Kritik Sosial Dalam Drama Loker Karya Yulhasni : Analisis Sosiologi Sastra

(1)

KRITIK SOSIAL DALAM DRAMA LOKER KARYA

YULHASNI : ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA

SKRIPSI

OLEH

SAFTA HADI 050701024

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang ditulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Juli 2011 Penulis,


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat, taufik,inayah, dan kasih sayangNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kritik Sosial Dalam Drama Loker Karya Yulhasni : Analisis Sosiologi Sastra”. Teriring salawat dan salam kehariban junjungan Nabi Muhammad SAW, semoga kelak kita semua mendapatkan syafaatnya. Amin ya robbal alamin.

Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana dan mudah-mudahan berguna sebagai referensi dan sedikit menjawab keingintahuan kita semua tentang drama. Selain itu skripsi ini adalah sarana bagi sastra untuk merepresentatifkan kehidupan masyarakat di sekeliling kita, baik itu individu maupun berbangsa dan bernegara.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu dalam proses akademik dan penulisan skripsi ini :

1. Orang tua tercinta. Ayahanda Hasbullah dan Ibunda Ramlah yang tidak pernah bosan memberikan semangat dengan limpahan kasih sayang, keringat, air mata, doa, dan segalanya kepada penulis. Kasih sayang kalian tidak ada imbang dan ini persembahanku atas penantian dan kepercayaan kalian.

2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, yang memberikan perhatian bagi penulis.

3. Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, yang membantu penulis dalam hal akademik.

4. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M. Si selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia sekaligus Dosen Pembimbing I yang dengan sabar mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.


(4)

5. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M. SP selaku Sekretaris Departemen Sastra Indonesia sekaligus Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan semangat dan motivasi bagi penulis dalam penyelesaian skripsi dan akademik.

6. Para staf pengajar dan administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, bahkan Universitas Sumatera Utara.

7. Keluarga penulis, abangda Ali Hanafiah, abangda Fakhri Hamdani, abangda Ucok Gunawan, abangda Iskandar ‘Iis’, abangda Hendra Kusuma, kakanda Fitri, kakanda Harun, kakanda Ala, kakanda Sri, kakanda Desi, Gunawan ‘Igun’, Aidil ‘Idil’, keponakan- keponakanku tersayang, serta keluarga penulis di kampung Banjar, Bu Niah, Cik Ijur, Om Udin, Om Asman, Bu Ani, dan sepupu-sepupuku tersayang.

8. Kantin Mem dan para staf atau kakak terutama Mem dan Om, yang telah banyak membantu dalam konsumsi dan motivasi kepada penulis selama kuliah di Fakultas Ilmu Budaya (dahulu Fakultas Sastra) Universitas Sumatera Utara.

9. UKM Teater ‘O’ Universitas Sumatera Utara (dahulu Fakultas Sastra) yang mengajarkan segala yang baik terutama kekeluargaan dan kebersamaan.

10.Abangda Agus ‘Guru’ Mulia yang banyak membantu penulis dalam hal penulisan, dan buku-buku, abangda Mukhlis Win Ariyoga ‘Pak Win’ yang mengajarkan banyak hal terutama kesabaran, abangda Yusrianto, abangda Irfan Sugito, abangda Zulkarnain, abangda Indra Sakti Harahap, abanga Ibrahim Sembiring, abangda Efrison, abangda Anharudin, abangda Yulhasni, abangda Yosrizal, abangda Sastra Maulut, abangda Awaluddin ‘Cekekek’ Samosir, abangda Firman Sahputra, abangda Juraidi, serta para senior Teater ‘O’ dan KBSI yang membantu penulis dalam hal motivasi dan lainnya.


(5)

11.Adik-adik Teater ‘O’, Joko ‘Pitoyo’ Sahputra, Bambang Riyanto, Sulaiman Rambe Tampan, Usman Ritonga, Tri Utari Ismayuni, Sofia Mastura, Nandez, Sri Purwanti, Indira Ginanti, Evi,Shame, Rendi, Rizki Abda, Nikson, Joshua dan yang lainnya, Hadir dan ada bukan sekadar datang dan bernapas, tetap semangat karena proseslah yang mendewasakan kita. Juga adik-adik KBSI dari stambuk 06,07,08,09,10 dan seterusnya, Ester, Hendra Winata, Lutfi, Marune, Irene, Pesta, Naek, Ricardo, Reza, Flora, Ari, Oki, Zainul, Siti Rahma Umaira, dan anak-anak futsal yang selalu mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi.

12.Teman-teman KBSI stambuk 05, Mustika Treisna Yuliandri, Ikhlasiyah Rofiqi, Sabrun, Reza, Lady Rosari, Zakharia Ginting, Eva Mizkat, maupun yang berasal dari departemen dan program studi yang lain, seperti Faisal, Rahmad, Zaini, Kasiro, Ivan, Henrik, dan yang lainnya. Terima kasih atas dukungan yang berarti bagi penulis.

13.Abangda Rico Hariansyah, abangda Heru, para anak futsal dan sepakbola di dalam maupun di luar kawasan Universitas Sumatera Utara.

14.Pak Khairul dan teman seperjuangan lainnya, terima kasih atas dukungan dan doanya. 15.Teman-teman BC (Black Canal) yang membantu dalam hal motivasi kepada penulis. 16.Adik-adik SMK Telkom Shandy Putra I Medan, Meilani Sayma Rumondang Harahap,

Titin Handayani, Chairinnisa Napitupulu, Roy Nawawi, Fahmi, Ali Firdaus, Tasnim Fatharani, dan yang lainnya.

Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga kalian mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT.


(6)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT, namun penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi memperbaiki skripsi ini.

Medan, 9 Juli 2011 Penulis,


(7)

KRITIK SOSIAL DALAM DRAMA LOKER KARYA YULHASNI : ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA

SAFTA HADI 050701024

ABSTRAK

Sastra merupakan hasil ciptaan dan kreativitas pengarang yang menggambarkan segala peristiwa yang dialami masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Rene Wellek dan Austin Warent dalam bukunya Teori Kesusasteraan mengatakan bahwa karya sastra adalah hasil ciptaan seorang pengarang yang menggambakan segala peristiwa yang dialami masyarakat di dalam kehidupan. Karya sastra yang dibahas pada skripsi ni adalah drama. Drama sebagai karya sastra yang menjadi media penyampai ataupun representatif masyarakat. Analisis yang dipergunakan adalah analisis sosiologi sastra yang dibantu dengan pendekatan struktural untuk menjelaskan kritik sosial seperti pekerjaan dan pendidikan yang terkandung dalam drama Loker karya Yulhasni. Skripsi ini berusaha menjelaskan bahwa karya sastra mampu menjadi media kritikan bagi masalah yang terjadi di sekeliling kita yang mencakup individu-individu sosial masyarakat berbangsa dan bernegara.


(8)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN...i

KATA PENGANTAR………...ii

ABSTRAK………..v

DAFTAR ISI……….vi

BAB I PENDAHULUAN………..1

1.1 Latar Belakang………....1

1.2 Rumusan Masalah………...7

1.3 Batasan Masalah………..7

1.4 Tujuan dan Manfaat……….9

1.4.1 Tujuan Penelitian……….9

1.4.2 Manfaat Penelitian ……….9

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA………10

2.1 Konsep………...10

2.2 Landasan Teori………..11

2.3 Tinjauan Pustaka………...15

BAB III METODE PENELITIAN………17

3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data………17

3.2 Metode dan Teknik Analisis Data……….18

BAB IV ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA TERHADAP DRAMA LOKER KARYA YULHASNI………..20


(9)

4.2 Kritik Sosial………..46

4.2.1 Pekerjaan………47

4.2.2 Pendidikan……….50

BAB V SIMPULAN DAN SARAN………..55

5.1 Simpulan………55

5.2 Saran………..56

DAFTAR PUSTAKA………...57 LAMPIRAN


(10)

KRITIK SOSIAL DALAM DRAMA LOKER KARYA YULHASNI : ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA

SAFTA HADI 050701024

ABSTRAK

Sastra merupakan hasil ciptaan dan kreativitas pengarang yang menggambarkan segala peristiwa yang dialami masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Rene Wellek dan Austin Warent dalam bukunya Teori Kesusasteraan mengatakan bahwa karya sastra adalah hasil ciptaan seorang pengarang yang menggambakan segala peristiwa yang dialami masyarakat di dalam kehidupan. Karya sastra yang dibahas pada skripsi ni adalah drama. Drama sebagai karya sastra yang menjadi media penyampai ataupun representatif masyarakat. Analisis yang dipergunakan adalah analisis sosiologi sastra yang dibantu dengan pendekatan struktural untuk menjelaskan kritik sosial seperti pekerjaan dan pendidikan yang terkandung dalam drama Loker karya Yulhasni. Skripsi ini berusaha menjelaskan bahwa karya sastra mampu menjadi media kritikan bagi masalah yang terjadi di sekeliling kita yang mencakup individu-individu sosial masyarakat berbangsa dan bernegara.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan hasil ciptaan dan kreativitas pengarang yang menggambarkan segala peristiwa yang dialami masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Pengarang menciptakan sebuah karya sastra berdasrkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Jabrohim (2001:167) mengatakan bahwa karya sastra adalah hasil pikiran pengarang yang menceritakan segala permasalahan itu karena pengarang berada dalam ruang dan waktu. Di dalam ruang dan waktu tersebut pengarang senantiasa terlibat dengan beraneka ragam permasalahan. Dalam bentuknya yang paling nyata, ruang dan waktu tertentu itu adalah masyarakat atau sebuah kondisi sosial, tempat berbagai pranata nilai di dalamnya berinteraksi.

Wellek dan Austin (1984:276) mengatakan bahwa karya sastra adalah hasil ciptaan seorang pengarang yang menggambarkan segala peristiwa yang dialami masyarakat di dalam kehidupan. Karya sastra tersebut memiliki kebenaran atau realitas yang menjelaskan tentang interaksi antarmasyarakat berdasarkan pengamatan dan pengalamannya terhadap kehidupan.

Oleh karena itu, dari beberapa pendapat di atas menjelaskan bahwa karya sastra tidak dapat berdiri sendiri atau bersifat otonom, melainkan sesuatu yang erat kaitannya dengan situasi dalam kondisi lingkungan tempat karya itu diciptakan. Permasalahan yang terjadi dalam situasi dan kondisi lingkungan masyarakat tersebut digambarkan oleh pengarang dalam sebuah karya sastra harus dilakukan secara baik dan selektif, sehingga unsur utile dan dulce, yaitu unsur yang bersifat hiburan dan bermanfaat dapat tercapai. Sesuai dengan pendapat Horatius (Sudjiman,


(12)

1988:12) yang mengatakan bahwa karya sastra memang bersifat utile et dulce ; menyenangkan dan bermanfaat.

Selain itu, karya sastra juga memiliki struktur, tujuan estetik, saling keterkaitan atau koherensi, dan menimbulkan dampak tertentu serta yang paling terpenting adalah sastra menciptakan tiga dimensi atau dunia, yaitu pengarang, karya sastra, dan pembaca.

Secara umum sastra memiliki beberapa bentuk, salah satunya adalah drama. Drama memiliki pengertian yang cukup luas. Menurut Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ,1995:243), kata drama berarti ‘dua cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus disusun untuk pertunjukan teater.’

Menurut Tjahjono (1988:186),”Kata drama berasal dari bahasa Yunani yang berarti action dalam bahasa Inggris, dan gerak dalam bahasa Indonesia. Jadi secara mudah drama dapat kita artikan sebagai bentuk seni yang mengungkapkan perihal kehidupan manusia melalui gerak atau action dan percakapan atau dialog.”

