B. Macam-Macam dan Jenis-Jenis Jarimah
Pidana itu dapat dikatagorikan menjadai beberapa macam tergantung kepada sudut pandang kita terhadapnya. Tapi penulis mencoba menjelaskan
pidana berdasarkan tindak pidana jarimah yang dilakukan pembuat . berikut penjelasannya:
1.
Pidana Hudud, yaitu sanksi pidana yang ditetapkan untuk jarimah hudud.
Ada beberapa poin penting di dalam menegakkan pemidanaan dalam jarimah
hudud, yaitu:
a. Asas legalitas, di mana setiap perbuatan yang dilakukan harus ada nash
yang melarangnya. Ini disebabkan agar ketika seseorang pembuat perbuatan yang dilarang tidak dihukum atas perbuatannya di masa lalu
yang ditetapkan sebagai jarimah di kemudian hari. b.
Prinsip kehati-hatian, ketika hudud akan diterapkan harus dengan penuh kehati-hatian. Hudud tidak dapat dijatuhkan bila ditemukan keragu-raguan
syubhat. Karena akan menjadi lebih baik, pada saat membebaskan orang bersalah daripada menghukum orang yang tidak bersalah. Di sini berlaku
kaidah “Adlaruuatu
Tubiihu Al-Mahdzuraat
” keadaan
darurat memperbolehkan melakukan yang dilarang, di mana terjadi delimatis
akibat dari kergu-raguan timbul. c.
Prinsif pembuktian yang akurat, prisif ini menjamin bahwa penjatuhan atas pidana hudud benar-benar tepat sasaran, yakni memang mengenai
orang yang memang layak maendapatkannya. Pembuktian merupakan aspek penting dalam jarimah hudud, karena pembuktian yang akurat harus
dilakukan sebelum putusan dijatuhkan. Karena putusan dapat diambil ketika si pembuat dinyatakan sah dan meyakinkan terbukti bersalah atas
perbuatan yang dilakukan.
57
Berikut ini perincian pidana dalam jarimah hudud:
a. pidana Zina
1 Unsur-Unsur Zina
a persetubuhan yang diharamkan, di dalam persetubuhan ini dapat
diukur, apabila kepala kemaluan hasyafah telah masuk ke dalam farji pagina walaupun sedikit. Dan juga, tetap dianggap zina
walaupun ada penghalang tipis yang tidak menghalang perasaan dan kenikmatan bersenggama. Persetubuhan haram itu tetap
dianggap zina jika dilakukan oleh seseorang dengan orang lain yang bukan miliknya atau bukan pasangannya yang sah.
b Adanya kesengajaan atau niat melawan hukum, unsur ini
terpanuhi apabila
pelaku melakukan
suatu perbuatan
persetubuhan pedahal ia mengetahui bahwa wanita yang di setubuhi adalah wanita yang haram baginya.
58
2 Bentuk Pidana Zina
57
. Muhammad Ichsan dan M Endriyo Susila, Hukum Pidana Islam: Sebuah Alternatif Yogyakarta: Lab Hukum Universitas Muhammadiah Yogyakarta, 2008, h. 123-125.
58
. Ibid, h. 126-128.
a Pidana dera, pidana dera sebanyak sertus kali diancam atas
perbuatan zina yang dilakukan oleh ghair muhsan belum kawin. Ketentuan ini didasarkan pada firman allah SWT dalam surat An-
nur Ayat 2:
+ ,
- . 1
2 3 4
5 657
8 9:
; = ?
;?
9: +
BC D
EFGHI J 8D
1 K
2 KLM: N
HO 5P
? D
? A
B
Artinya: “perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus
kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika
kamu berman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklahpelaksanaan hukuman mereka disaksikan
oleh sekumpulan orang-orang beriman.”
