militer, dan dalam dinas kemiliteran kedudukan mereka meningkat dan
diantaranya ada yang dapat mencapai jabatan militer tertinggi. Setelah jatuhnya prastise Sultan-sultan Usmani, mereka tidak mau
lagi tunduk kepada Istanbul bahkan menolak pengiriman hasil pajak yang mereka pungut dengan cara kekerasan dari rakayat Mesir ke Istanbul.
Kepala mereka disebut Syeikh al-Blad dan Syeikh inilah yang sebenarnya menjadi Raja di Mesir pada waktu itu. Karena mereka bertabiat kasar dan
biasanya hanya tahu bahasa Turki dan tidak pandai berbahasa Arab, hubungan mereka kepada rakyat tidak begitu baik.
Lemahnya pertahanan Kerajaan Usmani dan kaum Mamluk ketika itu, dapat digambarkan dari perjalanan perang di Mesir. Napoleon
mendarat di Alexandria pada tanggal 2 Juni 1798 dan keesokan harinya kota pelabuhan yang penting ini jatuh. Sembilan hari kemudian, Rasyid
suatu kota yang terletak di sebelah Timur Alexandira, jatuh pula. Pada tanggal 21 Juli tentara Napoleon sampai di daerah Piramid di dekat Cairo.
Pertempuran terjadi di tempat itu, dan karena kaum Mamluk tidak sanggup melawan senjata-senjata meriam Napoleon, lari ke Cairo. Tetapi disini
mereka tidak mendapat simpati dan sokongan dari rakyat Mesir. Akhirnya mereka terpaksa lari lagi ke daerah Mesir sebelah Selatan. Pada tanggal 22
Juli, tidak sampai tiga minggu setelah mendarat di Alexandria, Napoleon telah dapat menguasai Mesir.
Usaha Napoleon untuk menguasai daerah-daerah lainnya di Timur tidak berhasil dan sementara itu perkembangan politik di Prancis
menghendaki kehadirannya di Paris. Pada tanggal 18 Agustus 1799, ia meninggalkan Mesir kembali ketanah airnya. Ekspedisi yang dibawanya ia
tinggalkan di bawah pimpinan Jendral Kleber. Dalam pertempuran yang
terjadi di tahun 1801 depan armada Inggris, kekuatan Prancis di Mesir mengalami kekalahan. Ekspedisi yang dibawa Napoleon itu meninggalkan
Mesir pada tanggal 31 Agustus 1801.
5
Napoleon Bonaparte lahir pada tanggal 15 Agustus 1769 di Ajaccio Prancis dan meninggal dunia pada tanggal 15 Mei 1821. Ayahnya
bernama Charles Bonaparte seorang pengacara dan ibunya bernama Litizia Ramolino. Pada tahun 1779 beliau memasuki sekolah militer dan dalam
waktu yang relatif singkat, yaitu 6 tahun kemudian, ia sudah diangkat menjadi perwira arteleri dan karier militernya menjadi Jendral,
ditempatkan sebagai pemimpin tentara Prancis bagian Selatan.
6
Napoleon datang ke Mesir bukan hanya membawa tentara. Di dalam rombongannya terdapat 500 kaum sipil dan 500 wanita. Diantara kaum
sipil itu terdapat 167 ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Napoleon juga membawa dua set alat percetakan dengan huruf Latin, Arab
dan Yunani. Ekspedisi itu datang bukan hanya untuk kepentingan militer, tetapi juga untuk keperluan ilmiah. Untuk hal tersebut maka dibentuk
suatu lembaga ilmiah bernama Institut d ‘Egypte, yang mempunyai empat
bagian: Ilmu Pasti, Ilmu Alam, Ekonomi-Politik dan Sastra-Seni. Publikasi yan
g diterbitkan lembaga ini bernama La Courrier d „Egypte, yang diterbitkan oleh Marc Auriel, seorang pengusaha yang ikut dengan
ekspedisi Napoleon. Sebelum kedatangan ekspedisi ini rakyat di Mesir tidak kenal pada
percetakan dan majalah atau surat kabar. I nstitut d „Egypte boleh
dikunjungi rakyat Mesir, terutama para ulamanya, yang diharapkan oleh ilmuan-ilmuan Perancis yang berkerja di lembaga itu, karena akan
menambah pengetahuan mereka tentang Mesir, adat istiadatnya, bahasa dan agamanya. Di sinilah masyarakat Mesir dan umat Islam untuk pertama
5
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemilkiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 2011, cet. ke-14, h. 22.
6
M. Yusran, op. cit, h. 66.
kali mempunyai kontak langsung dengan peradaban Eropa yang baru dan asing bagi mereka.