Sebenarnya cukup banyak pengertian drama. Pengertian drama dengan sendirinya menyangkut ciri-cirinya, antara lain : 1) Drama merupakan kehidupan yang disajikan dalam gerak; 2) merupakan lakon yang dipentaskan di atas panggung; 3) memiliki hubungan yang erat dengan cabang seni lainnya seperti seni sastra, dan yang lainnya.

Drama merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, dan hampir seluruh kegiatan masyarakat dapat dijadikan bahan yang dibutuhkan oleh drama itu sendiri. Drama dalam hubungannya dengan kesusastraan merupakan salah satu jenis karya sastra yang sudah tua usianya. Menurut sejarah, drama berasal dari zaman Yunani Kuno, yakni sekitar tahun 600 SM.


(13)

dewa Dionysus, sebagai dewa anggur dan kesuburan. Menurut Sumardjo (1986:4) sekitar tahun 600 SM, dalam upacara-upacara agama, masyarakat mengadakan festival tari dan nyanyi untuk menghormati dewa Dionysus yakni dewa anggur dan kesuburan. Kemudian menyelenggarakan sayembara drama dengan tujuan yang sama dan sayembara drama yang pertama kali diadakan pada tahun 534 SM di Athena. Sayembara drama waktu itu adalah sebuah pertunjukkan tragedi.

Di Indonesia, perkembangannya diawali sandiwara tradisional atau teater rakyat. Sebelum abad ke-20 belum ada naskah drama yang dimunculkan, yang ada hanya kisah-kisah yang disajikan secara lisan dan dipertunjukkan di istana atau lapangan. Penulisan naskah drama atau lakon mulai timbul pada zaman Pujangga Baru (sekitar tahun 1920-an) dan mulai hidup antara tahun 1940-1960. Setelah tahun 1970-an, berkembanglah bentuk-bentuk eksperimental (pengaruh teater kontemporer Barat). Teknik penulisan naskah lakon pun berkembang seiring sikap kreatif para seniman.

Dari dua indikasi di atas, yaitu tentang sejarah drama dan penulisan naskah drama itu sendiri menjelaskah bahwa drama adalah karya sastra yang ditulis dan bertujuan untuk dipentaskan kepada khalayak ramai atau di depan publik. Harymawan (1988:2) mengatakan bahwa drama adalah kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas, disaksikan oleh banyak orang banyak, dengan medianya adalah percakapan, gerak dan laku, yang didasarkan pada naskah yang tertulis.

Batasan yang diberikan oleh Harymawan di atas menekankan bahwa drama ditulis atau disusun haruslah dengan baik dan sistematis, baik dialognya maupun penjelasan-penjelasan pentas (stage) dan gerakan-gerakan (action) yang dimainkan oleh aktor. Jadi, drama ditulis berdasarkan syarat-syarat pementasan dan kesastraan.


(14)

Jika dikaji lebih mendalam, beberapa uraian pendapat tersebut menjelaskan bahwa drama terbagi lagi menjadi tiga jenis : 1) drama tradisional, 2) drama modern, dan 3) drama kontemporer. Akan tetapi, seiring perkembangan drama yang dikenal sekarang hanya ada dua jenis, yaitu drama tradisional dan modern.

Sejak drama tidak lagi bersifat improvisasi yang dipergunakan dalam drama tradisional atau sering disebut teater, tetapi sudah berdasarkan naskah yang sudah dipergunakan dalam drama modern maka drama tersebut merupakan karya sastra. Sebagai satu hasil sastra maka drama kita sebut sebagai drama tulis atau bisa disebut juga drama baca. Oleh karena itu, unsur-unsur yang terdapat pada genre sastra yang lain (seperti novel dan cerpen) juga terdapat pada drama. Drama juga memiliki unsur intrinsik yang meliputi alur, latar, tokoh, penokohan, tema, sudut pandang, dan gaya bahasa. Selain itu, juga terdapat unsur ekstrinsik, seperti unsur moral, etika, pendidikan, sosial dan sebagainya.

Brahim (1968:55) mengatakan,”Sebagai hasil seni sastra, maka drama pun mempunyai sifat-sifat yang bersamaan dengan cabang-cabang kesusasteraan yang lain ; puisi dan prosa. Drama memiliki unsur-unsur ; pertama unsur budi (intellectual element), kedua unsur perasaan (emotional element), ketiga unsur imajinasi (element of imagination), keempat gaya (the technical element, or the element of composition and style).” Drama memiliki dua tujuan, yaitu drama yang dipentaskan dan drama yang hanya untuk dibaca. Drama sebagai bacaan disebut drama baca (closet drama).

Alur dalam drama merupakan berbagai peristiwa yang menggambarkan sebuah cerita, menurut Jassin (1977:88) mengatakan bahwa drama adalah rentetan kejadian yang merupakan cerita. Dengan demikian, drama disusun berdasarkan peristiwa demi peristiwa yang saling


(15)

memiliki alur cerita yang sama dengan karya sastra lainnya. Selain itu alur dan unsur lain dalam drama akan berusaha menggambarkan tema dan unsur ekstrinsiknya yaitu tentang permasalahan sosial ataupun budaya. Sebenarnya kekuatan drama sebagai karya sastra terletak pada konflik, baik itu konflik batin maupun konflik antartokoh. Konflik ini akan menjelaskan tentang berbagai masalah yang menjadi pembahasan pada kritik sosial dan untuk mengetahuinya tentu kita harus melihat dari aspek dialog yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya.

Dalam proposal ini peneliti akan menganalisis drama yang berjudul Loker karya Yulhasni. Drama Loker adalah salah satu dari 10 drama lainnya yang diterbitkan oleh kelompok teater kampus yaitu Teater ‘O’ Universitas Sumatera Utara. Bersama 9 drama lainnya, drama Loker ini disusun dalam bentuk buku antologi (kumpulan) drama Teater ‘O’ yang diterbitkan dengan judul buku Raja Tebalek, 10 Naskah Drama Teater ‘O’. Drama Loker karya Yulhasni ini terdiri dari 24 halaman dari jumlah keseluruhan halaman buku yaitu 224 halaman. Drama Loker ini berada pada urutan ke-6 (enam) dalam buku antologi drama Raja Tebalek bersama 9 drama lainnya, seperti Raja Tebalek, Sayembara Bohong, Gara-Gara, Tukang Sapu dan Pengantar Koran karya Yusrianto Nasution, Juru Runding karya Yulhasni, Amuk Aceh, Tarian Terakhir karya Mukhlis Win Ariyoga, dan Lena Tak Pulang karya M.Ramadhan Batubara. Drama Loker karya Yulhasni ini dibuat pada Maret 2007 dan dipentaskan di Taman Budaya Sumatera Utara pada 12 Mei 2007, dalam rangka Parade Teater oleh Kampusi Promo yang bertajuk Sabtu Ketawa bersama 5 kelompok teater lainnya seperti D’Lick Teater Team, Teater Anak Negeri dan yang lainnya.

Sementara buku antologi drama Raja Tebalek diluncurkan pada Oktober 2009 lalu. Drama Loker ini merupakan salah satu karya dari seorang sastrawan atau pengarang Indonesia, khususnya Sumatera yang lahir di Payakumbuh, Sumatera Barat pada 25 Oktober 1972. Ia


(16)

termasuk salah satu pendiri sekaligus angkatan pertama Teater ‘O’ USU. Berkenaan dengan peranannya dalam teater, ia lebih aktif di bidang penulisan naskah, tata artistik dan tim produksi (non art). Ia menggeluti dunia penulisan kesusastraan, khususnya cerpen dan esai sastra budaya setelah memasuki Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU, tepatnya pada tahun 1991.

Yulhasni termasuk orang yang paling aktif menghasilkan naskah drama untuk Teater ‘O’ USU dan naskah dramanya yang berjudul Raja Minyak terpilih dalam 5 Naskah Drama Terbaik Dewan Kesenian Sumatera Utara.

Drama Loker karya Yulhasni ini merupakan representasi dari kritik sosial seperti masalah pekerjaan, pendidikan, korupsi, kolusi, nepotisme, dan yang lainnya. Berbagai permasalahan ini melanda negara yang bernama Krutak-Krutuk yang kewalahan mencari tenaga kerja. Dalam drama ini diceritakan bahwa ribuan tempat pekerjaan di Negara tersebut saling bersaing ketat untuk mencari tenaga kerja, namun hasilnya tetap saja sedikit yang mau melamar pekerjaan. Berbagai cara dilakukan agar rakyat di Negara itu bersedia untuk melamar dan menjadi tenaga kerja di tempat pekerjaan atau perusahaan yang ada, mulai lowongan kerja yang disebarkan dalam bentuk selebaran, iklan, brosur, sampai koran, televisi dan radio kewalahan menampung iklan lowongan pekerjaan itupun tetap saja minim minat pelamar kerja. Bahkan, meski harga iklan dipasang 100 juta sekali terbit, tetap membuat animo pemasang iklan lowongan pekerjaan semakin tinggi dan animo pelamar tetap saja menunjukkan tingkat rendah. Sejumlah tempat pekerjaan memang sempat menerima lamaran pekerjaan dari orang-orang, tetapi mereka gagal merekrut tenaga kerja karena berbagai alasan yang tidak jelas. Pemerintah negara Krutak-Krutuk mengeluarkan UU Loker yang intinya memaksa setiap rakyatnya melamar pekerjaan. Tapi tetap saja UU itu tidak dipatuhi. Sebenarnya pokok permasalahan yang terjadi di


(17)

kerja hingga pemerintahannya sudah bobrok moral dan sikapnya, seperti terjadi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam hal pekerjaan, lalu seorang pemimpin dan para petinggi negara yang seharusnya bertanggung jawab terhadap tugas yang mereka emban malah berlaku sebaliknya dan banyak permasalahan lainnya. Oleh sebab itu, drama Loker karya Yulhasni ini sangat tepat untuk dijadikan media representatif bagi kritik sosial yang menceritakan tentang masalah pekerjaan dan pendidikan karena semua masalah tersebut seakan menjelaskan situasi dan kondisi sosial, baik di lingkungan tempat kita tinggal maupun lingkungan lainnya walaupun penceritaannya terkadang bersifat kontras dengan kenyataan.

Dengan alasan di atas, peneliti merasa tertarik untuk menganalisis drama Loker ini dari segi sosiologi sastranya, karena karya sastra adalah media untuk menyampaikan pesan dan tema yang memberikan gambaran apa saja tentang kehidupan yang sifatnya individual dan bernegara. Selain itu, sepengetahuan peneliti, drama ini belum pernah dianalisis dari segi sosiologi sastranya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah pada penelitian ini, rumusan masalah yang akan dibicarakan dalam penelitian ini adalah: bagaimanakah representatif tentang kritik sosial seperti pekerjaan, dan pendidikan yang terdapat dalam drama Loker karya Yulhasni ?

1.3 Batasan Masalah

Membicarakan dan membatasi masalah pembahasan dalam mengkaji sebuah drama sangatlah sulit karena dalam drama terkandung tiga aspek yang saling berkaitan, yaitu aspek


(18)

sastra, aspek gerak, dan aspek dialog. Ketiga aspek ini sangat erat hubungannya dalam membentuk suatu keseluruhan dari sebuah drama.

Bila dilihat dari aspek sastranya maka yang dibicarakan adalah teks atau naskahnya. Jika yang dilihat adalah aspek geraknya maka yang dibicarakan adalah gerak pelakon atau aktor berdasarkan artistiknya. Sedangkan aspek dialog yang dibicarakan adalah dialog yang tercipta antar aktor dalam sebuah pementasan. Namun, ketiga bidang atau aspek ini sebenarnya masih dapat dikecilkan lagi menjadi dua aspek, yaitu aspek sastra dan aspek panggung. Aspek sastra adalah mencakup tentang teks atau naskahnya saja. Sementara aspek panggung (theatre) merupakan penggabungan dari aspek gerak dan aspek dialog.

