BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil dan Mutu Paham Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS Medan, di Jalan Brigjend Katamso No. 51
Kampung Baru Medan.
3.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian meliputi pengumpulan dan pengolahan serat mesokarp kelapa sawit,
pembuatan ekstrak minyak serat mesokarp MSM, ekstrak dari transesterifikasi dan solvolitik misellisasi, karakterisasi sampel serta penentuan aktivitas
antioksidan dengan metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl DPPH.
3.3 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, alat pengepres, alat sentrifuse, alat fortex, kromatografi gas GC-
14B, Shimadzu, magnetic stirer, mikro pipet, neraca analitik, perangkat alat ekstraksi, penangas air, oven, rotari evaporator, spektrofotometer UV-Vis model
1700, Shimadzu, stopwatch.
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah limbah serat mesokarp kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq. Bahan kimia berkualitas pro analisis yaitu
1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl DPPH, BF
3,
etanol, heksan, iso-oktan, kloroform, KOH, metanol, NaOH, NaCl, penoftalein PP. Akuades, vitamin C dan CPO
sebagai pembanding.
3.4 Penyiapan Bahan
Penyiapan bahan penelitian meliputi pengambilan bahan serat mesokarp kelapa sawit dan pengolahannya.
3.4.1 Pengambilan bahan penelitian
Pengambilan bahan penelitian dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan bahan dari tempat lain. Sampel yang digunakan adalah
limbah serat mesokarp buah kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq. yang diambil dari pabrik kelapa sawit PTPN IV Pabatu di Serdang Bedagai, Sumatera Utara.
3.4.2 Pengolahan sampel
Limbah serat mesokarp buah kelapa sawit diambil dari hasil proses pengempaan screw press pada PKS lalu dikeringkan. Sampel ditimbang dan
direndam dalam pelarut heksan.
3.5 Pembuatan Pereaksi 3.5.1 Pembuatan larutan DPPH 200 ppm 0,5 mM
Sebanyak 19,7 mg DPPH ditimbang, kemudian dilarutkan dalam metanol hingga volume 100 ml Zuhra, et al., 2008.
3.5.2 Pembuatan penoftalein 1
Ditimbang 1 g serbuk PP, dimasukan dalam botol reagen 150 ml, kemudian ditambahkan etanol 95 sebanyak 100 ml Ditjen POM, 1995.
3.5.3 Pembuatan larutan NaOH metanolik 0,5 N
Ditimbang NaOH sebanyak 20 g kemudian masukan ke dalam labu tentukur 1 L, lalu tambahkan metanol hingga larut sempurna dengan magnetik
stirer dan cukupkan sampai garis tanda Ditjen POM, 1995.
3.5.4 Pembuatan larutan NaCl jenuh Ditimbang 36 g NaCl, masukkan ke dalam labu tentukur 100 ml lalu
tambahkan akuades hingga garis tanda kemudian diaduk sampai jenuh sempurna Ditjen POM, 1995.
3.5.5 Pembuatan KOH 0,1 N larutan standar
Ditimbang 0,1 g asam oksalat kemudian masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan tambahkan akuades 25 ml. Selanjutnya tambahkan 2-3 tetes indikator
PP, lalu dititrasi dengan KOH 0,1 N yang akan distandarisasi sampai merah jambu Ditjen POM, 1995.
Perhitungan: Normalitas larutan KOH
3.6 Pembuatan Ekstrak 3.6.1 Pembuatan ekstrak MSM
Pembuatan ekstrak MSM dilakukan berdasarkan metode yang telah dikembangkan oleh PPKS. Caranya: serat mesokarp yang telah dikeringkan
sebanyak 20 kg dimaserasi dengan pelarut n-heksan 1:4 di dalam wadah berwarna gelap, ditutup dan disimpan pada suhu kamar selama 1 hari, sambil
sering diaduk. Kemudian disaring, ampasnya dimaserasi kembali dengan n-heksan selama 1 hari menggunakan prosedur yang sama. Seluruh maserat dipekatkan
dengan bantuan alat rotary evaporator pada temperature ±40
o
C. Selanjutnya
disentrifuse dengan putaran 8 rpm untuk memisahkan minyak dengan lemak. Diambil lapisan atas dan diperoleh ekstrak MSM, kemudian dianalisa kadar
karotennya secara spektrofotometer UV-Visibel AOCS, 1989.
