Strategi pengembangan bisnis waralaba Lembaga Pendidikan Primagama

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS WARALABA

LEMBAGA PENDIDIKAN PRIMAGAMA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

Oleh:

DEWI IRMA FITRIANI

NIM: 104046101578

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 7 Juli 2009


(3)

STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS WARALABA

LEMBAGA PENDIDIKAN PRIMAGAMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) Oleh:

Dewi Irma Fitriani NIM: 104046101578

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Hotnida Nasution, S. Ag., MA. Rosdiana, M.A.

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS WARALABA

LEMBAGA PENDIDIKAN PRIMAGAMA telah diujikan dalam sidang Munaqosyah Fakultas Syariah dan Hukuim Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 5 Agustus 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).

Ciputat, 5 Agustus 2009 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN

Ketua : Dr. Euis Amalia, M.Ag.

NIP. 150 289 264 ( ... ) Sekretaris : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag.

NIP. 150 318 308 ( ... ) Pembimbing I : Hotnida Nasution, S.Ag., M.A.

NIP. 150 282 631 ( ... ) Pembimbing II: Rosdiana, M.A.

NIP. 150 327 332 ( ... ) Penguji I : H. Abdul Wahab Abd. Muhaimin, Lc. M.A.

NIP. 150 238 774 ( ... ) Penguji II : Dr. Euis Amalia, M.Ag.


(5)

STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS WARALABA

LEMBAGA PENDIDIKAN PRIMAGAMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) Oleh:

Dewi Irma Fitriani NIM: 104046101578

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Hotnida Nasution, S. Ag., MA. Rosdiana, M.A.

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(6)

ABSTRAKSI

Konsep bisnis waralaba menjadi salah satu strategi alternatif bagi UKM untuk memberdayakan dan mengembangkan perekonomian di masa mendatang. Melalui proses kemitraan waralaba yang saling menguntungkan antara UKM (investor/ franchisee) dengan franchisor (pemilik waralaba) ataupun sebaliknya, diharapkan akan membuat UKM menjadi lebih kuat dan mandiri.

Dengan keunikan yang dimilikinya, waralaba menawarkan berbagai keuntungan bagi pihak-pihak yang terkait di dalamnya. Bagi franchisor, konsep waralaba dapat menjadi alternatif untuk mempermudah expansi usaha yang dimilikinya. Sedangkan bagi franchisee sendiri dengan adanya konsep waralaba ini, ia tidak lagi harus memulai usaha dari nol, tapi hanya tinggal meneruskan setengah perjalanan yang telah dimulai oleh franchisor sebelumnya. Dengan demikian, peluang kegagalan yang akan diterimanya pun dapat ditekan seminimal mungkin.

Namun demikian, sebagaimana umumnya sebuah bisnis, usaha yang dijalankan dengan sistem waralaba pun masih berpeluang menerima resiko kerugian. Di sinilah pentingnya untuk merumuskan strategi yang cerdas dan jitu yang dapat dimanfaatkan menjadi sebuah peluang yang memihak kepada pelaku usaha. Dalam hal ini, kita bisa mempergunakan analisis SWOT untuk merumuskan rencana dan strategi usaha dengan cara memanfaatkan setiap kekuatan dan peluang yang ada untuk digabungkan dengan kelemahan dan tantangan yang dihadapi agar dapat diminimalisir sekecil mungkin. Di sinilah penulis akan mencoba untuk merumuskan alternatif rencana dan strategi bisnis yang disusun berdasarkan faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor-faktor eksternal (peluang dan tantangan) yang terdapat dalam tubuh Primagama.

Di sisi lain, penulis juga melakukan tinjauan kesyari’ahan terhadap strategi pengembangan bisnis waralaba Primagama. Secara garis besar, aspek kesyari’ahan yang dapat dilihat dari konsep bisnis waralaba terdiri dari tiga hal pokok, yakni aspek pemanfaatan hak cipta, aspek kemitraan usaha, dan aspek penyelesaian masalah yang terjadi. Berdasarkan ketiga hal tersebut, dapat terlihat hal-hal yang akan mengindikasikan tentang kesesuaian konsep bisnis waralaba yang dijalankan Primagama dengan nilai-nilai dan aturan syari’ah.


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya tanpa jemu. Sesungguhnya, hanya karena kemurahan hati-Nyalah sehingga akhirnya penulis dapat juga menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW beserta seluruh keluarga, sahabat dan juga ummatnya yang senantiasa setia berjuang menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari terdapat banyak kendala yang menghambat langkah penulis untuk merampungkan skripsi ini dengan segera. Namun, berkat bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Euis Amalia, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Muamalat dan H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag. selaku Sekretaris Jurusan Muamalat.

3. Dr. H. Muhammad Taufiki, M. Ag. Selaku Pembimbing Akademik penulis

4. Ibu Hotnida Nasution, S. Ag., MA. dan Ibu Rosdiana, MA. selaku Dosen Pembimbing skripsi penulis yang telah memberikan arahan, saran, dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.


(8)

Bekasi,

5. Ir. H. Siyamto Hendro selaku Manajer Area Jabotabek Lembaga Pendidikan Primagama yang telah bersedia meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

6. Pimpinan Perpustakaan yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi perpustakaan di lingkungan perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum.

7. Orangtua tercinta yang selalu membimbing dan men-support penulis baik moril maupun materiil tanpa pernah mengeluh dan berputus asa.

8. Saudari-saudari penulis; Jamila Dianasari, S.P., Rifda Kurnia Islami, S.pd., dan Firda Aulia yang turut memberikan kontribusinya serta motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. K.H. Bahruddin dan Umi serta teman-teman Ma’had Daar el-Hikam yang telah memberikan banyak pelajaran berharga bagi penulis tentang kenikmatan dan karunia Allah yang tak pernah terbatas ruang dan waktu.

10.Teman-teman mahasiswa jurusan Perbankan Syari’ah angkatan 2004 yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya, semoga ilmu yang kita miliki dapat bermanfaat di dunia dan akhirat.

11.Rekan-rekan tutor dan staff Bimbingan Belajar Gama ’88 yang sudah sangat pengertian dan toleransi untuk memberikan keluangan waktu bagi penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Kiranya skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun kritik dan saran dari para pembaca sangat diharapkan untuk kesempurnaannya, besar harapan penulis agar skripsi ini bisa bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi penulis dan masyarakat seluruhnya.

14 Sya’ban 1430 H 5 Agustus 2009 M


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……….. i

DAFTAR ISI ………. iii

DAFTAR TABEL ……….. v

DAFTAR DIAGRAM ……… vi

DAFTAR GRAFIK ……… vii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……….. 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……… 7

D. Metode Penelitian ……… 8

BAB II: KONSEP WARALABA DAN PENDEKATAN ANALISIS SWOT A. Konsep Waralaba ………. 14

B. Konsep Analisis SWOT sebagai Formulasi Strategi ……… 31

BAB III: PROFIL LEMBAGA PENDIDIKAN & WARALABA PRIMAGAMA A. Company Profile Primagama ……… 38 B. Mekanisme Pengelolaan dan Pengembangan Waralaba Primagama. 47

BAB IV: ANALISIS SWOT DAN ANALISIS KESYARIAHAN TERHADAP WARALABA PRIMAGAMA


(10)

A. Pendekatan Analisis SWOT terhadap Strategi Pengembangan

Bisnis Waralaba Primagama ………... 62

B. Analisis Kesyariahan terhadap Strategi Pengembangan Bisnis Waralaba Primagama ……….. 75

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ………... 90

B. Saran ……….. 92

DAFTAR PUSTAKA ……… 93


(11)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Jumlah Perusahaan Franchise di Indonesia Berdasarkan 8

Asalnya ... 3

2. Tabel 2 Review Kajian Terdahulu tentang Waralaba ... 10

3. Tabel 3 Objek Kajian Penelitian Skripsi yang Dilaksanakan ... 11

4. Tabel 4 Kebaikan Usaha Waralaba bagi Franchisor dan Franchisee ... 24

5. Tabel 5 Keburukan Usaha Waralaba bagi Franchisor dan Franchisee .... 25

6. Tabel 6 Matriks SWOT Faktor-faktor IFAS dan EFAS ... 36

7. Tabel 7 Ketentuan Penjualan Franchise Tahun Ajaran 2008/ 2009 ... 53


(12)

DAFTAR DIAGRAM

1. Diagram 1 Hubungan Kemitraan Pewaralaba dan Terwaralaba ... 19 2. Diagram 2 Hak dan Kewajiban antara Franchisor dan Franchisee secara

Umum ... 20 3. Diagram 3 Unsur-unsur dalam Waralaba ... 22 4. Diagram 4 Kuadran Analisis SWOT ... 35 5. Diagram 5 Struktur Kepengurusan Unit Usaha Lembaga Pendidikan

Primagama ... 43 6. Diagram 6 Struktur Organisasi Kantor Pusat Operasional Primagama ... 44 7. Diagram 7 Flow Chart Proses Penjualan Waralaba Primagama ... 55


(13)

DAFTAR GRAFIK

1. Grafik 1 Grafik Pertumbuhan Jumlah Siswa Bimbingan Belajar

Primagama ... 61 2. Grafik 2 Grafik Pertumbuhan Cabang Bimbingan Belajar Primagama .. 61


(14)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Jumlah Perusahaan Franchise di Indonesia Berdasarkan

Asalnya ... 3

2. Tabel 2 Review Kajian Terdahulu tentang Waralaba ... 10

3. Tabel 3 Objek Kajian Penelitian Skripsi yang Dilaksanakan ... 11

4. Tabel 4 Kebaikan Usaha Waralaba bagi Franchisor dan Franchisee ... 24

5. Tabel 5 Keburukan Usaha Waralaba bagi Franchisor dan Franchisee .... 25

6. Tabel 6 Matriks SWOT Faktor-faktor IFAS dan EFAS ... 36

7. Tabel 7 Ketentuan Penjualan Franchise Tahun Ajaran 2008/ 2009 ... 53


(15)

DAFTAR DIAGRAM

1. Diagram 1 Hubungan Kemitraan Pewaralaba dan Terwaralaba ... 19 2. Diagram 2 Hak dan Kewajiban antara Franchisor dan Franchiseesecara

