Pengertian Waralaba Konsep Waralaba

BAB II KONSEP WARALABA DAN PENDEKATAN ANALISIS SWOT

A. Konsep Waralaba

1. Pengertian Waralaba

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, waralaba diartikan sebagai: 1. Bentuk kerjasama dalam bidang usaha dengan bagi hasil sesuai kesepakatan; 2. Hak mengelola atau hak pemasaran. 11 Sedangkan menurut Karamoy, sebagaimana dikutip oleh Darmawan Budi Suseno, kata waralaba pertama kali diperkenalkan oleh Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen LPPM, sebagai padanan dari kata franchise. 12 Franchise diterjemahkan sebagai “waralaba,” gabungan dari kata “wara” yang berarti istimewa dan “laba” yang berarti keuntungan sehingga dapat diartikan sebagai usaha yang dapat memberikan keuntungan secara istimewa. Selanjutnya berkembang katafranchising sebagai pewaralabaan dari suatu jenis usaha, franchisor berarti pemilik waralaba atau pemberi waralaba dan franchisee sebagai pihak penerima waralaba. 13 11 DepDikNas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Pusat Bahasa, 2008, ed. xiv, h. 1556. 12 Darmawan Budi Suseno, Waralaba Syariah, Yogyakarta, Cakrawala Publishing, 2008, h. 43. 13 Deden Setiawan, Franchise Guide Series, Jakarta, Dian Rakyat, 2007, h. 3. Waralaba adalah terjemahan bebas dari kata franchise di mana menurut Peraturan Pemerintah RI No.16 tahun 1997 tgl. 18 Juni 1997, sebagaimana dikutip oleh Pietra Sarosa, pengertian waralaba adalah suatu bentuk kerja sama di mana pemberi waralaba franchisor memberikan izin kepada penerima waralaba franchisee untuk menggunakan hak intelektualnya, seperti nama, merk dagang produk dan jasa, dan sistem operasi usahanya. Sebagai timbal baliknya, penerima waralaba membayar suatu jumlah seperti franchisee fee dan royalty fee. 14 Sedangkan menurut Gunawan Widjaya, pada dasarnya waralaba merupakan salah satu bentuk pemberian lisensi, hanya saja agak berbeda dengan pengertian lisensi pada umumnya, waralaba menekankan pada kewajiban untuk mempergunakan sistem, metode, tata cara, sistem pemasaran dan penjualan maupun hal-hal lain yang telah ditentukan oleh pemberi waralaba secara eksklusif, serta tidak dilanggar maupun diabaikan oleh penerima lisensi. 15 Dapat disimpulkan bahwa waralaba adalah bentuk kerja sama di mana pemberi waralaba franchisor memberikan manfaat kepada penerima waralaba franchisee berupa nama, merk dagang, SOP, manajemen, dan unsur lainnya yang terkait, selama jangka waktu tertentu. Dan atas pemberian manfaat tersebut pihak franchisee dikenakan sejumlah biaya tertentu serta 14 Pietra Sarosa, Mewaralabakan Usaha Anda, Jakarta, Elex Media Computindo, 2006, cet.II, h. 2. 15 Gunawan Widjaya, Waralaba, Jakarta, Rajawali Pers, 2001, h. 12. kewajiban-kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang telah disepakati dengan pihak franchisor. Konsep franchise mengalami perkembangan yang sangat pesat di Amerika, oleh perusahaan mesin jahit Singer sekitar tahun 1850-an. Kala itu, Singer membangun jaringan distribusi hampir di seluruh daratan Amerika untuk menjual produknya. Disamping menjual mesin jahit, para distributor tersebut juga memberikan pelayanan purna jual dan suku cadang . Jadi para distributor tidak semata-mata menjual mesin jahit, akan tetapi juga memberikan layanan perbaikan dan perawatan kepada konsumen. 16 Di Indonesia sendiri sistem waralaba mulai dikenal sejak tahun 1950- an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya. 17 Adalah pengusaha Es Teller 77 yang pertama-tama mempopulerkan model waralaba di Indonesia. 18 Kurang lebih sejak tahun 90-an dunia bisnis Indonesia mulai marak dengan pola waralaba ini, baik dari perusahaan asing maupun perusahaan 16 Deden Setiawan, Franchise Guide Series, h. 13. 17 “Sejarah Waralaba,” artikel diakses pada 21 Februari 2009 dari http:id.wikipedia.orgwikiwaralaba 18 Darmawan Budi Suseno, Waralaba Syariah, h. 12. lokal. 19 Sektor bisnis yang diwaralabakan meliputi minimarket retail, makanan, restoran, salon, pendidikan, kerajinan, bisnis center, garment, jewelry, laundry , hiburan, dsb. Fenomena ini bisa jadi sangat menarik, sebab sejak Indonesia memasuki masa krisis di tahun 1997-an, ekonomi Indonesia digambarkan dalam kondisi yang sangat terpuruk. Akan tetapi, dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sistem waralaba mampu bertahan bahkan dapat berkembang dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya di tingkat lapangan, ekonomi Indonesia lebih bergairah daripada yang digambarkan orang selama ini. 20 Secara khusus pengaturan mengenai waralaba di Indonesia dapat kita temukan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 16 th. 1997 tentang waralaba, hak dan kewajiban antara franchisor dengan franchisee serta kewajiban franchisee untuk mendaftarkan perjanjian waralabanya di DepPerinDag. Peraturan mengenai waralaba juga tercantum dalam Keputusan MenPerinDag RI No. 259 MPP Kep 7 1997 tgl. 30 Juli 1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba, 21 serta Permendag No. 12 thn. 2006 tentang Ketentuan dan Tata cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba. Pemerintah juga mengeluarkan PP No. 42 2007 tentang waralaba yang menggantikan PP No. 16 1997 karena dianggap terlalu memihak kepada pewaralaba. Dalam PP. No. 42 2007 ini sanksi akan 19 Ibid., h. 1. 20 Ibid.,h. 2. 21 Gunawan Widjaya, h. 75-76. dikenakan kepada kedua pihak yang tidak menaati ketentuan, di mana franchisor berkewajiban untuk menentukan prospektus usaha waralabanya dan franchisee berkewajiban untuk mendaftarkan perjanjian waralaba. Sanksi tersebut secara tegas disebutkan dalam Permendag No. 31 2008 yang diterbitkan pada 21 Agustus 2008. 22

2. Jenis-jenis waralaba