Analisis Yuridis Peran Dan Tanggung Jawab PPATK Sebagai Financial Intelegence Unit Dalam Sistem Perbankan Indonesia

(1)

ANALISIS YURIDIS PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPATK SEBAGAI FINANCIAL INTELIGENCE UNIT DALAM

SISTEM PERBANKAN INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Perkuliahan Untuk Mendapatkan

Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

NIM : 070200066 MUAMMAR ZIA NST

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISIS YURIDIS PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPATK SEBAGAI FINANCIAL INTELIGENCE UNIT DALAM

SISTEM PERBANKAN INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Perkuliahan Untuk Mendapatkan

Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

NIM : 070200066 MUAMMAR ZIA NST

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Disetujui Oleh Ketua Departemen

(WINDHA, SH. M.Hum) NIP : 197501122005012002

Pembimbing I Pembimbing II

(Prof. Dr. BISMAR NST, SH. MH) (Dr.MAHMUL SIREGAR,SH.M.Hum) NIP. 19560329 1986011001 NIP.197302202002121001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum Wr.Wb.

Segala puji dan syukur Penulis ucapkan atas kehadiratan Allah SWT, yang berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulisan skripsi yang berjudul “ANALISIS YURIDIS PERAN DAN

TANGGUNG JAWAB PPATK SEBAGAI FINANCIAL INTELIGENCE

UNIT DALAM SISTEM PERBANKAN INDONESIA”. ini dimaksudkan

untuk memenuhi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi dalam memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulisan skripsi ini merupakan hasil pelajaran yang Penulis terima selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga dari data-data yang didapat dari perpustakaan, internet, dan buku-buku literatur lainnya.

Dalam penulisan skripsi ini Penulis menjumpai banyak hambatan ataupun rintangan baik dalam mencari data ataupun dalam penyelesaian penulisannya. Di samping itu, penulis juga banyak mendapat saran, bimbingan, dan pengarahan baik yang bersifat moril maupun materil, serta dorongan dan semangat dari berbagai pihak yang sangat bermanfaat.


(4)

Dalam kesempatan ini tak lupa dihaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materil dan terutama dihaturkan rasa terima kasih yang sebesar-sebesarnya kepada :

1. Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya yang telah diberikan-Nya.

2. Kedua orang tua Penulis, SAHLAN EFFENDI NASUTION, dan

SUPRIANI yang telah banyak mencurahkan cinta dan kasih sayangnya buat Penulis, yang memberikan bantuan tak terhingga nilainya, sehingga Penulis dapat melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi sampai selesai. (teladan, semangatmu, harapanmu, kebanggaanmu dan do’amu membuatku mampu menyelesaikan studiku). Thank yau so much, I love you full.

3. Bapak Prof. RUNTUNG SITEPU, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu WINDHA, SH. M.Hum, selaku Ketua Jurusan kekhususan Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Prof. Dr. BISMAR NASUTION, SH. MH selaku Guru besar dan

Dosen Hukum Ekonomi, serta Pembimbing I. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan serta dukungannya yang sangat berguna dan bermanfaat bagi Penulis.

6. Bapak DR. MAHMUL SIREGAR, SH. M.Hum, selaku Pembimbing II dan

Dosen Hukum Ekonomi. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan serta dukungan atas segala bantuan serta dukungan yang sangat berguna dan bermanfaat bagi Penulis.


(5)

7. Bapak RAMLI SIREGAR, SH. M.Hum selaku Dosen Wali selama mengikuti perkuliahan dari awal hingga akhir perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh Dosen dan Staf pengajar yang telah mendidik dan membimbing

mulai dari semester awal hingga Penulis menyelesaiakan perkuliahan di kampus tercinta ini.

9. Buat adik – adikku tersayang, Arby Hasbi Nst, Wahyuni Nst, Muhammad

Yusuf Affandi Nst, dan Ratna Sabrina Nst yang senantiasa selalu membuat Penulis tetap bersemangat untuk menyelesaikan perkuliahan.

10.Tak lupa buat opungku, Jermina Siregar atas segala doanya, semoga kalian dilimpahkan kesehatan selalu oleh Allah SWT. Dan buat semua keluarga besar Penulis yang tidak bisa Penulis sebutkan satu-persatu terima kasih atas doa, dukungan dan semangat yang diberikan buat Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi di Perguruan Tinggi.

11.Tentu yang tidak akan pernah saya lupakan kawan-kawan pengurus HMI

(Himpunan Mahasiswa Islam) FH-USU, Herry Febrian, Ragil Muhammad, Bin Ars Lubis, dll yang telah membantu saya selama menjalankan perkuliahan.

12.Kepada teman-teman kos Ajo dan mantan kos Ajo, Ardiansyah Hsb, Andang

Budi Purwono, Abdul Hadi Siregar, Muhammad Ridho Qhadafi, Ridho Rizky Htb, Surya Nugroho, Rahmat Ali Putra, Reza Putra Pathony, dan teman dan abang yang tidak dapat dituliskan satu persatu yang sering


(6)

membantu dan mengganggu saya dalam menyelesaikan perkuliahan, thanks

buat nasihat dan masukannya kawan.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membaca. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan begitu banyak kekurangannya. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritiknya yang membangun dari semua pihak demi perbaikan dan kesempurnaan tulisan ini. Semoga ALLAH SWT melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua dan membalas segala kebaikan dan jasa semua pihak yang telah membantu secara ikhlas, dan semoga mendapat balasan yang setimpal.

Amin….

Billahitaufik Walhidayah Wassalamu Alaikum Wr.Wb.

Penulis,

Medan, 15 November 2012

Nim : 070200066 MUAMMAR ZIA NST


(7)

ABSTRAKSI

Perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor perbankan, menjadikan bank sebagai sasaran utama untuk kegiatan pencucian uang. Hal ini disebabkan karena bank sebagai penyedia jasa keuangan banyak menawarkan jasa–jasa instrumen dalam lalu lintas keuangan yang dapat digunakan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal–usul suatu dana. Melihat begitu pentingnya pencegahan dan pemberantasan pencucian uang tersebut, maka di dalam negara harus dibentuk suatu lembaga Financial Inteligence unit yang di Indonesia dikenal dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau Istilah

asingnya The Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre

(INTRAC) yang lahir pada tanggal 17 April 2002, bersamaan dengan disahkannya Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian. PPATK sebagai suatu badan yang berwenang melakukan analisis terhadap segala transaksi keuangan mencurigakan yang merupakan indikasi terjadinya tindak pidana pencucian uang, dan merupakan salah satu infrastruktur terpenting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan Pencucian Uang.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini meliputi pengaturan hukum PPATK sebagai Financial Inteligence unit Indonesia dan peran dan tanggung jawab PPATK dalam mencegah tindak pidana pencucian uang dalam sistem perbankan Indonesia.

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif dengan

pengumpulan data secara pustaka (library research) disertai dengan

mengumpulkan data dan membaca referensi melalui peraturan, internet dan sumber lainnya, kemudian diseleksi data-data yang layak untuk mendukung penulisan.

Hasil penelitian ini adalah bahwa PPATK sebagai suatu badan yang dibentuk guna melakukan pencegahan dan pemberantasan terhadap tindak pidana pencucian uang mendapat perluasan dengan lahirnya Undang – Undang No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Salah satunya adalah PPATK untuk melakukan penghentian sementara transaksi keuangan yang mencurigakan. PPATK berperan dalam menjaga stabilitas sistem perekonomian khususnya sistim keuangan Indonesia dan bertanggung jawab dalam upaya memberantas tindak pidana pencucian uang di dalam sistem perbankan Indonesia, PPATK mempunyai wewenang untuk mengawasi kepatuhan pihak pelapor, dalam hal ini adalah pihak perbankan dalam upaya menganalisis dan memeriksa laporan dan informasi transaksi keuangan yang terindikasi tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana lain yang diterima dari perbankan. Oleh karena itu Sinergi antara PPATK dan Perbankan adalah mutlak perlu dan harus lebih meningkatkan kerjasamanya dalam mencegah tindak pidana pencucian uang yang sering terjadi di dalam sistem perbankan Indonesia.


(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... 1

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

F. Metode Penelitian ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II PENGATURAN HUKUM PENCUCIAN UANG DALAM SISTIM PERBANKAN INDONESIA ... 20

A. Sejarah dan Perkembangan Praktik Pencucian Uang ... 20

B. Pengertian Pencucian Uang ... 23

C. Objek Pencucian Uang ………... 29

D. Tahapan dalam Praktik Pencucian Uang ... 30

E. Modus Operandi Dalam Pencucian Uang ... 33

F. Akibat Yang ditimbulkan dari Praktik Pencucian Uang ... 42


(9)

A. Perkembangan Financial Inteligence Unit di Indonesia ……. 48 B. PPATK Sebagai Financial Inteligence Unit Indonesia …….. 54

1. Tugas dan Wewenang PPATK ………. 57

2. Peran PPATK sebagai Financial Inteligence Unit

di Indonesia ... 65 C. Lembaga Perbankan sebagai Sarana Pencucian Uang ... 68 D. Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer)

pada Perbankan ... 71 E. Transaksi Keuangan yang Mencurigakan ... 81 F. Sistem Pelaporan dalam Mekanisme PPATK ... 85 BAB IV PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPATK SEBAGAI

FINANCIAL INTELIGENCE UNIT DALAM

PEMBERANTASAN PRAKTIK PENCUCIAN UANG

DALAM SISTEM PERBANKAN INDONESIA ... 92

A. Peran PPATK dalam Sistem Perbankan Indonesia ... 92

B. Tanggung Jawab PPATK dalam Sistem Perbankan

Indonesia ……… 100

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ………... 103

B. Saran ………... 104


(10)

ABSTRAKSI

Perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor perbankan, menjadikan bank sebagai sasaran utama untuk kegiatan pencucian uang. Hal ini disebabkan karena bank sebagai penyedia jasa keuangan banyak menawarkan jasa–jasa instrumen dalam lalu lintas keuangan yang dapat digunakan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal–usul suatu dana. Melihat begitu pentingnya pencegahan dan pemberantasan pencucian uang tersebut, maka di dalam negara harus dibentuk suatu lembaga Financial Inteligence unit yang di Indonesia dikenal dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau Istilah

asingnya The Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre

(INTRAC) yang lahir pada tanggal 17 April 2002, bersamaan dengan disahkannya Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian. PPATK sebagai suatu badan yang berwenang melakukan analisis terhadap segala transaksi keuangan mencurigakan yang merupakan indikasi terjadinya tindak pidana pencucian uang, dan merupakan salah satu infrastruktur terpenting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan Pencucian Uang.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini meliputi pengaturan hukum PPATK sebagai Financial Inteligence unit Indonesia dan peran dan tanggung jawab PPATK dalam mencegah tindak pidana pencucian uang dalam sistem perbankan Indonesia.

