dengan pilar ekonomi yang kuat. Terpenuhinya kebutuhan keluarga sangat berpengaruh pada kondisi psikologis anggota keluarga.
47
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ekonomi keluarga kaya dapat menunjang kebutuhan yang diharapkan sesuai dengan keinginan, dengan kekayaan
mereka dapat memenuhi segala keperluan kegiatan belajarnya, meneruskan belajarnya sampai ke jenjang yang lebih tinggi sehingga mereka dapat mewujudkan
cita-cita mereka.
b. Ekonomi Keluarga Miskin
Suparlan menyatakan, kemiskinan adalah sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau
golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung
nampak pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin.
48
Kemiskinan adalah suatu hal yang relatif dan didefinisikan secara sosial, apa yang dianggap miskin dalam suatu masyarakat adalah sejahtera bagi masyarakat lainnya
dan keadaan yang sama terjadi juga di dalam suatu masyarakat.
49
Zainal Abidin Ahmad dalam bukunya Dasar-Dasar Ekonomi Islam, mengatakan bahwa orang yang miskin adalah orang yang berjuang mencari penghidupan tetapi
pendapatannya tidak mencukupi kebutuhannya.
50
Sumber masalah yang menyebabkan ekonomi keluarga berpengaruh pada perkembangan psikologis anak adalah faktor yang kurang mendukung dari aspek
ekonomi keluarga yang miskin, seperti rendahnya tingkat upah, posisi tawar menawar
47
Mufidah Ch, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, Malang: UIN Malang Press, 2008, cet I, hlm.151.
48
Abu Ahmadi dkk, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991, Cet II, hlm.326.
49
Peter Worsley, Pengantar Sosiologi: Sebuah Pembanding, Jilid 2, Terjemahan dari Hartono Hadikusumo, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya , 1992, cet I, hlm.162.
50
Zainal Abidin Ahmad, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, Jakarta: Bulan Bintang , 1977, hlm. 128.
yang lemah dalam menentukan harga, rentan terhadap kebutuhan yang mendesak karena tidak punya tabungan serta kemampuan yang lemah dalam mengantisipasi
peluang ekonomi.
51
Yang termasuk dalam golongan ini adalah kaum buruh, pedagang kaki lima, penghuni pemukiman yang kumuh, pedagang asongan, yang tidak terpelajar dan
terlatih atau apa yang dengan kata asing disebut unskilled labour. Golongan miskin ini meliputi juga para pengusaha tanpa modal dan tanpa fasilitas dari pemerintah yang
sekarang dapat dinamakan golongan ekonomi sangat lemah Sujatmoko, 1981: 46- 61.
52
Di kota-kota besar di Indonesia, misalnya di Jakarta, acapkali anak-anak mereka mengalami kekosongan oleh karena kebutuhan dan bimbingan langsung dari orang
tuanya tidak ada atau kurang sama sekali. Hal ini karena keluarga mengalami disorganisasi, pada keluarga-keluarga yang secara ekonomis kurang mampu, keadaan
tersebut disebabkan karena orang tua harus mencari penghasilan, sehingga tak ada waktu sama sekali untuk mengasuh anak-anaknya. Sedangkan pada keluarga yang
mampu, persoalannya adalah karena orang tua terlalu sibuk dengan urusan-urusan di luar rumah dalam rangka memperkembangkan prestisenya. Keadaan tersebut
ditambah lagi dengan kurangnya tempat-tempat rekreasi, atau bila tempat-tempat tersebut ada biayanya mahal. Perumahan yang tidak memenuhi syarat, tidak
mampunya orang tua untuk menyekolahkan anaknya, mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan sosiologis anaknya.
53
Jika orang tua tidak berlebihan mendidik anak atau orang tua menginginkan anaknya supaya mempunyai nilai-nilai prestasi maka diharapkan mereka akan
tumbuh dengan motivasi yang tinggi dalam dirinya. Umumnya pola pengasuhan ini dapat dijumpai dalam keluarga kelas ekonomi menengah, khususnya di kalangan
pengusaha. Sedangkan keluarga dengan tingkat ekonomi rendah, seringkali menerapkan pola pengharapan terlalu dini. Dalam pola tersebut anak hanya dianggap
sebagai beban oleh orang tua mereka. Dorongan yang masih terlalu dini ini jarang
51
Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, Jakarta: Arcan, 1991, cet.I, hlm.121.
52
J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto ed, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta: Kencana, 2007, edisi 2, cet.III, hlm.179.
53
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali, 1988, edisi. baru, cet. IX, hlm.357.
sekali mendorong anak menjadi orang yang percaya pada diri sendiri. Hal itu membuat anak takut, merasa tidak dibutuhkan dan merasa tidak mampu bila jauh dari
rumah.
54
Kondisi ekonomi ini bukan hanya mempengaruhi perkembangannya, tetapi juga akan mempengaruhi perilakunya sehari-hari. Kesulitan dan kekurangan-kekurangan
di bidang ekonomi akan mempengaruhi penampilan dan cara-cara ia berinteraksi dengan lingkungannya. Walaupun demikian, hal itu dapat dilihat pula karena adanya
faktor-faktor umum dalam situasi keluarga yang dapat memberikan pengaruh yang menguntungkan atau yang memberikan pengaruh yang menghambat perkembangan
sosial seseorang. Oleh karena itu standar ekonomi keluarga merupakan faktor utama untuk menentukan sejauh mana keperluan tanggung jawab keluarga yang patut untuk
dipenuhi.
55
Dari beberapa uraian di atas penulis mengambil ksimpulan bahwa yang dimaksud kemiskinan ialah objek pribadi seseorang yang belum dapat memenuhi
kebutuhan sepenuhnya, karena dalam memenuhi kebutuhan pokok, untuk makan misalnya, mereka harus berjuang keras agar kebutuhan itu terpenuhi. Dengan
demikian kebutuhan pokok lainnya seperti kebutuhan sekolah misalnya, belum dapat terpenuhuhi karena kondisi ekonomi keluaga yang serba kekurangan.
4. Fungsi Ekonomi Keluarga