86
BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGELOLA MAL TERHADAP PELANGGARAN
HAK CIPTA YANG DILAKUKAN OLEH PENYEWA MENURUT UNDANG
–UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA
A. Bentuk Perjanjian antara Pengelola dan Penyewa Mal
Bentuk perjanjian antara pengelola dan penyewa mal termasuk dalam bentuk perjanjian sewa menyewa. Sewa menyewa merupakan suatu bentuk
perjanjian yang bersifat perseorangan dan bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan perjanjian sewa menyewa ini kepemilikan terhadap objek
sewa tersebut tidaklah beralih kepada penyewa tetapi tetap menjadi hak milik dari yang menyewakan. Sewa menyewa tidak memindahkan hak milik dari si yang
menyewakan kepada si penyewa. Oleh karenanya selama berlangsungnya masa persewaan pihak yang menyewakan harus melindungi pihak penyewa dari segala
gangguan dan tuntutan pihak ke tiga atas benda atau barang yang disewanya agar pihak penyewa dapat meniknati barang atau benda yang disewanya dengan bebas
selama masa sewa berlangsung.
116
Syarat-syarat perjanjian sewa-menyewa haruslah berpedoman pada syarat- syarat sah dan terjadinya perjanjian seperti yang diatur dalam Pasal 1320 KUH
Perdata, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak yang melakukan perjanjian, para pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut haruslah cakap bertindak
dalam hukum, harus ada objek yang diperjanjikan dan haruslah mengenai suatu hal yang halal. Hal tersebut juga termasuk dengan jelas pada memori penjelasan
Pasal 4 2 Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 yang menyebutkan
116
M.Yahya Harahap, Op.Cit., hlm.19.
Universitas Sumatera Utara
bahwa, hubungan sewa-menyewa umumnya tercipta karena ada kata sepakat antara pihak pemilik dan penyewa. Suatu perjanjian merupakan dasar yang umum
untuk hubungan sewa-menyewa.
117
Langkah awal dalam melaksanakan suatu perjanjian sewa menyewa terlebih dahulu haruslah ada persetujuan dan kesepakatan diantara pihak penyewa
dengan pihak yang menyewakan yang bersifat bebas dan secara sukarela tanpa adanya suatu paksaan dan tekanan dari pihak manapun juga, dan dalam
kesepakatan tersebut haruslah dengan itikad baik tanpa adanya suatu unsur penipuan ataupun bentuk perbuatan melawan hukum lainnya.
Syarat lain yang mendasari suatu perjanjian sewa menyewa adalah suatu hal objek tertentu, dengan maksud objek atau barang dalam suatu perjanjian
sewa menyewa haruslah tertentu dan bertujuan untuk mempermudah terjadinya pelaksanaan perjanjian tersebut untuk lebih mempermudah hak dan kewajiban
yang harus dipikul pihak penyewa dan yang menyewakan juga terhadap kemungkinan yang timbul dikemudian hari.
118
Isi dan ketentuan yang diatur dalam perjanjian sewa menyewa ini haruslah bersifat halal dalam arti tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban
umum dan kesusilaan, karena apabila isi serta ketentuan-ketentuan yang diatur dalam ketentuan yang diatur dalam perjanjian sewa menyewa tersebut tidak halal
atau bertentangan dengan hukum, maka perjanjian demikian batal demi hukum. Suatu perjanjian sewa menyewa yang diperbuat tanpa suatu sebab adalah
117
R.Subekti, Op.Cit., hlm.98
118
Moegini Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum Jakarta : Peadnya Pramita, 1979, hlm.75.
Universitas Sumatera Utara
merupakan perjanjian yang tidak mempunyai kekuatan hukum atau diperbuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang Pasal 1335 KUH Perdata.