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif dengan

pengumpulan data secara pustaka (library research) disertai dengan

mengumpulkan data dan membaca referensi melalui peraturan, internet dan sumber lainnya, kemudian diseleksi data-data yang layak untuk mendukung penulisan.

Hasil penelitian ini adalah bahwa PPATK sebagai suatu badan yang dibentuk guna melakukan pencegahan dan pemberantasan terhadap tindak pidana pencucian uang mendapat perluasan dengan lahirnya Undang – Undang No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Salah satunya adalah PPATK untuk melakukan penghentian sementara transaksi keuangan yang mencurigakan. PPATK berperan dalam menjaga stabilitas sistem perekonomian khususnya sistim keuangan Indonesia dan bertanggung jawab dalam upaya memberantas tindak pidana pencucian uang di dalam sistem perbankan Indonesia, PPATK mempunyai wewenang untuk mengawasi kepatuhan pihak pelapor, dalam hal ini adalah pihak perbankan dalam upaya menganalisis dan memeriksa laporan dan informasi transaksi keuangan yang terindikasi tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana lain yang diterima dari perbankan. Oleh karena itu Sinergi antara PPATK dan Perbankan adalah mutlak perlu dan harus lebih meningkatkan kerjasamanya dalam mencegah tindak pidana pencucian uang yang sering terjadi di dalam sistem perbankan Indonesia.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi internasional merupakan hal baru di banyak negara termasuk Indonesia. Sebegitu besarnya dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap perekonomian suatu negara, sehingga negara-negara di dunia dan organisasi internasional merasa tergugah dan termotivasi untuk menaruh perhatian yang lebih serius terhadap pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang. Hal ini tidak lain karena kejahatan pencucian uang (money laundering) tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi sistem perekonomian, dan pengaruhnya tersebut merupakan dampak negatif bagi perekonomian itu sendiri. Di dalam praktek

money laundering itu diketahui banyak dana-dana potensial yang tidak dimanfaatkan secara optimal karena pelaku money laundering sering melakukan “steril investment” misalnya dalam bentuk investasi di bidang properti pada negara-negara yang mereka anggap aman walaupun dengan melakukan hal itu hasil yang diperoleh jauh lebih rendah.1

Perkembangan teknologi semakin maju pesat, membawa pengaruh terhadap perkembangan diberbagai sektor, baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, salah satu yang turut berkembang adalah masalah kriminalitas, namun perangkat hukum untuk mencegah dan memberantas kriminalitas itu sendiri

1

Bismar Nasution, Rezim Anti Money Laundering di Indonesia (Bandung : BooksTerrace & Library, 2008), hal 1


(12)

belum memadai dan masih tertinggal jauh, sehingga berbagai jenis kejahatan baik yang dilakukan perorangan, kelompok ataupun korporasi dengan mudah terjadi, dan menghasilkan harta kekayaan dalam jumlah yang besar, kejahatan kejahatan tersebut tidak hanya dilakukan dalam batas wilayah suatu negara, namun meluas melintasi batas wilayah negara lain sehingga sering disebut sebagai transnational crime, dalam kejahatan transnasional harta kekayaan hasil dari kejahatan biasanya oleh pelaku disembunyikan, kemudian dikeluarkan lagi seolah-olah dari hasil legal.2

Negara Indonesia memiliki banyak faktor yang menguntungkan untuk melakukan money laundering, sehingga tidak ragu negara Indonesia dicap sebagai negara yang tidak koperatif memerangi jenis kejahatan pencucian uang. Antara lain dapat ditunjuk dengan negara Indonesia yang menganut sistem devisa bebas, sistem kerahasiaan bank, negara Indonesia masih membutuhkan likuiditas atau belum adanya perangkat yuridis yang tegas bagi anti pencucian uang. Oleh karena itu pada tahun 2001 tepatnya tanggal 22 Juni 2001 Financial Action Task Force

(FATF) memasukkan Indonesia disamping 19 negara lainnya kedalam daftar hitam Non Cooperative Countries or Territories (NCCTs) atau kawasan yang

tidak koperatif dalam menangani kasus money laundering. Kesembilan belas

negara lain itu adalah Mesir, Rusia, Hongaria, Israel, Lebanon, Filipina, Myanmar, Nauru, Nigeria, Niue, Cook Island, Republik Dominika, Guatemala, St. Kitts and Nevis, St. Vincent dan Grenadines serta Ukraina.3

2

Tb.Irman S, Hukum Pembuktian Pencucian Uang. Cetakan Pertama (Bandung: MQS Publishing, 2006), hal.1.

3

N.H.T. Siahaan, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan. Cetakan Kedua (Edisi-Revisi). (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005), hal. 2.


(13)

Sejalan dengan perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor perbankan dewasa ini, banyak bank telah menjadi sasaran utama untuk kegiatan pencucian uang mengingat sektor inilah yang banyak menawarkan jasa instrumen dalam lalu lintas keuangan yang dapat digunakan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal usul suatu dana. Dengan adanya globalisasi perbankan, dana hasil kejahatan mengalir atau bergerak melampaui batas yurisdiksi negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang pada umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan.4

Berdasarkan statistik IMF, hasil kejahatan yang dicuci melalui bank-bank diperkirakan hampir mencapai US $ 1.500 miliar per tahun. Sementara itu menurut Associated Press, kegiatan pencucian uang hasil perdagangan obat bius, prostitusi, korupsi dan kejahatan lainnya sebagian besar diproses melalui perbankan untuk kemudian dikonversikan menjadi dana legal dan diperkirakan kegiatan ini mampu menyerap nilai US $ 600 miliar per tahun.5

Selain itu, menurut Financial Action Task Force (FATF), diperkirakan atas jumlah uang yang dicuci setiap tahun diseluruh dunia dari perdagangan gelap narkoba (illicit drugs trade) berkisar antara US $ 300 miliar dan US $ 500 miliar.6

4

Adrian Sutedi, “Hukum Perbankan : Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan”. Cetakan Kedua (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 18.

Selanjutnya dikatakan bahwa batas bawah dari perkiraan tersebut, yakni jumlah yang dihasilkan melalui narcotics trafficking, arms trafficking, bank fraud,

5

Yunus Husein. “Money Laundering: Sampai Dimana Langkah Negara Kita”.Dalam Pengembangan Perbankan, Mei-Juni 2001, hal. 31-40

6

Adrian Sutedi Op. Cit., hal 18 oleh Department of Justice Canada, Solicitor General Canada, hal. 4.


(14)

counterfeiting dan sejenisnya melalui money laundering diseluruh dunia yang per tahun mencapai US $600 miliar.7

Jika negara Indonesia dan negara lainnya tidak menangani money

laundering secara sungguh sungguh, maka lembaga internasional akan tetap

memberikan tindakan punitive approach yang makin keras. Tidak tertutup

kemungkinan diberi sanksi berupa hambatan terhadap transaksi perbankan seperti transfer, L/C, pinjaman luar negeri, dan lain lain.

Dalam pandangan umum pencucian uang sering kali hanya dihubungkan dengan bank, lembaga pemberi kredit atau pedagang valas. Namun perlu diketahui bahwa selain produk tradisional perbankan seperti tabungan/deposito, transfer serta kredit pembiayaan, pada kenyataannya produk dan jasa yang ditawarkan juga menarik bagi para pencuci uang. Lembaga keuangan maupun lembaga non keuangan lain yang sering digunakan oleh pencuci uang, dengan melibatkan banyak pihak lain tanpa disadari oleh yang bersangkutan, antara lain Perusahaan Efek, Perusahaan Asuransi dan broker Asuransi, Money Broker, Dana Pensiun dan Usaha Pembiayaan, Akuntan, Pengacara, Notaris, Surveyor, Agen Real Estate, Kasino dan permainan judi lainnya, Pedagang Logam mulia, Dealer barang barang Antik, Dealer Mobil serta penjual barang barang mewah dan berharga.8

Atas dasar inilah baru pada tahun 2002 Indonesia mengeluarkan Undang Undang No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No. 25 Tahun 2003. Undang Undang ini

7

N.H.T. Siahaan, Op. Cit, hal. 1.