Dalam proposal skripsi ini aspek panggung tidak dipaparkan, karena bila kita membicarakan aspek panggungnya maka harus diadakan pula pertunjukkan atau pementasan dari drama Loker, yang dibicarakan di sini adalah aspek naskahnya. Dalam hal aspek naskahnya, pembahasan yang dilakukan sama halnya dengan pembahasan terhadap karya sastra lainnya. Dengan kata lain, secara umum drama pasti memiliki unsur pembentuk cerita yang sama dengan karya sastra lainnya. Brahim (1968:62) mengatakan bahwa lakon drama disusun atas unsur-unsur yang sama dengan novel, yaitu : karakterisasi, plot, wawankata, penempatan dalam ruang, dan waktu serta penafsiran hidup.

Berdasarkan pendapat di atas maka dalam pembahasan terhadap drama Loker akan diuraikan tentang strukturasi nya seperti alur, latar, perwatakan, dan tema. Lalu analisis sosiologi sastranya akan membahas tentang gambaran kritik sosial seperti pekerjaan dan pendidikan yang pada tahun-tahun sebelumnya hingga saat ini menjadi topik permasalahan yang sering dibicarakan.


(19)

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan tentang kritik sosial seperti pekerjaan dan pendidikan dalam drama Loker karya Yulhasni.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini , adalah:

a. Menjadi bahan bacaan dan referensi mahasiswa jurusan Sastra Indonesia.

b. Membuka peluang untuk penelitian yang berlanjut tentang drama Loker karya Yulhasni. c. Memperkaya apresiasi dan kajian terhadap drama Indonesia.


(20)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

A. Sosiologi Sastra

Ratna (2004:339) mengatakan,“Sosiologi sastra adalah analisis karya sastra dalam kaitannya dengan manusia.”

Jadi, sosiologi merupakan kajian terhadap suatu karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya, baik yang berhubungan denga penciptanya, gambaran masyarakat dalam karya itu, maupun pembacanya.

Ratna (2003:11) mengatakan bahwa,“Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari akar kata sosio (Yunani) atau socius yang berarti bersama-sama, bersatu, teman, kawan dan logi atau logos yang berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna, soio atau socius berarti masyarakat dan logi atau logos yang berarti ilmu. Sedangkan sastra berasal dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat dan sarana. Jadi, sastra berarti petunjuk atau buku pengajaran yang baik.” Jika diambil arti dari keseluruhan, sosiologi sastra adalah alat pengajaran yang baik mengenai manusia dalam masyarakatnya.

B. Kritik Sosial

Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya suatu sistem sosial atau proses bermasyarakat. (http


(21)

Menurut Rendra ,(2001:15),“…kritik sosial adalah sebagai masukan untuk menyegarkan kehidupan kemasyarakatan,kebangsaan dan kenegaraan.”

Menurut Astrid ,(Suharto:12),“Kritik sosial adalah penilaian ilmiah ataupun pengujian terhadap situasi masyarakat pada suatu saat.”

Menurut Jassin ,(Tjahjono, 1988:171), “Kritik adalah hal-hal berupa tanggapan, komentar yang membicarakan tanggapan, komentar yang membicarakan soal-soal manusia dan hidup, yang dijiwai oleh subjektivitas pengarang.”Secara tidak langsung pengertian kritik sosial adalah tanggapan yang membicarakan tentang manusia dan masyarakat.

C. Pekerjaan

Sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang sebagai profesi, sengaja dilakukan untuk mendapatkan penghasilan dan pengeluaran energi untuk kegiatan yang dibutuhkan oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu.(http/www.google.com , 29 mei 2011)

D. Pendidikan

Dalam bahasa Yunani pendidikan berasal dari kata pedagogi yaitu dari kata paid artinya anak dan agogos artinya membimbing. Itulah sebabnya istilah pedagogi dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar anak (the art and science of teaching children). (http://www.google.com , 29 mei 2011)

2.2 Landasan Teori

Di dalam suatu penelitian yang bersifat ilmiah diperlukan landasan teori agar penelitian itu tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditentukan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkapkan dan memaparkan tentang kritik sosial seperti pekerjaan, pendidikan yang terdapat dalam drama Loker karya Yulhasni. Oleh karena itu pembahasan pada proposal ini akan


(22)

dibagi menjadi dua bagian, yaitu menguraikan strukturasi drama Loker dengan menggunakan pendekatan struktural, tetapi yang perlu ditekankan pada proposal ini adalah penelitian yang dominan adalah menggunakan analisis sosiologi sastra yang memandang karya sastra sebagai gambaran situasi dan kondisi kehidupan masyarakat.

Pendekatan struktural yaitu meneliti atau menguraikan tentang unsur-unsur intrinsik yang terdapat pada karya sastra seperti alur, tokoh, penokohan, latar, tema, sudut pandang, dan yang lainnya.

Teeuw (1988:135) mengatakan bahwa pendekatan struktural bertujuan untuk membongkar atau mengungkapkan, serta meneliti karya sastra berdasarkan teks untuk melihat keterkaitan dan keterjalinan semua unsur atau aspek karya sastra.

Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik yang saling berkaitan. Mula-mula diidentifikasikan dan dideskripsikan, misalnya bagaimana keadaan peristiwa, alur, tokoh dan penokohan, latar, dan lain-lainnya. Setelah itu dijelaskan fungsi masing-masing unsur tersebut dalam menunjang makna keseluruhannya, dan bagaimana hubungan antarunsur itu sehingga secara bersama-sama membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu menuju tema dan nantinya menuju ekstrinsiknya akan dianalisis menggunakan analisis sosiologi sastra yang pendekatannya sosiologi sastra karya sastranya.

Sedangkan analisis yang kedua adalah analisis terhadap unsur ekstrinsiknya yang mengacu pada aspek sosiologis yang terdapat dalam drama Loker. Secara singkat Damono (1978:6) menjelaskan bahwa sosiologi adalah telaah yang obyektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat ; telaah tentang lembaga dan proses sosial. Sosiologi memiliki obyek adalah


(23)

manusia atau individu masyarakat yang hidup dalam lembaga dan mengalamai proses sosial tersebut.

Seperti halnya sosiologi, sastra juga berurusan dengan manusia dalam masyarakat yang mencakup usaha manusia untuk memperbaiki kehidupan sosialnya beserta masyarakat yang lainnya. Damono (1984:1) mengatakan bahwa sastra adalah lembaga sosial yang mempergunakan bahasa sebagai mediumnya, sastra menggambarkan kehidupan yang merupakan kenyataan sosial.

Walaupun sosiologi dan sastra sama-sama memiliki obyek yang sama yaitu manusia dan masyarakat, namun kedua bidang tersebut tidak dapat disamakan. Perbedaan kedua bidang ini adalah sosiologi melakukan analisis ilmiah dan obyektif, sedangkan sastra menunjukkan cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya.

Dari beberapa pernyataan mengenai sosiologi dan sastra tersebut maka dapat dikatakan bahwa sastra merupakan bahan dasar untuk dikaji secara sosiologi dan sebaliknya sosiologi masyarakat dapat dipelajari lewat sastra. Jadi, hubungan antara sosiologi dan sastra merupakan hubungan timbal-balik, walaupun dalam metode penelaahnya mempunyai perbedaan. Menurut Damono (1984:2) pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatannya ini disebut sosiologi sastra.

Sudah cukup banyak dilakukan telaah yang tercakup dalam sosiologi sastra, baik berupa buku maupun yang berupa tulisan-tulisan lepas. Dari sekian banyak bahan itu, Damono (1984:2) menyimpulkan dua kecenderungan utama dalam telaah sosiologis terhadap sastra. Pertama, analisis berdasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan cermin sosial – ekonomis belaka. Analisis ini bergerak dari faktor-faktor di luar sastra untuk membicarakan sastra; sastra hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar sastra itu sendiri. Jelas bahwa dalam


(24)

analisis ini teks sastra tidak dianggap utama, ia hanya merupakan epiphenomenon (gejala kedua). Kedua, analisis yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Metode yang dipergunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra.

Wellek dan Austin (1995:111) menjelaskan tiga jenis pendekatan yang berbeda dalam karya sastra, yaitu :

1. Sosiologi pengarang, profesi pengarang, dan institusi sastra yang menjelaskan tentang masalah yang berkaitan di sini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial pengarangnya, status pengarang, dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra.

2. Sosiologi karya sastranya yang memaparkan tentang sisi karya sastranya, tujuan serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan kaitannya dengan masalah sosial.

3. Sosiologi pembaca, yang menjelaskan tentang permasalahan pembaca dan dampak sosial karya sastra. Sejauh mana sastra ditentukan atau tergantung pada masyarakat pembacannya.

Berdasarkan keterangan tersebut dapat dikatakan masalah yang tercakup dalam sosiologi sastra terdiri atas tiga komponen pokok, yaitu pengarang, karya sastra, dan pembaca. Dalam proposal ini penulis membahas sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri.

Landasan teori untuk menganalisis sosiologi karya sastra tersebut penulis beranjak dari teori yang dikemukakan Luxemburg dkk (1992:23-24) yang mengatakan bahwa dalam sosiologi karya sastra, yang diteliti adalah hubungan antara (aspek-aspek) teks sastra dan susunan


(25)

masyarakatnya. Sejauh mana sistem masyarakat serta perubahannya tercermin di dalam sastra?. Sastra pun dipergunakan sebagai sumber untuk menganalisis sistem masyarakat.

Penggabungan kedua teori, yaitu teori struktural yang meneliti unsur intrinsiknya, yang mencakup tentang tema, alur, tokoh, penokohan, latar, sudut pandang, amanat dan gaya bahasanya serta teori sosiologi sastra yang mengkaji lebih dalam tentang kritik sosial seperti pekerjaan dan pendidikan, merupakan suatu usaha dalam memahami kompleksitas yang terkandung di dalam drama Loker, sehingga tercapailah tujuan dari penelitian ini dan sekaligus merupakan landasan teori dalam proposal ini.

2.3 Tinjauan Pustaka

Suatu penelitian harus memliki objek, artinya dalam penelitian ini yang menjadi objek utamanya adalah naskah drama Loker karya Yulhasni. Sejauh pengetahuan dan pengamatan peneliti, drama ini belum pernah diteliti oleh mahasiswa di Departemen Sastra Indonesia, Universitas Sumatera Utara. Namun, drama ini pernah diteliti dan dijabarkan secara singkat oleh seorang penulis, sekaligus pendiri Teater Merdeka Medan, yaitu Y.S Rat yang berpendapat bahwa,“Apapun jenisnya naskah drama, sejatinya haruslah tetap merupakan hasil pengolahan terhadap bahan dasarnya dalam bingkai struktur penulisan yang secara umum meliputi eksposisi, klimaks, dan penyelesaian.”

Selain itu, pendapatnya terhadap drama Loker karya Yulhasni yang menyatakan bahwa “…dalam Loker, pengarang dengan sengaja menjadikan tebalek kondisi nyata terus bertambahnya jumlah tenaga kerja terdidik yang antri untuk mendapatkan pekerjaan”.


(26)

Bersama dengan salah satu dosen Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya yaitu Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si yang berpendapat bahwa,“Kekuatan naskah drama sebagai karya sastra terletak pada konflik, baik itu konflik batin maupun konflik antartokoh.” Pendapat-pendapat itu mereka sampaikan pada peluncuran buku antologi 10 naskah drama Teater ‘O’ USU yang berjudul Raja Tebalek.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti akan menganalisis drama Loker dari segi sosiologi sastra, yaitu dengan terlebih dahulu menjelaskan unsur intrisiknya dengan pendekatan struktural yang mencakup unsur tema, alur, penokohan, dan latar. Kemudian menganalisis unsur ekstrinsiknya berupa nilai sosial dan kritik sosial, seperti pendidikan dan pekerjaan yang terdapat pada drama Loker karya Yulhasni.


