2.8 Transesterifikasi
Reaksi transesrifikasi merupakan proses reaksi penyempurnaan dari pembuatan biodiesel. Pada reaktor transesterifikasi, minyak dan lemak yang
belum tereaksi pada proses esterifikasi dikonversikan menjadi biodiesel pada tahap ini. Bahan baku tambahan berupa katalis basa dan metanol dimasukkan ke
dalam reaktor ini. Kondisi reaktor dipertahankan pada tekanan 1 atm dan temperatur 70 C Prihandana, et al., 2006.
Katalis yang digunakan adalah NaOH karena lebih murah dibanding KOH, dan volume katalis ditentukan berdasarkan metode titrasi yang kisaran 1,3-1,5
dari volume minyak. Lamanya waktu operasi tergantung pada mutu minyak. Minyak yang bermutu rendah membutuhkan waktu operasi yang relatif lebih lama
2 kali lipat dibanding waktu yang dibutuhkan untuk memproses minyak bermutu standar Prihandana, et al., 2006.
Tahapan proses transesterifikasi adalah sebagai berikut:
Gambar 2.5 Tahapan proses transesterifikasi
Faktor utama yang mempengaruhi rendemen ester yang dihasilkan pada reaksi transesterifikasi adalah rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis
katalis yang digunakan, suhu reaksi, waktu retensi, kandungan air, dan kandungan asam lemak bebas pada bahan baku yang dapat menghambat reaksi. Faktor lain
yang mempengaruhi adalah jenis alkohol yang digunakan pada reaksi. Pada proses transesterifikasi, selain menghasilkan biodiesel, hasil sampingannya adalah
gliserol. Gliserol ini dapat dimanfaatkan dalam pembuatan sabun, dan berperan sebagai pelembab moistourising Hambali, et al., 2006.
2.9 Solvolitik Misellisasi
Modifikasi proses penjemputan karotenoid melalui rute ester tengah dikembangkan, dimana penjumputan karotenoid melalui rute ester lebih efektif
dibandingkan rute CPO. Beberapa penelitian yang menggunakan rute ester antara lain ekstraksi pelarut atau solvolitik misellisasi SM Lamria dan Siahaan, 2006.
Prinsip SM adalah pemisahan dua komponen melalui pembentukan misella antara karotenoid dan ester oleh pelarut mayor dan minor. Pelarut mayor bersifat non
polar dan pelarut minor bersifat polar. Beberapa penelitian melaporkan bahwa alkohol berantai pendek, seperti metanol dan etanol paling efektif berperan
sebagai pelarut mayor Rivani, et al, 2009. Ketika pelarut mayor dicampurkan secara berlebih ke ester maka akan
terbentuk misella karotenoid yang menyebar pada lapisan ester. Misela karotenoid terbentuk karena sebagian besar asam lemak dalam ester terlarut dalam pelarut
mayor menjadi bagian hidrofilik. Sebagian asam lemak lainnya akan tetap berikatan dengan ester dan membentuk bagian hidrofobik, kemudian pelarut air
ditambahkan untuk mengurangi kelarutan metanol terhadap ester. Akibatnya, misela karotenoid hidrofobik akan bergabung dan tersuspensi menjadi lapisan
kaya karotenoid Lamria dan Siahaan, 2006. Kelebihan proses SM dibanding proses lain adalah lebih sederhana, mudan dan efektif.
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil dan Mutu Paham Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS Medan, di Jalan Brigjend Katamso No. 51
Kampung Baru Medan.
3.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian meliputi pengumpulan dan pengolahan serat mesokarp kelapa sawit,
pembuatan ekstrak minyak serat mesokarp MSM, ekstrak dari transesterifikasi dan solvolitik misellisasi, karakterisasi sampel serta penentuan aktivitas
antioksidan dengan metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl DPPH.
3.3 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, alat pengepres, alat sentrifuse, alat fortex, kromatografi gas GC-
14B, Shimadzu, magnetic stirer, mikro pipet, neraca analitik, perangkat alat ekstraksi, penangas air, oven, rotari evaporator, spektrofotometer UV-Vis model
1700, Shimadzu, stopwatch.
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah limbah serat mesokarp kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq. Bahan kimia berkualitas pro analisis yaitu