8


(15)

juga mengilhami dibentuknya suatu lembaga untuk memberantas tindak pidana pencucian uang yaitu Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Pada Februari 2005 barulah Indonesia berhasil keluar dari NCCTs setelah Indonesia mengeluarkan Undang Undang tersebut diatas dan melakukan upaya upaya lainnya yang sesuai dengan The 40 FATF Recommendation.

Untuk memerangi kegiatan-kegiatan pencucian uang disebuah negara, pada umumnya dibentuk oleh negara itu lembaga khusus yang nama generiknya disebut dengan Financial Inteligence Unit (FIU). Suatu FIU adalah suatu lembaga yang menerima informasi keuangan, menganalisis atau memproses informasi tersebut, dan menyampaikan hasil informasi tersebut kepada otoritas yang berwenang untuk menunjang upaya-upaya memberantas kegiatan pencucian uang. Pada tahun1996, baru ada beberapa saja FIU di dunia, tetapi pada saat ini terdapat 69 yurisdiksi negara yang memiliki FIU diseluruh dunia. Negara-negara yang telah memiliki FIU tergabung dalam apa yang disebut dengan Egmont Group of FIU.9

FIU Indonesia yang dimiliki Indonesia diberi nama Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang bertindak sebagai Pemegang Peranan kunci dari mekanisme pemberantasan tindak pidana Pencucian uang di Indonesia. Untuk pertama kalinya Presiden RI telah menunjuk Yunus Husein dan I Gede Sadguna masing-masing sebagai kepala dan wakil kepala PPATK. PPATK dipermulaannya telah memperoleh bantuan teknis dari AusAID dan USAID. Selain itu pada tanggal 15 Januari 2003 telah ditandatangani perjanjian dengan

9

Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti), hal. 247


(16)

Asian Development Bank untuk memperoleh bantuan teknis dalam melaksanakan Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003.

Secara Yuridis memerangi tindak pidana pencucian uang diawali dengan diundangkannya Undang-Undang No.15 Tahun 2002, Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 dan yang terbaru yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP-TPPU). PPATK merupakan Lembaga independen yang diberi tugas dan wewenang dalam rangka pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Dua tugas utamanya yaitu: mendeteksi terjadinya tindak pidana pencucian uang dan membantu penegakan hukum yang berkaitan dengan pencucian uang dan tindak pidana asal (predicate crimes).

Pemegang peranan kunci dari mekanisme pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Inonesia ada di tangan Pusat Pelaporan Transaksi Analisis Keuangan selanjutnya disingkat PPATK. Karena, jika PPATK tidak menjalankan fungsinya dengan benar, maka efektivitas dari pelaksanaan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tidak akan tercapai.10

Berdasarkan Pemaparan diatas, kiranya cocok untuk dibahas sejauhmana

peran dan tanggung jawab PPATK dalam memberantas pencucian uang (money

laundering), khususnya dalam bidang Perbankan. Oleh karena itu untuk membahas hal tersebut dipilih judul skripsi ini, yaitu “Analisis Yuridis Peran dan

10

Ivan Yustiavandana, Arman Nefi dan Adiwarman, Tindak Pidana Pencucian Uang Di Pasar Modal, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hal 219.


(17)

Tanggung Jawab PPATK Sebagai Financial Inteligence Unit dalam Sistem Perbankan Indonesia”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan hukum PPATK sebagai financial inteligence unit

di Indonesia

2. Bagaimana peran dan tanggung jawab PPATK dalam mencegah tindak

pidana pencucian uang dalam sistem perbankan Indonesia

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun maksud dan tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk menjawab permasalahan yang diangkat dalam penulisan tentang analisis yuridis peran dan tanggung jawab PPATK sebagai financial inteligence unit di sistem perbankan Indonesia yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan memahami peraturan perundang-undangan

berkenaan dengan kedudukan PPATK sebagai Financial Inteligence Unit.

2. Untuk dapat mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab

PPATK dalam upaya memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang khususnya dalam sistem Perbankan Indonesia.


(18)

Manfaat penulisan skripsi ini secara praktis, diharapkan pembahasan terhadap masalah ini akan memberikan penambahan pemahaman dan pandangan

yang baru mengenai PPATK dan money laundering dan dapat menjadi pedoman

dan rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum dan pemerintah

dalam mencegah dan memberantas kejahatan money laundering.

Sementara secara akademis sebagai karya Tugas Akhir dalam menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar kesarjanaan yakni Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Disamping itu Skripsi ini juga diharapkan bermanfaat dalam rangka pengembangan khazanah pengetahuan ilmu hukum, khususnya mengenai penegakan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

D. Keaslian Penulisan

Untuk mengetahui orisinilitas penulisan, sebelum melakukan penulisan Skripsi berjudul “Analisis yuridis peran dan tanggung jawab PPATK sebagai financial intekigence unit dalam sistem perbankan Indonesia”, penulis telebih dahulu melakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara melalui surat tertanggal 26 November 2011, menyatakan ada beberapa judul yang memiliki sedikit kesamaan. Adapun judul skripsi tersebut antara lain :


(19)

2. Pencegahan dan pemberantasan pencucian uang dengan penerapan Know Your Costumer Principles pada perbankan Indonesia (Studi kasus pada Bank Indonesia dan PPATK Jakarta serta PT. Bank Tabungan Negara persero cabang Medan)

3. Kajian hukum terhadap posisi Pusat Pelaporan Analisis Transaksi

Keuangan dalam pemberantasan praktek money laundering

Surat dari perpustakaan Fakultas Hukum Usu tersebut kemudian dijadikan dasar bagi Dr Windha SH, M.Hum (ketua departemen hukum Ekonomi) untuk menerima judul yg diajukan oleh penulis, karena substansi yg terdapat dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul diatas.

Penulis juga menelusuri berbagai judul karya Ilmiah melalui media intenet, dan sepanjang penelusuran yang penulis lakukan, belum ada penulis lain yang pernah mengangkat topik tersebut. Sekalipun ada, hal itu adalah diluar sepengetahuan penulis dan tentu saja substansinya berbeda dengan substansi dalam skripsi ini. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran penulis yang didasarkan pada pengertian-pengertian, teori-teori dan aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak, maupun media elektronik. Oleh karena itu, penulis menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya asli penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), bahwa yang dimaksud dengan


(20)

Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.

Sedangkan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP-TPPU) Pasal 1 angka 1, Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 1 angka 2 UU PP-TPPU menyebutkan bahwa :

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disebut PPATK adalah lembaga Independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.

Pasal 1 angka 7 UU TPPU menjelaskan mengenai Transaksi Keuangan Mencurigakan, yaitu :

a) Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau

kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan,

b) Transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai ketentuan Undang undang ini,

c) Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan


(21)

Sedangkan di dalam UU PP-TPPU menjelaskan mengenai Transaksi Keuangan Mencurigakan pada pasal 1 angka 5 yaitu :

a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau

kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;

b. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan

tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;

c. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan

menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau

d. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak

Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

Pasal 1 angka 5 UU TPPU menjelaskan mengenai Penyedia Jasa Keuangan, yaitu setiap orang yang menyediakan jasa dibidang keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, kustodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana pensiun, perusahaan asuransi dan kantor pos.

Didalam Pasal 2 UU PP-TPPU menjelaskan mengenai pengertian dari hasil tindak pidana, yaitu harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana :


(22)

b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika;

e. penyelundupan tenaga kerja;

f. penyelundupan migran;

g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan;

k. cukai;

l. perdagangan orang;

m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme;

o. penculikan; p. pencurian;

q. penggelapan;

r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi;

v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan;


(23)

y. di bidang kelautan dan perikanan; atau

z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.

(2). Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.

Financial Inteligence Unit atau yang biasa disingkat FIU adalah lembaga permanen yang khusus menangani masalah pencucian uang yang keberadaannya diatur secara implisit dalam empat puluh rekomendasi (Forty Reccomendation)

dari Financial Action Task Force (FATF). Lembaga ini mutlak perlu dan

merupakan salah satu infrastruktur terpenting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang di tiap negara.

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU PP-TPPU, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disingkat PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang. PPATK adalah suatu lembaga independen yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bertanggung jawab kepada Presiden.

Menurut Undang Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan pasal angka 1, menjelaskan pengertian Perbankan yaitu segala sesuatu yang


(24)

menyangkut tentang Bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Penulisan skripsi ini berkisar tentang peran PPATK dalam mengatasi

kejahatan money laundering terutama dalam bidang perbankan. PPATK

sebagaimana dimandatkan dalam UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP-TPPU) adalah lembaga independen dibawah Presiden Republik Indonesia yang mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang serta mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang; 2. pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK;

3. pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan

4. analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang

berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

Dalam pergaulan global di masyarakat internasional, PPATK dikenal sebagai Indonesian Financial Intelligence Unit yang merupakan unit intelijen keuangan dalam rezim Anti Pencucian Uang dan Kontra Pendanaan Terorisme

(AML/CFT Regime) di Indonesia. PPATK merupakan anggota dari

mewujudkan dunia internasional yang bersih dari tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sesuai standar-standar terbaik internasional.


(25)

F. Metode Penulisan

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini ,disini penulis menentukan metode

apa yang diterapkan 11

1. Tipe penelitian

agar tujuannya lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan. Dapat diartikan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, kemudian menjadi penyidikan atau penelitian berlangsung menurut cara tertentu. Adapun metode penelitian hukum yang digunakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini adalah sebagai berikut :

Tipe penelitian bahan hukum yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Dalam hal penelitian hukum normatif, penulis melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan. Pengumpulan bahan dilakukan melalui studi kepustakaan (library research) yakni dengan mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Metode penelitian hukum normatif ini dipilih adalah mengetahui

bagaimana Peran dan Tanggung Jawab PPATK sebagai Financial Inteligence

Unit dalam Pemberantasan Praktik Pencucian Uang dalam Sistem Perbankan

Indonesia.