Umum ... 20 3. Diagram 3 Unsur-unsur dalam Waralaba ... 22 4. Diagram 4 Kuadran Analisis SWOT ... 35 5. Diagram 5 Struktur Kepengurusan Unit Usaha Lembaga Pendidikan

Primagama ... 43 6. Diagram 6 Struktur Organisasi Kantor Pusat Operasional Primagama ... 44 7. Diagram 7 Flow Chart Proses Penjualan Waralaba Primagama ... 55


(16)

DAFTAR GRAFIK

1. Grafik 1 Grafik Pertumbuhan Jumlah Siswa Bimbingan Belajar

Primagama ... 61 2. Grafik 2 Grafik Pertumbuhan Cabang Bimbingan Belajar Primagama .. 61


(17)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendekatan bisnis melalui sistem waralaba/ franchising merupakan salah satu strategi alternatif bagi pemberdayaan UKM untuk mengembangkan ekonomi dan UKM di masa mendatang. UKM harus mampu membesarkan dirinya secara bersinergi dengan pengusaha besar terutama yang berkelas dunia serta bervisi global. Sekurang-kurangnya pada tahap awal perkembangannya. Melalui proses kemitraan waralaba yang saling menguntungkan antara UKM (selaku penerima waralaba) dengan pemberi waralaba (franchisor yang umumnya adalah pengusaha besar), diharapkan dapat membuat UKM menjadi lebih kuat dan mandiri.1

Waralaba (franchise) sendiri sebenarnya adalah salah satu bentuk usaha untuk memudahkan wirausahawan/ sektor UKM (terutama yang baru terjun ke dunia bisnis) dalam mengembangkan usahanya. Melalui sistem waralaba, seorang wirausahawan tidak perlu bekerja keras untuk merintis usaha dari nol, namun tinggal menggunakan sistem paten yang telah terlebih dahulu diuji coba dan dikembangkan oleh pemilik waralaba tersebut.

Pada dasarnya franchise adalah sebuah perjanjian mengenai metode pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen. Franchisor (pewaralaba)

1

Herustiati dan Victoria Simanungkalit, “Waralaba: Bisnis Prospektif bagi UKM,” artikel diakses pada 29 Agustus 2008 dari http://www.google.co.id.


(18)

dalam jangka waktu tertentu memberikan lisensi kepada franchisee(terwaralaba) untuk melakukan usaha pendistribusian barang dan jasa di bawah nama identitas

franchisor dalam wilayah tertentu. Usaha tersebut harus dijalankan sesuai dengan prosedur dan cara yang ditetapkan franchisor. Franchisor memberikan bantuan (assistance) terhadap franchisee. Sebagai imbalannya franchisee membayar sejumlah uang berupa innitial fee dan royalty.2

Eksistensi pola bisnis waralaba dapat menjadi titik balik bagi perkembangan dunia usaha di Indonesia. Berbagai macam kemudahan dapat dijumpai melalui sistem bisnis waralaba sehingga membuat wirausahawan pun lebih bergairah untuk menjalankan usahanya. Keunikan dan kemudahan yang ditawarkan melalui sistem ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelaku usaha, baik untuk pelaku usaha yang ingin melebarkan usahanya maupun bagi usahawan yang baru saja merintis usaha dengan sistem ini.

Sebagaimana dikutip oleh Dharmawan Budi Suseno, berdasarkan hasil penelitian konsultan waralaba di Indonesia, yaitu AK & Partners: waralaba dapat dikatakan mulai berkembang pesat sejak tahun 1990-an. Tepatnya pada tahun 1991 – 1996, pengguna pola waralaba mencatat lompatan yang cukup signifikan. Jika pada tahun 1991 jumlah bisnis yang diwaralabakan baru 27 unit usaha, pada tahun 1995 meningkat menjadi 139 (asing maupun lokal), peningkatan luar biasa

2

Gemala Dewi. dkk., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2006, h. 187.


(19)

terjadi pada waralaba asing, meningkat 1.783, 33% (dari 6 unit usaha menjadi 113) (Dit.JenDagri). Bahkan, menurut majalah SWA edisi 29 Januari 1997, pewaralaba asing sampai Maret 1996 saja sudah mencapai 199 perusahaan.3

Sedangkan berdasarkan Data Deperindag seperti yang dilansir oleh Bambang N. Rahmadi sebagaimana dikutip oleh Rambat Lupiyoadi, Herustiati dan Victoria Simanungkalit bahwa selama periode 1992 – 2004 perkembangan

franchise lokal lebih menonjol dalam perkembangan industri waralaba di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 1

Jumlah Perusahaan Franchise di Indonesia Berdasarkan Asalnya Periode 1992 – 1997 4 & 2000 – 2004 5

Franchise Asing Franchise Lokal

Tahun

Jml Pertumbuhan Jml Pertumbuhan

1992 29 6

1995 117 303% 15 150%

1996 210 79,5% 20 33,3%

1997 235 11,9% 30 50%

2000 212 -9,8% 39 30%

2001 230 8% 42 8%

2002 255 11% 45 7%

2003 239 -16% 49 8, 8 %

2004 270 12, 9% 62 26, 5 %

Sebagaimana dikutip oleh Tri Raharjo, dikatakan bahwa Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (Wali) sendiri memperkirakan ada 700 waralaba lokal di tahun 2008, adapun Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) mendesirkan

3Ibid.,

h. 13.

4

Herustiati dan Victoria Simanungkalit, “Waralaba: Bisnis Prospektif bagi UKM,” artikel diakses pada 29 Agustus 2008 dari http://www.google.co.id.

5


(20)

jumlah yang sama banyak, yaitu lebih dari 500 merk waralaba.6 Perkembangan dan pertumbuhan franchise selama 4 tahun terakhir memang sangat menggembirakan. Hasil survey juga menemukan, market size bisnis franchise

sangat besar. Omzet secara keseluruhan dari seluruh pemain di bisnis ini untuk 2008 diperkirakan mencapai Rp. 81, 03 T.7

Satu hal yang menarik adalah keunggulan waralaba lokal dibandingkan waralaba asing dalam hal daya tahan menghadapi krisis moneter. Bahkan waralaba lokal tetap tumbuh selama krisis moneter di Indonesia. Di saat pertumbuhan ekonomi nasional di bawah 3 % pada periode 1996-1997, usaha waralaba lokal justru mampu tumbuh sebesar 12, 5 %. Mengapa? Selisih kurs yang demikian besar antara rupiah dengan dollar mengakibatkan waralaba lokal memiliki keunggulan kompetitif dibanding waralaba asing yang mengalami tekanan kurs.8

Pangsa pasar Indonesia yang berpenduduk lebih dari 200 juta orang menjadi potensi tersendiri bagi pemilik waralaba (franchisor) untuk melakukan

expansi usahanya di Indonesia. Penerima waralaba pun dapat mengambil keuntungan dari sistem waralaba ini. Karena bagi terwaralaba/ franchisee, dengan sistem waralaba ini ia tidak harus memulai usaha dari nol, tapi hanya tinggal

6

“Data Perkembangan Waralaba,” artikel diakses pada 04 September 2008 dari http://web.bisnis.com.

7

Tri Raharjo, “Franchise Tumbuh Subur dengan Catatan,” artikel diakses pada 21 Februari 2009 dari http://salamfranchise.com

8

Sri Bimo Ariotejo, “Franchise Sesuai Kocek Kantong Cekak,” Modal, Edisi 29 (Juni 2005): h. 10.


(21)

meneruskan setengah perjalanan yang telah dimulai oleh franchisor sebelumnya. Dengan demikian peluang kegagalannya pun dapat ditekan seminim mungkin.

Namun demikian, sebagaimana umumnya bisnis, waralaba juga tetap memiliki resiko kerugian. Di sinilah pentingnya untuk “meneliti terlebih dahulu sebelum membeli”. Analisa kelayakan usaha sangat diperlukan untuk meraih kesuksesan dalam bisnis waralaba ini. Untuk mencapai suatu keberhasilan diperlukan perencanaan yang matang dan cara berpikir strategis. Karena di setiap masalah yang nantinya akan kita hadapi selalu tersedia ruang kosong untuk sebuah peluang. Di sinilah pentingnya strategi yang cerdas dan jitu, dan itu semua tergantung dari kemampuan kita untuk memilah dan memanfaatkannya menjadi peluang yang memihak kepada kita.9

Setiap pengelolaan dan pengembangan usaha memerlukan suatu perencanaan strategis, yaitu suatu pola atau struktur yang akan mendukung menuju ke arah tujuan akhir yang ingin dicapai. Untuk dapat memilih dan menetapkan strategi yang akan dipakai dapat dilakukan melalui pendekatan dengan analisis SWOT.

Konsep dasar pendekatan SWOT ini tampaknya sederhana sekali yaitu sebagaimana dikutip oleh Freddy Rangkuti dari Sun Tzu, bahwa: “Apabila kita telah mengenal kekuatan dan kelemahan diri sendiri dan mengetahui kekuatan dan kelemahan lawan, sudah dapat dipastikan bahwa kita akan dapat

9

Nindya Fatikhnansa, Bisnis Menguntungkan Dengan Modal 100.000-an, Jakarta, Hi-Fest Publishing, 2008, h. 8.


(22)

memenangkan pertempuran.” Dalam perkembangannya saat ini, SWOT tidak hanya dipakai untuk menyusun strategi di medan pertempuran, melainkan banyak dipakai juga dalam penyusunan perencanaan strategi bisnis yang bertujuan untuk menyusun strategi-strategi jangka panjang sehingga arah dan tujuan perusahaan dapat dicapai dengan jelas dan dapat segera diambil keputusan, berikut semua perubahannya dalam menghadapi pesaing.10

Demikian pula halnya dalam pengembangan bisnis franchise, walaupun telah memiliki sistem paten yang sudah teruji dengan baik, namun tetap saja diperlukan suatu perencanaan bisnis yang akurat. Bagi pewaralaba rencana bisnis tersebut amat diperlukan mengingat semakin menjamurnya usaha franchise asing maupun lokal, sehingga apabila tidak dikelola dengan serius secara efektif dan efisien, bukan tidak mungkin apabila kelak waralaba yang telah dibangunnya akan gagal di tengah jalan. Sedangkan bagi franchisee sendiri sangat penting untuk meneliti terlebih dahulu sebelum membeli produk franchise yang diincar. Sekalipun iklannya ‘wah’ dan promosinya gencar, namun hal itu belum cukup untuk memberikan indikasi bahwa waralaba itu akan menguntungkan di kemudian hari. Jangan sampai investasi yang telah ditanamkan menjadi sia-sia hanya karena kesalahan kita dalam memilih usaha waralaba yang akan dijalani.

