Jika masalah telah terjadi dan tidak dapat dihindari, maka dapat dilakukan upaya penyelesaian masalah secara kuratif yang dapat diwujudkan melalui
langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mencari akar penyebab terjadinya masalah
2. Mencari solusi untuk masalah dengan semangat win-win solution 3. Utamakan penyelesaian dengan cara damai melalui mediasi
4. Penyelesaian dengan jalur hukum melalui pengadilan
5. Islam dan Waralaba Waralaba dalam Pandangan Hukum Ekonomi
Islam
Pola waralaba dalam pelaksanaannya lebih menekankan kepada dua masalah pokok, yaitu hak cipta dan kemitraan usaha.
Hak cipta dalam Islam diakui sebagai haqqul ibtikar yang pada akhirnya dikategorikan sebagai manfaat dan atas penggunaannya tersebut
dapat dikenakan sewa ujroh yang dalam sistem waralaba biasa disebut
dengan franchisee fee. Sedangkan dari segi kemitraan, waralaba merupakan
contoh aplikatif dari bentuk syirkah yang telah diaplikasikan di zaman Rasulullah
, bahkan juga di zaman Jahiliyah dahulu di mana pembagian keuntungan dalam waralaba menggunakan sistem bagi hasil yang juga biasa
digunakan dalam bentuk syirkah.
34
a. Tinjauan dari Aspek Hak Cipta
34
Darmawan Budi Suseno, Waralaba Syariah, h. 48.
Hak cipta dalam sistem waralaba ini meliputi logo, merk, buku petunjuk pengoperasian bisnis, brosur atau pamflet serta arsitektur tertentu
yang berciri khas dari usahanya. Imbalan dari penggunaan hak cipta ini adalah pembayaran fee awal dari pihak terwaralaba kepada pihak
pewaralaba. Dikarenakan bahwa hasil karya cipta adalah pekerjaan akal dan
merupakan karya, maka ia adalah juga disebut harta. Al-Daraini, sebagaimana dikutip oleh Darmawan.
35
Sesuatu yang asalnya belum merupakan harta, apabila di kemudian hari tampak manfaatnya, ia akan
menjadi harta selama memberikan manfaat bagi manusia secara umum. Oleh karena itu, sebagaimana sebuah harta, maka setiap
pemanfaatan hak cipta pun dapat diukur nilainya dengan materi. Dalam hal ini akad yang paling tepat untuk digunakan adalah ijaroh menyewa
hak cipta sebuah usaha waralaba selama seberapa periode disertai dengan timbal balik berupa materi.
b. Tinjauan dari Aspek Kemitraan Usaha
Persekutuan dalam Islam dikenal dengan istilah syirkah musyarokah.
Musyarokah adalah akad kerjasama atau percampuran antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang
halal dan produktif dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan
35
Ibid., h. 87.
dibagikan sesuai nisbah yang disepakati dan resiko yang ditanggung sesuai porsi kerjasama.
36
Dalam suatu persekutuan yang paling utama adalah adanya distribusi hak yang diperoleh masing-masing sekutu. Hak tersebut akan
diperoleh manakala kewajiban yang merupakan ketentuan yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak tersebut telah dilaksanakan. Hak dan
kewajiban di sini sifatnya dinamis dan relatif tergantung pada kemampuan seseorang untuk melakukan kuantitas dan kualitas.
37
Unsur-unsur yang lazim ada dalam persekutuan bentuk waralaba adalah:
38
1. Kesepakatan Perjanjian Waralaba, dalam hukum Islam biasa
diistilahkan dengan ijab dan qabul. 2.
Pelaku Pewaralaba dan Terwaralaba Dalam hal ini, pewaralaba bertindak sebagai pihak yang memasukkan
tenaganya dan ide yang berupa hak cipta ke dalam persekutuan. Sedangkan terwaralaba sebagai pihak yang bersekutu dengan
memasukkan modal dalam persekutuan dan dapat juga turut serta dalam pengelolaan waralabanya.
39
36
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Perbankan Syariah, Jakarta, Zikrul Hakim, 2004, h. 51.
37
Darmawan, Waralaba Syariah, h. 90.
38
Ibid., h. 96.
39
Ibid., h. 98 – 99.
3. Peralatan alat sarana yang digunakan dalam operasional bisnis
waralaba yang bisa disebut modal 4.
Keuntungan bagi-hasil, didasarkan atas kesepakatan bersama berdasarkan prosentase kewajiban yang diberikan oleh masing-masing
pihak. Secara garis besar konsep waralaba tidak bertentangan dengan hukum
Islam. Hal-hal sebagai berikut dapat dijadikan tolak ukur untuk menilai suatu waralaba yang tidak bertentangan dengan syariat Islam:
1. Menanamkan kejujuran dan kehalalan dalam berbisnis
40
2. Mengusahakan tercapainya manfaat bagi seluruh pihak dan
mengutamakan maslahat umum di atas kepentingan pribadi
41
3. Adanya kebebasan ijab-qabul dalam melaksanakan perjanjian
42
4. Tidak mengandung unsur maghrib maysir, ghoror, dan riba, jenis-jenis
transaksi yang dilarang dalam Islam
43
5. Menjauhkan diri dari perselisihan dan melakukan upaya-upaya yang
membawa kepada perdamaian
44
Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya konsep pengembangan bisnis melalui sistem waralaba
40
Syarifuddin R. A., Bisnis Halal Bisnis Haram, Jombang, Lintas Media, 2007, h. 13.
41
Ibid., h. 15.
42
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta, Gema Insani Press, 1997, h. 203.
43
Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Jakarta, Rajawali Pers, 2006, h. 29.
44
Syarifuddin, Bisnis Halal Bisnis Haram, h. 164.
tidak bertentangan dengan syariat Islam baik dalam hal pemanfaatan hak cipta ataupun mekanisme operasional kemitraan usahanya, dengan catatan
bahwa produk yang diwaralabakan halal dan tetap mengacu pada ketentuan- ketentuan yang telah dijabarkan di atas.
Namun, walaupun bisnis waralaba sangat menjanjikan, akan tetapi setiap usaha bisnis yang dijalankan pasti tidaklah luput dari resiko kerugian
sekecil apapun itu, oleh karena itu pengelolaan bisnis secara profesional merupakan tuntutan persyaratan yang mutlak untuk mencapai sebuah
keberhasilan. Untuk itu, diperlukan suatu pemikiran yang cermat apabila pengusaha telah mengambil keputusan untuk terjun dalam bisnis waralaba ini.
Dengan kata lain sebelum memutuskan untuk memasuki sebuah bisnis waralaba harus terlebih dahulu dilakukan analisa usaha untuk meminimalisir
resiko kerugian yang akan terjadi nantinya. Dalam hal ini penulis akan
mencoba melakukan analisis SWOT untuk menganalisis objek waralaba yang
akan dikaji.
B. KONSEP ANALISIS SWOT SEBAGAI FORMULASI STRATEGI