2. Pendekatan masalah

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni metode penelitian hukum normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan

11

Bambang Wahyu,S.H, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta:Sinar Grafika, 2008) hal 17


(26)

perundang-undangan. Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang berkaitan dengan judul skripsi ini.

3. Bahan Hukum

Bahan hukum yang dipergunakan dalam skripsi ini antara lain :

a. Bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP-TPPU), dan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, seperti hasil seminar, makalah, tesis maupun pendapat dari kalangan pakar hukum yang terkait dengan pembahasan tentang PPATK dan Money Laundering.

c. Bahan hukum tersier (bahan hukum penunjang) adalah bahan hukum yang

memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum maupun kamus bahasa Indonesia. 4. Prosedur pengumpulan bahan hukum

Pengumpulan bahan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan. Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan


(27)

menganalisis secara sistematis buku-buku, makalah ilmiah, internet, peraturan perundang-undangan, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

5. Analisis data

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu data diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif yang mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif digunakan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data yang akan diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.

Analisis data dilakukan dengan:

1. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.

2. Memilih kaedah-kaedah hukum yang sesuai dengan penelitian.

3. Menarik kesimpulan dengan menjawab setiap permasalahan yang diteliti.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memenuhi makna dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain dapat dilihat sebagai berikut :


(28)

Terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II: PENGATURAN HUKUM PENCUCIAN UANG DI INDONESIA

Berisi mengenai sejarah dan perkembangan praktik pencucian uang, pengertian pencucian uang, objek pencucian uang, tahapan modus operandi dan akibat yang ditimbulkan dari praktik pencucian uang.

BAB III : FINANCIAL INTELIGENCE UNIT

Berisi mengenai perkembangan Financial Inteligence Unit di Indonesia beserta tugas dan wewenang PPATK, peran PPATK. Dan juga memberikan penjelasan mengenai Lembaga perbankan sebagai sarana pencucian uang, transaksi keuangan yang mencurigakan, dan Sistem pelaporan dalam mekanisme PPATK.

BAB IV: PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPATK SEBAGAI

FINANCIAL INTELIGENCE UNIT DALAM PEMBERANTASAN PRAKTIK PENCUCIAN UANG DALAM SISTEM PERBANKAN INDONESIA

Berisi penjelasan mengenai peran PPATK dalam sistem perbankan Indonesia dan Tanggung Jawab dalam sistem perbankan Indonesia.


(29)

Terdiri dari kesimpulan dan saran-saran yang memuat secara keseluruhan hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.


(30)

BAB II

PENGATURAN HUKUM PENCUCIAN UANG DALAM SISTIM PERBANKAN INDONESIA

A. Sejarah dan Perkembangan Praktik Pencucian Uang

Sebelum mengemukakan pengertian money laundering terlebih dahulu

dikemukakan perkembangan kejahatan dan kaitan dengan kejahatan pencucian uang sebagai salah satu jenis kejahatan yang mendunia. Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang, baik dari segi intensitas maupun kecanggihannya. Demikian juga dengan ancamannya terhadap keamanan dunia. Akibatnya keejahatan tersebut dapat menghambat kemajuan suatu negara, baik dari aspek sosial, ekonomi maupun budaya.12

Problematika pencucian uang sudah meminta perhatian dunia internasional

karena dimensi dan implikasinya yang melanggar batas-batas negara13. Al

Capone, penjahat terbesar di Amerika masa lalu, mencuci uang hitam dari usaha kejahatannya dengan memakai si genius Meyer Lansky, seorang Polandia. Lansky seorang akuntan, mencuci uang kejahatan Al Capone melalui usaha binatu (Laundry). Demikianlah asal muasal muncul nama Money Laundering14

12

M.Arief Amrullah, Tindak Pidana Pencucian Uang, (Malang:Bayumedia Publishing), hal. 2.

.

13

Adrian Sutedi, Hukum Perbankan : Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, dan Kepailitan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hal. 17.

14


(31)

Istilah pencucian uang atau money laundering telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai salah satu strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau disebut Laundromat yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat. Usaha pencucian itu berkembang maju, dan berbagai perolehan uang hasil kejahatan seperti dari cabang usaha lainnya ditanamkan ke usaha pencucian pakaian ini, seperti uang hasil minuman keras illegal, hasil perjudian, dan hasil usaha pelacuran15

Money Laundering dapat diistilahkan dengan pencucian uang atau pemutihan uang, pendulangan uang atau disebut juga dengan pembersihan uang dari hasil transaksi gelap (kotor). Money Laundering merupakan salah satu aspek

perbuatan kriminal. Dikatakan demikian karena sifat kriminalitas money

laundering ialah berkaitan dengan latar belakang dari perolehan sejumlah uang yang sifatnya gelap, haram atau kotor, lalu sejumlah uang kotor ini dikelola dengan aktifitas-aktifitas tertentu dengan membentuk usaha, mentransfer atau mengkonversikannya ke bank atau valuta asing sebagai langkah untuk menghilangkan latar belakang dari dana kotor tersebut.

.

16

Pencucian uang merupakan sarana bagi pelaku kejahatan untuk melegalkan uang hasil kejahatan dalam rangka menghilangkan jejak. Selain itu ternyata jumlah uang yang dicuci sangat besar, ini artinya hasil kejahatan tersebut telah mempengaruhi neraca keuangan nasional bahkan global dan menimbulkan

15

Ibid., hal. 17

16

N.H.T Siahaan, Pencucian Uang Dan Kejahatan Perbankan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005), hal. 3


(32)

kerugian yang sangat besar. Bahaya selanjutnya pencucian uang membuat para

pelaku kejahatan terutama organized crime untuk mengembangkan jaringan

dengan uang yang telah dicuci tersebut. Selain itu membuat para pelaku kejahatan seperti korupsi, narkotika dan kejahatan perbankan leluasa menggunakannya sehingga dengan demikian kejahatan-kejahatan tersebut akan semakin marak.17

Dalam perkembangannya, tindak pidana pencucian uang semakin kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai sektor. Untuk mengantisipasi hal itu, Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering telah mengeluarkan standar internasional yang menjadi ukuran bagi setiap negara/jurisdiksi dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan

terorisme yang dikenal dengan Revised 40 Recommendations dan 9 Special

Recommendations (Revised 40+9) FATF, antara lain mengenai perluasan Pihak

Pelapor (Reporting Parties) yang mencakup pedagang permata dan

perhiasan/logam mulia dan pedagang kendaraan bermotor. Dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang perlu dilakukan kerja sama regional dan internasional melalui forum bilateral atau multilateral agar intensitas tindak

17

Yenti Garnasih, Kriminalisasi Terhadap Pencucian Uang Di Indonesia Dan Permasalahan Implementasinya. Makalah yang disampaikan pada Pelatihan Penerapan Undang-Undang Anti Pencucian Uang Untuk Memberantas Kegiatan Illegal Logging Di Wilayah Sumatera Utara, yang diselenggarakan Kepolisian Daerah Sumatera Utara dan USU (Di Medan: pada tanggal 10-11 Januari 2005), hal. 5


(33)

pidana yang menghasilkan atau melibatkan harta kekayaan yang jumlahnya besar dapat diminimalisasi.18

B. Pengertian Pencucian Uang

Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.19 Sesuai dengan Pasal 2 Undang Undang No. 25 Tahun 2003, tindak pidana yang menjadi pemicu terjadinya pencucian uang meliputi korupsi, penyuapan, penyelundupan barang/tenaga kerja/imigran, perbankan, narkotika, psikotropika, perdagangan budak/wanita/anak/senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, dan penipuan.20

Istilah pencucian uang berasal dari bahasa Inggris, yakni money

laundering, memang tidak ada definisi yang universal, karena baik negara-negara maju maupun negara-negara dunia ketiga masing-masing mempunyai definisi sendiri-sendiri berdasarkan prioritas dan perspektif yang berbeda. Namun para

ahli hukum di Indonesia sepakat mengartikan money laundering dengan

pencucian uang.

18

2012.

19

UU No.25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

20


(34)

Apa yang dimaksud dengan pencucian uang atau money laundering? Tidak atau belum ada definisi yang universal dan komprehensif mengenai apa yang dimaksud dengan pencucian uang atau money laundering.21

Basle Committee, pada tahun 1988 mengeluarkan suatu pernyataan yang

kiranya dapat dipandang mencakup beberapa elemen penting dari money

laundering, dikatakan demikian :

Pengertian pencucian uang telah (money laundering) banyak dikemukakan oleh para ahli hukum.