Di sinilah arti penting dari analisis SWOT sebagai alat ukur untuk mempermudah wirausahawan dalam menyusun strategi bisnis yang akan

10

Freddy Rangkuti, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, cet.xiv, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. x.


(23)

disusunnya dengan harapan bila semakin matang rencana dan strategi bisnis yang disusunnya maka resiko kerugian yang akan diterima juga akan semakin minim.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang di atas, penulis merasa perlu untuk membatasi permasalahan yang ada dan memfokuskan penelitian dalam penggunaan analisis SWOT sebagai sebuah strategi dalam pengembangan bisnis Franchise pada waralaba Primagama disertai dengan tinjauan kesyariahan terhadap strategi pengembangan bisnis waralaba Primagama.

2. Dari pembatasan masalah tersebut, rumusan masalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah bentuk strategi bisnis yang selama ini dilakukan Primagama dalam pengembangan usahanya?

b. Bagaimanakah alternatif rencana dan strategi bisnis yang tepat untuk diaplikasikan pada Lembaga Pendidikan Primagama melalui pendekatan analisis SWOT?

c. Bagaimanakah tinjauan kesyariahan terhadap strategi pengembangan bisnis waralaba Primagama?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian


(24)

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui strategi bisnis yang dijalankan pada Primagama

b. Untuk mengetahui alternatif rencana dan strategi bisnis yang tepat untuk diaplikasikan pada Primagama melalui pendekatan SWOT

c. Untuk mengetahui tentang tinjauan kesyariahan terhadap waralaba Primagama

2. Manfaat Penelitian

a. Secara akademis adalah untuk menambah khazanah keilmuan dalam penyusunan strategi pengembangan bisnis Franchise dan keilmuan tentang tinjauan kesyariahan terhadap strategi pengembangan bisnis waralaba, khususnya pada waralaba Primagama

b. Secara praktis agar dapat digunakan sebagai informasi dan rujukan dalam penerapan strategi bisnis franchisemelalui pendekatan analisis SWOT

D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini akan digunakan jenis penelitian kualitatif di mana data dinyatakan dalam bentuk tertulis berupa kata, kalimat, atau gambar dan bagan yang tersusun secara sistematis dan tidak dinyatakan dalam bentuk angka. 2. Objek Penelitian

Penulis mengambil objek penelitian pada Lembaga Pendidikan Primagama yang menggunakan sistem waralaba dalam pengembangan bisnisnya. Sebagai


(25)

suatu entitas usaha yang berupaya melebarkan sayapnya melalui konsep waralaba, Primagama memegang rekor sebagai lembaga pendidikan dengan

franchise terbanyak, mencapai lebih dari 688 cabang pada tahun ajaran 2008/ 2009. Atas kesuksesannya tersebut, Primagama mendapatkan banyak penghargaan dari berbagai institusi, diantaranya rekor MURI sebagai bimbel terbesar di Indonesia dan Five Top Franchise Award 2008 versi majalah Info

Franchise Indonesia.

Berdasarkan kesuksesan yang telah diraih oleh waralaba Primagama tersebut penulis merasa tertarik untuk mengkaji strategi pengembangan bisnis yang selama ini dilakukan dalam pengelolaan waralaba Primagama melalui pendekatan analisis SWOT serta menganalisa lebih jauh tentang aspek kesyariahan waralaba Primagama.

3. Jenis dan Sumber Data

Adapun data yang didapatkan bersumber dari:

a. Data Primer, melalui dokumen resmi dari sumber terkait dan juga melalui

interview (wawancara) sebagai suatu bentuk komunikasi untuk memperoleh informasi yang dilakukan secara terstruktur. Dalam hal ini wawancara dilakukan dengan pihak yang terkait dan berwenang.

b. Data Sekunder, melalui literatur kepustakaan atau referensi lain yang berkaitan dengan masalah yang akan dikaji.


(26)

Analisis dan pengolahan data dilakukan melalui metode dekskriptif, di mana data-data yang diperoleh dipaparkan dan disajikan secara sistematis untuk kemudian dianalisis. Pada tahap ini, data dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai berhasil menginterpretasikan dan merumuskan hasil penelitian berdasarkan fenomena yang dihadapi pada saat penelitian berlangsung.

E. Review Kajian Terdahulu

Kajian tentang waralaba sebenarnya sudah cukup banyak dikaji dalam penelitian sebelumnya baik yang berupa skripsi, artikel maupun buku bacaan. Berikut ini beberapa objek kajian penelitian yang membahas tentang waralaba:

Tabel 2

Review Kajian Terdahulu tentang Waralaba

No

Nama Peneliti Judul Ket./ Hasil Penelitian

1

Arwinto Nugroho, dkk.

Hasil Riset &

Kajian Ilmiah

Mahasiswa

Program Pasca

Sarjana Magister Management IPMI Business School, Jakarta, 2007 Membedah Peta Persaingan Bisnis Bakmi (Studi Kasus: Segmentation, Targetting dan

Positioning Waralaba Bakmi

Tebet)

Penerapan strategi STP

(Segmentation, Targetting dan Positioning) dalam pengelolaan waralaba Bakmi Tebet melalui penilaian terhadap merk, harga, lokasi, kualitas produk, pelayanan, inovasi bisnis dan profil konsumen.

2

Darmawan Budi Suseno.

Penerbit Cakrawala Publishing, 2008

Waralaba Syariah

Dekskriptif tentang Pola Bisnis Waralaba dan Kaitannya dengan hukum Islam. Tinjauan bisnis waralaba dari sisi hak cipta, Syirkah, dan manfaatnya dalam pengembangan ladang bisnis umat.


(27)

3

Sisca Nofianti.

Skripsi S1

Muamalat

Perbankan Syariah UIN Jkt, 2005

Bisnis Franchising dalam Kajian Hukum Ekonomi Islam (Studi Kasus

pada Franchise Papa Ron’s Pizza)

Tinjauan Konsep Bisnis Waralaba dalam kajian hukum ekonomi Islam. Mulai dari prinsip usaha, jenis, produk, perjanjian dan elemen lain yang terkait di mana kesemua elemen tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam sehingga diperbolehkan untuk mengaplikasikannya.

4

Siti Musrofah.

Skripsi S1

Muamalat

Perbankan Syariah UIN Jkt, 2008.

Konsep Maslahah Mursalah dalam

Dunia Bisnis dengan Sistem

Waralaba

Fokus permasalahan terletak pada maslahat yang didapat melalui bisnis franchising. Maslahat yang didapat antara lain berupa kemudahan dalam perumusan

konsep bisnis, mekanisme

operasional usaha, akuntabilitas

keuangan, promosi dan

pengembangan bisnis yang

berlandaskan konsep ’copy and develop’ dari perusahaan induknya serta peran waralaba dalam pengentasan pengangguran dan peningkatan kesejahteraan umat.

5

Syarah Septiana.

Skripsi S1

Muamalat

Perbankan Syariah UIN Jkt, 2008.

Konsep dan Aplikasi Franchise

dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam (Studi pada

LKS Berkah Madani)

Mekanisme aplikasi waralaba pada LKS Berkah Madani ditinjau dari hukum Islam terkait dengan aspek-aspek yang terkandung di dalamnya, seperti Hak Cipta, Kemitraan Usaha, dan Royalty Fee yang harus diberikan Franchisee kepada Franchisor.

Adapun topik kajian yang penulis teliti adalah sebagai berikut:

Tabel 3

Objek Kajian Penelitian Skripsi yang Dilaksanakan

Nama Peneliti Judul Penelitian Objek Kajian Penelitian Dewi Irma Fitriani Strategi Pengembangan Bisnis Waralaba Lembaga Pendidikan

Aplikasi mekanisme waralaba dan perjanjian kerjasamanya, manfaat dan prospek bisnis yang diharapkan. Tinjauan kesyariahan waralaba


(28)

Primagama Primagama dari sisi penerapan prinsip bisnis Islami, manajemen usaha, kemitraan waralaba, pemanfaatan hak cipta, pembagian keuntungan serta tata cara penyelesaian masalah. Penerapan lebih jauh tentang rencana dan strategi

pengembangan bisnis melalui

pendekatan SWOT agar mampu menjadi yang terdepan di antara lainnya.

F. Teknik Penulisan

Penulisan skripsi ini mengacu pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

G. Sistematika Penulisan

Untuk menyederhanakan penulisan dekskripsi hasil penelitian, isi penelitian ini dibagi ke dalam empat bab dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I (pertama) membahas tentang Pendahuluan yang berisi Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Review Studi Terdahulu, Teknik Penulisan dan Sistematika Penulisan.

Bab II (kedua) membahas tentang Kerangka Konsep Penelitian yang memaparkan tentang Konsep Waralaba, Pengertian Waralaba, Jenis-jenis Waralaba, Mekanisme Kerja dan Bisnis Waralaba, Tata Cara Penyelesaian Masalah dalam Bisnis Waralaba dan Kajian Waralaba dalam Pandangan Hukum Ekonomi Islam, serta pembahasan tentang Konsep Analisis SWOT, Pengertian


(29)

Analisis SWOT, Fungsi Analisis SWOT, Cara Membuat Analisis SWOT dan Penggunaan Matriks Analisis SWOT.

Bab III (ketiga) merupakan dekskripsi hasil penelitian memaparkan tentang Company Profile Primagama yang terdiri dari Gambaran Umum Lembaga Pendidikan Primagama, Latar Belakang dan Sejarah Pendirian Lembaga, Visi dan Misi Lembaga, Corporate Culture Lembaga, Struktur Kepengurusan, Mitra Kerja, Unit Usaha di Luar Bimbingan Belajar, Prestasi yang Diraih, selain itu juga pemaparan tentang Mekanisme Pengelolaan dan Pengembangan Waralaba Primagama yang terdiri dari Gambaran Umum Waralaba Primagama, Manfaat Bisnis dan Prospek Usaha, Ketentuan dan syarat Franchisee Primagama, Ketentuan Model Pengambilan Outlet Franchise Primagama, Ketentuan Penjualan Franchise tahun 2008/ 2009, Flow Chart Proses Penjualan Franchise, Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Franchise serta Pertumbuhan Cabang Waralaba Primagama.