3.6.2 Pembuatan ekstrak dari transesterifikasi
Ekstrak MSM ditimbang sebanyak 1 L lalu dimasukan ke dalam labu cabang tiga, kemudian ditambahkan larutan NaOH metanolik. Campuran tersebut
dihomogenkan dengan alat stirer selama 2 jam pada suhu 70-80
o
C. Setelah homogen dipindahkan ke dalam corong pisah, lalu didiamkan selama 24 jam
sampai memisah. Ambil lapisan atas, kemudian dicuci dengan air hangat, pencucian dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh lapisan bawah yang jernih.
Diambil lapisan atas dan diperoleh ekstrak tansesterifikasi, kemudian di analisa kadar karotennya secara spektrofotometer UV-Visibel AOCS, 1989.
3.6.3 Pembuatan ekstrak dari solvolitik misellisasi
Sebanyak 100 ml ekstrak dari transesterifikasi dimasukkan ke dalam beaker glass, lalu ditambahkan metanol sebanyak 500 ml, kemudian dihomogenkan
dengan alat stirer selama 10 menit. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam corong pisah, didiamkan selama 1 jam sampai memisah sempurna. Diambil lapisan
bawah dan diperoleh ekstrak solvolitik misellisasi, kemudian di analisa kadar karotennya secara spektrofotometer UV-Visibel. Dilakukan pengulangan sampai
tiga kali Panjaitan, et al., 2009
3.7 Pemeriksaan Karakteristik 3.7.1 Penetapan kadar air serat mesokarp
Serat mesokarp ditimbang sebanyak 10 g ke dalam wadah yang sudah ditara. Selanjutnya dipanaskan di dalam oven pada suhu 110°C selama 3 jam,
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang setiap 30 menit pada periode pengeringan sampai diperoleh berat konstan.
3.7.2 Penetapan kadar air ekstrak MSM
Ekstrak MSM ditimbang sebanyak 5 g ke dalam cawan yang sudah ditara, kemudian panaskan dalam oven pada suhu 110°C selama 3 jam. Masukkan ke
dalam desikator sampai dingin, lalu timbang. Ulangi pemanasan dalam oven selama 30 menit dengan metode yang sama sampai diperoleh selisih berat antara 2
penimbangan berturut-turut tidak melebihi 0,02 SNI 01-2901-2006.
3.7.3 Analisa asam lemak bebas ALB
Ekstrak MSM ditimbang sebanyak 1 gr ke dalam erlenmeyer , kemudian ditambahkan alkohol netral sudah distandarisasi sebanyak 50 ml. Tambahkan
indikator PP sebanyak 2-3 tetes, kemudian dititrasi dengan KOH yang distandarisasi sampai terbentuk warna merah muda yang bertahan selama lebih
kurang 30 detik SNI 01-2901-2006.
3.7.4 Penetapan komposisi asam lemak secara kromatografi gas GC
Ekstrak transesterifikasi ditimbang sebanyak 0,025 g ke dalam tabung, lalu tambahkan 1,5 ml NaOH metanolik 0,5 N. Dipanaskan dalam penangas air pada
suhu 100ºC selama 5 menit, kemudian didinginkan pada suhu kamar, ditambahkan BF
3
2 ml dan dihomogenkan dengan fortex selama 1-2 menit dan dipanaskan kembali pada suhu 100ºC selama 30 menit. Kemudian ditambahkan iso-oktan
sebanyak 2,5 ml dan dihomogenkan dengan fortex kembali selama 1 menit. Tambahkan NaCl jenuh sebanyak 5 ml, ditutup kemudian dihomogenkan dengan
fortex. Ambil lapisan atas dan dimasukkan dalam vial, kemudian diinjeksikan ke alat GC sebanyak 1 µl.
3.7.5 Analisa kadar karoten
Ektrak MSM ditimbang 0,0400 g ke dalam labu tentukur 10 ml, lalu ditambahkan heksan sampai garis tanda LIB I. Kemudian diambil 100 µl LIB I
ke dalam labu tentukur 10 ml dan diencerkan dengan heksan sampai garis tanda. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang λ = 446 nm. Pekerjaan yang
sama dilakukan terhadap ekstrak dari transesterifikasi dan solvolitik misellisasi AOCS, 1989.