Q.S.An-nur 24 : 4
b Pidana pengasingan tagrib, hukuman pengasingan ini dikenakan
selama satu tahun selain nukuman jilid kepada pembuat zina ghair muhsan
belum kawin. c
Pidana rajam, pidana rajam adalah pidana mati dengan jalan dilempari dengan batu. Dan yang dikenakan adalah pembuat zina
muhsan telah menikah, baik laki-laki maupun perempuan.
Apabila perbuatan zina antara laki-laki yang muhsan telah menikah dengan perempuan yang ghair muhsan belum kawin.
Maka bila laki-laki berlaku pidana rajam. Sedangkan untuk perempuan berlaku pidana dera. Demikian pula bila terjadi
sebaliknya.
59
b. Pidana Qazaf menuduh orang berzina
Pidana qazaf dikenakan hukuman dera sebanyak 80 kali, dan tidak diterima persaksian pembuatnya hukuman tambahan. Hukuman tersebut
dijatuhkan apabila berisi kebohongan, akan tetapi jika berisi kebenaran maka qazaf dapat di buktikan, dengan cara-cara sebagai berikut:
1 Dengan saksi, saksi merupakan salah satu alat bukti untuk jarimah
qazaf. Syarat-syarat saksi sama dengan syarat saksi dalam jarimah zina. Yaitu: balig, berakal, dapat berbicara, adil, Islam, dan tidak
terhalang menjadi saksi. Adapun jumlah saksi kurang lebih empat orang.
2 Dengan pengakuan, jarimah qadzaf bisa dibuktikan dengan adanya
pengakuan dari pelaku penuduh, bahwa dia telah menuduh orang lain melakukan zina. Pengakuan ini cukup dinyatakan satu kali dalam
majelis pengadilan.
59
.Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Bandung: Bulan Bintang, 2005, h. 197- 199.
3 Dengan sumpah, menurut imam Syafi’i jarimah qadzaf bisa
dibuktikan dengan sumpah apanila tidak ada saksi dan pengakuan. Caranya adalah: orang yang dituduh korban meminta kepada orang
yang menuduh pelaku untuk bersumpah bahwa ia tidak melakukan penuduhan.
60
c. Pidana Syurbul Khamr minum-minuman keras
Jarimah khamr dijatuhkan pidana 80 kali dera. Namun pendapat imam Syafi’i, hukuman jarimah khamr adalah 40 dera sebagai hukuman
had, sedang 40 kali dera lainnya tidak termasuk pidana had, melainkan sebagai pidana takzir. Di mana hukuman tersebut baru dijatuhkan bila
dipandang perlu oleh hakim atau penguasa.
d. Pidana Sariqah Pencurian
Pencurian diancam potong tangan dan kaki, sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-maidah ayat 38. dan unsur-unsur dalam
jarimah pencurian, adalah: 1
Pengambilan secara diam-diam 2
Barang yang diambil itu berupa harta 3
Harta tersebut milik orang lain 4
Adanya niat melawan hukum
e. Pidana Hirabah perampokan
60
. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, h. 68.
Ada empat macam pidana yang dapat dijatuhkan terhadap jarimah hirabah, yaitu:
1 Pidana mati, pidana ini dijatuhkan atas pengganggu keamanan
pembegal, penyamun apabila ia melakukan pembunuhan. Pidana tersebut adalah pidana had.
2 Pidana mati disalib, pidana ini dijatuhkan apabila pengganggu
keamanan melakukan pembunuhan disertai dengan merampas harta benda. Jadi pidana tersebut dijatuhkan atas perbuatan membunuh dan
mecuri secara bersama-sama. 3
Pidana pemotongan anggota badan, pidana ini dijatuhkan atas pengganggu keamanan jika ia mengambil harta tetapi ia tidak
melakukan pembunuhan. Pemotongan disini dilakukan dengan memotong tangan kanan dan kaki kiri si pembuat secara sekaligus
selang-seling 4
Pidana pengasingan, pidana ini dijatuhkan apabila pengganggu keamanan hanya menkut-nkuti orang yang melintas tapi tidak
mengambil harta dan tidak pula membunuh. Mengenai cara lamanya pengasingan, menurut pendapat fuqaha sama dengan pengasingan
dalam jarimah zina.