Bab IV (keempat) berisi tentang Analisis terhadap hasil penelitian yang telah didapat, antara lain tentang Analisis SWOT terhadap Pengembangan Waralaba Primagama, serta Analisis kesyariahan terhadap Waralaba Primagama ditinjau dari Aspek Pemanfaatan Hak Cipta, Aspek Kemitraan Waralaba dan Pembagian Keuntungan Waralaba, Aspek tentang Tata Cara Penyelesaian Masalah, serta aplikasi Prinsip Bisnis Islami di dalamnya.

Bab V (kelima) adalah penutup yang berisi kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang ada serta saran atau rekomendasi penelitian.


(30)

BAB II

KONSEP WARALABA DAN PENDEKATAN ANALISIS SWOT

A. Konsep Waralaba

1. Pengertian Waralaba

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, waralaba diartikan sebagai: 1). Bentuk kerjasama dalam bidang usaha dengan bagi hasil sesuai kesepakatan; 2). Hak mengelola atau hak pemasaran.11

Sedangkan menurut Karamoy, sebagaimana dikutip oleh Darmawan Budi Suseno, kata waralaba pertama kali diperkenalkan oleh Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (LPPM), sebagai padanan dari kata franchise.12

Franchise diterjemahkan sebagai “waralaba,” gabungan dari kata “wara” yang berarti istimewa dan “laba” yang berarti keuntungan sehingga dapat diartikan sebagai usaha yang dapat memberikan keuntungan secara istimewa. Selanjutnya berkembang katafranchising sebagai pewaralabaan dari suatu jenis usaha, franchisor berarti pemilik waralaba atau pemberi waralaba dan franchisee sebagai pihak penerima waralaba.13

11

DepDikNas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Pusat Bahasa, 2008, ed. xiv, h. 1556.

12

Darmawan Budi Suseno, Waralaba Syariah, Yogyakarta, Cakrawala Publishing, 2008, h. 43.

13


(31)

Waralaba adalah terjemahan bebas dari kata franchise di mana menurut Peraturan Pemerintah RI No.16 tahun 1997 tgl. 18 Juni 1997, sebagaimana dikutip oleh Pietra Sarosa, pengertian waralaba adalah suatu bentuk kerja sama di mana pemberi waralaba (franchisor) memberikan izin kepada penerima waralaba (franchisee) untuk menggunakan hak intelektualnya, seperti nama, merk dagang produk dan jasa, dan sistem operasi usahanya. Sebagai timbal baliknya, penerima waralaba membayar suatu jumlah seperti franchisee fee dan royalty fee. 14

Sedangkan menurut Gunawan Widjaya, pada dasarnya waralaba merupakan salah satu bentuk pemberian lisensi, hanya saja agak berbeda dengan pengertian lisensi pada umumnya, waralaba menekankan pada kewajiban untuk mempergunakan sistem, metode, tata cara, sistem pemasaran dan penjualan maupun hal-hal lain yang telah ditentukan oleh pemberi waralaba secara eksklusif, serta tidak dilanggar maupun diabaikan oleh penerima lisensi.15

Dapat disimpulkan bahwa waralaba adalah bentuk kerja sama di mana pemberi waralaba (franchisor) memberikan manfaat kepada penerima waralaba (franchisee) berupa nama, merk dagang, SOP, manajemen, dan unsur lainnya yang terkait, selama jangka waktu tertentu. Dan atas pemberian manfaat tersebut pihak franchisee dikenakan sejumlah biaya tertentu serta

14

Pietra Sarosa, Mewaralabakan Usaha Anda, Jakarta, Elex Media Computindo, 2006, cet.II, h. 2.

15


(32)

kewajiban-kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang telah disepakati dengan pihak franchisor.

Konsep franchise mengalami perkembangan yang sangat pesat di Amerika, oleh perusahaan mesin jahit Singer sekitar tahun 1850-an. Kala itu, Singer membangun jaringan distribusi hampir di seluruh daratan Amerika untuk menjual produknya. Disamping menjual mesin jahit, para distributor tersebut juga memberikan pelayanan purna jual dan suku cadang . Jadi para distributor tidak semata-mata menjual mesin jahit, akan tetapi juga memberikan layanan perbaikan dan perawatan kepada konsumen.16

Di Indonesia sendiri sistem waralaba mulai dikenal sejak tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya.17 Adalah pengusaha Es Teller 77 yang pertama-tama mempopulerkan model waralaba di Indonesia.18

Kurang lebih sejak tahun 90-an dunia bisnis Indonesia mulai marak dengan pola waralaba ini, baik dari perusahaan asing maupun perusahaan

16

Deden Setiawan, Franchise Guide Series, h. 13.

17

“Sejarah Waralaba,” artikel diakses pada 21 Februari 2009 dari http://id.wikipedia.org/wiki/waralaba

18


(33)

lokal.19 Sektor bisnis yang diwaralabakan meliputi minimarket/ retail, makanan, restoran, salon, pendidikan, kerajinan, bisnis center, garment, jewelry, laundry, hiburan, dsb. Fenomena ini bisa jadi sangat menarik, sebab sejak Indonesia memasuki masa krisis di tahun 1997-an, ekonomi Indonesia digambarkan dalam kondisi yang sangat terpuruk. Akan tetapi, dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sistem waralaba mampu bertahan bahkan dapat berkembang dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya di tingkat lapangan, ekonomi Indonesia lebih bergairah daripada yang digambarkan orang selama ini.20

Secara khusus pengaturan mengenai waralaba di Indonesia dapat kita temukan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 16 th. 1997 tentang waralaba, hak dan kewajiban antara franchisor dengan franchisee serta kewajiban

franchisee untuk mendaftarkan perjanjian waralabanya di DepPerinDag. Peraturan mengenai waralaba juga tercantum dalam Keputusan MenPerinDag RI No. 259/ MPP/ Kep/ 7/ 1997 tgl. 30 Juli 1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba,21 serta Permendag No. 12 thn. 2006 tentang Ketentuan dan Tata cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba. Pemerintah juga mengeluarkan PP No. 42/ 2007 tentang waralaba yang menggantikan PP No. 16/ 1997 karena dianggap terlalu memihak kepada pewaralaba. Dalam PP. No. 42/ 2007 ini sanksi akan

19Ibid.,

h. 1.

20Ibid.,

h. 2.

21


(34)

dikenakan kepada kedua pihak yang tidak menaati ketentuan, di mana

franchisor berkewajiban untuk menentukan prospektus usaha waralabanya dan franchiseeberkewajiban untuk mendaftarkan perjanjian waralaba. Sanksi tersebut secara tegas disebutkan dalam Permendag No. 31/ 2008 yang diterbitkan pada 21 Agustus 2008.22

2. Jenis-jenis waralaba

Dilihat dari kegiatan yang dilakukannya, waralaba dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

1) Waralaba Produk dan Merk Dagang

Pemberi waralaba memberikan hak kepada penerima waralaba untuk menjual produk yang dikembangkan oleh pemberi waralaba yang disertai dengan pemberian izin untuk menggunakan merk dagang milik pemberi waralaba dalam rangka penjualan produk yang diwaralabakan tersebut. Atas pemberian izin penggunaan merk dagang tersebut biasanya pemberi waralaba memperoleh keuntungan (royalty berjalan) melalui penjualan produk yang diwaralabakan kepada penerima waralaba. Biasanya berbentuk keagenan, distributor atau lisensi penjualan.23

2) Waralaba Format Bisnis (menurut Martin Mandelson sebagaimana dikutip oleh Gunawan Widjaya)

22

Linda T. Silitonga, “Tak Ada (lagi) Waralaba yang Luput dari Sanksi Denda,” artikel diakses pada 21 Februari 2009 dari http://web.bisnis.com.

23


(35)

Pemberian sebuah lisensi oleh seseorang (pemberi waralaba) kepada pihak lain (penerima waralaba), lisensi tersebut memberi hak kepada penerima waralaba untuk berusaha dengan menggunakan merk dagang pemberi waralaba, dan untuk menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri dari seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat seseorang yang sebelumnya belum terlatih dalam bisnis dan untuk menjalankannya dengan bantuan yang terus-menerus atas dasar-dasar yang telah ditentukan sebelumnya.24

3. Mekanisme Kerja dan Bisnis Waralaba

Mekanisme kerja dalam waralaba berdasarkan prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan.25 Dalam sistem ini terdapat pelaku bisnis yang sukses dan kemudian menyebarluaskan kesuksesannya kepada pihak lain.26

Kemitraan antara pewaralaba & terwaralaba digambarkan sebagai berikut:

Diagram 2

Hubungan Kemitraan Pewaralaba dan Terwaralaba

24Ibid.

25

Darmawan, Waralaba Syariah, h. 49.

26Ibid.,

h. 48. PEWARALABA

Direktur Staf Staf Staf

Kantor Pusat

TERWARALABA

Manajer Pegawai Pegawai Pegawai


(36)

Pewaralaba dalam hal ini memberikan bantuan manajemen, teknis, dan pemasaran kepada terwaralaba selama keduanya terikat dalam kontrak. Terwaralaba membayar fee atas izin penggunaan merk dagang dan sistem bisnis. Sedangkan pembayaran royalti digunakan sebagai imbal jasa atas bantuan manajemen, teknik, dan promosi yang diberikan oleh pewaralaba secara kontinu.