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang datanya diperoleh dari sumber, seperti buku-buku dari perpustakaan dan acuan lainnya yang berhubungan dengan kritik sosial, sosiologi sastra dan objek penelitian.

Data yang dipergunakan dalam penelitiaan ini bersifat kualitatif, yaitu data yang berupa kata-kata, kalimat, ungkapan yang mengandung aspek kritik sosial dalam drama Loker karya Yulhasni yang ditekankan pada masalah pekerjaan dan pendidikan.

Sumber data dalam penelitian ini terbagi atas dua, yaitu sumber data primer dan data sekunder. Sumber data primer meruapakan data yang langsung diperoleh dari sumber pertama yang akan menjadi objek utama penelitian. Sumber datanya sebagai berikut :

Judul naskah : Loker Pengarang : Yulhasni

Judul buku : Raja Tebalek “10 Naskah Drama Teater ‘O’ Editor : Agus Mulia

Tahun terbit naskah : 2007 Tahun terbit buku : 2009

Penerbit : Teater ‘O’, Penerbit Madju, dan Garuda Plaza Hotel


(28)

Cetakan : Pertama Ukuran : 14 x 20 cm Tebal buku : 226 halaman Tebal naskah : 22 halaman

Warna sampul : Merah, Putih, Kuning

Gambar sampul : Kartu remi Raja dengan dua sisi yang terbalek sambil memegang pedang

Sedangkan untuk data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku sastra, sosiologi sastra, referensi, majalah, surat kabar yang relevan dalam penelitian. Data penelitian berisi kutipan-kutipan dari buku, dokumen, catatan resmi, dan lainnya untuk member gambaran laporan.

3.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Hasan (Koentjaraningrat, 1978:7) mengatakan bahwa metode adalah cara atau jalan untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian berdasarka fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Hasil-hasil penelitian sosiologi dan sastra serta prinsip-prinsip ilmuwan dalam ilmu tersebut untuk memahami dan menganalisis baik itu unsur instrinsiknya maupun unsur ekstrinsiknya yang terdapat dalam karya sastra tersebut.


(29)

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pembacaan heuristik dan hermeuneutik. Pembacaan heuristik pada karya sastra adalah pembacaan dari awal sampai akhir cerita secara berurutan. Untuk mempermudah pembacaan ini dapat dibantu dengan adanya sinopsis cerita. Pembacaan heuristik adalah penerangan tentang bagian-bagian secara berurutan. Sedangkan pembacaan hermeuneutik adalah pembacaan ulang untuk mendapatkan penafsiran tentang teks yang telah dibaca. Dalam pembacaan heuristik, dilakukan interpretasi secara referensional melalui tanda-tanda linguistik. Untuk pembacaan hermeuneutik, dilakukan pembacaan ulang melalui teks dari awal hingga akhir kemudian mengingat kembali penafsiran-penafsiran atau kejadian-kejadian dalam teks yang telah dibaca, dan selanjutnya memodifikasi dengan pemakaian sendiri berdasarkan peristiwa-peristiwa yang ada dalam drama Loker karya Yulhasni


(30)

BAB IV

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA TERHADAP DRAMA LOKER KARYA YULHASNI

4.1 Strukturasi Drama Loker Karya Yulhasni

Seperti yang sudah di jelaskan pada bab sebelumnya, bahwa analisis struktural yang diterapkan pada naskah drama Loker ini merupakan langkah awal untuk mengetahui unsur-unsur yang membentuk isi dari dalam (intrinsik) dari naskah tersebut. Hal ini seperti apa yang telah dikatakan Teeuw (1988:135) bahwa kajian sktruktural dimaksudkan untuk membongkar, mengkaji, dan menganalis unsur pembentuk dalam dari sebuah karya sastra, yang nantinya berguna serta mendukung pembahasan selanjutnya, yaitu seperti pembahasan pada unsur ekstrinsiknya.

Setelah membaca dan memahami naskah drama Loker ini, maka penulis berkesimpulan sementara bahwa unsur-unsur yang termasuk dalam unsur-unsur intrinsik adalah alur, latar, tokoh, penokohan, dan tema. Sedangkan unsur lainnya, akan dikaji dengan analisis sosiologis dan akan dijelaskan pada pembahasan berikutnya.

4.1.1 Alur

Alur atau plot adalah rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab-akibat di dalam sebuah karya sastra. Berdasarkan hubungan tersebut, maka timbulah konflik-konflik yang membangun jalan cerita. Dalam kata lain, bahwa sebuah peristiwa berkaitan dengan peristiwa


(31)

terlihat jelas alur dari sebuah cerita. Sehubungan dengan itu, Jakob Sumardjo dan Saini K.M (1988:139) mengatakan bahwa plot atau alur cerita adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lainnya dihubungkan dengan hukum sebab akibat. Artinya, peristiwa pertama menyebabkan terjadinya peristiwa kedua, peristiwa kedua menyebabkan terjadinya peristiwa ketiga, dan demikian seterusnya, hingga pada dasarnya peristiwa terakhir ditentukan oleh peristiwa pertama.

Pernyataan di atas tadi senada dengan apa yang dikemukakan oleh Stanton (Nurgiyantoro, 1995:113) yang menyatakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat dikatakan bahwa plot atau alur adalah rangkaian berbagai peristiwa yang saling berkaitan dan memiliki konflik yang disebakan oleh hubungan sebab akibat. Tujuannya adalah untuk menjelaskan isi cerita dan untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang isi cerita yang akan dianalisis.

Selain sebagai penjalin antarperistiwa yang ada dalam sebuah cerita, alur pun juga dapat dimanfaatkan sebagai wahana untuk mencapai penjelasan efek tertentu di dalam sebuah karya sastra, diantaranya seperti menjelaskan tentang hubungan waktu (temporal). Sebab sebuah peristiwa itu terjadi, pasti berhubungan dengan waktu, dan waktu itu mendukung menjelaskan tentang kapan terjadinya peristiwa tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjiman (1986:4) yang menyatakan bahwa plot atau alur adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu. Pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan hubungan kausal (sebab akibat). Alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan kearah klimaks dan penyelesaian.


(32)

Efek tertentu yang ingin dicapai tersebut, merupakan efek yang menentukan dalam menghasilkan “tegangan” antara pembaca dengan karya sastra. Efek yang membuat pembaca menjadi tertarik untuk tetap terus dan ingin mengikuti jalan cerita dari sebuah karya sastra. Efek tegangan inilah yang ingin dicapai dari sebuah karya sastra sehingga karya sastra tersebut bermanfaat bagi pembaca dan selanjutnya akan diperolehlah efek emosional dan efek artistik yang menjadi daya tarik terhadap pembaca.

Pencapaian efek emosional dan efek artistik yang dihasilkan alur, erat kaitannya dengan pembaca. Analisis pembaca yang dilakukan dengan cara merekonstruksi karya sastra merupakan suatu upaya untuk menilai keberadaan alur. Dengan kata lain, upaya untuk menjelaskan apakah alur karya sastra tersebut dibangun oleh peristiwa-peristiwa yang saling berkaitan secara logis dan kronologis atau tidak sama sekali berhubungan. Hal ini senada dengan pendapat Luxemburg dkk (1989:149) yang mengatakan bahwa alur ialah konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logik dan kronologik saling berkaitan dan diakibatkan atau dialami oleh para pelaku.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas diketahui bahwa alur merupakan salah satu elemen yang paling penting dalam karya sastra. Elemen yang menjadikan karya sastra sebuah cerita yang menarik untuk dibaca dan dipahami disebabkan adanya konflik-konflik yang ditawarkan di dalamnya.


(33)

Untuk mengetahui tentang alur yang terdapat di dalam naskah drama Loker ini, dalam kajian ini penulis menggunakan teori Brander Matthews (Harymawan, 1981:17), yang membagi alur menjadi enam elemen penting, yaitu :

1. Exposition (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan).

2. Rising Action (keadaan mulai memuncak).

3. Complication (peristiwa-peristiwa semakin memuncak).

4. Climax (peristiwa mencapai puncak).

5. Resolution (jalan keluar dari semua masalah).

6. Denoument (penyelesaian dari semua persoalan).

Adapun pemerian dari kelima elemen tersebut, dijelaskan berdasarkan peristiwa-peristiwa yang terdapat di dalam naskah drama Loker, adalah sebagai berikut.

1. Exposition atau pelukisan keadaan awal

Pelukisan keadaan awal terlihat pada saat di istana kepresidenan. Tokoh Presiden dan Sekretaris Negara sedang serius di depan laptopnya masing-masing. Mungkin mereka sibuk mempersiapkan materi rapat tahunan negara. Namun, bukan mempersiapkan materi rapat, ternyata mereka berdua malah sibuk bermain game on line di laptop mereka. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.

“PRESIDEN : Mati kau…! Mati kau…!!! Sikit lagi…tembak! Terus…tembak…ya…ya…yaaa…(Kecewa) Lontonglah awak yang mati. Game over pulak…”


(34)

Lalu tokoh Sekuriti datang untuk memberikan laporan dan mengingatkan Presiden bahwa rapat tahunan negara Krutak-Krutuk akan segera dimulai, namun tindakan Sekuriti itu dianggap sebagai perbuatan yang mengganggu kegiatan Presiden dan Sekretaris Negara. Hal ini tergambar pada kutipan berikut.

“SEKURITI : (Dengan suara yang keras dan lantang) Lapor !!!!!! Mister Presiden ! Rapat Tahunan Negara Krutak-Krutuk, 5 menit lagi akan dilaksanakan ! Laporan selesai !”

“PRESIDEN : (Terkejut dan marah) Hei ! Borjong! Lancang kuning kali kau. Kalau mau masuk kau telepon dulu Ibu Sekretaris. Dan kalau ngomong tak usah pake toa. Kau pikir kami pekak.”(halaman 123).

2. Rising Action atau keadaan mulai memuncak

Keadaan mulai memuncak ketika tokoh Presiden memulai rapat tahunan dengan para pejabat tinggi lainnya, seperti para Menteri dan Sekretaris Negara. Presiden memerintahkan para Menteri untuk memberikan laporan tentang permasalahan tenaga kerja dan lowongan pekerjaan di Negara Krutak-Krutuk, serta sudah sampai mana penyelesaian dari masalah tersebut. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.

“SEKRETARIS : Rapat Tahunan Negara Krutak-Krutuk akan dimulai. Yang terhormat Mister Presiden dipersilahkan untuk membukanya. Kepada para menteri dan pejabat istana dimohon untuk berdiri.” “PARA MENTERI : (Serentak) Kami kan masih berdiri.”

“SEKRETARIS : Maaf, para menteri dan pejabat Negara dimohon duduk sejenak (Para menteri dan pejabat negara duduk sejenak) Kepada para menteri dan pejabat istana dimohon untuk berdiri (Para menteri dan pejabat negara berdiri kembali).”(halaman 125).


(35)

3. Complication atau peristiwa-peristiwa semakin memuncak

Peristiwa-peristiwa semakin memuncak ketika semua menteri dan pejabat Negara telah memberikan laporan tentang penyelesaian masalah negara, tetapi Presiden menganggap bahwa kerja para pejabatnya tidak becus, terutama tokoh PUU atau Pakar Undang-Undang yang bertugas mengatur perundang-undangan negara tentang permasalahan lowongan pekerjaan. Hal ini terlihat pada kutipan berikut ini.