f. Pidana Riddah murtad
Hukuman bagi oarng yang melakukan Riddah ada tiga macam , Yaitu: 1
Pidana Pokok, pidana pokok untuk jarimah riddah adalah pidana mati. Ini sesuai dengan hadis Nabi SAW.:
61
C 4 DE F ﺏG A
4 C C : 4 D
H I :
J C1ﺏ I
K L B
Artinya: “dari ibnu ‘abbas ra berkata: bersabda Rosulullah SAW, barang siapa menukar agamanya, maka kamu bunuhlah
dia ”. H. R. Al-Bukhari.
62
Bahwasanya pidana mati adalah berlaku umum untuk setiap orang yang murtad, baik ia laki-laki maupun prempuan, tua maupun muda.
Akan tetapi sebelum melaksanakan pidana tersebut diberikan kesempatan bagi terdakwa untuk bertaubat ada tiga hari tiga malam.
63
Dan taubatnya cukup dengan mengucapkan “dua kali syahadat” 2
pidana pengganti, pidana pengganti untuk jarimah riddah berlaku dalam dua keadaan, yaitu:
a Apabila pidana pokok gugur akibat taubat, maka hakim mengganti
dengan pidana Takzir yang sesuai dengan keadaan pelaku
61
. Ibid.
62
. Abi Abdullah Muhammad bin Ismail, Kitab Sahih Bukhori, Bairut: Dar Al-Fikr, t.th, Jilid 8. h 50.
63
. A. Jazuli, Fiqh Jinayah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997, h. 166.
perbuatan tersebut. Seperti: cambuk, penjara, denda, atau dipermalukan di depan umum.
b Apabila pidana pokok gugur akibat syubhat, karena menurut
pendapat Imam Abu Hanifah, seorang wanita dan anak-anakyang murtad tidak dihukum mati. Akan tetapi dipenjara dengan
hukuman yang tidak terbatas dan keduanya kembali kepada agama Islam.
64
3 Pidana Tambahan, pidana tambahan bagi orang murtad dengan cara
penyitaan dan perampasan harta. Menurut Imam Ahmad, Malik dan Syafi’i apabila seorang murtad meninggal atau dibunuh, maka
hartanya menjadi milik bersama dan tidak boleh diwarisi oleh siapapun. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, harta tersebut boleh
diwarisi yang beragama Islam.
g. Pidana Bughat pemberontakan
Jarimah pemberontakan dikenakan pidana mati, hukuman ini bersumber dari firman Allah SWT dalam surat Al-hujurat ayat 49. Syariat
mengambil tindakan keras terhadap jarimah pemberontakan, karena jika tidak demikian ditakutkan terjadi fitnah, kekacauan serta ketegangan yang
akhirnya menimbulkan kerusuhan dan kekacauan di masyarakat.
65
64
. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, h. 130.
65
. Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, h. 207.
2.