Berikut ini digambarkan beberapa hak dan kewajiban yang diberikan pihak franchisor kepada franchisee ataupun sebaliknya, yaitu sebagai berikut:

Diagram 3

Hak & Kewajiban antara Franchisor dan Franchisee secara umum

KONTRAK

DEAL

Berdasarkan diagram di atas diketahui beberapa unsur yang lazim ada dalam waralaba. Sebagaimana dikutip oleh Gunawan Widjaya, Martin

PEWARALABA/

FRANCHISOR

Pemberian izin merk dagang, Sistem Bisnis (SOP), Bantuan Manajemen, Teknis, Promosi. Mendapat beberapa

macam Fee dari

Franchisee

TERWARALABA/

FRANCHISEE Franchisee Fee,

Royalty fee, Kewajiban menjalankan ketentuan yang telah

disepakati bersama. Mendapatkan izin pemanfaatan merk dagang dan sistem bisnis, bantuan


(37)

Mandelson dalam bukunya franchising: Petunjuk Praktis bagi Franchisor

dan Franchiseedisebutkan bahwa waralaba format bisnis terdiri atas:27 a. Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi waralaba

b. Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek penglolaan bisnis, termasuk di dalamnya pelatihan untuk menggunakan peralatan, metode pemasaran, penyiapan produk, dan penerapan proses

c. Proses bantuan dan bimbingan yang terus-menerus dari pihak pemberi waralaba selama masa perjanjian masih berlangsung

Sedangkan menurut penulis sendiri, unsur-unsur yang lazim terdapat pada waralaba dapat disimpulkan di antaranya sebagai berikut:

a. Payung perlindungan hukum bagi keberadaan bisnis waralaba tersebut b. Kedua pihak yang terkait, yakni franchisor dan franchisee yang terikat

kontrak

c. Adanya merk dan produk yang unik dan ‘menjual’

d. Adanya SOP, manajemen usaha serta pelatihan dan bimbingan yang diberikan secara berkala oleh franchisor kepada franchisee sebagai bagian dari ketentuan perjanjian

e. Adanya fee (innitial fee dan royalty fee) yang diberikan oleh franchisee

kepada franchisor sebagai bentuk timbal balik atas pelatihan, bimbingan,

27


(38)

dan keseluruhan pengelolaan usaha yang telah ditransfer dari franchisor

kepada franchisee.

Unsur-unsur yang diperlukan dalam pola bisnis waralaba dapat digambarkan sebagai berikut:

Diagram 1

Unsur-unsur dalam Waralaba

Sedangkan aspek keuangan yang terdapat dalam bisnis waralaba secara garis besar dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

a. Biaya waralaba awal (up-Front Fee/ Initial Franchise Fee atau lazim disebut fee saja)

Menurut Mendelson, sebagaimana dikutip oleh Darmawan Budi Suseno dalam Waralaba Syariah, Franchise Fee ini dibebankan kepada terwaralaba untuk semua jasa yang disediakan, termasuk biaya rekruitmen

Unsur-unsur Waralaba

Produk & Merk: Logo, motto, visi misi

Fee (Innitial & Royalty) SOP, manaj. usaha,

bimbingan, training Perlindungan Hukum

Franchisee Franchisor


(39)

sebesar biaya pendirian yang dikeluarkan oleh pewaralaba untuk kepentingan terwaralaba.28

Sedangkan menurut IPPM, sebagaimana dikutip oleh Darmawan, jumlah dan jangka waktu pembayaran awal dicantumkan di dalam perjanjian. Pembayaran yang telah diserahkan sepenuhnya menjadi milik pewaralaba dan tidak dapat dikembalikan kecuali disebutkan di dalam perjanjian.29

Fee awal diperlukan oleh pewaralaba untuk membantu terwaralaba, dan terdiri dari:

1). Bantuan pra operasi dan awal operasi bisnis terwaralaba 2). Pembuatan manual operasi untuk digunakan terwaralaba

3). Penyelenggaraan pelatihan awal (initial training) dan biaya konsultasi, khususnya pada operasi bisnis waralaba

4). Biaya promosi atau periklanan, khususnya untuk promosi menjelang pembukaan perusahaan (grand opening terwaralaba)

5). Survei pemilihan atau seleksi lokasi (Karamoy, sebagaimana dikutip oleh Darmawan Budi Suseno)30

b. Royalty

Royalty sering juga disebut uang waralaba terus-menerus. Uang tersebut merupakan pembayaran atas jasa terus-menerus yang diberikan

28Ibid.,

h. 55.

29Ibid.,

h. 56.

30Ibid


(40)

pewaralaba secara periodik. Dalam prakteknya, uang tersebut dihitung dalam bentuk prosentase dari pendapatan kotor terwaralaba.

Biaya royalty yang ditarik oleh pewaralaba secara rutin diperlukan untuk membiayai pemberian bantuan teknik, manajemen, atau promosi kepada terwaralaba secara berkelanjutan, selama kedua belah pihak terikat dalam perjanjian.

Pada kenyataannya tidak semua waralaba menetapkan fee atau royalty atas franchiseenya. Setiap waralaba memiliki kebijakan tersendiri dalam menentukan jenis fee atau royalty sesuai dengan kontribusi yang diberikan kepada franchisee.

Secara garis besar kebaikan dari waralaba dapat disimpulkan sebagai berikut:31

Tabel 4

Kebaikan Usaha Waralaba bagi Franchisor dan Franchisee

No Kebaikan bagi Franchisor Kebaikan bagi Franchisee

1 Pengembangan usaha dengan biaya yang relatif murah dan tingkat laba yang lebih tinggi

Menghemat waktu, tenaga, dan dana untuk proses trial and error.

2

Potensi passive income yang besar dengan potensi kegagalan yang minimum

Memperkecil resiko kerugian usaha karena konsep usaha telah matang dan tinggal dijalankan

3

Efek bola salju dalam hal Brand Awareness (sadar merk) dan Brand Equity (nilai merk) usaha yang makin meningkat

Penggunaan Brand Name (nama merk) yang sudah lebih dikenal masyarakat.

4 Terhindar dari UU Antimonopoli Memberi kemudahan dalam

31


(41)

operasional usaha dan pemasarannya

Sedangkan keburukan dari waralaba dapat disimpulkan sebagai berikut:

Tabel 5

Keburukan Usaha Waralaba bagi Franchisor dan Franchisee

No Keburukan bagi Franchisor Keburukan bagi Franchisee

1 Adanya peluang bagi franchisee untuk bermain ‘nakal’ di belakang

franchisor

Biaya paten (Royalty fee) yang harus dibayarkan franchisee

secara terus-menerus disertai biaya-biaya lain yang ditentukan 2

Sulit mencari franchisee yang memenuhi syarat dan satu visi.

Franchisee lebih memperhatikan profit, bukan pengelolaan usaha

Tidak semua franchisor

memberikan kepedulian,

pembinaan dan pelatihan yang baik secara berkala

3

Sulitnya melakukan pengelolaan bisnis yang tepat seiring dengan semakin bertumbuhnya jumlah outlet yang ada

Cukup sulit untuk lepas dari pengaruh franchisor karena keterikatan dengan perjanjian dan aturan main yang ada

4. Tata Cara Penyelesaian Masalah dalam Usaha Waralaba

Sebelum dipaparkan tentang metode-metode yang dapat digunakan dalam mengatasi masalah antara franchisor dengan franchisee, terlebih dahulu kita cermati tentang beberapa potensi masalah yang perlu diwaspadai. Menurut Pietra Sarosa dalam bukunya: Mewaralabakan Usaha Anda, potensi masalah yang mungkin terjadi, antara lain:32

a. Adanya franchisee yang tidak memenuhi ketentuan dalam SOP b. Adanya konflik mengenai fee waralaba

c. Adanya diskriminasi terhadap franchisee

32


(42)

d. Adanya kelalaian dari pihak franchisor untuk memenuhi kewajibannya kepada franchisee

e. Adanya outlet milik franchisee yang tidak mencapai target yang diharapkan

f. Tidak adanya i’tikad baik dari salah satu atau bahkan kedua belah pihak Sedangkan secara garis besar menurut Pietra Sarosa, ada dua metode yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah antara franchisor

dengan franchisee, yakni:33

a. Metode pencegahan masalah (preventif)

Metode preventif ini memiliki tujuan utama untuk mengkondisikan semua keadaan sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya masalah antara franchisor dengan franchisee. Beberapa point yang perlu diperhatikan dalam melakukan metode preventif ini antara lain:

1). Seleksi yang ketat bagi para calon franchisee

2). Buat perjanjian kontrak yang mudah dipahami

3). Meminimalkan celah-celah (loophole) yang dapat digunakan oleh kedua pihak yang tidak memiliki i’tikad baik.

4). Mekanisme kontrol yang ketat b. Metode penyelesaian masalah (kuratif)

33


(43)

Jika masalah telah terjadi dan tidak dapat dihindari, maka dapat dilakukan upaya penyelesaian masalah secara kuratif yang dapat diwujudkan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1). Mencari akar penyebab terjadinya masalah

2). Mencari solusi untuk masalah dengan semangat win-win solution 3). Utamakan penyelesaian dengan cara damai melalui mediasi 4). Penyelesaian dengan jalur hukum melalui pengadilan

5. Islam dan Waralaba (Waralaba dalam Pandangan Hukum Ekonomi Islam)

Pola waralaba dalam pelaksanaannya lebih menekankan kepada dua masalah pokok, yaitu hak cipta dan kemitraan usaha.

Hak cipta dalam Islam diakui sebagai haqqul ibtikar yang pada akhirnya dikategorikan sebagai manfaat dan atas penggunaannya tersebut dapat dikenakan sewa (ujroh) yang dalam sistem waralaba biasa disebut dengan franchisee fee. Sedangkan dari segi kemitraan, waralaba merupakan contoh aplikatif dari bentuk syirkah yang telah diaplikasikan di zaman Rasulullah, bahkan juga di zaman Jahiliyah dahulu di mana pembagian keuntungan dalam waralaba menggunakan sistem bagi hasil yang juga biasa digunakan dalam bentuk syirkah.34

a. Tinjauan dari Aspek Hak Cipta

34


(44)

Hak cipta dalam sistem waralaba ini meliputi logo, merk, buku petunjuk pengoperasian bisnis, brosur atau pamflet serta arsitektur tertentu yang berciri khas dari usahanya. Imbalan dari penggunaan hak cipta ini adalah pembayaran fee awal dari pihak terwaralaba kepada pihak pewaralaba.