Criminal and their associates use the financial system to make payment and transfer of fund from one account to another, to hide the source and beneficial ownership of money and to provide storage for bank-notes trough a safe-deposite facility. This activitiess are commonly reffered to as money laundering (IMF 1994).22

Menurut Neil jensen, money laundering diartikan sebagai proses

perubahan keuntungan dari kegiatan-kegiatan yang melawan hukum menjadi aset keuangan dan terlihat seolah-olah diperoleh dari sumber yang bersifat legal.23

Menurut Welling dalam Brent Fisse, David Fraser & Graeme Coss mengemukakan bahwa money laundering adalah :

The process by which one conceals the existence, illegal source, or illegal application of income, and then disguises that income to make it appear legitimate”.24

Fraser mengemukakan bahwa : “Money laundering is quite simply the

process through which “dirty” money as proceeds of crime is wash through

21

Sutan Remy Sjahdeni, Op.Cit., hal. 1

22

N.H.T Siahaan, Op.Cit., hal. 6

23

Ibid., hal. 6

24


(35)

“clean” or legitimate sources and enterprises so that the “bad guy” may more safety ejoy their ill-gotten gains”.25

Pamela H. Bucy dalam bukunya yan berjudul White Collar Crime : Cases and Materials memberikan definisi money laundering sebagai berikut, “Money laundering is concealment of the existence, nature of illegal source of illicit funds in such a manner that the funds will appear legitimate if discovered”.26

Chaikin mengemukakan bahwa : “The process by which one conceals or

disguises that true nature, source, disposition, movement, or ownership of money for whatever reason”.27

Demikian juga dengan Department of justice Kanada mengemukakan

bahwa : “Money laundering is the conversion of transfer of property, knowing that such property is derived from criminal activity, for the purpose of concealing the illicit nature and origin of the property from goverment authorities”.28

Dalam Black’s Law Dictinonary disebutkan, bahwa money laundering

atau pencucian uang disebutkan sebagai “term used to describe investment or other transfer of money flowing from racketeering, drug transaction, and other illegal sources into legitimate channels so that its original source cannot be traced.”29

Sementara itu, pengertian money laundering lainnya dapat diamati dari pengertian yang terdapat dalam United Nations Conventions on Against Illicit

25 Ibid 26

Ibid, hal. 20

27 Ibid 28

Ibid 29


(36)

Trafic in Narcotic and Drug and Psychotropic Substances of 1988, yang membuat pengertian money laundering adalah

The convertion or transfer property, knowing that such property is derived from any serious (indictable) offence or offences, or from act of participation in such offence or offences, for the purpose of concealing or disguising the illicit of property or of assisting any person who is involved in the commission of such an offence or offences to evade the legal consequences of his action; or the concealment or disguise of the true nature, source, location, disposition, movement, rights with respect to or ownership of property, knowing that such property is derived from a serious (indictable) offence or offences or from an act of participation in such an offence or offences”.30

Financial Action task Force on Money Laundering (FATF) yang dibentuk oleh negara G-7 summit di Paris tahun 1982 juga tidak memberikan definisi

mengenai apa yang dimaksudkan dengan money laundering, tetapi memberikan

uraian mengenai money laundering sebagai berikut :

The goal of a large number of criminal acts is to generate a profit for the individual or group that carries out the act. Money laundering is the processing of these criminal proceeds to disguise their illegal origin. This process is if critical importance, as it enables the criminal to enjoy these profits without jeopardizing their course.

Illegal arms sales, smuggling and activiyies of organized crime, including for example drug trafficking and prostitutions rings, can generate huge sums. Embezzlement, insider trading, bribery and computer fraud schemes can also produce large profits and cxreate the intencive to “legitimase” the ill-gotten gains through money laundering.

When the criminal activity generates substantial profit, the individual or group involved must find a way to control the funds without attracting attention to the underlying activity or the person involved. Criminals do this by disguishing the source, changing the form, or moving the funds to a place where they are less likely it attract attention.31

Dari beberapa definisi pencucian uang, dapat disimpulkan bahwa pencucian uang adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau

30

Ibid., hal. 17.

31

Sutan Remy Sjahdeni, Seluk BelukTindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, (Jakarta: PT Pustaka Utama Graffiti), hal.3


(37)

organisasi kejahatan terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak kejahatan, dengan maksud menyembuyikan asal-usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak kejahatan dengan cara terutama memasukkan uang tersebut kedalam sistem keuangan (financial system) sehingga apabila uang tersebut kemudian dikeluarkan dari sistem keuangan itu maka keuangan itu telah berubah menjadi uang yang sah.32

Secara umum pencucian uang merupakan metode untuk menyembunyikan, memindahkan, dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana, kegiatan organisasi kejahatan, kejahatan ekonomi, korupsi, perdagangan narkotika, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan aktivitas kejahatan. Money laundering atau pencucian uang pada intinya melibatkan aset (pendapatan/kekayaan) yang disamarkan sehingga dapat dipergunakan tanpa terdeteksi bahwa aset tersebut berasal dari kegiatan yang ilegal. Melalui money laundering pendapatan atau kekayaan yang berasal dari kegiatan yang melawan hukum diubah menjadi aset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumber yang sah/legal.

33

Di

Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

34

32

Adrian Sutedi, op.cit., hal. 21

33

Ibid., hal. 21

34

Andry Mahyar, “Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK ) Dalam Mencegah Dan Memberantas Tindak Pidana Pencucian


(38)

1. Tindak pidana pencucian ua mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, menbayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uang uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tinda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan. (Pasal 3 UU PP-TPPU No. 8 Tahun 2010).

2. Tindak pidana pencucian ua

yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 5 UU PP-TPPU No. 8 Tahun 2010).

Dalam Pasal 4 UU PP-TPPU No. 8 Tahun 2010, dikenakan pula bagi mereka ya kepada setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak Uang (Money Laundering)”, Medan, Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2011, Hal. 56.


(39)

pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal ini pun dianggap sama dengan melakukan pencucian uang.

Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang adalah cukup berat, yakni dimulai dari hukuma

denda paling banyak 10 miliar35

C. Objek Pencucian Uang

Menurut Sarah N. Welling (hal. 2001), money laundering dimulai dengan adanya “uang haram” atau “uang kotor” (dirty money).36 Uang dapat menjadi kotor dengan dua cara, pertama, melalui penggelapan pajak yaitu memperoleh uang secara legal, tetapi jumlah yang dilaporkan kepada pemerintah untuk keperluan pajak lebih sedikit daripada yang sebenarnya diperoleh.37 Dan yang kedua yaitu memperoleh uang melalui cara-cara yang melanggar hukum, seperti penjualan obat-obat terlarang atau perdagangan narkoba secara gelap (drug sales

atau drug trafficking), perjudian (gambling), penyuapan (bribery), terorisme (terrorism), pelacuran (prostitution), perdagangan senjata (arms trafficking),

penyelundupan minuman keras, tembakau dan pornografi (smuggling of

contraband alcohol, tobacco, pornography), penyelundupan imigran gelap (illegal immigration rackets atau people smuggling), dan kejahatan kerah putih (whitecollar crime).38

35

2012

36

Adrian Sutedi, op.cit., hal. 21.

37

Ibid., hal. 22

38


(40)

Praktik-praktik money laundering memang mula-mula dilakukan hanya terhadap uang yang diperoleh dari lalu lintas perdagangan narkotika dan obat-obatan sejenis itu (narkoba) atau yang dikenal sebagai illegal drug trafficking.

Namun kemudian, money laundering dilakukan terhadap uang-uang yang

diperoleh dari sumber-sumber kejahatan lain seperti yang dikemukakan diatas. Sebenarnya, sumber pengumpulan uang haram secara internasional yang berasal dari drug trafficking bukanlah yang utama. Porsi utama dari uang haram itu berasal dari tax evasion, flight capital, dan irregular or hidden economies yang dibedakan dari the overly criminal economies. Flight capital termasuk flight capital atas uang yang disediakan oleh Negara maju (developed countries) bagi

Negara berkembang (developing countries) dalam bentuk bantuan keuangan

(financial aid), yang tidak dibelanjakan atau diinvestasikan di negara yang bersangkutan, tetapi kemudian kembali kepada negara-negara berkembang tersebut sebagai illegal exported capital. Uang inilah yang sering ditempatkan di bank luar negeri yang justru telah memberikan kredit tersebut.39

D. Tahapan dalam Praktik Pencucian Uang

Secara sederhana, proses pencucian uang dapat dikelompokkan pada tiga kegiatan, yakni placement, layering dan integration.40

a. Placement merupakan fase menempatkan uang yang dihasilkan dari suatu aktivitas kejahatan misalnya dengan pemecahan sejumlah besar uang tunai menjadi jumlah kecil yang tidak mencolok untuk ditempatkan dalam sistem

39

Ibid., hal. 22

40


(41)

keuangan baik dengan menggunakan rekening simpanan bank, atau

dipergunakan untuk membeli sejumlah instrumen keuangan (cheques, money

orders) yang akan ditagihkan dan selanjutnya didepositokan di rekening bank yang berada di lokasi lain. Placement dapat pula dilakukan dengan pergerakan fisik dari uang tunai, baik melalui penyelundupan uang tunai dari suatu negara ke negara lain, dan menggabungkan antara uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan uang yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah. Proses

placement ini merupakan titik paling lemah dari perbuatan pencucian uang. b. Layering, diartikan sebagai memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya

yaitu aktivitas kejahatan yang terkait melalui beberapa tahapan transaksi keuangan. Dalam hal ini terdapat proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk menyamarkan/menyembunyikan sumber uang “haram” tersebut. Layering dapat pula dilakukan melalui pembukaan sebanyak mungkin ke rekening-rekening perusahaan-perusahaan fiktif dengan memanfaatkan ketentuan rahasia bank.

c. Integration, yaitu upaya untuk menetapkan suatu landasan sebagai suatu

“legitimate explanation” bagi hasil kejahatan. Disini uang yang ‘dicuci’ melalui placement maupun layering dialihkan ke dalam kegiatan-kegiatan resmi sehingga tampak tidak berhubungan sama sekali dengan aktivitas kejahatan sebelumnya yang menjadi sumber dari uang yang di-laundry. Pada tahap ini uang yang telah dicuci dimasukkan kembali ke dalam sirkulasi


(42)

dengan bentuk yang sejalan dengan aturan hukum. Proses integration ini terjadi apabila proses layering berhasil dengan baik.

