B. Tujuan Pemidanaan
Pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai dengan suatu pemidnaan, yaitu:
25
1. Untuk memperbaiki pribadi penjahatnya itu sendiri.
2. Untuk membuat orang menjadi jera untuk melakukan kejahatan-kejahatan.
3. Untuk membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk
melakukan kejahatan-kejahatan yang lain, yakni penjahat-penjahat yang dengan cara-cara lain yang sudah tidak diperbaiki lagi.
Dalam literatur bahasa Inggris, tujuan pidana dapat disingkat dengan tiga R dan satu D. Tiga R itu adalah reformation, yang berati memperbaiki atau
merehabilitasi penjahat menjadi orang baik dan berguna bagi masyarakat, restraint
, maksudnya mengasingkan pelanggaran dari masyarakat dan restrtribution
ialah pembalasan terhadap pelanggaran karena telah melakukan kejahatan. Sedangkan satu D ialah deterence yang terdiri individual deterence dan
generale deterence pencegahan khusus dan pencegahan umum yang berarti
menjera atau mencegah. Sehingga, baik terdakwa sebagai individu maupun orang lain yang potensial menjadi penjahat akan jera atau takut untuk melakukan
kejahatan, karena melihat pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa.
26
25
. Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam Fiqih Jiinayah, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000, Cet. Ke-1 h.52.
26
. A. Hamzah dan Siti Rahayu, Suatu Tujuan Ringkas Sistem Pemidanaan Di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressido, 1983, Cet. Ke-1 h. 19.
Dalam rancangan KUHP nasional, telah diatur tentang tujuan penjatuhan pidana, yaitu:
27
1. Untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma
hukum demi pengayoman masyarakat. 2.
Untuk mengadakan koreksi terhadap terpidana dan dengan demikian menjadikan orang yang baik dan berguna.
3. Untuk menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,
memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. 4.
Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
28
Kerangka di atas menimbulkan beberapa teori yang berupa pertanyaan, yakni apa hakekat dan tujuan pemidanaan?. Di antara para penulis barat yang
menganut pelbagai teori hukum pidana atau strafrechts theorien mendasarkan pikirannya pada persoalan-persoalan mengapa suatu kejahatan dikenakan suatu
hukuman pidana. Teori-teori hukum pidana ada hubungan erat dengan subjectief strafrecht
jus paniendi, sebagai hak atau wewenang untuk menentukan dan menjatuhkan pidana terhadap pengertian objectief strafrecht jus punale, sebagai
peraturan hukum positif yang merupakan hukum pidana.
29
27
. Aruan Sakitjo dan Babang Poenomo, Hukum Pidana Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Kodifikasi,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990 Cet. Ke-1h. 70.
28
. Zaenal Abidin, Pemidanaan, Pidana dan Tindak Pidana Dalam Rancangan KUHP, Jakarta: Elsam, Lembaga Studi Dan Advokasi Masyarakat, 2005, h. 13.
29
. A. Hamzah dan Siti Rahayu, Suatu Tujuan Ringkas Sistem Pemidanaan Di Indonesia. h. 24-26.
1. Teori Absolut Atau Mutlak tujuan
Menurut teori ini, setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana, tidak boleh tidak dan tanpa tawar menawar. Seorang mendapat pidana
karena telah melakukan kejahatan.
30
Teori pembalasan membenarkan pemidanaan karena seseorang telah melakukan tindak pidana, sehingga
terhadap pelakunya mutlak dijatuhkan pidana yang merupakan pembalasan terhadap tindakan tersebut.
31
Penjatuhan hukum itu berdasarkan pembalasan terhadap kejahatan yang telah dilakukan oleh
seseorang. Dasar hukumnya terletak pada kejahatan itu sendiri yang mengakibatkan hukum itu.
32
Namun terdapat perbedaan dalam hal mencegah kejahatan yakni
1 ada yang berpendapat agar pencegahan di tujuan kepada umum yang
disebut prevensi umum. Hal ini dapat dilakukan dengan ancaman hukuman, penjatuhan hukuman, dan pelaksanaan hukuman.Ada yang
2 Berpendapat agar prevensi ditujukan kepada orang yang melakukan
kejahatan itu sendiri. Selain itu timbul perbedaan pendapat mengenai cara mencegah
kejahatan, di antaranya dengan cara: 1
menakut-nauti yang ditujukan terhadap umum
30
. Ibid, h. 25.
31
. R.S. Sianturi dan Mopang L Panggabean Hukum Penitensia di Indonesia,Jakarta: Almni Ahaem-Petehaem, 1996 Cet. Ke-1, h. 40.
32
. Samidjo, Pengntar Hukum Indonesia, Bandung: CV. Amrico, 1985, Cet. Ke-3 h. 153.