“PRESIDEN : Dalam UU Tenaga Kerja kita, apa sanksi bagi orang yang tidak mau melamar pekerjaan ?”

“MENTEGA : Kalau urusan undang-undang, bukan saya pakarnya, Mister Presiden. Itu (Menunjuk PUU).”

“PRESIDEN : O, iya. Saya kira tidak ada orang di situ (Menunjuk PUU)”

“PUU : Sebentar, Mister Presiden (Mengambil dan membuka kitab undang-undang, kemudian membacanya keras-keras) Dalam Undang-Undang Tenaga Kerja Negara Krutak-Krutuk : pasal 30, ayat 31, junto 32 berbunyi sebagai berikut “ Barang siapa yang dengan sengaja atau dengan tidak sengaja menolak pekerjaan atau proyek yang diberikan Negara, maka barang siapa tersebut telah melakukan tindakan subversive dan diancam hukuman penjara 10 tahun, potong subside kurungan 5 bulan, denda 5 M”.”

“PRESIDEN : Sudah berapa ribu orang yang diancam dan dipenjara ?”

“PUU : Menurut data yudikatif yang saya terima, belum ada, Mister Presiden.”

“PRESIDEN : (Heran) Jadi, kerja kalian apa ?!! (Menunjuk kepala PUU).” “PUU : Maaf, Mister Presiden. Setelah dikaji-kaji, ternyata UU Tenaga

Kerja kita ini sangat lemah secara perdata maupun pidana. UU ini juga melanggar HAM.”


(36)

“PUU : Begini, dalam UU tersebut tersirat dengan jelas bahwa, yang diancam hukuman adalah ‘barang siapa’ atau ‘barangnya’ bukan orangnya. Kan tidak mungkin kita menghukum ‘barangnya’.” “MENDIKTOLOGI : Betul Mister Presiden ! Membicarakan ‘barang’ orang lain di

tempat umum itu aib ! Apalagi kalau ‘barangnya’ itu diancam-ancam dan dipenjara. Kita bisa gawat, bisa dituduh telah melakukan pelecehan. Pornografi !”

“MENTEGA : Itu namanya pencemaran nama baik. Hukumannya penjara seumur hidup.”

“PRESIDEN : (Marah) Kalau begitu, secepatnya dalam waktu 1 x 24 jam harus dilakukan Rapat Paripurna. UU Tenaga Kerja itu harus direvisi. Hapus semua kata ‘barang’, ganti dengan kata orang. Paham ?!! Kalian semua lambat, tidak inisiatif. Kampungan ! Kalian amplas ! Perlu didaur ulang (Berlalu meninggalkan para menteri. Tapi, tiba-tiba…).”(halaman 129).

4. Climax atau peristiwa mencapai puncak

Peristiwa-peristiwa mencapai puncak ketika tokoh Agen gagal merekrut dua orang tokoh yaitu Kriyak dan Kriyuk untuk menjadi tenaga kerja di perusahaan terpercaya Negara Krutak-Krutuk. Lalu, ditambah lagi dengan peristiwa tokoh Direktur perusahaan Negara sedang sibuk menunggu orang-orang yang melamar pekerjaan, dan juga menunggu Humas yang memberitahukan situasi dan kondisi lowongan pekerjaan, tenaga kerja, dan perkembangan yang terjadi. Tokoh Humas datang dengan tergopoh-gopoh dan memberikan informasi dengan kebingungan. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.

“HUMAS : Gawat. Gawat. Hancur kita. Seharusnya ini tidak boleh terjadi. Reputasi kita di mata dunia internasional bisa anjlok. Saham kita jatuh pada level terendah. Ini memalukan.”


(37)

“HUMAS : Gawat. Gawat sekali. Ini tragedi namanya. Koran-koran menulis semuanya. Televisi tayang langsung. Berulang-ulang dengan narasumber berbeda. Ini melebihi tsunami. Kiamat…ini namanya kiamat. Dapat dua, lepas empat. Sebuah neraca yang tidak berimbang.”

“DIREKTUR : Hei… Kau kenapa ? Tenang dulu. Jangan panik.” “HUMAS : Kejadian ini tidak boleh terulang lagi. Ini namanya aib

perusahaan. Aib negara.”

“DIREKTUR : (Mulai emosi) Pantatnya anak ini. Macam betul aja pun. Kau kenapa ? Sudah minum obat cacing kau ?”

“HUMAS : (Mulai sedikit tenang dan sedikit gelapan) Aduh maaf, Direktur. Aku tadi tidak tahu. Anda rupanya di sini. Aku kira siapa.”

“DIREKTUR : Jadi kau pikir tadi aku ini hantu, penampakan.”

“HUMAS : Maaf. Dengan jari 20 aku minta maaf. Saya panik. Betul-betul panik. Stres…Stres…Alamak…Gawat…Gawat.”

“DIREKTUR : Tenang kau dulu. Tarik nafas dalam-dalam. Lepaskan. Tarik lagi, lalu lepaskan sambil berteriak…Hah…!”

“HUMAS : (Menirukan perintah Direktur. Setelah sadar…) Ah, macam latihan teater aja pun. Saya ini pusing, Direktur.”

“DIREKTUR : Pusing kenapa ?. Tak pernah kulihat kau sepusing ini.” “HUMAS : Empat orang karyawan kita kabur ke luar negeri.” “DIREKTUR : Apa kau bilang. Coba ulangi kalimat terakhir tadi.” “HUMAS : Empat orang karyawan kita kabur ke luar negeri.”

“DIREKTUR : Empat orang karyawan kita kabur. Kau tidak mimpi kan ?”

“HUMAS : Betul, Direktur. Kejadiannya serba mendadak. Selepas makan siang, empat karyawan kita itu sudah meletakkan bad-namanya dan menyatakan mundur. Aku sendiri tidak tahu kejadiannya. Tapi, satpam menceritakan, keempat karyawan kita itu pergi tidak membawa apa-apa.”


(38)

“HUMAS : Sudah. Tapi gagal.”

“DIREKTUR : Ini gawat. Benar-benar gawat…gawat.”

“HUMAS : Dari tadi juga kubilang gawat. Anda saja yang terlambat sadar.” “DIREKTUR : Sudah mengadu ke dewan ?”

“HUMAS : Sudah, tapi tidak ada orang.” “DIREKTUR : Ke mana semua ?”

“HUMAS : Studi banding ke Korea.”

“DIREKTUR : Gawat. Sebaiknya kita tinggalkan tempat ini, sebelum Sekuriti memanggil kita. Kirim email ke semua kolega kita. Nyatakan, hari ini sebagai Hari Berkabung Nasional.”(halaman 137-139).

Mereka berdua pun bergegas pergi meninggalkan lobi istana, karena takut jika Presiden tahu, maka mereka berdua akan terkena imbasnya.

5. Resolution atau jalan keluar dari semua masalah

Jalan keluar dari semua masalah adalah ketika di istana negara Krutak-Krutuk akan dilaksanakannya Rapat Dewan Ketahanan Nasional, untuk membicarakan penyelesaian dari masalah negara tersebut. Dalam rapat ini Presiden bukan langsung mengajak pejabat istananya untuk langsung membicarakan tentang materi rapat, tetapi malah sibuk menanyakan upeti dan hadiah dari pejabatnya itu untuk memenuhi kepentingan dan kesenangannya sendiri. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.


(39)

diperiksa. Tidak ditemukan klewang dan senpi. Narkoba dan miras juga tidak terdeteksi, apalagi bom. Laporan selesai !”

“PRESIDEN : Bagaimana dengan upeti ?”

“SEKURITI : Upeti juga tidak ada. Laporan selesai ! (Kembali ke pos monyet).”

“PRESIDEN : O…Jadi kalian tidak membawa upeti ? Sekretaris catat !”(halaman 139-140).

6. Denoument atau penyelesaian

Penyelesaian cerita atau kisah pada naskah drama Loker ini ketika kedua pelamar kerja yaitu Kriyak dan Kriyuk pergi dari istana kepresidenan dan datanglah Menlu yang merupakan adik ipar dari Presiden, namun Presiden mengusirnya tanpa ada alasan yang jelas. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.

“MENLU : (Menyapa Kriyak dan Kriyuk dengan bahasa Inggris serampangan) … Haloooo… My friends. Kriyak dan Kriyuk. What event… What…Get out !!!! (Menlu marah) I’m hungry… Mister Presiden !!!!!”

“MENLU MARAH-MARAH LALU MEMBENTAK DAN MEMAKI-MAKI MISTER PRESIDEN DENGAN BAHASA INGGRIS”

“MENLU : you crazi !!! … Is my friends…. Yu now ….. bulsihhitttt !!!!!!” “PRESIDEN : Get out !!!! Keluar !!!!! Keluarrrr !!!!!!!!”

“MENLU : Yu usir I… Oke… Oke… Ladies and gentlemen, I’m…. out!” “PRESIDEN : Keluar kau !!!!!!”(halaman 141-142).

Lalu rapat dilanjutkan dan tiba-tiba muncul Ibu Negara dan adiknya yaitu Menlu ke dalam ruang sidang dengan menghunus sebilah kelewang, lalu memotong pembicaraan dengan lantang. Kemarahan Ibu Negara yang didasari oleh sikap Presiden yang mengusir adiknya menjadi alasan


(40)

utamanya dan akibatnya rapat dibubarkan dan permasalahan yang terjadi di negara Krutak-Krutuk belum tuntas juga. Hal ini tergambar pada kutipan di bawah ini.

“PRESIDEN : Lanjutkan !”

“SEKRETARIS : Rapat Dewan Ketahanan Nasional, dilanjutkan !”

“PARA MENTERI DAN PEJABAT ISTANA : Rapatnya kan belum dibuka ?!”(halaman 142).

“TIBA-TIBA DARI LUAR MUNCUL IBU NEGARA DAN ADIKNYA MENLU. DI TANGANNYA MENGHUNUS SEBILAH KELEWANG. LALU MEMOTONG PEMBICARAAN DENGAN LANTANG”.

“IBU NEGARA : Saya yang membuka dan saya yang menutup.”

“PRESIDEN : Mama !! Apa-apaan ini. Ini rapat DKN, Ma. Mama sudah sedeng ya…”

“IBU NEGARA : O… Jadi Papa yang mengusir adekku ya. Papa malu ya mentang-mentang adekku ini bodoh. Biarpun dia bodoh, tapi dia jago bahasa Inggris. Gaya dan penampilannya ke barat-baratan. Jadi, ini semua balasan yang Papa berikan atas layanan dan loyalitas Mama.” “PRESIDEN : Mama…, maksud Papa bukan begitu. Tingkah Mama itu, kayak

anak-anak.”

“IBU NEGARA : Apa ??!! Papa bilang ini semua karena anak. Jadi, semua gara-gara aku gak bisa kasih anak. Yang mandul itu siapa? Aku atau kau !!! Menyesal… (Menangis sekuat-kuatnya) Semua bubar !!!!! Keluar !!!!!”

“SUASANA RAPAT DEWAN KETAHANAN NASIONAL KACAU BALAU. PARA MENTERI DAN PEJABAT ISTANA KUCAR-KACIR. IBU NEGARA MENGACUNG-ACUNGKAN KELEWANG DAN MENGEJAR PRESIDEN.”(halaman


(41)

4.1.2 Latar

Setiap peristiwa yang terjadi dan berlangsung di dalam karya sastra memiliki hubungan yang erat sekali dengan waktu dan tempat. Karena waktu dan tempat senantiasa dijadikan sebagai penanda untuk menjelaskan “kapan” dan “di mana” terjadinya berbagai peristiwa.

