Uqubah Macam Dan Tujuannya Dalam Hukum Islam

4 Pidana Ancaman, Teguran, dan Peringatan. 5 Pidana Denda, diterapkan pada jarimah takzir seperti pencurian. Di mana seorang yang mencuri buah yang masih tergantung di pohon yang didenda dua kali dengan harga buah tersebut.

C. Uqubah Macam Dan Tujuannya Dalam Hukum Islam

Dalam hukum Islam dikenal adanya prinsip atau asas pembebanan hukum taklif hukum. Pembebanan hukum kepada setiap subyek hukum selalu mengandung tiga asas penting, yaitu: 1. Asas peniadaan kesulitan ‘Adam Al-harj, 2. Asas pembebanan berangsur-angsur Al-tadrij fi Al-tasyri’ dan 3. Asas meringankan beban Taqlil Al-takalif Asas pertama dimaksud bahwa dibebankannya kewajiban dalam hukum Islam bagi siapa saja yang ingin beriman kepada Allah adalah untuk meringankan beban mereka dari kewajiban-kewajiban yang dibebankan oleh tradisi masyarakat sebelum Islam. Sedangkan asas yang kedua adalah bahwa tidak serta merta hukum Tuhan yang diterapkan dalam Al-qur’an harus dilaksanakan sekaligus. Yang terakhir bahwa diterapkannya ketentuan hukum Islam itu dimaksud untuk meringankan beban para subyek hukum yang beriman, khususnya bila dibandingkan dengan beban yang diwajibkan oleh tadisi hukum sebelumnya. 74 74 . Jimli Asy-syiddiqey, Ibid. h. 56. Uqubah atau sanksi hukuman dalam sistem hukum pidana Islam terbagi kepada tiga kategori utama yaitu uqubah hudud, uqubah qisas dan diat dan uqubah takzir. 75 Di bawah ini perincian berat ringannya hukuman adalah: 1. Jarimah Hudud. Yakni jarimah hukuman yang diancam dengan hukuman had, hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlahnya dan menjadi hak Tuhan. Pengertian hak tuhan ialah bahwa hukuman tersebut tidak bisa dihapuskan baik oleh perseorangan yang menjadi korban jarimah, ataupun oleh masyarakat yang diwakili oleh negara. 76 Dengan demikian, maka hukuman tersebut tidak mempunyai batas terendah atau batas tertinggi. Jarimah hudud yang termasuk dalam golongan jarimah yang menjadi hak Allah SWT, identik dengan hak jamaah atau hak masyarakat. Oleh karena itu jarimah hudud yidak mengenal pemaafan atas perbuatan jarimah, baik oleh perseorangan yang menjadi korban jarimah mujna alaih maupun oleh negara. 77 2. Jarimah Qisas atau Diyat, pengertian jarimah qisas sama halnya dengan pengertian jarimah hudud, yakni suatu tindak pidana yang dikenai sanksi qisas dan diyat yang hukumannya telah ditentukan jenisnya maupun besar hukumannya. 78 Sementara yang membedakan hanyalah jarimah qisas atau diyat merupakan hak perseorangan atau hak adami yang membuka 75 . http:yogiikhwan.blogspot.com200804uqubah.html 76 . Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, h. 7. 77 . Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, fiqh jinayah, h. 26. 78 . Ibid, h. 27. kesempatan pemaafan bagi si pembuat jarimah oleh orang yang menjadi korban, wali, atau ahli warisnya. 3. Jarimah Takzir. Yang termasuk jarimah ini ialah perbuatan-perbuatan yang diancam dengan satu atau beberapa hukuman takzir. Secara atimologi takzir berarti at-ta’dib, artinya memberi pengajaran. Sedangkan secara terminology takzir merupakan suatu bentuk jarimah, yang bentuk atau macam jarimah serta hukuman sanksi jarimah ini ditentukan penguasa. 79 Jadi, jarimah ini berbeda dengan jarimah hudud dan qisas atau diyat yang macam jarimah atau bentuk hukumannya telah ditentukan oleh syara’. Tidak ditentukan macam dan hukuma pada jarimah takzir sebab jarimah ini berkaitan dengan perkembangan masyarakat serta kemaslahatannya. Maksud pemberian hak penentuan jarimah-jarimah ta’zir kepada penguasa, ialah agar mereka dapat mengaturmengatur masyarakat dan memelihara kepentingan-kepentingannya, serta bisa menghadapi sebaik-baiknya terhadap keadaan mendadak. 80 Adapun tujuanya adalah, sang pencipta Alam sungguh sangat Bijaksana dan Maha Adil. Allah SWT, sebagai pembuat kebijakan hukum pastilah menyimpan fungsi, manfaat dan target dalam setiap keputusannya. Tujuan pokok penjatuhan hukuman dalam Syari’at Islam ialah mencegah Ar-radu wa Az-zajru dan pengajaran serta pendidikan Al-ishlah wa Al-tahdzib. 81 79 . Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, fiqh jinayah, h. 30. 80 . Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, h. 9. 81 . Ibid, h.255. Pengertian pencegahan ialah menahan pembuat agar tidak mengulangi perbuatan jarimahnya atau agar ia tidak terus-menerus melakukannya di samping pencegahan terhadap orang lain selain pembuat agar ia tidak melakukan jarimah sebab ia dapat mengetahui bahwa hukuman yang dilaksanakan terhadap orang yang melakukan perbuatan yang sama. Dengan demikian, maka kegunaan pencegahan adalah rangkap, yaitu menahan terhadap pembuat sendiri untuk tidak mengulangi perbuatannya dan memohon orang lain untuk tidak melakukannya pula dan menjauhkan diri dari lingkungan jarimah. Tujuan jangka pendek adalah mengarahkan penjahat untuk mencegahnya kembali melakukan kejahatan dan mencegah orang lain dari mengikutinya, tujuan jangka panjang ialah