Pidana Kisas - Diyat. Yaitu pidana yang ditetapkan untuk jarimah kisas-diat yang oleh syariat Islam ada lima macam:
a. Kisas. Merupakan pidana bagi pembunuhan sengaja dan pencideraan
sengaja. Di mana cara pemidanaannya disamakan atau seperti seperti perbuatan jahat yang dilakukan oleh pembuatnya. Seperti firman Allah SWT
dalam surat Al-baqarah ayat 178-179 dan surat Al-maidah ayat 45. Sebagai contoh, jika sipelaku pembunuh maka pidana dibunuh dan bila ia
mencederakan orang lain mak ia akan dicederakan. Kisas merupakan bentuk pidana yang menawarkan keadilan sejati, di mana
pembuat jarimah diberi balasan yang sesuai ataupun setimpal dengan perbuatan jahatnya. Ancaman pidana yang diterapkan pada qisas berupa
pembalasan prevention sebagai ciri khasnya, memberikan daya cegah prevention dan efek jera deterrent effect yang luar biasa. Ada tiga sebab
yang menggugurkan qisas, yaitu: 1
Hilangnya tempat atau objek qisas, yang dimaksud objek qisas di sini adalah jiwa pelaku pembunuh atau anggota badan pelaku yang sama
dengan objek telah hilang. Di mana kehilangan tersebut dapat disebabkan berbagai sebab, seperti, sakit, musibah, hukuman. Apabila
objek qisas tidak ada maka dengan sendirinya qisas gugur. Namun yang menjadi permasalahan adalah apakah wali korban atau korban mendapat
diat. Menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah, jika qisas gugur
maka korban tidak mendapat diat, karena hak korban dalam qisas adalah bersifat asli. Sedang Imam Syafi’i dan Ahmad Bin Hambal berpendapat
bahwa jika hilangnya objek qisas maka korban berhak mendapat atau memilih diat, jika apapun sebab hilangnya objek qisas.
66
2 pengampunan, korban atau walinya diberi wewenang atau hak untuk
mengampuni pidana qisas. Maka ia memaafkan si pelaku maka gugurlah qisas tersebut. Pemberian apapun di sini bisa dengan Cuma-Cuma atau
dengan membayar diat kepada korban atau walinya. Jika kondisi pada apapun dengan membayarkan diat, menurut Imam Malik dan Imam Abu
Hanifah, bukan marupakan ampunan, melainkan akad damai karena ampunan tersebut membutuhkan kerelaan pelaku untuk membayar diat.
3 Akad damai atau perdamaian shulh. Perdamaian yang dilakukan oleh
korban dengan pelaku dapat berlangsung, sehingga dengan demikian qisas menjadi gugur. Korban, atau walinya boleh meminta imbalan yang
sama dengan diat atau lebih.
b. Diyat, yakni pidana berupa kewajiban membayar ganti rugi dengan
besaran tertentu kepada pihak korban untuk kasus penganiayaan ataupun pembunuhan. Setatus diyat sendiri bisa merupakan hukuman pokok main
punishment dan hukuman pengganti substitutive punishment. Diat
adalah pidana yang mempunyai satu batasan. Artinya hakim tidak berhak mengurangi atau menambahi jumlahnya. Diat itu merupakan hukuman
untuk pembunuhan sengaja, pembunuhan serupa sengaja, pembunuhan
66
. Alie Yafi, dkk, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Judul Asli: At- Tastri Al-jinai Al-Islami Muqoronah Bilqonun Al-wad’i,
Pengarang, Abdul Qodir Audah, Jakarta: Karisma Ilmu, 2007, jilid 3, h. 64.
serupa sengaja dan pembunuhan salah, akan tetapi kadarnya berbeda. Pada umumnya diyat itu 100 ekor unta. Tetapi di dalam diyat dapat terjadi
pemberatan dan peringanan, dan yang membedakan bukan jumlahnya tetapi macam dan umur unta tersebut. Pembedaan tersebut, disebut diyat
mughalladzah yang diperberat bagi pembunuhan sengaja dan
menyerupai sengaja
dan diyat
mukhaffafah yang
diperingan diperuntukan pembunuhan tersalah.
c. Kaffarat, adalah pidana pokok berupa memerdekakan seorang hamba
yang beriman. Apabila tidak ditentukan hamba dan tidak mempunyai sebanyak hamba tersebut, maka digantikan dengan berpuasa dua bulan
berturut-turut. Pidana berpuasa tersebut sebagai pidana pengganti. d.