Dalam UU PP-TPPU pengertian tindak pidana pencucian uang diatur dalam Pasal 3 sampai Pasal 6. Pasal 3 menyebutkan, bahwa Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).41

Sementara itu Pasal 4 Undang-undang yang sama mengatur, bahwa Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

42

Pasal 5 UU PP-TPPU mengatur bahwa :Setiap Orang yang menerima atau

menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,

41

UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberanasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pasal 3.

42


(43)

penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini.43

Didalam Pasal 6 UU PP-TPPU disebutkan Dalam hal tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Korporasi dan/atau Personil Pengendali Korporasi. Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidana Pencucian Uang:

a. dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi; b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi;

c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi.44

E. Modus Operandi Dalam Pencucian Uang

Secara umum ada tiga metode konvensional yang biasa dilakukan oleh para pelaku pencucian uang yaitu 45

1. Penyelundupan Uang

:

43

Ibid., Pasal 5.

44

Ibid., pasal 6.

45


(44)

Penyelundupan uang adalah suatu metode dimana para pelaku pencucian uang melakukan suatu transfer pendapatan yang illegal secara rahasia ke sebuah Negara atau teritori. Transfer disini dilakukan secara tunai bukan secara elektronik.

2. Melalui institusi keuangan

Metode ini adalah dengan menggunakan institusi keuangan seperti bank untuk membantu melakukan pencucian uang terutama dalam hal memindahkan uang hasil kejahatan ke Negara atau daerah lain. Beragam fasilitas yangt diberikan oleh institusi keuangan seperti pembukaan rekening, kredit, penukaran mata uang, dan transfer uang telah membuat para pelaku pencucian uang menggunakan institusi ini sebagai alat untuk mencuci uangnya. Adanya ekonomi global dan pasar modal yang terintegrasi juga membuat para pelaku pencucian uang dapat melakukan transfer antar Negara dengan lebih aman dan mudah. Metode ini semakin popular mengingat adanya prinsip kerahasiaan bank, sehingga identitas mereka aman dari penyelidikan

3. Melalui institusi non-keuangan

Metode yang paling umum dilakukan dibidang ini adalah dengan membeli berbagai barang berharga dan property atau dengan melakukan kegiatan bisnis seperti restoran, hotel dan toko. Metode ini juga sudah mulai susah dilakukan karena selain berbagai rekomendasi di bidang keuangan, FATF danberbagai konvensi internasional juga telah membuat rekomendasi annti money laundering

di bidang non-keuangan. The 2001 EC Directive misalnya mensyaratkan


(45)

juga institusi non keuangan, pribadi atau entity seperti Auditor, akuntan dan konsultan eksternal, agen property, notaries, dan legal profesi lainnya, serta dealer barang-barang berharga. Selain itu, perbaikan dari 40 Rekomendasi FATF juga telah mewajibkan perusahaan financial maupun profesi untuk memenuhi kewajiban anti pencucian uang.

Secara umum ada tiga “metode baru” pencucian uang dengan menggunakan teknologi, yaitu 46

1. Menggunakan Electronic Money (uang elektronik) :

Menurut Bank For Internatonal Settlement, Electronic Money (E-Money) adalah “nilai yang tersimpan” atau produk “prepaid” dimana catatan dari dana atau nilai milik konsumen tersimpan dalam sebuah alat elektronik milik konsumen.

E-money mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan uang tradisional yaitu :

a) E-Money menggunakan sebuah kartu atau alat yang dapat menyimpan dana

dalam jumlah sangat besar, sehingga tidak memerlukan tempat atau container yang besar untuk membawanya.

b) E-Money mudah untuk ditransfer kapan saja dan dimana saja dengan bantuan

internet.

46


(46)

c) E-Money lebih sulit dilacak karena tidak memiliki nomor seri seperti uang tradisional. Selain itu teknologi penyandian yang terdapat dalam proses transfer E-Money semakin mempersulit untuk mengetahui asal-usulnya.

Dengan adanya ketiga kelebihan tersebut membuat para pelaku yang biasa melakukan penyelundupan uang berpindah dengan fasilitas ini. Mereka dapat melakukan pencucian uang sejumlah uang kemana saja dan kapan saja, karena

E-Money tidak membutuhkan intermediary untuk memindahkannya.

2. Internet Bank

Internet Bank (I-Bank) adalah bank virtual yang menawarkan berbagai fasilitas layaknya bank biasa dimana saja dan kapan saja melalui Internet. Beberapa fasilitas yang ditawarkan antara lain pembayaran langsung, transfer e-money, pengeluaran cek, pembelian surat berharga dan pembukaan dan penutupan rekening.

Ada beberapa keunggulan dari I-Bank sebagai alat untuk melakukan

pencucian uang, yaitu :

a) Sangat mudah diakses kapan saja dan dimana saja.

b) Tidak perlu kontak langsung antara konsumen dengan I-Bank.

c) I-Bank menyediakan fasilitas keuangan Internasional, dan setiap transaksi dilakukan dengan nyaman dan aman.

3. Internet Casino (Internet Gambling)

Saat ini banyak sekali situs casino yang didirikan di kepulauan Karibia. Kebanyakan situs ini sama sekali tidak diatur atau diawasi oleh pemerintah. Bahkan beberapa diantaranya tidak meminta identifikasi konsumen. Kondisi


(47)

inilah yang dimanfaatkan oleh para pelaku pencucian uang karena semenjak timbulnya gerakan anti Money Laundering di dunia, mereka tidak bias lagi mencuci uangnya di tradisional casino karena tradisional casino sudah menerapkan prinsip-prinsip anti pencucian uang.

Terdapat beberapa modus operandi kejahatan pencucian uang menurut A.S Mahmoedin dalam bukunya Analisis Kejahatan Perbankan, yang umumnya dilakukan melalui cara-cara antara lain 47

1. Melalui kerja sama modal,

:

Uang hasil kejahatan secara tunai dibawa ke luar negeri. Uang tersebut

masuk kembali dalam bentuk kerja sama modal (joint venture project).

Keuntungan investasi tersebut diinvestasikan lagi dalam berbagai usaha lain. Keuntungan usaha lain ini dinikmati sebagai uang yang sudah bersih, karena tampaknya diolah secara legal, bahkan sudah dikenakan pajak.

2. Melalui agunan kredit,

Uang tunai diselundupkan ke luar negeri, lalu disimpan di bank Negara tertentu yang prosedur perbankannya terlalu lunak. Dari bank tersebut ditransfer ke bank Swiss dalam bentuk deposito. Kemudian dilakukan peminjaman ke suatu bank di Eropa dengan jaminan deposito tersebut. Uang hasil kejahatan ditanamkan kembali ke Negara asal uang haram tadi.

3. Melalui perjalanan luar negeri,

47

A.S. Mamoedin, Analis kejahatan Perbankan, Cetakan Pertama. (Jakarta : Rafflesia, 1997), hal. 295-297.


(48)

Uang tunai ditransfer ke luar negeri melalui bank asing yang ada dinegaranya. Lalu uang tersebut dicairkan kembali dan dibawa kembali ke Negara asalnya oleh orang tertentu, seolah-olah uang tersebut berasal dari luar negeri. 4. Melalui penyamaran usaha dalam negeri,

Dengan uang tersebut didirikanlah perusahaan samara, tidak dipermasalahkan apakah uang tersebut berhasil atau tidak, namun kesannya usaha tersebut telah menghasilkan uang “bersih”.

5. Melalui penyamaran perjudian,

Dengan uang tersebut didirikanlah usaha perjudian. Tidak menjadi masalah apakah menang atau kalah, namun akan dibuat kesan “menang”, sehingga ada alasan asal usul uang tersebut. Seandainya di Indonesia masih ada SDSB, Nalo, Lotre, dan lain-lain yang sejenisnya, kepada pemilik uang haram dapat ditawarkan nomor yang menang dengan harga yang lebih mahal, sehingga uang tersebut memberikan kesan kepada yang bersangkutan sebagai hasil kemenangan kegiatan perjudian tersebut.

6. Melalui penyamaran dokumen,

Uang tersebut secara fisik tidak kemana-mana, namun keberadaannya didukung oleh berbagai dokumen palsu atau dokumen yang diada-adakan, seperti membuat double invoice dalam jual beli dan ekspor impor, agar terkesan uang itu sebagai hasil kegiatan luar negeri.


(49)

Uang tunai dibawa keluar negeri dengan berbagai cara, lalu uang tersebut dimasukkan kembali sebagai pinjaman luar negeri. Hal ini seakan-akan memberikan kesan bahwa pelaku memperoleh bantuan kredit dari luar negeri. 8. Melalui rekayasa pinjaman luar negeri,

Uang secara fisik tidak kemana-mana, namun kemudian dibuat suatu dokumen seakan-akan ada bantuan atau pinjaman dari luar negeri. Jadi pada kasus ini sama sekali tidak ada pihak pemberi pinjaman. Yang ada hanya dokumen pinjaman, yang kemungkinan besar adalah dokumen palsu.