Dikarenakan bahwa hasil karya cipta adalah pekerjaan akal dan merupakan karya, maka ia adalah juga disebut harta. (Al-Daraini, sebagaimana dikutip oleh Darmawan).35 Sesuatu yang asalnya belum merupakan harta, apabila di kemudian hari tampak manfaatnya, ia akan menjadi harta selama memberikan manfaat bagi manusia secara umum.

Oleh karena itu, sebagaimana sebuah harta, maka setiap pemanfaatan hak cipta pun dapat diukur nilainya dengan materi. Dalam hal ini akad yang paling tepat untuk digunakan adalah ijaroh (menyewa hak cipta sebuah usaha waralaba selama seberapa periode disertai dengan timbal balik berupa materi).

b. Tinjauan dari Aspek Kemitraan Usaha

Persekutuan dalam Islam dikenal dengan istilah syirkah (musyarokah). Musyarokah adalah akad kerjasama atau percampuran antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan

35Ibid.,


(45)

dibagikan sesuai nisbah yang disepakati dan resiko yang ditanggung sesuai porsi kerjasama.36

Dalam suatu persekutuan yang paling utama adalah adanya distribusi hak yang diperoleh masing-masing sekutu. Hak tersebut akan diperoleh manakala kewajiban yang merupakan ketentuan yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak tersebut telah dilaksanakan. Hak dan kewajiban di sini sifatnya dinamis dan relatif tergantung pada kemampuan seseorang untuk melakukan kuantitas dan kualitas.37

Unsur-unsur yang lazim ada dalam persekutuan bentuk waralaba adalah:38

1. Kesepakatan (Perjanjian Waralaba), dalam hukum Islam biasa diistilahkan dengan ijab dan qabul.

2. Pelaku (Pewaralaba dan Terwaralaba)

Dalam hal ini, pewaralaba bertindak sebagai pihak yang memasukkan tenaganya dan ide yang berupa hak cipta ke dalam persekutuan. Sedangkan terwaralaba sebagai pihak yang bersekutu dengan memasukkan modal dalam persekutuan dan dapat juga turut serta dalam pengelolaan waralabanya.39

36

Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Perbankan Syariah, Jakarta, Zikrul Hakim, 2004, h. 51.

37

Darmawan, Waralaba Syariah, h. 90.

38Ibid.,

h. 96.

39Ibid.,


(46)

3. Peralatan (alat/ sarana yang digunakan dalam operasional bisnis waralaba yang bisa disebut modal)

4. Keuntungan (bagi-hasil), didasarkan atas kesepakatan bersama berdasarkan prosentase kewajiban yang diberikan oleh masing-masing pihak.

Secara garis besar konsep waralaba tidak bertentangan dengan hukum Islam. Hal-hal sebagai berikut dapat dijadikan tolak ukur untuk menilai suatu waralaba yang tidak bertentangan dengan syariat Islam:

1. Menanamkan kejujuran dan kehalalan dalam berbisnis40

2. Mengusahakan tercapainya manfaat bagi seluruh pihak dan mengutamakan maslahat umum di atas kepentingan pribadi41

3. Adanya kebebasan ijab-qabul dalam melaksanakan perjanjian42

4. Tidak mengandung unsur maghrib (maysir, ghoror, dan riba), jenis-jenis transaksi yang dilarang dalam Islam43

5. Menjauhkan diri dari perselisihan dan melakukan upaya-upaya yang membawa kepada perdamaian44

Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya konsep pengembangan bisnis melalui sistem waralaba

40

Syarifuddin R. A., Bisnis Halal Bisnis Haram, Jombang, Lintas Media, 2007, h. 13.

41Ibid.,

h. 15.

42

Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta, Gema Insani Press, 1997, h. 203.

43

Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Jakarta, Rajawali Pers, 2006, h. 29.

44


(47)

tidak bertentangan dengan syariat Islam (baik dalam hal pemanfaatan hak cipta ataupun mekanisme operasional kemitraan usahanya), dengan catatan bahwa produk yang diwaralabakan halal dan tetap mengacu pada ketentuan-ketentuan yang telah dijabarkan di atas.

Namun, walaupun bisnis waralaba sangat menjanjikan, akan tetapi setiap usaha bisnis yang dijalankan pasti tidaklah luput dari resiko kerugian sekecil apapun itu, oleh karena itu pengelolaan bisnis secara profesional merupakan tuntutan persyaratan yang mutlak untuk mencapai sebuah keberhasilan. Untuk itu, diperlukan suatu pemikiran yang cermat apabila pengusaha telah mengambil keputusan untuk terjun dalam bisnis waralaba ini.

Dengan kata lain sebelum memutuskan untuk memasuki sebuah bisnis waralaba harus terlebih dahulu dilakukan analisa usaha untuk meminimalisir resiko kerugian yang akan terjadi nantinya. Dalam hal ini penulis akan mencoba melakukan analisis SWOTuntuk menganalisis objek waralaba yang akan dikaji.

B. KONSEP ANALISIS SWOT SEBAGAI FORMULASI STRATEGI

1. Pengertian Strategi

Menurut Kenneth Andrew sebagaimana dikutip oleh James C. Craig dan Robert M. Grant, strategi adalah pola sasaran, maksud atau tujuan dan kebijakan serta rencana penting untuk mencapai tujuan, yang dinyatakan


(48)

dengan cara seperti menetapkan bisnis yang dianut atau yang akan dianut oleh perusahaan, dan jenis atau akan menjadi jenis apa perusahaan ini.45

Sedangkan menurut Alfred Chandler sebagaimana dikutip oleh James C. Craig dan Robert M. Grant, strategi adalah penetapan sasaran dan tujuan jangka panjang sebuah perusahaan, dan arah tindakan serta alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan itu.46

Perumusan strategi yang baik perlu dilakukan agar seluruh perencanaan yang telah disusun dapat berjalan dan diantisipasi dengan sebaik-baiknya. Berbagai pendekatan untuk merumuskan strategi perusahaan bisa dilakukan antara lain melalui pendekatan analisis SWOT yang memang lazim dipergunakan dalam perumusan strategi perusahaan karena dipandang lebih mudah dan sederhana penyusunannya.

2. Pengertian Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (treathment). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus

45

James C. Craig dan Robert M. Grant, Strategic Management, Jakarta, Elex Media Computindo, 2002, h. 5.

46Ibid.,


(49)

menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah analisis SWOT.47

3. Fungsi Analisis SWOT

Secara umum analisis SWOT sudah dikenal oleh sebagian besar tim teknis penyusun corporate plan. Sebagian dari pekerjaan perencanaan strategi terfokus kepada apakah perusahaan mempunyai sumber daya dan kapabilitas yang memadai untuk menjalankan misinya dan mewujudkan visinya.

Pengenalan akan kekuatan yang dimiliki akan membantu perusahaan untuk tetap memperhatikan dan melihat peluang-peluang baru, sedangkan penilaian yang jujur terhadap kelemahan-kelemahan yang ada akan memberikan bobot realisme pada rencana yang akan dibuat perusahaan, jadi analisis SWOT berfungsi untuk menganalisis kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan serta peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan yang dilakukan melalui telaah terhadap kondisi external perusahaan.

4. Cara Membuat Analisis SWOT

Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan external. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT sendiri adalah singkatan dari

47

Freddy Rangkuti, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, cet.xiv, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006) h. 18 -19.


(50)

lingkungan internal Strengths dan Weakness serta lingkungan external Oppurtunities dan Threaths yang dihadapi dunia bisnis.

Di bawah ini disampaikan upaya-upaya sistematis untuk dapat dipergunakan sebagai bahan untuk mendekskripsikan kondisi yang dihadapi. a. Strenghts (Kekuatan)

Sesuatu yang selama ini menjadi kekuatan utama (internal-sesuatu yang dapat dipengaruhi secara langsung) dari dahulu sampai sekarang.

b. Weakness (Kelemahan)

Segala sesuatu yang menjadi kelemahan utama (internal) dari dahulu sampai dengan sekarang.

c. Opportunities (Peluang)

Berbagai potensial yang dapat diexplorasi untuk mempengaruhi pencapaian sasaran yang diharapkan.

d. Threats (Ancaman)

Segala sesuatu yang dapat membatasi atau menggagalkan pencapaian (external) sasaran yang ditetapkan tetap belum pernah terjadi dan tidak dapat dipengaruhi secara langsung.

Berikut ini akan digambarkan kuadran analisis SWOT untuk memperlihatkan di mana saja posisi dari lingkungan internal dan external yang telah disebutkan di atas.


(51)

Diagram 4

Kuadran Analisis SWOT

3. Mendukung strategi 1. Mendukung

Turn-around Strategi Agresif

4 Mendukung strategi 2. Mendukung

Defensif Strategi Diversifikasi

Keterangan :

Kuadran I: Strategi yang diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategy)

Kuadran II: Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/ pasar)

Kuadran III: Fokus strategi yang diterapkan adalah dengan meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.

Kuadran IV: Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, di mana perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.48

48Ibid.

, h. 19 - 20.

Berbagai Peluang

Kekuatan Internal Kelemahan Internal


(52)

5. Penggunaan Matriks Analisis SWOT

Sebelum menyusun dan menggunakan matriks SWOT secara tepat, terlebih dahulu kita mengumpulkan semua informasi yang berkaitan dengan factor-faktor yang berada dalam lingkungan internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi pasang surut perusahaan.

Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan 4 set kemungkinan alternative strategis.

Tabel 6

Matriks SWOT Faktor-faktor IFAS* dan EFAS** IFAS

EFAS

Strengths (S)

Menentukan factor-faktor kekuatan internal

Weaknes (W)

Menentukan factor-faktor kelemahan internal

Opportunities (O)

Menentukan factor-faktor peluang eksternal

Strategi SO

Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Strategi WO

Menciptakan strategi yang maminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

Threaths (T)

Menentukan factor-faktor ancaman eksternal

Strategi ST

Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi WT

Menciptakan strategi yang maminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

* IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary): Rumusan factor-faktor strategis internal.

** EFAS (External Strategic Analysis Summary): Rumusan factor-faktor strategis external perusahaan.

Ket:


(53)

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang yang ada.

b. Strategi ST

Strategi ini digunakan dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.

c. Strategi WO

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

d. Strategi WT

Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensive dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.49

49Ibid.