119
Perjanjian sewa meyewa antara pengelola dan penyewa mal dituangkan dalam suatu kontrak baku. Kontrak baku adalah kontrak yang klausul-klausulnya
telah ditetapkan atau dirancang oleh salah satu pihak. Kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 1 KUH Perdata sangat ideal jika para
pihak yang terlibat dalam suatu kontrak posisi tawar menawarnya seimbang antara satu dengan yang lain.
120
Apabila dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak tidak seimbang, pihak lemah biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul-
betul bebas untuk menentukan apa yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal demikian pihak yang memiliki posisi lebih kuat biasanya menggunakan
kesempatan tersebut untuk menentukan klausul-klausul tertentu dalam kontrak baku sehingga perjanjian yang seharusnya dibuat atau dirancang oleh para pihak
yang terlibat dalam perjanjian, tidak ditemukan lagi dalam kontrak baku karna format dan isi kontrak dirancang oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat.
121
Pihak yang menjadi perancang klausul-klausulnya dalam hal ini adalah pengelola mal. Namun pihak pengelola mal tidak dibenarkan membuat klausul-
klausul untuk menghindarkan dirinya dari memenuhi kewajiban yang seharusnya menjadi tanggungjawabnya. Misalnya, pengelola mal mencantumkan suatu
klausul dalam kontrak perjanjian sewa menyewa yang berisi pengelola mal tidak bertanggung jawab atas pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh penyewa di
tempat perdagangan yang dikelolanya. Hal ini menunjukkan bahwa pengelola mal
119
Ibid., hlm. 76.
120
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007 hlm. 39.
121
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
berusaha untuk melepaskan dirinya dari tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 10 UUHC yang berisi pengelola tempat
perdagangan dilarang membiarkan penjualan danatau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta danatau hak terkait di tempat perdagangan yang
dikelolanya. Contoh surat perjanjian antara pengelola mal dan penyewa dapat dilihat di bagian lampiran.
B. Tanggung Jawab Pengelola Mal Terhadap Pelanggaran Hak Cipta yang Dilakukan Oleh Penyewa Menurut UUHC No. 28 Tahun 2014.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta ternyata belum mampu menekan angka pembajakan di Indonesia, oleh karenanya
pemerintah berusaha untuk memaksimalkan kinerjanya dalam meminimalisir angka pembajakan di Indonesia dengan mengeluarkan Undang-Undang Hak Cipta
terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta untuk menggantikan undang-undang yang terdahulu. Undang Undang Nomor 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 16 Oktober 2014.
Munculnya aturan-aturan hukum yang ada dibidang hak cipta pada dasarnya dimunculkan dalam rangka upaya preventif untuk mencegah terjadinya
pelanggaran-pelanggaran di bidang hak cipta dan juga munculnya atauran hukum tersebut dapat digunakan sebagai upaya represif ketika memang terjadi
Universitas Sumatera Utara
permasalahan dibidang hak cipta.
122
Terdapat beberapa hal yang baru dibahas di dalam UUHC ini, secara garis besar dapat dirumuskan antara lain:
123
1. Perlindungan hak cipta dilakukan dengan waktu lebih panjang sejalan dengan
penerapan aturan di berbagai negara, sehingga jangka waktu perlindungan hak cipta di bidang tertentu diberlakukan selama hidup pencipta ditambah 70
tujuh puluh tahun setelah pencipta meninggal dunia. 2.
Pelindungan yang lebih baik terhadap hak ekonomi para pencipta danatau pemilik hak terkait, termasuk membatasi pengalihan hak ekonomi dalam
bentuk jual putus sold flat. 3.
Penyelesaian sengketa secara efektif melalui proses mediasi, arbitrase atau pengadilan, serta penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana.
4. Pengelola tempat perdagangan bertanggung jawab atas tempat penjualan
danatau pelanggaran hak cipta danatau hak terkait di pusat tempat perbelanjaaan yang dikelolanya.
5. Hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan objek
jaminan fidusia. 6.
