Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia yang memiliki serta kesempurnaan dibandingkan dengan makhluk lainnya telah mendorong untuk mencari jalan yang lurus dan terang agar kehidupan mereka senantiasa dipenuhi kesejahteraan dan kemakmuran. Untuk itu dibuatlah suatu rumusan yang dikenal dengan istilah Hukum, yakni kumpulan dan aturan-aturan hidup dan kehidupan. Akan tetapi semenjak terjadinya krisis moneter pada masa orde baru tahun 1998 menyebabkan perekonomian di Indonesia tidak stabil sehingga ada sebagian masyarakat Indonesia yang melakukan tindak pidana seperi pencurian, pembunuhan , perampokan dan lain-lain. Maka dari karena itu, tugas penertiban hukum pada masa yang akan datang tidak terlepas dari penggunaan metode dan cara-cara penyelesaian konflik berdasarkan aturan hukum. Baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, Polisi aparat hukum pada masa yang akan datang tidak terlepas dari tugas yang paling utama yaitu menjaga ketertiban. 1 Oleh karena itu, untuk terciptanya pelaksanaan pembangunan nasional yang terencana dan terarah tentunya perlu didukung oleh peran serta secara aktif dari semua lapisan masyarakat serta aksi dan reaksi dari aparat pemerintah dalam 1 Siswanto Sunarso. Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia. Bandung, PT Citra Aditia Bakti. 2005. Cet ke 1. hal. 162 kerangka penegakan hukum. Dengan kata lain pembangunan nasional dapat terwujud, salah satunya melalui, proses pengintegrasian antara upaya penegakan hukum dengan keseluruhan kebijaksanaan sosial. 2 Setiap anggota masyarakat tentu memiliki berbagi kepentingan yang beraneka warna dan yang dapat menimbulkan bentrokan satu sama lain. Jika bentrokan ini terjadi, maka masyarakat menjadi guncang. Keguncangan ini sebeberapa mungkin harus dihindarkan. Untuk ini, hukum menciptakan berbagai hubungan tertentu dalam masyarakat. Hubungan-hubungan ini di antara orang-orang perorangan, atau antara berbagai kelompok orang-orang. Atau antara suatu kelompok dan seorang oknum tertentu, atau antara masyarakat seluruhnya di satu pihak. Dalam mengatur suatu hubungan ini, hukum bertujuan menyeimbangkan di antara berbagai kepentingan. Imbangan ini tidak terutama terletak pada dunia rohaniah di tengah-tengah Masyarakat Magisch evecuscht. Janganlah sampai suatu kepentingan telantar di samping suatu kepentingan lain yang terlaksana tujuannya seluruhnya, hanya kalau masyarakat mewujudkan neraca yang lurus, dapat dikatakan ada keselamatan dan kebahagiaan di dalam masyarakat yang bermanfaat. Kelurusan neraca masyarakat ini hanya dapat tercapai, kalau hukum yang mengaturnya itu dilaksanakan, dihormati dan tidak dilanggar. 3 2 Didik dan Lisatis Gustom. Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan antara Norma dan Reaita, Jakarta, PT Raja Grafindo, 2008. hal. 18 3 Wirjono Projodikro. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung, PT Rafika Aditama hal. 15-16 Pelanggaran dalam hukum pidana yang menjadi perhatian adalah perbuatan-perbuatan yang bersifat melawan hukum, perbuatan-perbuatan inilah yang dilarang dan diancam dengan pidana. 4 Dalam hubungan ini, kesalahan merupakan faktor bagi pertanggungjawaban pidana. Ada tidaknya kesalahan, terutama penting bagi penegak hukum untuk menentukan apakah yang melakukan tindak pidana dapat dipertanggungjawabkan dan karenanya dapat dipidana. 5 Walaupun telah ada bukti awal yang menguatkan tuduhan sebagai pelaku kejahatan, yang bersangkutan tetap berkedudukan sebagai manusia dengan hak asasi yang tidak boleh dilanggar. Terlebih apabila atas perbuatannya itu belum ada putusan Hakim yang menyatakan pelaku bersalah. Tujuan diberikannya perlindungan hukum kepada si pelaku kejahatan adalah untuk menghormati hak asasi pelaku kejahatan agar nasibnya, tidak terkatung-katung, adanya kepastian hukum bagi si pelaku serta menghindari perlakuan sewenang-wenang dan tidak wajar. Selama ini banyak berkembang pemikiran bahwa dengan telah diadilinya pelaku kejahatan dan selanjutnya pelaku menjalani hukuman, maka perlindungan terhadap pelaku dianggap sudah selesai. 6 Seiring dengan meluasnya pernyataan Internasional tentang hak asasi manusia di berbagai belahan dunia, Indonesia sebagai negara yang berlandaskan hukum Recht Staat, dan bukan berdasarkan kekuasaan macht staat 4 Moeljetno. Asas-Asas Hulum Pidana, Jakarta, PT Rineka Cipta. 2002, hal. 130 5 Chairul Huda. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggunjwaban Pidana Tanpa Kesalahan, Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisah Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta, Pranada Media, 2006, hal. 19 6 Didik dan Lisatis Gustom. Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Reaita, Jakarta, PT Raja Grafindo, 2008. hal. 20 memberikan jaminan hak asasi terhadap warga negara untuk menjalankan aktivitas sehari-hari jaminan terhadap hak asasi ini tercantum dalam Undang- undang dasar 1945 dan dalam batang tubuh Undang-undang 1945. Jaminan tentang hak asasi bukan hanya diberikan kepada masyarakat yang bebas saja, tetapi terhadap seseorang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana. Bagi penegak hukum dalam menjalankan tugasnya, yang pada hakikatnya, merupakan pengurangan terhadap hak asasi manusia, dibatasi wewenang oleh Undang-undang. Jaminan mengenai hak asasi tersangka tertuang dalam Undang- undang Nomor 45 Tahun 1970 Pasal 5 Ayat 1 yang berbunyi “pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”. 7 Tetapi salah atau tidaknya tersangka, hukum lebih mengutamakan pada pengakuannya, untuk pembuktian aparat penegak hukum mengambil jalan pintas dengan melakukan penganiayaan terhadap tersangka. Tersangka dipaksa mengaku bahwa ia melakukan tindak pidana, penyiksaan tetap dilakukan bila tersangka tidak mengakui perbuatan tindak pidana yang ia lakukan. Akhirnya tersangka lebih baik mengakui secara terpaksa karena di dalam penjara mereka akan mendapat siksaan kembali. Namun demikian, perlu dimaklumi bahwa para penegak hukum adalah manusia biasa yang tidak pernah lepas dari kesalahan. Tindakan penangkapan dan penanahan sebenarnya dilakukan dengan tujuan untuk pemeriksaan demi tegaknya keadilan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat. Kadang-kadang 7 KUHP Surabaya, Karya Anda, tth, hal. 256 mereka memberi perlakuan seseorang yang belum jelas kesalahannya, sehingga tersangka menderita, baik secara fisik maupun mental. 8 Sering sekali profesionalisme Polisi Republik Indonesia POLRI dan aparat hukum lainnya yang terlibat dalam penyelesaian perkara hukum semakin ramai dibahas oleh media massa, selain soal korupsi juga soal salah tangkap yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Wacana tersebut bukan hanya perbincangan di kalangan para elit, tetapi juga semakin ramai mewarnai opini masyarakat. Terdapat kerisauan harapan atas kinerja aparat kepolisian dan aparat hukum lainnya agar dapat lebih profesional dalam menjalankan tugasnya. Kasus salah tangkap semakin ramai dibahas seiring dengan pengakuan Riyan si jagal dari Jombang yang telah membunuh Ashrory, sebenarnya kematian Ashrori telah membawa tiga orang pelaku yang di antaranya bernama Maman, Imam Hambal, dan David, tersangka telah divonis 17 dan 12 tahun penjara oleh hakim pengadilan negeri Jombang. Peristiwa tersebut mengungkap suatu catatan bahwa aparat kepolisian Polres Jombang telah melakukan salah tangkap atas pembunuhan Asrori pada bulan Mei 2007. Ternyata, kasus salah tangkap dan menghukum mereka yang sama sekali tidak bersalah sudah merupakan rahasia umum di negeri ini. Berbagai kasus sebelumnya juga pernah santer diperbincangkan, kisah sedih dialami. Sengkon dan Karta Tahun 1974 yang dijebloskan ke dalam penjara karena dituduh 8 Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, Bandung: Asy-Syamil,2001 Cet ke 2, Hal 128. merampok dan membunuh, hal yang tidak pernah mereka lakukan terhadap korban suami-istri Sulaiman dan Siti Haya di desa Bojong, Bekasi. Hal serupa terjadi pada Budi Harsono di Bekasi pada tahun 2002 yang dipaksa mengaku oleh oknum polisi agar mengakui pembunuhan ayah kandungnya sendiri. 9 Kita berharap pimpinan kepolisian menindak tegas terhadap oknum polisi yang bersalah melakukan kesalahan penangkapan, apalagi melakukan kekerasan terhadap yang korban tidak bersalah. Kejadian salah tangkap dan salah menghukum menjadi salah satu alasan utama penolakan hukuman mati oleh pendapat kontra hukuman mati obolisionis alangkah berbahaya pelaksanaan hukuman mati bila ternyata terpidana tidak bersalah, di mana sistem hukum Negara kita yang masih lemah, terlebih aparatnya masih tidak profesional seperti saat ini. Oleh karena itu para korban salah tangkap dan salah hukum berhak mengajukan upaya hukum, seperti permohonan Peninjauan Kembali PK kepada mahkamah agung dengan mengerahkan bukti baru Novum serta gugatan ganti rugi dan rehabilitasi sebagaimana diatur didalam KUHAP. Para korban yang tidak bersalah sebaiknya mendapatkan ganti rugi yang layak dari negara dan bila perlu ganti rugi tersebut dibebankan kepada para penegak hukum yang terlibat dalam peradilan sesat atas diri korban. 10 9 http:www.gp-anshor.orgtajuksalah-tangkap-dan-kesalahan-berjamaah.Html.Senin 25 mei 2009 10 http:cetak.kompas.comreadxml2008090600140018salahtangkapdansalahmenghukum Adanya kasus salah tangkap dan salah menghukum ini telah sampai ke tengah-tengah pers dan telah disampaikan kepada masyarakat luas setelah diketahui bahwa ternyata tersangka tidak bersalah akan tetapi nama tersangka telah tersebar luas atau telah tercemar. Dari latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik untuk mengajukan skripsi yang berjudul. “Pencemaran Nama Baik Akibat Salah Tangkap” Kajian Hukum Pidana Islam Dan Hukum Pidana Positif karena pencemaran nama baik adalah salah satu bentuk kejahatan yang dapat membunuh karakter seseorang. sehingga hal ini sangat menarik untuk dibahas dan diangkat sebagai judul skripsi.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah