42
BAB III
FENOMENA DAN DAMPAK FANGIRL DI JEPANG
3.1 Fenomena Fangirl di Jepang
Di Jepang, masyarakatnya dikenal sebagai masyarakat yang individualis serta malu untuk merepotkan orang lain. Masyarakat Jepang menjadi jarang
melakukan komunikasi terhadap sesamanya karena beberapa faktor, contohnya sibuk bekerja atau belajar, tidak ingin mengganggu orang lain atau pun karena
memang tidak ingin melakukan interaksi sosial. Mereka melakukan banyak aktivitas secara sendiri. Masyarakat Jepang yang sedikit berkomunikasi pada
akhirnya memilih teknologi atau pergi ke pusat hiburan untuk menetralisir stress akibat kepenatan rutinitas yang mereka jalani sehari-hari. Contohnya perempuan-
perempuan Jepang yang gemar menonton televisi.
Menurut Galbraith dan Karlin, bagi pengiklan televisi, penonton perempuan adalah target utama, terutama karena peran penting mereka sebagai
konsumen dalam masyarakat Jepang. Dibandingkan dengan pendekatan lain untuk mendapatkan perhatian pemirsa, penekanan pada selebriti dalam iklan televisi
Jepang sebagian besar difungsikan untuk penonton perempuannya 2012, p.77. Maka dari itu pada pertelevisian Jepang dapat dengan mudah ditemukan artis-artis
Johnny and Associates sebagai bintangnya. Hal ini lah yang kemudian menjadi awal pengenalan perempuan-perempuan Jepang sehingga pada akhirnya menjadi
fangirl Johnnys.
43
Para fangirl yang sudah menikmati dunianya akan semakin sulit untuk beradaptasi. Mereka cenderung lebih suka bergaul dengan sesama fangirl daripada
dengan orang lainnya. Hal ini dikarenakan ketika seseorang menjadi fangirl maka masyarakat normatif akan menganggap diri mereka berbeda. Mereka yang
berfantasi dengan dunia yang mereka ciptakan seolah memiliki tembok pemisah bagi masyarakat non-fans untuk berkomunikasi. Tetapi hal ini seakan tidak
menjadi masalah bagi mereka asalkan kehidupan mereka tetap dipenuhi oleh idolanya. Hal ini lah yang menjadi landasan akan fenomena sosial Fangirl di
Jepang saat ini.
Fangirl yang terobsesi dengan idolanya cenderung melakukan banyak hal yang dianggap masyarakat biasa sebagai hal yang membuang-buang waktu dan
perilaku membeli berbagai macam pernak-pernik yang berhubungan dengan idolanya dianggap sebagai perilaku konsumeris yang berlebihan. Tetapi hal ini
bukanlah menjadi masalah bagi mereka. Seperti yang dituturkan Matsumoto Galbraith dan Karlin, 2012 p.108 “Kami benar-benar bersedia untuk
menghabiskan uang kami pada cerita-cerita hidup yang tak direncanakan idola milik Johnny and Associates. Kami menikmati menonton cerita-cerita beranjak
dewasa mereka -- melihat mereka berkompetisi dengan sengit melawan ratusan pesaing remaja, mengalahkan mereka hingga akhirnya menaiki tangga mereka
sendiri untuk menjadi idola papan atas.”
Dengan kata lain, mereka melakukan segala kegiatan Fangirling secara sukarela tanpa adanya paksaan karena menganggap itu sebagai hal yang wajar dan
sebuah keharusan untuk mendukung idolanya hingga menjadi bintang terkenal.
44
Di sisi lain, banyak juga masyarakat yang menganggap hal itu sebagai hal yang wajar dan manusiawi. Karena mengidolakan selebritis atau public figure lainnya
dapat terjadi pada siapa saja. Contohnya banyak ditemukan penggemar dari kalangan anak-anak dan orang dewasa pada konser boy band asuhan Johnny and
Associates.
Gambar 3.1.1 Seorang nenek yang merupakan penggemar setia Arashi
Dewasa ini, eksistensi fangirl terhadap boy band sudah sangat meluas hingga seluruh penjuru Jepang. Keberadaan mereka perlahan sudah menjadi
bagian dari kehidupan masyarakat Jepang. Hal ini terbukti dari semakin berkembangnya boy band-boy band naungan Johnny and Associates baik mereka
yang sudah debut sampai pada mereka yang nantinya akan didebutkan. Konser yang diadakan oleh boy band Johnnys juga selalu dihadiri oleh ratusan ribu
bahkan jutaan penonton di Jepang.
45
3.2 Dampak Positif Fangirl di Jepang Terhadap