(54)

BAB III

PROFIL LEMBAGA PENDIDIKAN DAN WARALABA PRIMAGAMA

A. Company Profile Primagama

1. Gambaran Umum Lembaga Pendidikan Primagama

Primagama adalah usaha jasa pendidikan luar sekolah yang bergerak di bidang bimbingan belajar, didirikan pada tahun 1982, merk terdaftar. Berkantor pusat di Jl. Diponegoro 89 Jogjakarta. Program Bimbingan Belajar Primagama memiliki pasar sangat luas (siswa SD, SLTP, dan SMU) dengan target pendidikannya adalah meningkatkan prestasi akademik di sekolah, UAS, UAN, EBTA dan Sukses Ujian Masuk Perguruan Tinggi (bagi SMU/ SMK). Saat ini Primagama telah hadir di 688 outlet di 33 Provinsi serta mencakup lebih dari 200.000 siswa di tahun ajaran 2008/ 2009. Primagama dikenal melalui inovasi produknya yang selalu mengikuti kebutuhan pasar seperti melalui metode belajar Smart Solution dan Life Skill Education yang dimilikinya.50

2. Latar Belakang dan Sejarah Pendirian Lembaga Pendidikan Primagama

50

Lembaga Pendidikan Primagama, “Gambaran Umum Primagama,” artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id.


(55)

Pendirian Lembaga Pendidikan Primagama bermula dari sebuah i’tikad baik untuk membimbing pelajar kelas 3 SMTA di Yogyakarta yang ingin memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi yakni ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) selain juga karena faktor ingin sekedar mendapatkan uang lelah, sehingga mendorong pendirinya, yakni Purdi E. Chandra untuk mendirikan lembaga bimbingan belajar pada tanggal 10 Maret 1982. Niatan itu belakangan menjadi sebuah peluang yang potensial untuk dikembangkan, terkait dengan Provinsi Yogyakarta yang berstatus sebagai kota pelajar. Pertumbuhan primagama mulai menunjukkan perkembangan yang menggairahkan, sampai kemudian catatan bilangan ternyata menunjuk pada angka 32.000-an siswa yang bergabung dengan Primagama setiap tahunnya, ini membuktikan pemikiran sederhana Purdi tidak meleset. Pasar memang membutuhkan Primagama.51

Guna memberikan dasar hukum yang kuat bagi Primagama untuk berkiprah di dunia pendidikan luar sekolah, maka pada tahun ke-4 setelah berdiri dibentuklah Yayasan Primagama dengan akte notaris Daliso Rudianto, SH nomor 123 tahun 1985. Kemudian aspek hukum keberadaan Lembaga Pendidikan Primagama kian berakar kuat setelah mendapat ijin dari Depdikbud dengan SK No : 054/I 13/MS/Kpts/1999.52

51

Lembaga Pendidikan Primagama, “Latar Belakang dan Sejarah Pendirian Primagama,” artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id.


(56)

Lembaga Pendidikan Primagama adalah pemegang Hak Cipta dari Bimbingan Belajar "Lembaga Pendidikan Primagama" berdasarkan UU No. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta jo. UU No. 7 tahun 1987 tentang Perubahan Atas UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta pada tanggal 3 Juli 1995 dan telah terdaftar di Direktorat Hak Cipta, Paten dan Merk dengan Nomor Pendaftaran 014127.53

Dengan status yang jelas, maka Primagama sejak 1987 terus dikembangkan di kota-kota lain. Selama kurun waktu 1993 sampai tahun 1997 jumlah cabang telah bertambah menjadi 132 kantor cabang. Bila dirata-rata, pertahunnya ada penambahan 5-6 kantor cabang baru. Kemudian pada tahun 2001/2002 ada penambahan secara spektakuler yakni penambahan sebanyak 56 kantor cabang. Total sampai Juli 2002 Primagama memiliki 168 kantor cabang mandiri dan cabang franchise yang tersebar di 83 kota di 27 provinsi.54

Pertumbuhan omset Primagama rata-rata tiap tahun tidak pernah kurang dari 35% dibanding tahun sebelumnya. Sedang penguasaan pangsa pasar bimbingan belajar Primagama yang ada di 105 kota tersebut lebih dari 40% dari pasar riil, bahkan hampir di semua kota, posisi Primagama adalah sebagai pemimpin pasar atau market leader.55

3. Visi dan Misi Lembaga Pendidikan Primagama

53Ibid. 54Ibid. 55Ibid.


(57)

Perkembangan Lembaga Pendidikan Primagama yang cukup pesat ini seiring dengan visi dan misi yang telah ditetapkan pihak manajemen. Visi perusahaan yaitu menjadi “Lembaga Pendidikan yang Terdepan dalam Prestasi.” Adapun misi perusahaan yang pada umumnya merupakan penjabaran dari perwujudan kepentingan stake holder di Primagama disusun sebagai berikut:56

a. Menjadi Lembaga Bimbingan Belajar berskala nasional yang terdepan dalam prestasi

b. Menjadi tempat karyawan untuk membangun kesejahteraan bersama dan bersama-sama membangun kesejahteraan

c. Menjadi perusahaan yang sanggup dijadikan mitra usaha yang handal dan terpercaya (memenuhi kepentingan organisasi dan mitra usaha)

d. Menjadi tempat bagi setiap insan untuk berkreasi, berkarya, dan mengembangkan diri

e. Menjadi aset pendidikan nasional dan kebanggan masyarakat

4. Corporate Culture Lembaga Pendidikan Primagama

Tiap lembaga bimbingan belajar memerlukan ide dan cara baru untuk dapat menemukan peluang atau dapat memenangkan persaingan. Primagama sebagai salah satu bimbingan belajar yang bertekad menjadi

56

Lembaga Pendidikan Primagama, “Visi dan Misi Primagama,” artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id.


(58)

"Terdepan dalam Prestasi" merasa harus tetap arif dan kreatif menghadapi persaingan yang makin ketat tersebut. Manajemen Primagama selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik kepada para siswa sehingga lahirlah tradisi-tradisi sebagai berikut :57

a. Tenaga pengajar adalah tenaga profesional yang direkrut dan dilatih dengan sistem yang baku, serta telah memiliki pengalaman.

b. Metode pengajaran menggunakan pendekatan remedial (perbaikan), enrichment (pengayaan), dan consulting (konsultasi).

c. Panduan/modul belajar lengkap dan sistematis dengan berdasar pada GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran)

d. Evaluasi belajar siswa secara rutin

e. Diberikan metode-metode smart solution dalam pemahaman materi pelajaran beserta kiat-kiat menyelesaikan soal secara efektif.

f. Setiap evaluasi belajar, lembar jawaban dikoreksi dengan menggunakan komputer sehingga siswa terlatih dan terjamin akurasi hasilnya.

g. Diberikan konsultasi belajar siswa (Konsis) untuk membantu setiap kesulitan belajar siswa dan konsultasi pemilihan sekolah lanjutan.

h. Sistem pengajaran yang terkoordinir secara terpadu, dan terpusat yang dipantau oleh Tim Pengendali Mutu Akademik di Kantor Pusat.

57

Lembaga Pendidikan Primagama, “Corporate Culture Primagama,” artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id.


(59)

i. Primagama telah mengembangkan teknologi jaringan internet yang akan terkoneksikan antar kantor cabang dan dapat diakses oleh user, baik siswa, orang tua siswa, sekolah, dan masyarakat umum.

5. Struktur Kepengurusan Lembaga Pendidikan Primagama

Berikut ini adalah diagram mengenai Struktur Kepengurusan Unit Usaha Lembaga Pendidikan Primagama:

Diagram 5

Struktur Kepengurusan Unit Usaha Lembaga Pendidikan Primagama58

58

Lembaga Pendidikan Primagama, “Struktur Kepengurusan Unit Usaha Primagama,” artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id.


(60)

Diagram 6


(61)

6. Mitra Kerja Lembaga Pendidikan Primagama

Sebagai suatu entitas usaha, Primagama selalu berupaya untuk menebarkan jaringan dan melebarkan sayapnya di Indonesia, terbukti dengan banyaknya link yang telah digandeng Primagama, antara lain:59

a. PT. Newmont, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa di lingkungan PT. Newmont Sumbawa

b. PT. Freeport, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa di lingkungan PT. Freeport, Papua

c. PT. Badak, Lng. & Co, Bontang, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa dan seleksi akademik calon operator

d. PT. Chevron, seleksi akademik calon penerima beasiswa PT. Chevron e. PT. Pupuk Kaltim, Bontang, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa f. PT. Arun, NAD, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa

g. Pemda Fakfak, Papua Barat, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa di Kab. Fakfak dan Pelatihan Guru Bidang Studi

h. Pemda Kutai Barat, Kalimantan Timur, BimBel intensif untuk siswa i. Pemda Takengon, NAD, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa

59

Lembaga Pendidikan Primagama, “Mitra Kerja Primagama,” artikel diambil dari booklet Primagama tahun ajaran 2008/ 2009.


(62)

j. Wahana Visi Indonesia, Alor Area Development Program, Program Try Out dan Pembahasan Ujian Nasional untuk Tingkat SMA/K dan Prediksi SPMB 2008.

7. Unit Usaha di luar Bimbingan Belajar

Selain unit Bimbingan Belajar, Primagama juga melakukan inovasi lain dalam hal bisnis, yakni mengembangkan unit usaha yang juga tidak terlepas dengan dunia kependidikan, antara lain:60

a. Dermatoglyphic Multiple Intelligent (DMI)

Pendekatan baru untuk melihat potensi bakat seseorang melalui analisis yang cermat terhadap 10 jari tangan dan telapaknya

b. Primagama English

Membekali siswa dengan kemampuan berbahasa Inggris agar dapat bersaing di era globalisasi.

c. Manajemen Matematika Dahsyat

Penerbitan produk-produk suplemen untuk mendukung optimalisasi hasil belajar siswa.

8. Prestasi yang telah diraih Lembaga Pendidikan Primagama

Ada beberapa prestasi penting yang dapat dicatat sebagai bukti tentang keberhasilan Primagama dalam mengelola usahanya, antara lain:61

60

Lembaga Pendidikan Primagama, “Unit Usaha di Luar Bimbingan Balajar Primagama,” artikel diambil dari booklet Primagama tahun ajaran 2008/ 2009.