Meskipun praktik pencucian uang merupakan suatu fenomena global dan penanganannya melalui proses kerjasama internasional, namun pelaku pencucian uang masih selalu saja menemukan cara dan sarananya untuk tumbuh dan berkembang terus menerus. Cara dan teknik yang digunakan dalam praktek pencucian uang sangat bervariasi, yang antara lain diterapkan oleh pelaku pencucian uang pada sektor perbankan dan non perbankan dengan memanfaatkan fasilitator profesional, pendirian perusahaan gadungan, investasi di bidang real estate, pembelian produk asuransi dan perusahaan sekuritas, serta penyalahgunaan

corporate vehicle.48

Begitupun, secara umum ada tiga metode pencucian uang yang bertujuan untuk manipulasi dan mengubah status dana illegal (hasil kejahatan) menjadi dana legal.

49

48

Edy Nasution,” Memahami Praktik Pencucian Uang Hasil Kejahatan”,

49 Ibid.


(50)

1. Pertama, Buy and sell yang dilakukan melalui transaksi jual-beli barang dan jasa. Sebagai contoh misalnya real estate atau properti lainnya dapat dibeli

dan dijual kepada co conspirator yang menyetujui untuk membeli atau

menjual dengan harga yang lebih tinggi daripada harga yang sebenarnya

dengan manksud untuk memperoleh fee atau discount. Kelebihan harga

dibayar dengan dana legal yang kemudian “dicuci” melalui transaksi bisnis. Dengan cara ini setiap asset, barang atau jasa dapat diubah bentuknya sehingga seolah-olah menjadi hasil yang legal melalui rekening pribadi atau perusahaan yang ada di suatu bank.

2. Kedua, offshore conversions dimana dana ilegal dialihkan ke wilayah tax haven country dan kemudian disimpan di bank atau lembaga keuangan lain yang ada di wilayah tersebut. Selanjutnya dana ilegal tersebut digunakan antara lain untuk membeli asset dan investasi (fund investments). Di wilayah seperti (tax haven country) ini cenderung memiliki hokum perpajakan yang lebih longgar, ketentuan rahasia bank yang cukup ketat dan prosedur bisnis yang sangat mudah sehingga memungkinkan adanya perlindungan bagi kerahasiaan suatu transaksi bisnis, pembentukan perusahaan dan kegiatan

usaha trust fund. Kerahasiaan inilah yang memberikan ruang gerak yang

cukup leluasa bagi pergerakan “dana kotor” (dirty money) melalui berbagai pusat keuangan di dunia. Pada offshore conversions ini biasanya dibantu oleh pengacara, akuntan dan pengelola dana dengan memanfaatkan “celah hukum” yang ditawarkan oleh ketentuan rahasia bank dan rahasia perusahaan.


(51)

3. Ketiga, legitimate business conversion yang digunakan melalui bisnis atau kegiatan usaha yang sah sebagai sarana untuk memindahkan dan memanfaatkan dana ilegal. Dana-dana hasil kejahatan dikonversikan melalui transfer, cek, atau instrumen pembayaran lainnya, yang kemudian disimpan di rekening bank, atau ditransfer kembali ke rekening bank lain. Metode ini memungkinkan pelaku kejahatan menjalankan usaha atau bekerjasama dengan mitra bisnisnya dan menggunakan rekening perusahaan tertentu sebagai tempat penampungan dana hasil kejahatan.

Pada era globalisasi ekonomi seperti sekarang ini, yang ditandai dengan terintegrasinya sistem perdagangan dunia sebagai salah satu implikasi dari kemajuan di bidang teknologi informasi yang begitu pesat khususnya di sektor keuangan, sehingga memungkinkan “pengguna jasa keuangan” untuk melakukan transaksi keuangan dengan mudah dan cepat melampaui batas-batas yurisdiksi suatu negara. Kemudahan dan kecepatan dalam melakukan transaksi keuangan tersebut telah dimanfaatkan oleh para pencuci uang (money launderers) untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaan yang mereka peroleh dari hasil tindak pidana misalnya dengan cara memasukkan dana-dana ilegal tersebut ke dalam bisnis legal melalui international banking system atau melalui jaringan bisnis di internet sehingga asal-usulnya menjadi sulit dilacak oleh penegak hukum.50

50 Ibid.


(52)

Terkait perbankan, perbankan merupakan suatu bentuk usaha yang memiliki keleluasaan dalam menghimpun dan menyalurkan dana sehingga sangat strategis untuk digunakan sebagai sarana pencucian uang, baik melalui placement, layering, maupun integration. Selain itu transfer dana secara elektronis juga dapat dimanfaatkan oleh pencuci uang untuk mengalihkan dana secara cepat dan relative murah serta aman ke rekening pihak lain, baik di dalam maupun di luar negeri.51

Perbankan juga sangat rentan bagi tindak pidana yang terorganisasi sehingga sangat strategis untuk dimanfaatkan. Tindak pidana yang terorganisasi biasanya bersembunyi dibalik suatu perusahaan atau nama lain (nominees) dengan melakukan perdagangan internasional palsu dan berskala besar dengan maksud untuk memindahkan uang yang tidak sah dari suatu Negara ke Negara lain. Perusahaan yang digunakan untuk menyembunyikan kegiatan tindak pidana tersebut biasanya meminta kredit/pembiayaan dari bank untuk menyamarkan aktivitas pencucian uang. Modus operandi lainnya antara lain dengan

menggunakan faktur (invoice) palsu yang di-mark-up atau L/C palsu sebagai

upaya untuk menyulitkan pengusutan dikemudian hari.52

F. Akibat yang ditimbulkan dari Praktik Pencucian Uang

Secara langsung pencucian uang tidak merugikan orang tertentu atau perusahaan tertentu. Sepintas lalu tampaknya pencucian uang tidak ada korbannya. Pencucian uang tidak seperti halnya perampokan, pencurian atau

51

Adrian Sutedi, op.cit., hal. 30

52


(53)

pembunuhan yang ada korbannya dan menimbulkan kerugian bagi korbannya.

Billy Steel mengemukakan mengenai money laundering “it seems to be a

victimless crime”.53

Di zaman orde baru di indonesia yaitu pada waktu Soeharto masih berkuasa sebagai presiden Republik Indonesia, pemerintah pada waktu itu tidak pernah menyetujui untuk mengkriminalisasi pencucian uang dengan membuat undang-undang tentang tindak pidana pencucian uang. Alasannya adalah karena pelarangan perbuatan pencucian uang akan menghambat penanaman modal asing yang sangat diperlukan bagi pembangunan Indonesia. Dengan kata lain, kriminalisasi perbuatan pencucian uang justru merugikan masyarakat indonesia karena akan menghambat pembangunan.

Masyarakat dunia pada umumnya berpendapat sebaliknya, bahwa kegiatan pencucian uang atau money laundering yang dilakukan oleh organisasi-organisasi kejahatan sangat merugikan masyarakat. John McDowell dan Gary Novis dari

Bureau of International narcotics and law Enforcement Affairs, US Department of state, mengemukakan “money laundering has potencially devastating economic, security, and social consequences”.54

Menurut pemerintah Kanada dalam sebuah kertas kerja berjudul electronic money laundering : an environtment scan yang dikeluarkan oleh Department of

53

Billy Steel, money laundering-what is money laundering, Billy’s money laundering

information,

54

John McDowell and Gary Novis, The Cosequences of Money Laundering and Financial Crime, US Department of State, May 2001, http//www.usteas.gov, diakses terakhir hari Jumat tanggal 22 juni 2012


(54)

Justice Kanada pada oktober 1998, ada beberapa dampak negatif yang ditumbulkan oleh kegiatan money laundering terhadap masyarakat. Konsekuensi-konsekuensi yang dapat ditimbulkan berupa :55

a. Money laundering memungkinkan para penjual dan pengedar narkoba, para penyelundup, dan para penjahat lainnya untuk dapat memperluas kegiatan operasinya. Hal ini akan meningkatkan biaya penekanan hukum untuk memberantasnya, biaya perawatan serta perobatan kesehatan bagi para korban atau para pecandu narkoba.

b. Kegiatan money laundering mempunyai potensi untuk merongrong

masyarakat keuangan (financial community) sebagai akibat demikian besarnya jumlah uang yang terliibat dalam kegiatan tersebut. Potensi untuk melakukan korupsi meningkat bersamaan dengan peredaran jumlah uang haram yang sangat besar.

c. Pencucian uang mengurangi pendapatan pemerintah dari pajak dan secara

tidak langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur dan mengurangi kesempatan kerja yang sah.

d. Mudahnya uang masuk ke Kanada telah menarik unsur yang tidak diinginkan

melalui perbatasan, menurunkan tingkat kualitas hidup, dan meningkatkan kekhawatiran terhadap keamanan nasional.

Selain daripada itu tidak bisa disangkal pula bahwa praktik pencucian uang dapat memberikan kontribusi positif bagi perwekonomian suatu negara.

55

Adrian Sutedi Op. Cit., hal 18 oleh Department of Justice Canada, Solicitor General Canada, hal 5.


(55)

Uang yang disimpan secara ilegal dibank dibutuhkan untuk menjadi investmen capital bagi pembangunan, khususnya bagi negara-negara berkembang yang serba kekurangan dana bagi kegiatan pertumbuhan perekonomiannya. Bahkan negara maju sendiri pun secara diam-diam membutuhkan kehadiran money laundering di negaranya seperti halnya Swiss dan Austria.56

Swiss misalnya enggan untuk mengambil tindakan nyata terhadap nasabah yang dicurigainya. Negara ini hanya akan mengambil tindakan apabila negara asing yang keberatan dapat menyampaikan fakta atau bukti akurat untuk itu serta harus pula menempuh prosedur yang begitu sulit untuk memenuhi tuntutan itu. Begitu pula Austria yang memperlakukan sistem perbankannya begitu longgar

dalam penyimpanan uang secara anonymous passbook dengan maksud supaya

para pemilik uang haram dapat dengan mudah menyimpannya, hingga FATF merekomendasikan supaya keanggotaannya disuspen dari lembaga itu, merupakan manifestasi betapa money laundering memiliki dampak positif.