Menteri diberi kewanangan untuk menghapus ciptaan yang sudah dicatatkan, apabila ciptaan tersebut melanggar norma agama, norma susila, ketertiban
umum, pertahanan dan keagamaan negara, serta ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait menjadi anggota lembaga
manajemen kolektif agar dapat menarik imbalan atau royalti.
122
Arif Lutviansori, Hak Cipta dan Perlindungan Folkor di Indonesia Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010 hlm. 83.
123
Lihat penjelasan umum UUHC Nomor 24 Tahun 2014.
Universitas Sumatera Utara
8. Pencipta danatau pemilik hak terkait mendapat imbalan royalti untuk ciptaan
atau produk hak terkait yang dibuat dalam hubungan dinas dan digunakan secara komersial.
9. Lembaga manajemen kolektif yang berfungsi menghimpun dan mengelola hak
ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait wajib mengajukan permohonan izin operasional kepada menteri.
10. Penggunaan hak cipta dan hak terkait dalam sarana multimedia untuk
merespon perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Namun penelitian ini hanya fokus membahas Pasal 10 dan Pasal 114
UUHC. Pelaksanaan hak cipta dalam implementasinya merupakan suatu bentuk proses interaksi beberapa pihak. Interaksi itu dapat terjadi antara pihak pemegang
hak cipta, penikmat ciptaan, atau antara pemegang hak cipta dengan pihak di bidang industri yang memanfaatkan ciptaan tersebut, dan sebagainya. Terkadang
dalam proses interaksi tersebut tidak selamanya berjalan mulus yang pada akhirnya menimbulkan gesekan-gesekan masalah antara pihak-pihak yang
berkepentingan.
124
Sangatlah penting bagi semua pihak di Indonesia untuk memberikan perhatian yang serius terhadap hak kekayaan intelektual terutama hak cipta karena
pertama, hak cipta mengandung budaya berfikir rasional, budaya berfikir kreatif, budaya bekerja atau berkarya, dan budaya menghormati karya atau jerih payah
orang lain. Macam-macam budaya tersebut sangat diperlukan jika ingin membangun masyarakat atau negara yang maju. Kedua, perkembangan dunia
telah memasuki babak baru bahwa barang-barang yang dilindungi oleh hak cipta
124
Arif Lutviansori, Op.Cit., hlm. 83.
Universitas Sumatera Utara
sudah menjadi komoditi yang bernilai tinggi secara ekonomi. Semakin banyak negara menghasilkan karya hak cipta semakin besar peluang meningkatkan devisa
negara. Ketiga, kecerdasan, kreativitas, dan kecepatan bertindak manusia adalah kunci memenangkan persaingan kemajuan antar negara. Jika negara tetap tidak
fokus untuk menjaga budaya hak cipta, budaya mencipta yang membutuhkan kecerdasan, kreativitas, dan kecepatan bertindak tidak akan berkembang. Jika
budaya mencipta tidak berkembang, seterusnya masyarakat hanya akan menjadi pembeli atau konsumen produk-produk asing.
125
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju telah memungkinkan para pelaku tindak pidana di bidang hak cipta untuk melakukan
tindak pidana yang nyaris sempurna khususnya dibidang perekaman. Perbuatan si pembajak biasanya baru dapat diketahui setelah berjalan cukup lama. Dengan kata
lain si pembajak telah sempat menikmati keuntungannya yang besar dari hasil pembajakannya. Hal ini memungkinkan si pembajak dapat berpindah tempat,
keadaan seperti ini dapat menyulitkan proses penyelesaian permasalahan hak cipta sampai tuntas.
126
Suatu perbuatan dikatakan sebagai perbuatan pelanggaran hak cipta apabila perbuatan tersebut melanggar hak eksklusif dari pencipta atau pemegang
hak cipta. Pada dasarnya pelanggaran hak cipta terjadi jika materi hak cipta digunakan tanpa izin oleh pencipta dan harus ada kesamaan antara dua karya yang
ada. Terdapat beberapa jenis pelanggaran hak cipta yang sering terjadi di mal, antara lain:
127
125
Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia Bandung : PT.Alumni, 2008 hlm. 261.