menjaga kemaslahatan masyarakat. Hukuman-hukuman yang ditetapkan oleh Al-Quran hanya terhadap beberapa jenis kejahatan saja, sedangkan untuk kejahatan lainnya Al-Quran hanya memberikan norma-normanya saja, maka untuk menentukan jenis hukumannya Al-Quran memberikan dasar-dasar yang umum pula, yaitu bahwa hukuman itu harus sebanding dengan apa yang dikerjakannya, sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran : R ST8 U 2 ST8 U V WX PQ A B Artinya: “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa Ass- syura 42 : 40 ”. Dan hukuman pidana Islam tidak mengenal pertanggung jawaban kolektif, tetapi menganut pertanggung jawaban individual sebagaimana firman Allah A 4 YZDL + [\]K _ ` a 4 R 1 S T A UV B Artinya: “Setiap jiwa terikat dengan apa yang dilakukannya Al-Mudatsir 74:38” Pertanggung jawaban individual ini dapat memperbaiki penjahat untuk tidak melakukan atau mengulangi kejahatannya lagi dan ini merupakan tujuan hukuman jangka pendek dalam hukuman pidana Islam. Seperti dalam pembunuhan disengaja apabila si pembunuh tersebut dimaafkan oleh keluarga si korban, maka si pembunuh dikenakan diyat yang cukup berat yang harus dibayar oleh si pembunuh sendiri, diyat ini menyatakan penjara bagi pelaku. Sementara itu Ahmad Hanafi mengemukakan mengenai penjatuhan dalam hukum pidana Islam, ialah untuk pencegahan, pengajaran, pendidikan, baik pelakunya sendiri maupun bagi masyarakat pada umumnya. 82 Adapun tujuan jangka panjang hukuman dalam hukum pidana Islam adalah untuk kemaslahatan umat manusia dan kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak, dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudharat yaitu yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan. 83 Adapun untuk merealisirnya harus mengandung jaminan atas tiga hal sebagai berikut : 82 . Ibid, hal.225. 83 . M. Daud Ali. Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum. 1. Terjaminnya kebutuhan pokok. 2. Terjaminnya kebutuhan sekunder. 3. Terjaminnya kebutuhan pelengkap. 84 Hal yang bersifat pokok bertitik tolak untuk memilih lima 5 perkara yaitu : agama, jiwa, akal, keturunan dan harta 85 . Agama merupakan tujuan utama hukum Islam sebabnya adalah karena agama merupakan pedoman hidup manusia dan di dalam agama Islam selain dari komponen-komponen akidah yang merupakan pegangan hidup setiap muslim serta akhlak yang merupakan sikap hidup seorang muslim, terdapat juga syari’at yang merupakan jalan hidup seorang muslim baik dalam berhubungan dengan tuhannya maupun berhubungan dengan manusia lainnya dalam bermasyarakat. Untuk memelihara jiwa agar terjamin kelangsungan hidupnya, hukum Islam mensyari’atkan untuk memperoleh sesuatu yang dapat memelihara jiwa dengan mensyari’atkan qisas, diyat, serta kafarat tebusan terhadap orang yang menganiaya jiwa. Untuk menjaga dan memelihara keturunan, Islam mensyari’atkan had dera bagi laki-laki atau perempuan yang berzina, juga had bagi pelaku penuduh zina. Untuk menjaga harta, hukum Islam mengharamkan pencurian dan memberikan hukuman had kepada pelaku pencurian baik laki-laki maupun perempuan. 86 84 . Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Bandung : Risalah, 1983 , Terjemahan, Hukum Islam di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 1996, Cet.V, hal.53. 85 . Ibid. 86 . Ibid. hal 140. Hal bersifat sekunder adalah adanya tuntutan diyat denda tebusan kepada keluarga terbunuh pada jurusan ayah, untuk meringankan pembunuhan tidak sengaja. Hukum Islam juga menolak hukuman had karena adanya keraguan dan memberikan hak kepada orang tua si terbunuh untuk mengampuni si pembunuh dari pelaksanaan qisas. Hal yang merupakan kebutuhan pelengkap ialah diharamkannya membunuh anak-anak dan hukum wanita dalam peperangan, dilarang penyiksaan, khianat, dilarang membuka aib orang hidup atau mati. Hal demikian berkaitan erat dengan akhlak yang telah ditetapkan oleh Islam untuk mengajarkan hal-hal yang dapat mendidik individu dan masyarakat banyak. Apabila ketiga kebutuhan tersebut dilaksanakan secara terpadu, niscaya apa yang dicita-citakan oleh hukum pidana Islam yaitu kemaslahatan bagi umat manusia akan menjadi kenyataan. Tujuan hukum ialah mewujudkan kemaslahatan bagi masyarakat, baik di dunia maupun di akhirat, menolak kemudharatan dan mewujudkan keadilan yang mutlak. Orang yang memperhatikan kesempurnaan kandungan syari’at Islam bagi kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akhirat, dan kedatangan syari’at tersebut dengan keadilan yang sempurna maka tidak ada kemaslahatan lain selain yang dikandung oleh syari’at Islam. 87 Oleh karena itu tujuan hukuman dalam hukum Islam adalah untuk menegakkan hukum Allah di dunia dalam rangka melakukan ibadah kepada Allah 87 . Hasbi Ash-Shiddiqq, Falsafah Hukum Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1983 , h.123. dari apa yang diperintahkan-Nya, sehingga mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

D. Pencemaran Nama Baik Dan Jenis Sanksinya Menurut Hukum Islam