Latar dalam karya sastra dapat dibedakan atas tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Menurut Nurgiyantoro (1995:227), latar adalah tempat biasanya menjelaskan tentang lokasi terjadinya suatu peristiwa yang diceritakan di dalam sebuah karya sastra atau drama. Sedangkan latar waktu dalam karya sastra biasanya berhubungan dengan perihal “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan di dalam sebuah karya sastra seperti dalam naskah drama Loker ini. Adapun yang dimaksud dengan latar sosial dalam karya sastra, biasanya mengacu ke hal-hal yang berhubungan dengan keadaan sosial masyarakat. Senada dengan pendapat (Nurgiyantoro, 1995:230) yang mengatakan bahwa latar sosial adalah hal-hal yang terdapat pada sebuah karya sastra dan mengacu pada perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat.

Latar tempat yang terdapat dalam drama Loker yaitu terjadi di dua tempat yaitu istana kepresidenan, lapangan golf. Latar tempat yang terjadi di istana kepresidenan tergambar pada kutipan berikut ini.

“PANGGUNG TERBUKA. DI ISTANA KEPRESIDENAN, PRESIDEN DAN SEKRETARISNYA SEDANG SERIUS DI DEPAN LAPTOPNYA MASING-MASING. MUNGKIN MEREKA SEDANG MEMPERSIAPKAN MATERI UNTUK RAPAT TAHUNAN, YANG BEBERAPA SAAT LAGI AKAN DILAKSANAKAN”(halaman 123).


(42)

Sedangkan untuk latar tempat yang menunjukkan lapangan golf tergambar pada kutipan berikut ini.

“DI SUATU TEMPAT. DUA ORANG SEDANG BERMAIN GOLF. MEREKA ADALAH KRIYAK DAN KRIYUK”(halaman 133).

Latar sosial mencakup tentang tata cara kehidupan sosial masyarakat dan pelbagai masalah dalam ruang lingkup yang kompleks. Oleh sebab itu, latar sosial dapat berbentuk kehidupan, tradisi hidup, keyakinan, cara berpikir dan bersikap, adat-istiadat, bahasa, dan lain sebagainya, yang dapat digolongkan sebagai latar spiritual masyarakat.

Latar sosial dalam drama Loker adalah kehidupan bermasyarakat yang berada dalam suatu negara bernama Krutak-Krutuk dengan pemerintahannya sedang mencari solusi bagi permasalahan lowongan pekerjaan. Hal ini terdapat pada kutipan berikut ini.

“NEGARA KRUTAK-KRUTUK KEWALAHAN MENCARI TENAGA KERJA. RIBUAN PERUSAHAAN BERSAING KERAS UNTUK MENCARI TENAGA KERJA. TAPI HASILNYA TETAP NIHIL. BERBAGAI SELEBARAN, IKLAN, BROSUR SUDAH DISEBAR DI SEGALA PELOSOK. TELEVISI, RADIO, DAN KORAN KEWALAHAN MENAMPUNG IKLAN LOWONGAN KERJA. AGEN-AGEN PERUSAHAAN PUN MEMBUKA COUNTER LAMARAN KERJA DI SETIAP SUDUT KOTA. PEMERINTAH BAHKAN SUDAH MENGELUARKAN UNDANG- UNDANG TENAGA KERJA, UNTUK MENGANTISIPASINYA.”(halaman 123).

4.1.3 Tokoh dan Penokohan


(43)

drama, maka tidak akan ada cerita dan unsur lainnya seperti alur dan latar, dan tentunya fungsi unsur-unsur tersebut sudah pasti tidak akan ada artinya. Sebab, tokoh atau pelakonlah yang memiliki fungsi membuat alur menjadi berjalan sesuai cerita dan latar akan terisi berkat adanya tokoh tersebut.

Sudjiman (1988:16) berpendapat bahwa “Tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita.” Meskipun tokoh dalam sebuah cerita adalah individu rekaan, namun tokoh cerita haruslah merupakan seorang yang hidup secara wajar, layaknya kehidupan manusia biasa yang terdiri dari jasmani yaitu fisiknya dan rohani yaitu pikiran serta perasaan.

Berdasarkan keterangan di atas, terlihat bahwa adanya hubungan antara tokoh atau pelakon dengan peristiwa dalam sebuah cerita. Selain itu, menurut (Sumardjo dan Saini, 1988:144) mengatakan bahwa tokoh cerita adalah orang yang mengalami seluruh peristiwa yang digambarkan di dalam alur atau plot.

Melalui berbagai peristiwa yang dialami tokoh itulah pengarang atau penulis naskah menggambarkan secara jelas tentang watak atau penokohan dari masing-masing tokoh cerita. Watak atau penokohan yang dimiliki tokoh-tokoh cerita disesuaikan dengan watak yang terdapat pada manusia secara umum, wataknya pun bermacam-macam juga seperti baik, jahat, riang, murung, berani, pengecut, jujur, licik, atau campuran dari berbagai watak-watak tersebut. Dengan mengetahui dan memahami watak para tokoh cerita tersebut, maka akan didapatkan juga pemahaman tentang mengapa suatu tindakan atau kejadian itu terjadi.


(44)

a. Presiden

Presiden merupakan tokoh utama atau sentral, sekaligus protagonis dalam drama Loker ini. Tokoh Presiden memegang peran pimpinan dalam naskah ini, dan menjadi pusat sorotan dalam cerita atau kisahan. Intensitas kemunculan tokoh Presiden dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita sangat dominan.

Presiden adalah lelaki separuh baya, ia merupakan suami dari Ibu Negara. Tokoh Presiden merupakan Kepala Negara Krutak-Krutuk yang kerjanya suka bermain game on line di laptopnya. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.

“PRESIDEN : Mati kau…! Mati kau…!!! Sikit lagi…tembak! Terus…tembak…ya…ya…yaaa…(Kecewa) Lontonglah awak yang mati. Game over pulak…” (halaman 123).

Selain itu, dia memiliki sifat pemarah dan semena-mena, serta tidak suka dipermainkan oleh bawahannya. Sifat pemarah itulah yang membuat tokoh Presiden sering lepas kendali, yaitu jika merasa dilecehkan maka Presiden langsung marah dengan perkataan yang tidak seharusnya diucapkan oleh seorang kepala negara dan tidak perduli siapa yang benar dan salah. Sifat pemarah Presiden dapat dilihat pada kutipan berikut.

“SEKURITI : Lapor !!!!! Mister Presiden ! Rapat Tahunan Negara Krutak-Krutuk, 5 menit lagi akan dilaksanakan ! Laporan selesai !”

“PRESIDEN : (Terkejut dan marah) Hei ! Borjong ! Lancang kuning kali kau. Kalau mau masuk kau telepon dulu Ibu Sekretaris dan kalau ngomong tak usah pake toa. Kau pikir kami pekak.”(halaman 123).


(45)

menjadi penurut dan tidak berdaya. Presiden dapat digolongkan ke dalam ISTI (Ikatan Suami Takut Istri). Perubahan perwatakannya ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini.

“IBU NEGARA : Diam….! Diam !!!! (Semua terkejut, tak seorang pun berani bicara) Hei ! Kalian pikir istana ini kebun binatang. Sudah jam berapa ini, pulang !”

“PRESIDEN : Mama…tenang Ma. Kita sedang rapat tahunan Ma, penting” “IBU NEGARA : Apa kau bilang, rapat, penting? Rapat harian, rapat mingguan,

rapat bulanan, tiap hari rapat. Bubar ! Aku bilang bubar !”

“PRESIDEN : Mama ! Mereka menteri dan pejabat Negara, Ma. Masak di usir. Please dong Ma.”(halaman 131).

b. Sekretaris

Tokoh Sekretaris adalah seorang wanita yang mendampingi Presiden menjalankan tugas Negara di Istana Negara. Sekretaris merupakan wanita yang cantik dan seksi. Itu terbukti karena Presiden suka berselingkuh di belakang istrinya. Hal itu membuktikan bahwa Sekretaris lebih muda dan cantik dari istri Presiden. Kecantikan dan keseksiannya itulah yang membuat Presiden betah berlama-lamaan di Istana walau tidak ada urusan penting lainnya lagi. Tidak beda dengan Presiden, Sekretaris juga memiliki sifat buruk yaitu tidak bertanggung jawab dengan pekerjaannya. Ia selalu sibuk dengan permainan di internet atau sering disebut game on line. Hal ini sudah dipaparkan kutipannya pada bagian Presiden.

c. Sekuriti

Sekuriti merupakan petugas keamanan di Istana Negara. Sekuriti memiliki sikap yang tegas pada siapapun, termasuk pada atasannya sendiri. Namun, ia akan berubah menjadi patuh,


(46)

jika terus-menerus dimarahi oleh Presiden. Sifat tegas dan patuhnya ini ditunjukkan lewat kutipan berikut ini.

“SEKURITI : Maaf Mister Presiden. Bukan maksud saya lancang kuning. Tapi, ini perintah mendadak yang harus dilaksanakan. Sebagai sekuriti saya harus tegas, dan tanpa pandang bulu. Siapa pun yang menghalangi akan saya sikat. Dan ingat Mister Presiden, nama saya bukan Borjong, tapi Zul, Zulkarnaen.”

“PRESIDEN : (Tambah marah) Apa kau bilang, saya mau kau sikat ? Lantam kali mulut kau. Kalau bukan keponakanku, sudah kutembak kau (Menodongkan pistol)”

“SEKURITI : Eh…maaf Om…tapi maksudku hanya melapor. Tadi kan Om bilang : Zul tolong ingati Om ya, jam 2 lewat 5 rapat (Meniru ucapan Presiden). Sekarang kan sudah jam 2, Om.”(halaman 123-124).

Namun, Sekuriti bisa berubah menjadi seorang penjilat atau patuh pada perintah siapa saja yang memberikan hadiah kepadanya. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.

“SEKURITI : (Kepada PUU) Anda dilarang masuk (Lalu menunjuk papan pengumuman di dinding pos monyet yang berbunyi : Yang tidak membawa upeti Dilarang Masuk !)”

“PUU : Maaf saya lupa (Kemudian memberikan beberapa lembar uang kepada Sekuriti)” “SEKURITI : Terima kasih. Saya atas nama Mister Presiden sekali lagi

mengucapkan terima kasih dengan semua kebaikan tuan-tuan. Silakan masuk, Mister Presiden sudah sedari pagi menunggu kedatangan tuan-tuan. Horas !!!”(halaman 125).

d. Menteri Kerja Bertenaga (Mentega)


(47)

untuk menutupi kinerjanya yang tidak mampu mengatasi permasalahan tenaga kerja yang melanda Negara Krutak-Krutuk. Sikap ini terlihat pada kutipan di bawah ini.

“MENTEGA : Ini hadiah buat Mister Presiden. Laptop edisi terbaru, edisi bahasa Batak (Memberikan paket kepada sekuriti)”(halaman 124).

Lalu Presiden membuka rapat tahunan dan bertanya pada Mentega. “PRESIDEN : Menteri Kerja Bertenaga. Apa laporanmu !”

“MENTEGA : Menurut laporan dari staf-staf saya, jumlah orang yang melamar pekerjaan, dua orang Mister Presiden. Intinya, terjadi peningkatan yang sangat signifikan. 100 persen Mister Presiden.”

“PRESIDEN : Baru dua orang ?! Sudah tiga tahun kau kuangkat jadi Menteri Kerja Bertenaga, baru dua orang yang melamar ?!... Apa kau bilang tadi, signifikan ? Signifikan taik !”

“MENTEGA : Maaf Mister Presiden. Saya juga heran, kenapa tidak satu orang pun yang mau melamar pekerjaan. Sementara usia para pekerja Negara kita makin lama makin tua. Kita kan tidak mungkin terus-terusan menggaji orang-orang tua bangkotan itu. Kalau kita tidak punya cadangan devisa tenaga kerja, bakal hancurlah kita Mister Presiden.”