126
Widyopramono, Op.Cit., hlm 16.
127
Kurniadi Saranga, “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana
Universitas Sumatera Utara
1. Pelanggaran langsung Pelanggaran langsung adalah perbuatan yang melanggar hak cipta secara
langsung atau perbuatan yang melanggar hak eksklusif pencipta atas ciptaannya untuk memperbanyak atau memproduksi, mengumumkan, dan
menyewakan, suatu ciptaan tanpa izin pemegang hak cipta. Bentuk pelanggaran memperbanyak atau mengumumkan suatu ciptaan
yang dilarang dalam UUHC dapat dibagi menjadi dua jenis perbuatan berikut ini :
a. Memperbanyak dengan cara reproduksi. Undang-Undang Hak Cipta telah merumuskan secara luas perbuatan mengumumkan dan memperbanyak
suatu ciptaan secara tanpa hak. Sebagai contoh tindakan yang dilakukan oleh pengelola mal untuk menggandakan kaset DVD bajakan tanpa ada
izin dari pencipta. b. Memperbanyak suatu ciptaan secara materil. Selain memperbanyak suatu
ciptaan dengan cara reproduksi suatu ekspresi ide dari suatu ciptaan menjadi ciptaan lainnya dalam bentuk materiil, perbuatan menggandakan
atau memperbanyak suatu ciptaan juga dapat dilakukan dalam bentuk perbuatan materiil. Perbuatan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai
cara misalnya, menyalin kembali, memuat gambar yang sama, memfotokopi, merekam ulang, atau mengcopy suatu ciptaan.
Cara untuk menilai ada tidaknya pelanggaran hak cipta dikenal pendekatan yang disebut substantial similarity approach. Berdasarkan
pendekatan ini ada beberapa elemen yang dipergunakan untuk menguji
Pembajakan Software,” Skripsi, Ilmu Hukum, Universitas Hasanuddin Makassar, 2013, hlm. 43.
Universitas Sumatera Utara
apakah suatu ciptaan merupakan reproduksi dari ciptaan yang sudah ada sebelumnya. Elemen-elemen tersebut adalah:
1 Adanya suatu koneksi atau hubungan antara satu ciptaan dengan ciptaan yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
2 memiliki kesamaan substansi antara kedua ciptaan, dan 3 telah berwujud dalam suatu bentuk materil yang dapat dilihat, diraba,
didengar, atau digunakan. 2. Pelanggaran tidak langsung
Pelanggaran tidak langusung dibidang hak cipta pada umumnya berkaitan dengan ciptaan yang merupakan hasil dari pelanggaran hak cipta atas ciptaan
lain. Secara konvensional, pelanggaran secara tidak langsung terhadap hak cipta dilakukan dengan cara memperdagangkan atau mengimpor barang hasil
pelanggaran hak cipta. Sebagai contoh penyewa mal mengimpor patung bajakan dari luar negeri dengan harga yang jauh lebih murah dari barang asli
tanpa merasa curiga dengan selisih harga yang relatif jauh. 3. Turut serta membantu melakukan pelanggaran
Praktek penegakan hukum hak cipta oleh pihak lain yang tidak secara langsung melakukan pelanggaran juga dapat dimintai pertanggungjawaban
hukumnya sebagai pelaku, yaitu dalam hal pemberian bantuan atau turut serta melakukan tindak pidana. Dalam KUHPerdata diatur tentang dua jenis
perbuatan yang juga dianggap sebagai pelaku tindak pidana, yaitu penyertaan serta membantu terjadinya atau terwujudnya suatu tindak pidana. Delik
penyertaan diatur dalam Pasal 55 KUHPerdata yang menyaratkan pelaku baru dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya sebagai pelaku peserta tindak
Universitas Sumatera Utara
pidana jika pelaku memiliki kesamaan niat atau tujuan dengan pelaku lainnya. Sedangkan delik pembantuan diatur dalam Pasal 56 KUHPerdata yang
membagi dua bentuk perbuatan yang digolongkan sebagai perbuatan membantu terjadinya tindak pidana medeplichtige, yaitu memberi bantuan
