seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan,
penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena alasan kekeliruan
mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Selanjutnya berdasarkan Pasal 97 Ayat 1 dari Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981, bahwa seseorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari
segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan humum tetap.
123
E. Kasus Salah Tangkap
Duduk perkaranya bisa diuraikan bahwa ada sebuah perampokan dan pembunuhan menimpa pasangan suami istri Sulaiman-Siti Haya di Desa
Bojongsari, Bekasi. Tahun 1974. Beberapa saat kemudian polisi menciduk Sengkon dan Karta, dan menetapkan keduanya sebagai tersangka.
Keduanya dituduh merampok dan membunuh pasangan Sulaiman-Siti Haya. Tak merasa bersalah, Sengkon dan Karta semula menolak menandatangani
berita acara pemeriksaan. Tapi lantaran tidak tahan menerima siksaan polisi, keduanya lalu menyerah. Hakim Djurnetty Soetrisno lebih mempercayai cerita
polisi dari pada bantahan kedua terdakwa. Maka pada Oktober 1977, Sengkon
123
. Ibid, h. 39.
divonis 12 tahun penjara, dan Karta 7 tahun. Putusan itu dikuatkan pengadilan tinggi Jawa Barat. Pada akhirnya merekapun bebas dari penjara, karena polisi
telah menangkap perampok sekaligus pembunuh Sulaiman-Siti Haya.
124
Kasus yang mirip dengan Sengkon dan Karta pada tahun 1974 kembali terulang. Budi Harjono 27 disangka membunuh ayah kandungnya sendiri. Budi
pun harus menjalani pahit getirnya menjadi seorang tahanan selama enam bulan di Rumah Tahanan Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi dan Lembaga
Pemasyarakatan Bulak Kapal. Empat tahun kemudian kebenaran terkuak. Masin, mantan pekerja bangunan di rumah keluarga almarhum Ali Harta Winata, ayah
kandung Budi, tertangkap. Ia mengaku sebagai pembunuh pemilik Toko Material Trubus pada tahun 2002.
125
Tepatnya 17 November 2002 sekitar pukul 02.00. Ali Harta ditemukan tewas secara mengenaskan di kamar mandi rumahnya di Jalan Raya Hankam
Jatiwarna, Pondok Gede, Bekasi. Ia tewas dengan luka tulang hidung patah, memar di kepala belakang, dan
cekikan tangan di lehernya. Kematian Ali Harta itu didahului kejadian tragis. Menurut Eni, istri almarhum, pukul 22.00 menjelang kejadian, ia dan Ningsih 19,
pembantu rumah tangganya, tengah memasak. Karena mengantuk, Ningsih tidur lebih awal. Tidak lama kemudian, Ali Harta bangun untuk menyelesaikan
pekerjaan administrasi toko seperti biasanya.
124
. http:dekade80.blogspot.com200904sengkon-dan-karta-sebuah-ironi-keadilan.html
125
. http:forum.wgaul.comshowthread.php?t=50761
Menjelang tengah malam, Eni pergi tidur. Ali tetap sibuk dengan pekerjaannya. tidak lama Eni tidur, dia lihat bayangan lelaki berkelebat. Orang
itu masuk kamar. Tiba-tiba saja pelipis Eni dipukul dengan balok kaso. Eni merasa sakit
bukan kepalang, tetapi sebelum ia sadar pukulan kedua mendarat di bagian rahangnya hingga tak sadarkan diri. Ketika sadar, ia sudah berada di Unit Gawat
Darurat Rumah Sakit UKI, Jakarta Timur. Saat ini terpasang sembilan pen pada tulang pelipis dan rahang Eni.
