a. Akumulasi modal Akumulasi modal meliputi semua investasi baru pada tanah, peralatan fisik
dan sumber daya manusia. Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan masyarakat diinvestasikan dengan tujuan memperbesar output.
Investasi produktif ini harus dilengkapi dengan infrastrujtur yang mendukung guna menunjang aktivitas perekonomian yang terpadu.
b. Pertumbuhan Penduduk dan Angkatan Kerja Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja, secara tradisonal dianggap
sebagai faktor positif dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan meningkatkan luasnya pasar domestik.
c. Kemajuan Teknologi Dalam pengertian yang lebih sederhana, kemajuan teknologi terjadi karena
ditemukannya cara baru atau perbaikan cara penyelesaian tugas tradisional. Kemajuan teknologi yang netral terjadi apabila penggunaan teknologi berhasil
mencapai tingkat produktif yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama.
Kemajuan teknologi hemat pekerja terjadi apabila dengan menggunakan jumlah input pekerja yang lebih tinggi. sedang kemajuan teknologi hemat modal
akan menghasilkan metode produksi padat karya yang lebih efesien.
B. Pertumbuhan Ekonomi Regional
Pada dasarnya pembangunan daerah adalah berkenaan dengan tingkat dan perubahan selama kurun waktu tertentu suatu set variabel-variabel, seperti
produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio modal tenaga, dan imbalan bagi faktor faktor returns dalam daerah dibatasi secara jelas. Laju petumbuhan di daerah-
daerah yang biasanya diukur menurut output atau tingkat pendapatan, adalah sangat berbeda-beda dan beberapadaerah mengalami kemunduran jangka panjang.
Pertumbuhan regiomal adalah produ dari banyak faktor, sebagian bersifat ekstern dan sosio politik. faktor-faktor yang berasal dari daerah itu sendiri
meliputi distribusi faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, modal. sedangkan salah satu faktor ekstern yang penting adalah tingkat permintaan dari daerah-
daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah tersebut.
B. 1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional
Pola pertumbuhan ekonomi regional tidaklah sama dengan apa yang lazim ditemukan pada pertumbuhan ekonomi nasional. hal ini pada dasarnyadisebabkan
pada analisispertumbuhan ekonomi regional tekanan lebih dipusatkan padapengaruh perbedaan karakteristik space terhadap pertumbuhan ekonomi.
Namun demikian, kedua kelompok ilmu ini juga mempunyai ciri yang sama, yaitu memberikan tekanan pula pada unsur waktu yang merupakan faktor penting alam
analisa pertumbuhan ekonomi. Dalam teori ekonomi regional memberikan juga pada unsur space, maka
faktor-faktor yang menjadi perhatian juga berbeda dengan apa yang lazim dibahas pada teori pertumbuhan ekonomi nasional Growth Theory pada teori
pertumbuhan ekonomi nasional faktor-faktor yang sangat diperhatikan adalah modal, lapangan pekerjaan, dan kemajuan teknologi yang bisa muncul dalam
berbagai bentuk. Sedangkan pada teori pertumbuhan ekonomi regional, faktor- faktor yang mendapat perhatian utama adalah keuntungan lokasi, aglomerasi,
migrasi, dan arus lalu lintas modal antar wilayah.
Ada beberapa teori pertumbuhan ekonomi regional yang lazim dikenal, yaitu:
a. Export Base – Models
Model ini dipelopori oleh Douglas C. North 1955 dan kemudian dikembangkan oleh Tiebout 1956. Model ini mendasaekan pandangannya dari
sudut lokasi, yang berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi suatu region akan lebih banyak ditentukan oleh jenis keuntungan lokasi dan dapat digunakan oleh
daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor.
b. Neo-Classic Models
Model ini dipelopori oleh Borts Stein 1964 kemudian dikmbangkan oleh Roman 1965 dan Siebert 1969. Kelompok ini mendasarkan analisanya pada
peralatan fungsi produksi. Unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional adalah modal, tenaga kerja. Adapun kekhususan teori ini adalah
dibahasnya secara mendalam pengaruh perpindahan penduduk migrasi dan lalu lintas modal terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Kesimpulan yang menarik
dari model Neo-Klasik ini adalah bahwa terdapat hubungan antara tingkat pertumbuhan suatui negara dengan perbedaan kemakmuran daerah regional
disparity pada negara yang bersangkutan.
c. Model Cummulative Causation
Model ini dipelopori oleh Myrdal 1975 dan kemudian diformulasikan lebih lanjut oleh Kaldor. Teori ini berpendapat bahwa peningkatan pemerataan
pembengunan antar daerah tidak dapat hanya diserahkan pada kekuatan pasar market mechanism, tetapi perlu adanya campur tangan pemerintah dalam bentuk
program-program pembangunan regional, terutama untuk daerah-daerah yang relatif masih terbelakang.
d. Model Core-Periphery
Teori ini mula-mula dikemukakan oleh Fridman. Teori ini menekankan analisanya pada hubungan yang erat dan saling mempengaruhi antara
pembangunan kota core dan desa perphery . Menurut teori ini, gerak langkah pembangunan daerah perkotaan akan lebih banyak ditentukan oleh keadaan desa-
desa sekitarnya. Sebaliknya corak pembangunan daerah pedesaan tersebut juga sangat ditentukan oleh arah pembangunan perkotaan. Dengan demikian aspek
interaksi antar derah spacial interaction sangat menonjol.
B. 2. Teori Pusat Pengembangan Growth Poles Theory
Teori Growth Poles adalah salah satu teori yang dapat menggabungkan antara prinsip-prinsip konsentrasi dengan desentralisasi secara sekaligus Allonso,
19986. Dengan demikian teori pusat pengembangan merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan regional yang saling bertolak belakang,
yaitu pertumbuhan dan pemerataan pembangunan pembangunan dan pemerataan pembangunan keseluruh pelosok daerah. Selain itu teori ini juga dapat
menggabungkan antara kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah dan perkotaan terpadu.
Konsep growth Poles ini berasal dari satu ahli perencanaan yang bernama Francois Perroux 1955. Menurutnya, suatu pusat pengembangan didefenisikan
sebagai suatu konsentrasi industri pada suatu tempat tertentu yang kesemuanya saling berkaitan melalui hubungan antara input dan output dengan industri utama
propulsive industry. Konsentrasi dan saling berkaitan merupakan dua faktor penting dalam setiap pusat pengembangan karena melalui faktor ini akan
diciptakan berbagai bentuk agglomeration economics yang dapat menunjang pertumbuhan industri-industri yang bersangkutan melaluui penurunan ongkos
produksi.
C. Aglomerasi