2 memperbaiki pribadi si pelaku atau penjahat agar menginsafi atau
tidak mengulangi perbuatannya 3
melenyapkan orang yang melakukan kejahatan dari pergaulan hidup. Kemudian muncul teori relatif modern yang antara lain di utarakan
oleh Frans Von Liszt, Van Hamel, dan D. Simons. Mereka mengutarakan bahwa untuk menjamin ketertiban, negara menentukan berbagai peraturan
yang mengandung larangan dan keharusan. Peraturan dimaksud untuk mengatur hubugan antar individu di dalam masyarakat, membatasi hak
perseorangan agar mereka dapat hidup aman dan tentram, untuk itu negara menjamin agar peraturan- peraturan itu senantiasa dipatuhi masyarakat
dengan memberi hukuman pada pelanggarnya.
2. Teori-teori Felatif atau Nisbi balasan
Teori ini mengatakan bahwa dasar hukuman harus dicari dari kejahatan itu sendiri, karena kejahatan menimbulkan penderitaan bagi
orang lain, sebagai imbalannya vergelding si pelaku juga harus diberi penderitaan.
Para pakar penganut teori ini anatara lain: 1
Immanuel Kant Immanual kant selaku ahli filsafat berpendapat bahwa dasar
hukum pemidanaan harus dicari dari kejahatan itu sendiri, yang telah menimbulkan penderitaan pada orang lain, sedang hukuman itu
merupakan tuntutan yang mutlak absolute dari hukum kesusilaan. Di sini hukuman itu merupakan suatu pembalasan yang etis.
2 Hegel
Ahli filsafat ini mengajarkan bahwa hukum adalah suatau kenyataan kemerdrkaan. Olehnkarena itu, kejahatan merupakan
tantangan terhadap hukum dan hak. Hukuman dipandang dari sisi balasan sehingga hukuman merupakan dialectische vergelding.
3 Herbart
Menurut Herbart, kejahatan menimbulkan perasaan tidakenak pada orang lain. Untuk melenyapkan perasaan tidak enak itu, pelaku
kejahatan harus diberi hukuman sehingga masyarakat merasa puas. 4
Stahl Menurut Sthal bahwa hukum adalah suatau yang diciptakan
oleh tuhan. Karena kejahatan itu merupakan pelanggaran terhadap perikeadilan tuhan, untuk menindaknya negara diberi kekuasaan
sehingga dapat melenyapkan atau memberi penderitaan bagi pelaku kejahatan.
5 Jean Jackues Rousseau
Pokok pangkal pemikran Rossseau adalah bahwa manusia dilahirkan dengan memiliki hak dankemerdrkaan penuh. Akan tetapi,
manusia di dalam hidupnya memerlukan pergaulan. Di dalam pergaulan itu jika setiap orang ingin mempergunakan hak dan
kemerdekaannya secara penuh, akan timbul kekacauan. Untuk
menghindarkan kekacauan itu, setiap orang dibatasi hak dan kemerdekaannya. Artinya, setiap orang menyerahkan sebagian dari
hak dan kebebasannya kepada negara. Dengan diperolehnya hak-hak itu, negara harus dapat mengancam setiap arang yang melanggar
peraturan. Jadi, setiap hukuman telah disetujui oleh semua orang termasuk pelaku kejahatan.
33
3. Teori Gabungan
Teori ini merupakan penggabungan dari dua teori, yakni teori mutlak atau pembalasan dan teori relatif atau pencegahan. Teori ini yang
dianut di Indonesia.
34
dengan menelaah teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pemidanaan adalah
1 menjerakan penjahat
2 membinasakan atau membuat tak berdaya lagi si penjahat
3 memperbaiki pribadi si penjahat
Pada hakikatnya, ketiga hal tersebut menjadi dasar di adakannya sanksi pidana. Akan tetapi, membinasakan penjahat masih menjadi
masalah perdebatan para pakar. Sebagian negara memang telah
33
. Laden Marpaung, Asas-Asas, Teori, Praktik Hukum Pidana, Jkarta: Sinar Grafika, 2002 h. 105.
34
. Samidjo, Op. Cit., h. 154.
menghapuskan hukaman mati, tetapi sebaian lagi masih dapat menerapkannya.
35
Adapun tujuan hukuman dalam hukum positif, menurut A. Hanafi, tujuan hukuman adalah:
36
1. Fase balasan perseorangan Vengeance-Privee atau al-Intiqomul-fardi
2. Fase Balasan Tuhan Vengeance Divine atau al-Intiqomul Ilahi
3. Fase kemanusiaan Humanitaire atau al-‘ashrul-Insani
4. Fase keilmuan scientifique atau al-‘asrul-‘ilmi
Dari sekian pendapat yang telah diuraikan, penulis lebih sepakat tujuan penjatuhan hukuman atau pemidanaan adalah agar pelaku tindak kejahatan
menjadi jera sadar dan supaya orang lain yang belum pernah merasakannya bisa mengambil pelajaran penting bahwa setiap tindak pidana yang melanggar
peraturan hukum akan dikenakan sanksi. Hal ini lebih dipertimbangkan demi ketertiban sosial dan keharmonisan bersama dalam pranata sosial.
C. Sanksi Dalam Hukum Pidana, Jenis Dan Macam-Macamnya