Abd al-Rahman al-Jabarti, seorang ulama dari al-Azhar dan penulis sejarah, pernah mengunjungi lembaga itu di tahun 1799. Yang menarik
perhatiannya adalah perpustakaan besar yang mengandung buku-buku, bukan hanya dalam bahasa-bahasa Eropa, tetapi juga buku-buku agama
dalam bahasa Arab, Persia, dan Turki. Di antara ahli-ahli yang dibawa Napoleon memang terdapat kaum Orientalis yang pandai dan mahir
berbahasa Arab. Merekalah yang menterjemahkan perintah dan maklumat- maklumat Napoleon ke dalam bahasa Arab.
Alat-alat ilmiah seperti teleskop, mikroskop, alat-alat untuk percobaan kimiawi, dan sebagainya, eksperimen-eksperimen yang
dilakukan di lembaga itu, kesungguhan orang Perancis berkerja dan kegemaran mereka pada ilmu-ilmu pengetahuan, semua itu ganjil dan
menakjubkan bagi al-Jabarti. Kesimpulan kunjungan tersebut ia tulis dengan kata-kata tersebut
“Saya lihat di sana benda-benda dan percobaan-percobaan ganjil yang menghasilkan hal-hal yang besar untuk
dapat ditangkap oleh akal seperti yang ada pada diri kita”. Demikianlah kesan seorang cendikiawan Islam waktu itu terhadap kebudayaan Barat.
Ini menggambarkan bertapa mundurnya umat Islam di ketika itu. Keadaan menjadi berbalik seratus delapan puluh derajat. Apabila di Periode Klasik
orang Barat yang kagum melihat kebudayaan dan peradaban Islam, akan tetapi di Periode Modern kaum Islam yang heran melihat kebudayaan dan
kemajuan Barat. Di samping kemajuan materi ini Napoleon juga membawa ide-ide
baru yang di hasilkan Revolusi Perancis, seperti: 1.
Sistem pemerintahan Republik yang dalamnya kepala negara dipilih untuk waktu tertentu, tunduk kepada undang-undang Dasar dan bisa
dijatuhkan oleh parlemen. Sistem ini berlainan sekali dengan sistem pemerintahan absolut Raja-raja Islam, yang tetap menjadi raja selam ia
masih hidup dan kemudian digantikan oleh anaknya, dan tidak tunduk
kepada konstitusi atau parlemen, karena konstitusi atau parlemen memang tidak ada dalam sistem kerajaan itu.
2. Ide persamaan egalite dalam arti samanya kedudukan dan turut
sertanya rakyat dalam soal pemerintahan. Kalau sebelumnya, rakyat mesir tidak turut serta dalam pemerintahan negara mereka. Napoleon
mendirikan suatu badan kenegaraan yang terdiri dari ulama-ulama al- Azhar dan pemuka-pemuka dalam dunia dagang dari Cairo dan
daerah-daerah. Tugas badan ialah membuat undang-undang, memelihara ketertiban umumdan menjadi pengantara antara penguasa-
penguasa Perancis dan rakyat Mesir. Disamping itu didirikan pula satu badan lain bernama Diwan al-Ummh yang dalam waktu-waktu tertentu
mengadakan sidang untuk membicarakan hal-hal yang bersangkutan dengan kepentingan nasional. Tiap-tiap daerah mengirimkan sembilan
wakil ke sidang Diwan itu, tiga dari golongan ulama, tiga dari golongan pedagang dan satu dari masing-masing golongan petani,
kepala desa dan kepala suku bangsa Arab. Diwan ini mempunyai 180 anggota dan sidang pertama diadakan dari tanggal 5 sampai 20Oktober
1798. Putusan yang diambil ialah menganjurkan perubahan peraturan pajak yang ditetapkan kerajaan Usmani.
Sistem pemilihan ketua lembaga juga merupakan hal baru bagi rakyat mesir. Ketika dari para anggota Diwan diminta memilih ketua,
anggota-anggota menunjuk dan menyebut nama ulama yang mereka hormati, yaitu Syeikh al-Syarqawi. Penunjukan serupa ini ditolak oleh
para penguasa Perancis sambil menjelaskan cara pengadaan pemilihan. 3.
Ide kebangsaan yang terkandung dalam maklumat Napoleon bahwa orang Perancis merupakan suatu bangsa nation dan bahwa kaum
Mamluk adalah orang asing dan datang ke Mesir dari kaukasus, jadi walaupun orang Islam tetapi berlainan bangsa dengan orang Mesir.
Juga maklumat itu mengandung kata-kata umat Mesir. Bagi orang Islam di waktu itu yang ada hanyalah umat Islam dan tiap orang Islam
adalah saudaranya dan ia tidak begitu sadar akan perbedaan bangsa