pada saat terjadinya kejahatan atau pada saat mempersiapkan tindak pidana dilakukan dengan cara memberikan kesempatan, sarana, atau keterangan
untuk melakukan tindak pidana. Baik tindak pidana penyertaan maupun pembantuan dalam melakukan suatu pelanggaran hak cipta digolongkan
sebagai pelanggaran secara tidak langsung. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan dunia perdagangan baik
yang berupa eceran, dalam skala kecil ataupun menengah, dan perdagangan eceran modern dalam sekala besar mendorong meningkatnya kasus pelanggaran
hak cipta di Indonesia terutama di tempat perbelanjaan seperti mal. Tidak hanya konsumen dan penjual produk yang perlu waspada terhadap
transaksi produk bajakan, para pengelola gedung pertokoan atau pusat perbelanjaan juga bertanggung jawab untuk memastikan tidak adanya transaksi
produk bajakan di tempat tersebut. Hadirnya Undang-Undang Hak Cipta yang baru merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan perlindungan bagi para
konsumen di Indonesia terhadap berbagai ancaman keamanan dan kerugian akibat penggunaan produk bajakan.
Pasal 10 menjelaskan bahwa pengelola tempat perdagangan dilarang untuk membiarkan penjualan danatau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta
danatau hak terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya. Hal ini dapat diartikan bahwa ketika pengelola mal lalai dalam menjaga dan memperhatikan
Universitas Sumatera Utara
tempat perdagangannya dimana ada penyewa yang dengan sengaja menjual barang bajakan ataupun yang melakukan pelanggaran hak cipta maka bukan
hanya penyewa tersebut yang dikenai sanksi melainkan pengelola mal juga akan dikenakan sanksi sesuai dengan UUHC.
Kenyataanya selama ini pengelola mal tidak merasa bertangung jawab atas pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh penyewannya sehingga pengelola mal
tidak peduli terhadap barang-barang yang diperjualbelikan di tempat perdagangan yang dikelolanya. Pengelola mal hanya fokus untuk memikirkan uang sewa.
Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pengelola mal harus memperhatikan barang-barang apa saja yang diperjualbelikan
oleh penyewa. Pengelola mal yang terbukti melanggar ketentuan Pasal 10 UUHC maka
pengelola tersebut akan dikenakan Pasal 114 yang menjelaskan bahwa setiap orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan
sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan danatau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta danatau hak terkait di tempat perdagangan yang
dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 seratus juta rupiah. Pasal 114 tersebut
hanya memberikan sanksi berupa denda tanpa ada sanksi penjara. Berdasarkan ketentuan Pasal 10 dan Pasal 114 tersebut dapat dilihat bahwa
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tersebut memaksa pengelola mal untuk ikut bertanggung jawab dalam terjadinya pelanggaran hak cipta. Dalam arti
pengelola mal harus benar-benar memperhatikan barang-barang apa saja yang diperjualbelikan di malnya. Apabila pengelola mal tidak mengetahui terjadi
Universitas Sumatera Utara
pelanggaran hak cipta di tempat perdagangan yang dikelolanya, tidak melepaskan dirinya dari tanggung jawab dikarnakan Pasal 10 UUHC telah merumuskan
pengertian bahwa pengelola mal harus memperhatikan malnya dan tidak dibenarkan membiarkan transaksi penjualan ataupun penggandaan barang bajakan
dan melepaskan diri dari tanggung jawab.
C. Upaya Pengelola Mal dalam Pencegahan Pelanggaran Hak Cipta.