Namun secara makro baik langsung maupun tidak langsung, money

laundering dapat mengganggu berbagai sistem ekonomi dan politik suatu negara.

Cukup banyak implikasi negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan money

laundering, misalnya dengan penyelewengan pajak yang mengurangi porsi pendapatan negara, moral pejabat jadi tidak terkontrol, karena semakin tergiur untuk melakukan korupsi dan penyalahgunaan jabatan lainnya. Money laundering

56


(56)

juga dapat mempengaruhi sistem ekonomi dan politik suatu negara hingga menjadi goyah. Meksiko pada tahun 1994 dan Thailand pada tahun 1997 pernah goyah karena begitu hebatnya masalah-masalah ekonomi nasional (dengan krisis nilai tukar) yang berbaur dengan hebatnya praktik money laundering dikedua negara itu.57

Peter J. Quirk dalam tulisannya : Money laundering : the Muddying

Macroeconomy, 1997, mengatakan dengan money laundering permintaan uang sering berrpindah-pindah dari suatu negara kenegara lain, yang dapat mengacaukan statistik jumlah mata uang yang dikeluarkan suatu negara, membuat data moneter tidak benar dan dapat menimbulkan konsekuensi sebaliknya bagi volatilitas terutama terhadap dollarized economies yang menjadi tidak pasti atas

gerakan agregat-agregat moneter. Money laundering dapat pula menyebabkan

dampak dimana transaksi-transaksi yang ilegal dapat mencegah pihak-pihak tertentu melakukan transaksi-transaksi yang legal karena kontaminasi. Beberapa transaksi yang melibatkan pihak luar negeri meskipun sepenuhnya legal, nyatanya telah menjadi kurang diminati karena adanya dampak money laundering.58

Praktek pencucian uang berpotensial mengganggu perekonomian baik nasional maupun internasional karena membahayakan operasi yang efektif dari perekonomian dan menimbulkan kebijakan ekonomi yang buruk, terutama pada Negara-negara tertentu. Praktek pencucian uang dapat menyebabkan fluktuasi

57

Ibid., hal. 27.

58


(1)

sistem perekonomian serta dapat berdampak luas pada kehidupan masyarakat dan bangsa, maka upaya pencegahan dan pemberantasan harus dilakukan melalui langkah-langkah luar biasa secara konseptual, sporadik dan komprehensif (menyeluruh).

2. Pemegang peranan kunci dari mekanisme pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia ada di tangan PPATK. PPATK berperan dalam menjaga stabilitas sistem perekonomian khususnya sistim keuangan Indonesia. PPATK bertanggung jawab dalam upaya memberantas tindak pidana pencucian uang di dalam sistem perbankan Indonesia, karena salah satunya PPATK mempunyai wewenang untuk mengawasi kepatuhan pihak pelapor, dalam hal ini adalah pihak perbankan dalam upaya menganalisis dan memeriksa laporan dan informasi transaksi keuangan yang terindikasi tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana lain yang diterima dari perbankan. Sebagai Financial Intelligence Unit di Indonesia, PPATK akan selalu berupaya untuk memberikan informasi intelijen keuangan yang terpercaya dan dapat diandalkan sehingga diharapkan informasi tersebut nantinya dapat membantu aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti suatu kasus tindak pidana pada umumnya dan atau kasus tindak pidana pencucian uang pada khususnya.

D. Saran

1. Perlu adanya kerjasama yang baik antara pihak-pihak yang terkait seperti PJK, Bank Indonesia, penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan) dan


(2)

pemerintah (Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai dan Dirjen Imigrasi), dan masyarakat untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

2. Perlu adanya kerjasama yang baik antara Perbankan dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan lebih meningkatkan kerjasamanya dalam mencegah tindak pidana pencucian uang yang sering terjadi di dalam sistem perbankan Indonesia. Bank tidak boleh ragu-ragu dalam menyampaikan transaksi mencurigakan yang dilakukan oleh nasabahnya dan PPATK dengan sungguh-sungguh memantau dan menganalisis transaksi mencurigakan yang diterimanya untuk segera dilanjutkan ketingkat selanjutnya.

3. Mengingat bahwa kejahatan pencucian uang kebanyakan dilakukan oleh

transnational organized crime yang melintasi batas-batas negara, maka kerjasama internasional antara PPATK dengan law enforcement agency dan lembaga sejenis PPATK di luar negeri sangat diperlukan dalam rangka

sharing informasi dalam penanggulangan dan pencegahan tindak pidana pencucian Uang.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku

Djumhana, Muhamad, Hukum Perbankan Di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti : Bandung, 2006

Hart, H.L.A., Konsep Hukum, Nusa Media : Bandung, 2009

Irman S, Tb., Hukum Pembuktian Pencucian Uang. Cetakan Pertama: MQS Publishing : Bandung, 2006

Mamoedin, A.S., Analis kejahatan Perbankan, Cetakan Pertama. Rafflesia : Jakarta, 1997

Nasution, Bismar , Rezim Anti Money Laundering di Indonesia, Books Terrace & Library : Bandung, 2008

Siahaan, N.H.T. , Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan. Cetakan Kedua (Edisi-Revisi), Pustaka Sinar Harapan : Jakarta, 2005

Sitompul, Zulkarnaen, Problematika Perbankan, Books Terrace and Library : Bandung, 2005

Sjahdeini, Sutan Remy, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, PT Pustaka Utama Grafiti : Jakarta, 2004

Sutedi, Adrian, “Hukum Perbankan : Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan”. Cetakan Kedua : Sinar Grafika : Jakarta, 2008 Tresna, Asas-Asas Hukum Pidana, Penerbit Tiara. Jakarta, 1995

Wahyu, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika : Jakarta, 2008

Yustiavandana, Ivan , Arman Nefi dan Adiwarman, Tindak Pidana Pencucian Uang Di Pasar Modal, Ghalia Indonesia: Bogor, 2010


(4)

Undang-Undang

Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum, PBI Nomor: 11/ 28 /PBI/2009

Undang-Undang No.25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Internet

Billy Steel, money laundering-what is money laundering, Billy’s money

laundering information

Jumat tanggal 22 juni 2012

Edy Nasution,” Memahami Praktik Pencucian Uang Hasil

Kejahatan”,

John McDowell and Gary Novis, The Cosequences of Money Laundering and Financial Crime, US Department of State, May 2001, http//www.usteas.gov, diakses terakhir hari Jumat tanggal 22 juni 2012

Rick McDonell, Establishment of the FIU, Workshop diselenggarakan oleh JICA Jakarta, tanggal 16 Desember 2002

Program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (apu dan ppt)

Yenti Garnasih, Quo Vadis Laporan Transaksi Mencurigakan dari

PPATK

oktober 2012.

Yunus Husein, PPATK: Tugas, Wewenang Dan Peranannya Dalam Memberantas tindak Pidana Pencucian Ua diakses terakhir tanggal 22 Juni 2012.


(5)

Yunus Husein, Pembangunan rezim anti money

Laundering,

Dengan Ketua PPATK, diakses terakhir tanggal 21 agustus 2012

Yunus Hussein, Menyoal Cuci Uang, 21 Agustus 2003, http://www.tabloid-ombudsman.com/artikel.php?idb=563&noedisi=0

Yunus Husein, “Peranan PPATK Sebagai Financial Intelligence Unit dalam Penanganan Tindak Pidana Pencucian

Uang”

, diakses terakhir tanggal 21 Februari 2012

2012.

Yunus Husein, Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian

Ua

diakses terakhir tanggal 30 september 2012.

Yunus Husein, Peran PPATK mencegah lembaga keuanga 22 Juni 2012.

Yunus Husein, Kiprah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Dimuat dalam Harian Koran Tempo, 23 April 2009 Kolom Opini.

Juni 2012.

Makalah dan Tesis

Andry Mahyar, “Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK ) Dalam Mencegah Dan Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)”, Medan, Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2011

Bismar Nasution, Pemahaman Undang-Undang Anti Pencucian Uang Untuk Membentuk Rezim Anti Money Laundering Di Indonesia, disampaikan pada Workshop Pemahaman Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang dibidang Kepabeanan yang diselenggarakan atas kerjasama


(6)

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Wilayah I Medan dengan Program Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan: tanggal 2 Februari 2005

Yenti Garnasih, Kriminalisasi Terhadap Pencucian Uang Di Indonesia Dan Permasalahan Implementasinya. Makalah yang disampaikan pada Pelatihan Penerapan Undang-Undang Anti Pencucian Uang Untuk Memberantas Kegiatan Illegal Logging Di Wilayah Sumatera Utara, yang diselenggarakan Kepolisian Daerah Sumatera Utara dan USU Di Medan: pada tanggal 10-11 Januari 2005

Yunus Husein, Peran Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (Ppatk) Dalam Mencegah Penyalahgunaan Lembaga Keuangan, Makalah disampaikan pacta “Seminar tentang Lembaga Keuangan dalam Pemulihan Perekonomian Nasional” di Hotel Indonesia, Jakarta, pada tanggal 26 Maret 2003. Hal 5.