1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Beberapa negara termasuk Indonesia menekankan fungsi pendidikan formal sebagai tempat latihan serta persiapan tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan
lapangan akan tenaga kerja. Terlepas dari berbagai permasalahan yang ada adalah bagaimana menjadikan pendidikan berguna bagi kehidupan manusia sehingga murid-
murid di sekolah merasa sesuai dan merasa terpisah dari masyarakat dan lingkungannya.
Pendidikan berkenaan dengan perkembangan dan perubahan perilaku anak didik, transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan
lainnya. Pendidikan adalah proses mengajar dan belajar pola-pola kelakuan manusia
menurut apa yang diharapkan oleh masyarakat.
1
Akhir-akhir ini ramai dibicarakan tentang perlunya pembaharuan pendidikan guna menjawab setiap permasalahan
kehidupan manusia. Berbagai faktor serta aspek penyelenggaraan pendidikan telah digarap oleh para ahli demi kemajuan pendidikan masyarakat.
1
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, edisi. 2, Cet.I, hlm.10.
Awalnya efektifitas pendidikan lebih menekankan peranan guru dengan tujuan untuk menguasai materi pelajaran daripada memprioritaskan metode pembelajaran
yang berkaitan dengan kualitas guru. Sebagian besar metode yang diterapkan oleh guru kurang mengembangkan memotivasi potensi otak, seperti peserta didik hanya
dipersiapkan untuk hanya mau mendengar dan menerima seluruh informasi, sehingga apa yang dipelajari di sekolah tidak integratif dengan kehidupan sehari-hari.
Akibatnya murid lebih bersifat pasif dan hanya tinggal menerima apa yang disuguhkan oleh guru. Kurikulum sepenuhnya direncanakan dan disusun oleh guru
atau sekolah tanpa mempertimbangkan kebutuhan murid. Dalam abad ke-20 ini terjadi perubahan besar mengenai konsepsi pendidikan
dan pengajaran. Perubahan tersebut membawa perubahan pula dalam cara belajar- mengajar di sekolah dan cara pengajaran lama sebagaimana tercantum di atas, kini
berangsur-angsur beralih menuju ke arah penyelenggaraan sekolah progresif, sekolah kerja, sekolah pembangunan dan sekolah yang menggunakan metode CBSA cara
belajar siswa aktif
2
dan PAIKEM pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Untuk mengembangkan sistem nilai pendidikan dibuat suatu paradigma pendidikan yang diimplementasikan dalam sebuah undang-undang. Dalam hal ini
pemerintah bekerjasama dengan lembaga DPR mengeluarkan UU No. 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional SISDIKNAS. Dalam UU No. 20 tahun 2003 ayat 2
ditegaskan “bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
yang Maha Esa serta ahklak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang”.
3
Untuk itu seluruh komponen warga wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara.
2
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, hlm.3.
3
Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam UU SISDIKNAS, Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam Depag, 2003, cet III, hlm.33.
Dalam menyikapi tuntutan dan kebutuhan masyarakat dewasa ini yang semakin mendesak
perlu adanya
upaya-upaya pembaharuan,
pengembangan dan
pemberdayaan sistem pendidikan nasional agar sistem yang ada mampu menghadapi berbagai tantangan. Di antara upaya yang dilakukan perlu adanya perumusan kembali
paradigma dan visi pendidikan agar hasil yang diharapkan dari proses pembelajaran tersebut lebih berdaya guna dan siap menghadapi kebutuhan masyarakat. Untuk itu
pendidikan dalam keluarga perlu dikembangkan sedemikian rupa sehingga bersinergi dengan pendidikan di sekolah
Dalam rangka pelaksanaan pendidikan nasional, peranan keluarga sebagai lembaga pendidikan semakin tampak dan penting. Peranan keluarga terutama dalam
penanaman sikap dan nilai hidup, pengembangan bakat dan minat serta pembinaan bakat dan kepribadian.
4
Melalui pendidikan terbentuklah kepribadian seseorang. Boleh dikatakan hampir seluruh kelakuan individu dipengaruhi orang lain.
5
Menurut ketentuan umum, Bab 1 pasal 1 undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, menjelaskan
bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
6
Sedangkan pada pasal 7 ayat 1 No. 20 tahun 2003 dan penjelasannya mengemukakan bahwa orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan
pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.
7
Dengan demikian, pendidikan di keluarga oleh undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, diakui sangat penting peranannya dalam upaya pendidikan pada
umumnya, sehingga berarti tanpa adanya pendidikan keluarga yang terlaksana dengan
4
Fuad Ikhsan, Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005, cet.IV, hlm.58.
5
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan…,hlm.11.
6
Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru..., hlm.34.
7
Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru..., hlm.39.
baik maka pembentukan kepribadian yang diharapkan oleh tujuan pendidikan nasional akan sulit dapat diwujudkan oleh lembaga-lembaga pendidikan selanjutnya
karena dasar-dasar kepribadiannya kurang terbentuk dengan baik waktu di lingkungan keluarga.