(63)

a. Rekor MURI tahun 1999 sebagai lembaga bimbingan belajar terbesar di Indonesia

b. Rangking 6 dari 50 enterprise Usahawan terbaik 2001, dari Anderson Consulting dengan majalah SWA Jakarta

c. Solo Customer Satisfaction Awards tahun 2002, sebagai bukti bahwa pelayanan Primagama mampu memuaskan konsumen

d. Superbrand tahun 2005 sebagai salah satu dari sekian merk terbaik, yang memiliki nilai tinggi di masyarakat

e. Prospective Franchise & Business Consept 2006, sebagai salah satu merk paling prospektif di kalangan dunia bisnis Indonesia

f. Penghargaan sebagai Franchise terbaik kategori Pendidikan 2007, Versi Majalah Pengusaha

g. Penghargaan dari Prof. Yohanes Surya Ph. D, Ketua Tim Olimpiade Fisika Indonesia, sebagai Penyelenggara Olimpiade Sains Kuark 2007 h. Penghargaan Rank 5 Top Franchise Award 2008, Versi Majalah Info

Franchise Indonesia

i. Indonesia Franchisee Satisfaction Survey 2008, termasuk dalam 10 besar (Best Top Ten Franchise), sebagai franchisor yang memberikan kepuasan layanan kepada mitranya (franchisee)

61

Lembaga Pendidikan Primagama, “Prestasi yang Telah Diraih Primagama,” artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id.


(64)

1. Mekanisme Pengelolaan dan Pengembangan Waralaba Primagama

1. Gambaran Umum Waralaba Primagama

Lembaga Bimbingan Belajar yang didirikan oleh Purdi E. Chandra pada tahun 1982 ini mulai diwaralabakan pada tahun 2000. Perkembangan Primagama yang begitu pesat membuat pemilik kerepotan untuk mengelola ratusan cabang yang ada sebelum difranchisekan. Oleh karena itu sejak tahun 2000 diterapkanlah sistem waralaba yang dinilai baik bagi pertumbuhan dan perkembangan Primagama.62 Bagi pemilik, ia bisa mendapatkan keuntungan dengan menerima fee yang dibayarkan oleh franchisee. Di lain pihak, franchisee pun menanggung resiko yang lebih kecil sebab nama besar Primagama cukup membantu dalam pengelolaan usaha.

Primagama menentukan sendiri standardisasi yang diperlukan dalam pengelolaan usahanya. Seperti dengan mendirikan sebuah lembaga pelatihan untuk mendidik para stafnya untuk dijadikan kepala cabang juga dipergunakan untuk pelatihan tutor dan staf lainnya. Selain itu, Primagama juga menerapkan standardisasi gaji bagi sumber daya manusianya dengan cara ditetapkan dari pusat, sehingga tidak ada ketimpangan. Dengan demikian, melalui hal-hal tersebut Primagama tetap bisa terus mempertahankan kualitas usahanya.

62

Lembaga Pendidikan Primagama, “Primagama Masa Lalu,” artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id


(65)

2. Manfaat Bisnis dan Prospek Usaha Waralaba Primagama

Banyak cara menjadi Business Owner. Salah satunya mengambil bisnis yang sudah memiliki track record dan system yang baik.63 Primagama memegang rekor sebagai perusahaan dengan jumlah franchise Pendidikan terbanyak. Perlahan tapi pasti masyarakat mulai menyadari bahwa berbisnis dalam dunia pendidikan tidak saja mulia namun juga dapat memberikan keuntungan yang menggiurkan. Hal ini seiring dengan berkembangnya stigma masyarakat yang semakin mengedepankan pendidikan dari apapun juga.

Kebutuhan masyarakat akan pendidikan menjadikan usaha bimbingan belajar ini memiliki prospek usaha yang sangat cerah ditambah dengan segmen pasarnya yang sangat luas mulai dari tingkat SD sampai SMA. Dalam hal ini Primagama memiliki kelebihan sebagai bimbingan belajar yang terdepan dan terbesar di Indonesia, dengan pengalaman yang sudah mencapai 25 tahun lebih serta manajemennya yang solid dan inovatif, menjadikannya sabagai sebuah waralaba yang relative mudah pengelolaannya dan perkiraan investasi yang cepat kembali

3. Ketentuan dan Syarat Franchisee Primagama

63

Lembaga Pendidikan Primagama, “Info Franchise Primagama,” artikel diambil dari Brosur Franchise Primagama tahun ajaran 2008/ 2009.


(1)

c. Aspek tentang tata cara penyelesaian masalah

Komitmen Primagama untuk menyeimbangkan kedua sisi yang berbeda dalam landasan bisnisnya (yakni sisi pendidikan dan sisi bisnis usahanya), menjadikan Primagama selalu berupaya untuk menciptakan keadaan yang sifatnya win-win solution bagi semua pihak yang terkait di dalamnya. Termasuk dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan mitra bisnis secara damai dan jauh dari perselisihan dengan mengutamakan musyawarah untuk mufakat di atas kepentingan pribadi masing-masing pihak.

B. Saran

1. Evaluasi dan perbaikan secara berkala dan menyeluruh dengan mempertimbangkan masukan dan komunikasi dari seluruh pihak yang terkait dengan Primagama

2. Mengoptimalkan seluruh kekuatan dan peluang yang dimiliki dan menjadikan setiap kelemahan dan tantangan yang ada sebagai suplemen untuk semakin meningkatkan potensi yang dimiliki.

3. Akad Ijaroh (sewa-menyewa) dapat digunakan untuk menyewakan hak cipta yang dimiliki Primagama dengan kompensasi berupa franchisee fee.

Akad Musyarokah dapat digunakan dalam bentuk kemitraan waralaba dengan timbal balik berupa pemberian royalty fee dari investor kepada franchisor.


(2)

Yang lebih utama adalah Primagama harus terus berupaya menciptakan kondisi bisnis yang sehat dan Islami berdasarkan pertimbangan akal pikiran yang jernih dan hati nurani yang murni.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ariotejo, Sri Bimo. “Peluang Usaha Murah Meriah.” Modal, 29 Juni 2005.

Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya. Bandung: CV. Diponegoro, 2003, cet. IV.

Dewi, Gemala. dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.

Fatikhnansa, Nindya. Bisnis Menguntungkan Dengan Modal 100.000-an. Jakarta: Hi-Fest Publishing, 2008.

Lupiyoadi, Rambat. ENTREPRENEURSHIP from Mindset to Strategy. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI, 2007, cet. III.

Mancuso, Joseph dan Boroian, Donald. Peluang Sukses Bisnis Waralaba. Penerjemah Besongo Dharmaputra. Jogjakarta: Dolphin Books, 2006.

Nugroho, Arwinto P., dkk., Membedah Peta Persaingan Bisnis Bakmi. Studi Kasus: Segmentation, Targeting dan Positioning Waralaba Bakmi Tebet. Jakarta: Enno Media, 2008.

Nugroho, Arwinto P., dkk., Jurus Jitu Mengelola dan Mengembangkan Restoran Bakmi. Jakarta: Enno Media, 2008.

Pramono, Peni R. Cara Memilih Waralaba yang Menjanjikan Profit. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2007.

Qordhowi, Yusuf. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Penerjemah Zainal Arifin dan Dahlia Husin. Jakarta: Gema Insani Press, 2001, cet. IV.

Rangkuti, Freddy. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006, cet.XIV.

Sarosa, Pietra. Mewaralabakan Usaha Anda. Jakarta: Elex Media Computindo, 2006, cet.II.

Shabri, Abul Futuh. Sukses Bisnis Berkat Wasiat Nabi. Penerjemah Misbakhlil Khaer. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007.


(4)

SM, Junaedi B. Islam dan Entrepreneurialisme (Suatu studi Fiqh Ekonomi Bisnis Modern). Jakarta: Kalam Mulia, 1991, cet. I.

Suruji, Andi. “Wahyu dan Virus Wirausaha.” Kompas, 12 September 2005.

Suseno, Darmawan Budi. Waralaba Syariah. Yogyakarta: Cakrawala Publishing, 2008.

http://franchisefranchisor.blogspot.com http://id.wikipedia.org/wiki/Waralaba http://salamfranchise.com

http//www.depdag.go.id http://www.google.co.id http://web.bisnis.com www.lfip.org

www.pkesinteraktif.com www.primagama.co.id www.vibiznews.com


(5)

Hal: Permohonan Izin Wawancara & Permohonan Data Kepada

Yth. Ka. Div. Waralaba Lembaga Bimbel PRIMAGAMA Di Jakarta

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : DEWI IRMA FITRIANI

NIM : 104046101578

Semester : X (sepuluh)

Fakultas/ Jurusan : Syariah dan Hukum/ Muamalat (Ekonomi Islam) Universitas : Univ. Islam Negri Syarif Hidayatullah jakarta Alamat : BJI Mekar Sari Blok D 18 No. 15 Bekasi 17112 Telp./ HP : 882 5129/ 0813 1141 1041

Sehubungan dengan tugas akhir yang sedang saya kerjakan dengan judul “Strategi Pengembangan Bisnis Waralaba,” dengan ini saya meminta izin untuk dapat melakukan penelitian dan wawancara pada Lembaga Pendidikan PRIMAGAMA.

Bersama dengan surat ini saya juga bermaksud mengajukan permohonan data tertulis yang terkait dengan objek penelitian yang saya kaji. Adapun data-data tersebut di antaranya adalah:

a. Contoh surat perjanjian kerjasama/ kontrak waralaba antara Primagama (franchisor) dengan mitra bisnisnya (franchisee)

b. Contoh prospektus usaha waralaba Primagama c. Laporan tahunan waralaba Primagama

Demikian surat ini saya ajukan guna memperoleh sumber data untuk penelitian yang saya jalankan. Mohon kiranya agar Bapak/ Ibu berkenan memberikan data tersebut. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik bagi saya pribadi, pihak Primagama, dan juga masyarakat lain secara umum.

Atas perhatian dan kerjasama Bapak/ Ibu saya ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum wr. wb.

Bekasi, 21 April 2009 Hormat saya, Dewi Irma Fitriani


(6)