Pencabutan Hak mawaris, merupakan pidana tambahan bagi jarimah
pembunuhan, selain pidana pokoknya yaitu mati, apabila antara orang yang membunuh dengan korbannya ada hubungan keluarga. Dasar
hukumnya adalah sabda Rasulullah SAW.:
67
C 3 4 E I1ﺝ ﺏ M ﺏ
A 4 D 4 C C
H ﺕ ;
N O D ; 1
I B
Artinya: “dari ‘Amru ibni Su’aiba dari bapanya dari kakenya ra berkata: bersabda Rosulullah SAW, tidak ada bagian warisan sama
67
. Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islas, h. 207.
sekali bagi orang yang membunuh” H. R, Nasai dan darul
qutni.
68
e. Pencabutan hak menerima wasiat, pidana ini merupakan pidana pidana
tambahan. Di mana seorang pembunuh tidak mendapatkan apapun dari warisan ataupun juga wasiat.
69
3.
Pidana Takzir. Adalah pidana yang ditetapkan untuk segala jarimah takzir.
70
Hal penting dalam pidana ta’zir adalah bahwa jarimah takzir tidak ditentukan di dalam Nash begitupun dengan pemidanaannya. Walaupun seperti itu tetap saja
dalam penjatuhan pidanannya tidak boleh melewati ataupun tidak berdasarkan syar’i. dalam artian tetap dalam koridor syar’i. bentuk pidana takzir adalah
sebagai brikut:
71
a. Pidana Mati
Imam Hanafi membolehkan sanksi takzir dengan hukuman mati dengan syarat bila perbuatan itu dilakukan berulang-ulang, Imam Malik juga
membolehkan hukuman mati sebagai sanksi takzir tertinggi, ia memberi contoh sanksi bagi orang yang melakuakan kerusakan di muka bumi, Imam
Syafi’i juga membolehkan hukuman mati.
72
68
. Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Fiqh Al-Mawaris, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 201, cet- 3. h. 302.
69
. Muhammad Ichsan dan Mendriyo susila, Hukum Pidana Islam: Sebuah Alternatif, h. 169.
70
. Alie Yafi, dkk, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, jilid 3, h. 24.
71
. Jimly Assiddiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia; Bandung: Angkasa. 1996 h. 143.
72
. A. Jazuli, Fiqh Jinayah, h. 188.
b. Pidana Dera
Hukuman jilid dalam jarimah hudud, baik perzinaan maupun tuduhan zina dan sebagainya telah disepakati oleh para ulama. Batas terendah bagi
hukuman jilid dalam takzir termasuk masalah ijtihad, oleh karena itu wajar bila terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Hanya saja demi
kepastian hukum, maka Ulil Amri berhak menentukan batas terendah hukuman, karena masalah jinayah itu bekaitan dengan kemaslahatan umat.
73
c. Pidana Penjara, ada dua macam pidana penjara:
1 Pidana Penjara terbatas ada kurun waktunya, batas terendahnya ialah
satu hari sedangkan batas tertingginya tidak ada kesepakatan. Biasaya pidana penjara terbatas ini dikenakan untuk jarimah takzir biasa atau
kejahatan biasa. 2
Pidana penjara tidak terbatas. Para ulama sepakat bahwa pidana ini dikenakan bagi pelaku kejahatan yang membahayakan dan mereka yang
biasa melakukan jarimah. Kurun waktu tidak ditentukan terlebih dahulu, berarti dapat berlangsung terus menerus sampai mati atau terjadi tobat
dan memperbaiki dirinya. 3
Pidana Pengasingan, pidana pengasingan ini diperlukan karena ditakutkan perbuatan sipelaku dapat berdampak buruk terhadap
Masyarakat menarik
orang lain
untuk melakukannya
atau membahayakan orang lain.
73
. Ibid.h. 192.
4 Pidana Ancaman, Teguran, dan Peringatan.
5 Pidana Denda, diterapkan pada jarimah takzir seperti pencurian. Di
mana seorang yang mencuri buah yang masih tergantung di pohon yang didenda dua kali dengan harga buah tersebut.
C. Uqubah Macam Dan Tujuannya Dalam Hukum Islam