dalam hubungan antara perempuan dengan laki-laki. Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum perempuan dan laki-laki, karena keduanya harus
bekerja sama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk mewujudkan gagasan tersebut, maka
dalam setiap kebijakan dan strategi pembangunan agar diperhitungkan kepentingan dan peran perempuan dan laki-laki secara seimbang.
2.3 Postmodernisme
Postmodernisme pada awalnya lahir sebagai reaksi kritis dan reflektif terhadap paradigma modernisme yang dipandang gagal menuntaskan proyek
pencerahan dan menyebabkan munculnya berbagai patologi modernitas. Menurut Pauline M. Rosenau dalam Ritzer G, 2010 kajiannya mengenai postmodernisme
dan ilmu-ilmu sosial, mencatat setidaknya lima alasan penting gugatan postmodernisme terhadap modernisme. Pertama, modernisme dipandang gagal
mewujudkan perbaikan-perbaikan ke arah masa depan kehidupan yang lebih baik sebagaimana diharapkan oleh para pendukungnya. Kedua, ilmu pengetahuan
modern tidak mampu melepaskan diri dari kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan otoritas keilmuan demi kepentingan kekuasaan. Ketiga, terdapat
banyak kontradiksi antara teori dan fakta dalam perkembangan ilmu-ilmu modern. Keempat, ada semacam keyakinan bahwa ilmu pengetahuan modern mampu
memecahkan segala persoalan yang dihadapi manusia. Namun ternyata keyakinan ini keliru dengan munculnya berbagai patologi sosial. Kelima, ilmu-ilmu modern
kurang memperhatikan dimensi-dimensi mistis dan metafisis manusia karena terlalu menekankan atribut fisik individu.
Dengan latar belakang demikian, modernisme mulai kehilangan landasan praksisnya untuk memenuhi janji-janji emansipatoris yang dahulu lantang
disuarakannya. Modernisme yang dulu diagung-agungkan sebagai pembebas manusia dari belenggu mitos dan berhala kebudayaan abad pertengahan yang
menindas, kini terbukti justru membelenggu manusia dengan mitos-mitos dan berhala-berhala baru yang bahkan lebih menindas dan memperbudak. Masyarakat
kita berada dalam pergolakan dan pergeseran kebudayaan. Seperti proyek bangunan Pruitt-Igoe, pemikiran dan kebudayaan modernisme sedang hancur
berkeping-keping. Ketika modernisme mati di sekeliling kita, kita sedang memasuki sebuah era baru-postmodern. Fenomena postmodern mencakup banyak
dimensi dari masyarakat kontemporer. Pada intinya, postmodern adalah suasana intelektual atau isme-
postmodernisme. Pemahaman modern menghubungkan kebenaran dengan rasio sehingga rasio dan logika menjadi tolak ukur kebenaran. Kaum postmodern
meragukan konsep kebenaran universal yang dibuktikan melalui usaha-usaha rasio. Mereka tidak mau menjadi rasio sebagai tolak ukur kebenaran. Postmodern
mencari sesuatu yang lebih tinggi dari pada rasio.
2.4 Kontruksi Sosial