Menurut Budi, dia terbangun karena sayup-sayup mendengar teriakan ibunya. Ia lalu mendapati ibunya bersimbah darah. Ningsih juga ikut terbangun
ketika Budi berteriak, Ada maling memukul mamah Sebelumnya dia mendengar suara seorang lelaki menyuruh temannya ’cepat...cepat’, tetapi ningsih
biarkan. Lalu dia dengar teriakan Budi. Menurut Ningsih, saat itu ia juga melihat Budi kebingungan mencari
ayahnya. Dicari keluar, hingga ke kebun sebelah, tetap tak ketemu. Lalu ia meminta tolong tetangganya dan ramailah rumah itu. Tetangga menemukan Ali
Harta tewas di kamar mandi.
“
ningsih disuruh bilang bahwa dia melihat Budi turun dari tangga, lalu menyeret ayahnya ke kamar mandi. Padahal dia tidak
melihat Budi menyeret ayahnya. Penyiksaan terhadap Budi berbeda lagi. Selain menjadi sasaran pukulan,
Budi dipaksa mengaku bahwa dia yang membunuh ayahnya sendiri. Skenario pembunuhan versi polisi waktu itu adalah bahwa sebelum pembunuhan terjadi,
Eni terlibat pertengkaran dengan suaminya. Ali Harta memukul Eni dengan balok dan Budi membantu ibunya. Karena kalap, Budi pun menghabisi orangtuanya
sendiri. Padahal, kata Budi, yang terjadi tidaklah demikian. Enam bulan berlalu dengan penuh kepahitan. Majelis hakim perkara tersebut memutuskan terdakwa
Budi bebas dari segala tuntutan. Di tengah derita stigma masyarakat Budi sebagai pembunuh ayahnya, Polda Metro menangkap Masin. Lelaki itu adalah bekas kuli
bangunan di rumah Eni sebelum akhirnya dia diberhentikan dari pekerjaannya empat hari sebelum pembunuhan terjadi.
126
Setelah penulis menelusuri masalah atau kasus salah tangkap tersebut di Pengadilan Negeri Bekasi, benar-benar ada,
sehigga penulis mendapatkan bukti yang menguatkan kasus di atas, berupa putusan hakim pengadilan negeri bekasi, yang akan di lampirkan setelah akhir
bab. Dari yang telah diuraikan di atas, penulis berpendapat bahwasannya salah
tangkap bisa mengakibatkan tercemarnya nama baik seseorang, luka lahir dan luka batin, yang disebabkan adanya penyiksaan saat penyidikan. Sebagai contoh
di atas kasus Sengkon dan Karta, dan kasus Budi Harjono, yang tidak lepas dari paksaan, siksaan oleh polisi. Yang mengakibatkan tercemarnya nama baik
tersangka, kerena kasus tersangka telah menyebar ke masyarakat lewat media surat kabar atau elektronik, bahwa dialah yang melakukan kejahatan tersebut.
Kurang profesionalisme para penegak hukum yang menyebabkan terjadinya salah tangkap, dari polisi di tingkat penyidikan, jaksa, dan hakim.
126
. Ibid.
Apabila dihubungakan dengan hukum Islam, kasus salah tangkap atau salah menghukum, dapat dikatagorikan ke dalam masalah syubhat, yang berakibat
gugurnya hukuman hudud terhadap tersangka disebabkan adanya bukti yang kuat bahwa bukan tersangka yang berbuat jarimah. Seharusnya qadhi atau hakim lebih
berhati-hati dalam memvonis tersangka, hakim lebih baik salah dalam memaafkan dari pada salah dalam memberikan hukuman. Untuk aparat penegak hukum atau
polisi yang telah melanggar aturan-aturan hukum seperti penganiayaan terhadap tersangka harus mengganti rugi atas perbuatan mereka, dalam hukum Islam
terdapat konsep hukuman qisas yang apabila ada anggota badan yang hilang atau luka akibat perbuatan orang lain harus dibalas dengan perbuatan yang yang sama,
seperti hidung dengan hidung, gigi denan gigi, telinga dengan telinga dan seterusnya.
F. Analisis Perbandingan 1.