Kadar karoten Keterangan: V
= Volume Karoten yang telah diencerkan A
= Asobrbansi 383
= BM karoten dalam lemak W
= berat sampel yang ditimbang
3.8 Pengujian Kemampuan Antioksidan dengan Spektrofotometri Visibel
3.8.1 Prinsip metode penangkapan radikal bebas DPPH
Kemampuan sampel uji dalam meredam oksidasi DPPH 1-1-diphenyl-2- picryl-hidrazyl sebagai radikal bebas dalam larutan metanol sehingga terjadi
peredaman warna ungu DPPH dengan nilai IC
50
konsentrasi sampel uji yang mampu meredam radikal bebas sebesar 50 digunakan sebagai parameter untuk
menentukan aktivitas antioksidan sampel uji tersebut Sihombing, et al., 2009.
3.8.2 Pembuatan larutan blanko
Larutan DPPH 0,5 mM dipipet sebanyak 5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, dicukupkan volumenya dengan metanol sampai garis
tanda konsentrasi 40 µgml Molyneux, 2004.
3.8.3 Penentuan panjang gelombang absorbansi maksimum DPPH
Larutan DPPH konsentrasi 40 ppm dihomogenkan dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 515 - 520 nm Marxen, et al., 2007.
3.8.4 Pembuatan larutan induk sampel uji
Sebanyak 250 µl sampel uji kandungan karoten ekstrak MSM 3835 µgml; transesterifikasi 6514 µgml; solvolitik misellisasi 24400 µgml dipipet kemudian
dilarutkan dalam labu tentukur 25 ml dengan heksan, lalu volumenya dicukupkan dengan heksan sampai garis tanda konsentrasi MSM 38,35 µ gml; hasil
transesterifikasi 65,14 µ gml; hasil solvolitik misellisasi 244,00 µgml.
3.8.5 Pembuatan larutan uji 3.8.5.1 Pembuatan larutan uji ekstrak MSM
Larutan induk dipipet sebanyak 522 µl; 1040 µl; 1560 µl; 2080 µl, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml untuk mendapatkan
konsentrasi 2, 4, 6 dan 8 µgml, ke dalam masing-masing labu tentukur ditambahkan 2 ml kloroform, lalu dikocok. Setelah itu, ditambahkan 2 ml larutan
DPPH 0,5 mM konsentrasi 40 µgml lalu volume dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda, didiamkan di tempat yang gelap selama 60 menit, lalu diukur
serapannya pada spektrofotometer UV-Visibel.
3.8.5.2 Pembuatan larutan uji ekstrak dari transesterifikasi
Larutan induk dipipet sebanyak 307 µl; 614 µl; 921 µl; 1230 µl, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml untuk mendapatkan konsentrasi 2, 4, 6
dan 8 µ gml, ke dalam masing-masing labu tentukur ditambahkan 2 ml larutan DPPH 0,5 mM konsentrasi 40 µgml lalu volume dicukupkan dengan metanol
sampai garis tanda, didiamkan di tempat yang gelap selama 60 menit, lalu diukur serapannya pada spektrofotometer UV-Visibel .
3.8.5.3 Pembuatan larutan uji ekstrak dari solvolitik misellisasi
Larutan induk dipipet sebanyak 82 µl; 164 µl; 246 µl; 328 µl, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml untuk mendapatkan konsentrasi 2, 4, 6
dan 8 µgml, ke dalam masing-masing labu tentukur ditambahkan 2 ml kloroform, lalu dikocok. Setelah itu, ditambahkan 2 ml larutan DPPH 0,5 mM
konsentrasi 40 µgml lalu volume dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda, didiamkan di tempat yang gelap selama 60 menit, lalu diukur serapannya
pada spektrofotometer UV-Visibel.
3.8.6 Pembuatan larutan induk vitamin C
Sebanyak 10 mg vitamin C ditimbang kemudian dilarutkan ke dalam labu tentukur 10 ml dengan metanol lalu dicukupkan dengan metanol sampai garis
tanda konsentrasi 1000 µgml.
3.8.7 Pembuatan larutan vitamin C
Larutan induk dipipet sebanyak 10 µl, 20 µl, 30 µl, 40 µl kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml untuk mendapatkan
konsentrasi 1 µgml, 2 µgml, 3 µgml, 4 µgml, kemudian dalam masing-masing labu tentukur ditambahkan 2 ml larutan DPPH 0,5 mM konsentrasi 40 µgml
lalu volume dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda, didiamkan ditempat yang gelap selama 60 menit, lalu diukur serapannya pada spektrofotometer UV-
Visibel.
3.8.8 Pembuatan larutan induk CPO
Jumlah karoten CPO adalah 550 ppm. Sebanyak 2,5 ml CPO dipipet kemudian dilarutkan dalam labu tentukur 25 ml dengan heksan lalu volumenya
dicukupkan dengan heksan sampai garis tanda konsentrasi 55 µgml.
3.8.9 Pembuatan larutan CPO
Larutan induk dipipet sebanyak 363 µl; 727 µl; 1090 µl; 1450 µl, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml untuk mendapatkan konsentrasi 2, 4, 6
dan 8 µgml, ke dalam masing-masing labu tentukur ditambahkan 2 ml kloroform, lalu dikocok. Selanjutnya ditambahkan 2 ml larutan DPPH 0,5 mM
konsentrasi 40 µgml lalu volume dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda, didiamkan ditempat yang gelap selama 60 menit, lalu diukur serapannya
pada spektrofotometer UV-Visibel.
3.9 Penentuan Persen Peredaman
Kemampuan antioksidan diukur sebagai penurunan absorbansi larutan DPPH peredaman warna ungu DPPH akibat adanya penambahan larutan uji.
Nilai absorbansi larutan DPPH sebelum dan sesudah penambahan larutan uji tersebut dihitung sebagai persen peredaman Molyneux, 2004.
Peredaman = x 100
Keterangan : A
kontrol
= Absorbansi larutan uji yang tidak mengandung sampel A
sampel
= Absorbansi larutan uji yang mengandung sampel
3.10 Penentuan nilai Inhibitory Concentration IC
50
Nilai IC
50
merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi sampel uji dan pembanding µ gml yang memberikan peredaman DPPH sebesar 50
mampu menghambat meredam proses oksidasi sebsar 50. Nilai 0 berarti tidak mempunyai aktivitas antioksidan, sedangkan nilai 100 berarti peredaman
total dan pengujian perlu dilanjutkan dengan pengenceran larutan uji untuk
melihat batas konsentrasi aktivitasnya. Hasil perhitungan dimasukkan ke dalam persamaan regresi dengan konsentrasi ekstrak µgml sebagai absis sumbu X
dan nilai peredaman antioksidan sebagai ordinatnya sumbu Y Molyneux, 2004.
Rumus meentukan nilai IC
50
:
Keterangan: Y = variabel terikat IC
50
X = variabel bebas Konsentrasi ekstrak a = intersep
b = koefisien regresislop
Secara spesifik, suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC
50
kurang dari 50 µgml, kuat untuk IC
50
bernilai 50-100 µgml, sedang jika IC
50
bernilai 100-150 µgml, dan lemah jika IC
50
bernilai 151-200 µgml Molyneux, 2004.
Y = a + b X
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Hasil analisis kandungan karoten secara spektrofotometri dari ektrak MSM,
transesterifikasi, dan solvolitik misellisasi berturut-turut adalah 3835 ppm, 6514 ppm, 24400 ppm. Selain karoten juga terdapat vitamin E dimana ekstrak
MSM mengandung σ-tokotrienol 11,30, γ-tokotrienol 41,21, α-tokotrienol 11,71, σ-tokopherol 6,61, α-tokopherol 29,17, pada ekstrak
transesterifikasi mengandung σ-tokotrienol 60,86, γ-tokotrienol 33,,21, α- tokotrienol 0, σ-tokopherol 3,78, α-tokopherol 2,15, dan pada ekstrak
solvolitik misellisasi mengandung σ-tokotrienol 36,15, γ-tokotrienol 57,05, α-tokotrienol 0, σ-tokopherol 5,64, α-tokopherol 1,02,
2. Hasil aktivitas antioksidan vitamin C dan CPO lebih kuat dari ketiga ekstrak
tersebut. Hasil aktivitas antioksidan yang dapat meredam radikal bebas DPPH dengan nilai IC
50
pada ekstrak MSM, transesterifikasi dan solvolitik misellisasi secara berturut-turut sebesar 6,9 ppm; 16,12 ppm; dan 19,9 ppm sedangkan
pada vitamin C dan CPO sebesar 1,29 ppm dan 4,6 ppm.
5.2 Saran
Disarankan peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian mengenai pemanfaatan ekstrak dari setiap proses ekstraksi sebagai bahan dasar pembuatan
sediaan farmasi, misalnya kream dan gel serta melakukan analisa makroskopik dari serat mesokap buah kelapa sawit.