“PRESIDEN : Jangan ngomong saja, solusinya apa ?!”

“MENTEGA : Kita terpaksa mengimpor tenaga kerja dari Negara tetangga. Selain murah, mereka juga bisa dipakai. (Memeragakan adegan mesum dengan tangan)”(halaman 125-126).

e. Menteri Pendidikan dan Teknologi (Mendiktologi)

Mendiktologi adalah singkatan dari Menteri Pendidikan dan Teknologi. Berbeda dengan jabatan yang dipegangnya, sifatnya yang suka melakukan praktek suap-menyuap untuk memuluskan urusannya dengan Presiden. Ia merupakan seorang Menteri yang tidak mencerminkan sikap mendidik. Menjalani pekerjaannya dengan cara mendidik dengan perkembangan teknologi yang negatif, yaitu dengan menguasai ekspor-impor DVD segala


(48)

permainan atau game. Selain itu, ia menguasai peredaran DVD porno. Hal ini terdapat pada kutipan berikut ini.

“MENDIKTOLOGI : Kalo saya seperti biasa. Dvd impor, segala macam permainan ada di dalamnya. Game patok lele dan galah panjang pun ada (Memberikan beberapa keping vcd)”

“SEKURITI : Bokep ada ?....26….bf….Vcd porno ?! (Memeragakannya)” “MENDIKTOLOGI : O….itu. Saya sudah siapkan untuk sekuriti (Mengeluarkan dari

saku baju dan memberikannya kepada Sekuriti)”(halaman 124-125).

f. Pakar Undang-Undang (PUU)

PUU adalah akronim atau singkatan dari Pakar Undang-Undang. PUU dipilih Presiden sebagai orang yang mengurusi tentang perundang-undangan serta aturan yang berlaku di Negara Krutak-Krutuk. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.

“PRESIDEN : Dalam UU Tenaga Kerja kita, apa sanksi bagi orang yang tidak mau melamar pekerjaan ?”

“MENTEGA : Kalau urusan undang-undang bukan saya pakarnya, Mister Presiden. Itu (Menunjuk PUU)”

“PRESIDEN : O, iya. Saya kira tidak ada orang di situ (Menunjuk PUU)”

“PUU : Sebentar, Mister Presiden (Mengambil dan membuka kitab undang-undang, kemudian membacanya keras-keras) Dalam Undang-undang Tenaga Kerja Negara Krutak-Krutuk : pasal 30, ayat 31, junto 32 berbunyi sebagai berikut “Barang siapa yang dengan sengaja atau dengan tidak sengaja menolak pekerjaan atau proyek yang diberikan Negara, maka barang siapa tersebut telah melakukan tindakan subversive dan diancam hukuman penjara 10 tahun, potong subdider kurungan 5 bulan, denda 5 M”.”(halaman


(49)

g. Ibu Negara

Ibu Negara merupakan istri Presiden yang wataknya sangat galak pada siapapun, terutama pada Presiden. Sifat galak itu berlaku pada siapapun, bahkan kekuasaannya melebihi kekuasaan Presiden selaku Kepala Negara. Ia akan bersikap seperti bagi siapa saja yang tidak mendengarkan perintahnya. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.

“IBU NEGARA : Sekali lagi kuperingatkan. Jika kalian tetap tidak mau bubar, kupecat kalian ! Bubar !!!”(halaman 131).

h. Kriyak dan Kriyuk

Kriyak dan Kriyuk merupakan dua tokoh pemuda yang bersahabat bahkan bisa dibilang sepupu. Namun, Kriyak merupakan saudara sepupu yang lebih tua dari Kriyuk. Kedua pemuda ini memiliki sifat yang hampir sama, yaitu tidak mau mengalah satu sama lain. Akan tetapi tokoh Kriyak terlihat lebih banyak mengalah dan bijaksana. Hal ini terlihat pada kutipan berikut ini.

“KRIYAK : Sudah berapa perusahaan yang memintamu bekerja ?”

“KRIYUK : 200 perusahaan, tapi kutolak semua. Bagaimana denganmu ?” “KRIYUK : Ada satu perusahaan yang membuatku tertarik. Tapi aku belum

memutuskan, apakah masuk atau tidak. Aku orangnya sangat selektif. Sekali salah melangkah, kita bisa kecewa tujuh turunan. Namun cara pimpinan perusahaan itu mendatangiku, yah, ada semacam harapan”

“KRIYUK : Oh ya. Kau yakin ?”(halaman 133).

“KRIYUK : Aku jadi penasaran. Pasti perusahaan bertaraf internasional kan ?. perusahaan ekspor-impor ? Perusahaan eksplorasi emas ? Minyak ?


(50)

Real estate ? Elektronik ? Telekomunikasi ? TV…? Perusahaan periklanan ? Atau perusahaan judi togel ? (Kriyak menggeleng) Jadi, perusahaan apa ?”

“KRIYAK : Telor Asin”

“KRIYUK : (Tertawa terbahak-bahak) Telor Asin. Bukan telor dadar ? (Mengejek)”

“KRIYAK : Memang perusahaan Telor Asin. Bukan perusahaan telor dadar, apalagi telor mata sapi. Kenapa ada yang aneh ?”

“KRIYUK : Tidak. Cuma terdengar sedikit narsis. Sekolah ke luar negeri, gelar doktor, tapi bekerja di perusahaan telor asin. Oh, Tuhan ! Ini benar-benar tragedi kemanusiaan yang tak pernah aku bayangkan.”

“KRIYAK : Bung, kadang kita tidak perlu mengedepankan profesionalisme dalam hal-hal kecil seperti itu. Kedengarannya memang narsis. Aneh. Lari dari kebiasaan adat istiadat. Tapi, ingat Bung, Negara ini hanya bisa dibangun lewat hal-hal kecil yang sering diremehkan orang. Kita sering melupakan kearifan lokal. Dan kau, selalu bermimpi terlalu jauh. Padahal, mimpi basah saja kau tak pernah.”

“KRIYUK : Ha…ha…ha. Kau terlalu filosofis, Kriyak. Bahasamu terlalu direkayasa. Tapi taka pa. aku mengerti. Aku bisa pahami, kenapa kau begitu sentimental. Lantas, kapan kau putuskan tawaran itu ?” “KRIYAK : Kan sudah kubilang, tanda-tanda kearah itu tetap ada. Tapi

biarlah waktu yang menjawab (Memukul bola sekeras-kerasnya)”(halaman 134-135).

Namun, ada beberapa dari sifat mereka yang berbeda, yaitu walau Kriyak terkadang mengalah tetapi terkadang ia lebih sombong daripada Kriyuk, dikarenakan tokoh Kriyak mendapatkan pendidikan yang lebih unggul dibandingkan dengan Kriyuk. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.


(51)

“KRIYAK : Dia tidak main tembak langsung. Cuma dari nada bicaranya, aku tahu, mereka sangat berambisi sekali merekrutku.”

“KRIYUK : Dia tidak tahu kalau kau bergelar doktor ?”(halaman 133).

“KRIYUK : Tidak. Cuma terdengar sedikit narsis. Sekolah ke luar negeri, gelar doktor, tapi bekerja di perusahaan telor asin. Oh, Tuhan ! Ini benar-benar tragedi kemanusiaan yang tak pernah aku bayangkan”(halaman 134).

j. Agen

Agen adalah seorang tokoh yang bertugas mencari orang atau calon tenaga kerja untuk direkrut menjadi tenaga kerja di perusahaan tempat tokoh Agen bekerja. Sifatnya yang lugu dan mudah dipermainkan serta menjadi bahan lelucon bagi Kriyak dan Kriyuk. Hal ini membuat dia selalu gagal untuk merekrut calon tenaga kerja. Cara merayu dan berbicaranya yang meyakinkan pun, tidak dapat membuat Kriyak dan Kriyuk sebagai calon tenaga kerja yang akan direkrutnya ingin menerima tawaran lowongan pekerjaan dari tokoh Agen. Sifatnya ini dijelaskan pada kutipan berikut ini.

“AGEN : Halo Tuan-tuan yang kami cintai. Selamat siang, mohon maaf saya terlambat. Bagaimana kabar Tuan-tuan. Ah, pasti secerah cuaca hari ini. Saya bisa melihat aura Tuan-tuan yang penuh semangat, penuh dedikasi, dan intelektual. Dari cara Anda memegang stick golf dan gaya ayunan pukulan Anda, saya bisa pastikan Anda adalah seorang professional yang sportif dan menjunjung fair play (Mencium ketiak Kriyak dan Kriyuk) Aih…aroma Anda-anda juga sangat berkelas, borjuis, dan futuristik.”

“KRIYUK : Nama saya Kriyuk, bukan Tuan.”


(52)

“KRIYAK : Kami tidak mau waktu dan tenaga kami habis dengan basa-basi yang tidak penting seperti ini.”

“AGEN : Ini bukan basa-basi Tuan. Ini cita-cita, target, masa depan yang gemilang bagi Tuan-tuan. Tapi, saya tidak bisa memaksa waktu Tuan yang sempit ini. Bagaimana kalau nanti malam saya langsung ke rumah Tuan ? Ada yang bisa dikontak?”

“KRIYAK : O, Bung mau kontak (Membawa Agen ke sisi panggung)… Kau olokkan tanganmu ke lampu itu.

“KRIYUK : Kelihatannya orang yang kita tunggu-tunggu tidak juga muncul. Waktu kami sangat berharga sekali. Jadi, kalau Bung mau menruskan penungguan ini, silahkan saja. Kami pamit dulu. Lain kali kita mungkin bisa bertemu.”(halaman 137).

Yang menandakan Agen adalah seorang pencari tenaga kerja dari perusahaan di Negara Krutak-Krutuk, terlihat pada kutipan berikut ini.

“AGEN : Hahaha…Maaf saya bukan sales. Juga bukan calo. Perkenalkan (Mengulurkan tangan) Saya adalah agen. Agen perusahaan Negara Krutak-Krutuk. Saya diutus ke muka bumi ini untuk mencari orang-orang seperti Anda dan Tuan. Oh, ya, Tuan apa namanya, alah, saya lupa.”(halaman 135-136).

k. Direktur

Tokoh Direktur merupakan pimpinan dari sebuah perusahaan ternama di Negara Krutak-Krutuk. Terkadang sifatnya tenang dalam menghadapi sesuatu masalah tentang lowongan kerja, tetapi bisa berubah menjadi orang yang panic serta bingung, bahkan bingungnya melebihi bawahannya. Sikap ini terdapat pada kutipan berikut ini.


(53)

sampai muncungmu itu komat-kamit seperti dukun. Kau kepijak tuyul ya.”(halaman 137).

“DIREKTUR : Hei… Kau kenapa ? Tenang dulu. Jangan panik.”(halaman 138).

Perubahan wataknya, yaitu tenang menjadi panik terlihat pada kutipan berikut ini. “DIREKTUR : Ini gawat. Benar-benar gawat…gawat.”(halaman 139).

l. Humas

Humas adalah tokoh yang bertugas memberikan laporan kepada atasannya, yaitu Direktur tentang perkembangan bursa lowongan kerja dan perekrutan tenaga kerja yang menjadi permasalahan utama di Negara Krutak-Krutuk. Ia merupakan tokoh yang suka membesar-besarkan masalah dan bingung menghadapi suatu masalah, tapi jika Direktur yang panic maka fungsi tokoh Humas adalah menenangkan sang Direktur, begitu juga sebaliknya. Hal ini terdapat pada kutipan berikut ini.

“HUMAS : Gawat. Gawat. Hancur kita. Seharusnya ini tidak boleh terjadi. Reputasi kita di mata dunia internasional bisa anjlok. Saham kita jatuh pada level terendah. Ini memalukan !.”(halaman 137).