8
Carel Gustav Jung memberikan pernyataan bahwa psikologis seorang anak erat kaitannya dengan psikologis orang tuanya. Bahkan seluruh keluarga dapat
memperlihatkan reaksi yang banyak persamaannya. Oleh karena itu konsekuensi praktis bagi orang tuanya yang tidak dengan sadar mempengaruhi anak-anaknya
adalah bahwa kepribadian orang tua mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam membentuk watak anak dibandingkan dengan ajaran yang lain
9
Kesulitan yang dihadapi dalam hubungan antara keluarga adalah masalah kondisi kelas sosial, pada umumnya anak yang berasal dari keluarga yang mampu
lebih unggul bila dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Akibatnya hal ini akan menghambat pertumbuhan mental dan perkembangan
psikologisnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga adalah kelas sosial
ekonomi orang tua. Pada keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan
yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi
daripada orang tua dengan kelas sosial bawah.
10
Keadaan sosial ekonomi keluarga mempunyai pengaruh terhadap perkembangan anak-anak. Apabila kita perhatikan bahwa dengan adanya perekonomian yang cukup,
lingkungan yang dihadapi oleh anak di dalam keluarganya akan lebih luas sehingga ia mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan bermacam-macam
8
Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005, cet.I, hlm. 24-25.
9
Frieda Fordham, Pengantar Psikologi C.G Jung Teori-Teori dan Teknik Psikologi Kedokteran, Jakarta: Bakhtara Karya Aksara, 1998, hlm.92-94.
10
Http:www Rajawana.comartikelkesehatandukungankeluargahtml26-11-2009
kecakapan, yang mana kecakapan-kecakapan tersebut tidak mungkin dapat dikembangkan kalau tidak ada prasarananya.
11
Misalnya seseorang yang berbakat seni musik tidak mungkin mengembangkan bakatnya kalau tidak ada alat-alat
musiknya. Bagi keluarga yang orang tuanya berpenghasilan tinggi, tidak akan sulit dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan tingkat yang demikian mereka mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan anaknya dalam proses
belajar mengajar. Dengan terpenuhinya kebutuhan yang dirasakan itu akan menumbuhkan semangat untuk belajar serta menciptakan konsentrasi belajar pada
anak didik, sehingga anak didik akan fokus perhatiannya dalam pembelajaran yang berlangsung. Hal ini akan menyebabkan anak didik tersebut termotivasi untuk belajar
lebih giat lagi. Lain halnya dengan anak didik yang berasal dari orang tua berpenghasilan rendah,
mereka akan memusatkan perhatiannya pada kebutuhan sehari-hari dari penghasilan yang diterimanya. Keadaan ini akan berpengaruh pada anak didik untuk termotivasi
dalam proses pembelajaran sehingga sulit untuk memperoleh prestasi yang baik. Motivasi merupakan perilaku yang akan menentukan kebutuhan needs atau
wujud perilaku mencapai tujuan. Seseorang yang termotivasi untuk mendapatkan sesuatu, maka ia akan berusaha memenuhi kebutuhan needs tersebut.
12
Senada dengan penyelidikan yang dilakukan oleh Pintner dan Levy terhadap anak-anak sekolah khususnya yang berkaitan dengan kekhawatiran yang akan dialami
oleh anak sekolah akan berdampak negatif bagi pertumbuhan psikologis anaknya, terutama dalam motivasi belajar yang disebabkan oleh orang tua terlalu sibuk dengan
pekerjaan, kurang perhatian, acuh tak acuh dan pendidikan orang tua yang rendah.
13
11
W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, Bandung: Rapika Aditama, 2004, cet.I, hlm.181.
12
Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta: Gaung Persada Press, 2009, cet.VI, hlm.82.
13
Winarno Surahmad, Psikologi Pemuda Sebuah Pengantar dalam Perkembangan Pribadi dan Interaksi Sosialnya, Bandung: Jemmars, 1980, cet.II, hlm.81.
Kondisi inilah yang terjadi saat ini di MTs.N 8 Jakarta. Kebanyakan siswa yang berasal dari golongan dengan status ekonominya menengah kebawah, Di mana mata
pencaharian orang tua mereka yang mayoritas sebagai buruh, antara lain tukang ojek, penjual koran, tukang kebun, pedagang, kuli bangunan, pembantu rumah tangga dan
ada sebagian kecil dari mereka yang berprofesi sebagai guru. Kondisi ini berpengaruh pada motivasi belajar siswa MTs. N 8. Jakarta seperti,
malas belajar, tidak semangat belajar dan rendah diri.
14
Hal ini menunjukkan bahwa faktor eksternal dapat menghambat siswa dalam berprestasi seperti status latar
belakang ekonomi keluarga yang kurang mendukung efektifitas pembelajaran. Dari latar belakang masalah di atas menarik perhatian penulis untuk meneliti
tentang bagaimana motivasi belajar siswa yang terdapat di MTs.N 8 Jakarta, yang mayoritas mereka berasal dari golongan ekonomi yang menengah ke bawah. Motivasi
belajar penting artinya dalam proses belajar siswa, karena fungsinya yang dapat mendorong, menggerakkan dan mengarahkan kegiatan belajar. Karena itu prinsip-
prinsip pergerakan motivasi belajar sangat erat kaitannya dengan prinsip-prinsip belajar itu sendiri.
15
Berdasarkan latar belakang di atas penyusun mengasumsikan adanya implikasi yang cukup signifikan. Implikasi tersebut terkait dengan dampak kondisi ekonomi
keluarga terhadap
motivasi belajar
siswa. Dengan
demikian peneliti
memformulasikan dan tertarik untuk meneliti: “IMPLIKASI DAMPAK KONDISI EKONOMI KELUARGA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA MTS.
N. 8 JAKARTA”.