“HUMAS : Kejadian ini tidak boleh terulang lagi. Ini namanya aib perusahaan. Aib Negara.”

“HUMAS : Maaf. Dengan jari 20 aku minta maaf. Saya panik. Betul-betul panik. Stres…Stres…Alamak…gawat…gawat.”(halaman 138).


(54)

m. Menlu

Menlu merupakan singkatan dari Menteri Luar Negeri. Ia masih memiliki hubungan keluarga dengan Ibu Negara. Menlu adalah adik kandung dari Ibu Negara sekaligus adik ipar Presiden. Ia juga teman kuliah dari Kriyak yang bersekolah ke luar negeri. Sifatnya yang bergaya orang luar negeri itu padahal bahasa asingnya masih berantakan terlihat pada kutipan berikut.

“MENLU : (Menyapa Kriyak dan Kriyuk dengan bahasa Inggris serampangan) … Haloooo… My friends. Kriyak dan Kriyuk. What event… What…Get out !!!! (Menlu marah) I’m hungry… Mister Presiden !!!!!”(halaman 141).

“MENLU : you crazi !!! … Is my friends…. Yu now ….. bulsihhitttt !!!!!!” “MENLU : Yu usir I… Oke… Oke… Ladies and gentlemen, I’m….

out!”(halaman 142).

Ia diangkat menjadi Menlu karena jasa kakaknya yaitu Ibu Negara, namun Presiden tidak suka dengan tingkah laku adik iparnya.Walaupun begitu Presiden tidak bisa melawan keputusan dari Ibu Negara. Hal ini terdapat pada kutipan berikut ini.

“IBU NEGARA : O… Jadi Papa yang mengusir adekku ya. Papa malu ya mentang-mentang adekku ini bodoh. Biarpun dia bodoh, tapi dia jago bahasa Inggris. Gaya dan penampilannya ke barat-baratan. Jadi, ini semua balasan yang Papa berikan atas layanan dan loyalitas Mama.” “PRESIDEN : Mama…, maksud Papa bukan begitu. Tingkah Mama itu, kayak


(55)

kau !!! Menyesal… (Menangis sekuat-kuatnya) Semua bubar !!!!! Keluar !!!!!”(halaman 143).

4.1.4 Tema

Tema adalah gagasan dasar yang menopang dan menjadi rangka utama dari sebuah karya sastra. Tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan makna atau pengalaman kehidupan. Pengalaman kehidupan tersebut berasal dari berbagai masalah kehidupan dan merupakan hasil dari pengamatan pengarang terhadap situasi dan kondisi disekelilingnya.

Menurut Esten (1984:87), tema adalah apa yang menjadi persoalan utama dalam karya sastra. Jika kita membaca suatu karya sastra, seperti cerita rekaan, pengarang tidak sekadar ingin menyampaikan sebuah cerita saja tetapi ada suatu konsep sentral yang ingin dikembangkan dalam cerita tersebut. Alasan yang melatarbelakangi pengarang hendak menyajikan cerita menurut Sudjiman (1988:50) ialah hendak mengemukakan suatu gagasan. Gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasar dalam suatu karya sastra itulah yang disebut dengan tema.

Sedangkan Sumardjo dan Saini (1991:56) mengatakan bahwa tema merupakan ide sebuah cerita. pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekadar mau bercerita, tetapi ingin mengatakan sesuatu kepada pembacanya. Sesuatu yang ingin dikatakannya itu bisa suatu masalah kehidupan, pandangan atau komentarnya terhadap kehidupan ini.

Sesuai dengan pernyataan yang mengatakan, tema adalah gagasan atau ide yang mendasari karya sastra. Tema merupakan kesimpulan dari pelukisan atau penggambaran dari alur, tokoh dan penokohan, serta latar.

Pendapat di atas juga dikuatkan dengan pendapat yang dikemukakan Henry Guntur Tarigan. Menurut Henry Guntur Tarigan (1984:125) walaupun seandainya seorang pengarang


(56)

tidak menjelaskan tentang tema ceritanya secara eksplisit, namun tema cerita tersebut dapat dirasakan dan diambil kesimpulannya setelah karya sastra itu selesai dibaca.

Keberadaan tema dalam sebuah karya sastra memang sangat penting, dan tidak terlepas dari unsur-unsur pembentuk karya sastra lainnya seperti alur, latar, dan perwatakan. Karena tema yang baik (secara implisit maupun eksplisit) harus didukung oleh unsur lainnya.

Di dalam sebuah karya sastra mungkin banyak persoalan-persoalan yang muncul dan ditemukan, tetapi tentulah tidak semua persoalan itu bisa dianggap sebagai tema. Untuk menentukan persoalan mana yang merupakan tema, Esten (1984) menguraikan bahwa yang Pertama, tentulah dilihat persoalan mana yang paling menonjol. Kedua, secara kuantitatif, persoalan mana yang paling banyak menimbulkan konflik, konflik yang melahirkan peristiwa-peristiwa. Cara yang ketiga adalah menentukan (menghitung) waktu penceritaan, yaitu waktu yang diperlukan untuk menceritakan perisitwa-peristiwa ataupun tokoh-tokoh di dalam karya sastra. Setelah mengamati secara seksama dan melihat dari berbagai konflik dalam drama Loker ini, yang menjadi temanya adalah persoalan pekerjaan. Persoalan pekerjaan sering sekali muncul dalam setiap dialog dan konflik, selain itu dari judul saja kita dapat melihat bahwa yang menjadi tema dalam drama ini adalah pekerjaan. Persoalan pekerjaan ini selanjutnya akan dibahas bersama masalah pendidikan yang menjadi kritik sosial dalam analisis sosiologi sastranya.

4.2 Kritik Sosial

Drama sebagai sebuah karya sastra merupakan salah satu media penghubung atau jembatan antar isi yang terkadung di dalamnya dengan kondisi dan situasi kehidupan masyarakat. Walaupun apa yang digambarkan dalam drama tersebut bersifat kontra ataupun


(1)

“PRESIDEN : Banyak kali cakap kau! Sudah berapa kali kubilang sama kau, kalau dikantor jangan panggil aku, Om! Maju kali kau kutengok. Sudahlah, capek becakap sama kau, loaknya bukan main. Sekarang kau suruh menteri-menteri itu masuk, tapi jangan lagi kutengok kau mark up upeti-upeti mereka”(halaman124).

Kutipan tersebut ditujukan pada tokoh Sekuriti yang selalu menyelewengkan dan tidak transparan terhadap upeti-upeti yang masuk, padahal semua itu berasal dari rakyat dan merugikan negara Krutak-Krutuk yang bisa disebut dengan tindak korupsi. Tindakan ini juga menunjukan tentang banyak penyelewengan dana ataupun komersialisasi dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Kemudian dijelaskan tentang ketidakjujuran Mendiktologi yang suka berlebihan dalam memberikan laporan kerja pada Presiden. Hal ini tergambar pada kutipan berikut.

“PRESIDEN : Mendiktologi! Bagaimana dengan tugas-tugasmu?”

“MENDIKTOLOGI : Beres Tuan Presiden. Sesuai dengan Garis Besar Haluan Negara Krutak-Krutuk, setiap menit, sarjana-sarjana terdidik berhasil kita lahirkan. Mereka sudah terlatih luar dalam. Kemampuan otak mereka di atas rata-rata orang Amerika dan Jepang. Otak mereka juga masih segar-segar. Mereka sangat profesional. Bahkan, satu orang profesor ahli meteorologi dan geofisika, memperoleh Nobel Ilmu Banjir.”(halaman 127).

Kutipan tersebut mencoba menjelaskan bahwa sebenarnya jika dibandingkan dengan kenyataan berbanding terbalik. Maksudnya adalah tidak mungkin setipa menit sarjana berhasil dilahirkan dan jika dibuat satu perbandingan, mana mungkin kemampuan otak mereka setara dengan orang luar negeri, sementara para sarjana itu tidak terlihat perannya di negara Krutak-Krutuk. Lalu kalau kita teliti lebih dalam, kenyataan yang terjadi di negara Krutak-Krutuk


(2)

ataupun negara Indonesia terlihat kontras, karena di negara ini sering terjadi kebanjiran apalagi di Ibukota. Oleh sebab itu tidak seiring dengan kutipan yang menjelaskan bahwa seorang profesor ahli meteorologi dan geofisika mendapatkan Nobel Ilmu Banjir.

Penulis berpendapat bahwa drama Loker ini mencoba menjelaskan tentang situasi dan kondisi sosial serta berbagai permasalahan dalam suatu lembaga atau negara yang di dalamya terdapat masyarakat, namun dijelaskan secara terbalik agar kita semua lebih mengerti bahwa karya sastra memang menjelaskan tentang kehidupan masyarakat. Akan tetapi untuk lebih mengetahui benar tidaknya karya itu menggambarkan masyarakat harus diteliti lebih mendalam tentang fungsinya dan gaya penceritaannya.


(3)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan analisis sosiologis terhadap naskah drama Loker karya Yulhasni, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Naskah drama Loker mengandung nilai-nilai sastra dan sosiologis, sehingga keberadaan naskah drama ini bermanfaat bagi pembaca.

2. Tema yang terkandung dalam naskah drama Loker adalah kritik sosial tentang pekerjaan dan pengangguran.

3. Alur yang terdapat dalam naskah drama Loker adalah alur maju atau alur progresif peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis) dan alur regresif (peristiwa-peristiwa dikisahkan secara sorot balik atau flash back).

4. Penokohan atau perwatakan tokoh naskah drama Loker merupakan refleksi atau gambaran dari kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

5. Latar yang digunakan dalam naskah drama Loker terbagi menjadi 2 yaitu Istana Negara tempat petinggi-petinggi negara Krutak-Krutuk atau istana kepresidenan. Lalu, yang kedua adalah lapangan golf tempat Kriyak dan Kriyuk berolahraga.

6. Secara keseluruhan dapat diberi kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mendasari timbulnya masalah pekerjaan dan lowongan pekerjaan di dalam naskah ini adalah para tokoh di dalamnya tidak mau bersatu untuk menyelesaikan dan bersungguh-sungguh mencari solusi dari permasalahan yang ada, semua orang hanya sibuk dengan kepentingannya dan orang yang dipilih sebagai petinggi-petinggi di Negara tidak becus


(4)

dan tidak ahli dalam menyelesaikan masalah. Selain itu, rakyat yang menjadi sasaran untuk dijadikan calon tenaga kerja merasa sudah pintar dan tidak mau bekerja jika bukan di perusahaan yang besar dan tidak mau memperdayakan sumber daya yang dimilikinya.

5.2 Saran

Saran dari penulis adalah supaya skripsi ini dapat dipergunakan dan memberi manfaat bagi penulis, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU dan para orang yang ingin mengetahui tentang drama. Selain itu juga penelitian ini memerlukan penelitian berlanjut dan perbaikan di sana-sini agar ilmu yang ada dapat berkembang, bahkan menambah kasanah tentang pengetahuan drama sebagai seni maupun sebagai karya sastra.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bandem, I Made dan Sal Murgiyanto. 1996. Teater Daerah Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. Brahim. 1968. Drama dalam Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.

Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra. Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Esten, Mursal. 1984. Kritik Sastra Indonesia. Padang: Angkasa Raya. Harymawan, RMA. 1988. Dramaturgi. Bandung: Eresco.

Jabrohim.2001.Metodologi Penelitian Sastra.Yogyakarta:Hanindita Grahawidya. Jassin, H.B. 1977. Angkatan 66 Prosa dan Puisi I & II. Jakarta : Gunung Agung. Jassin, H.B. 1983. Sastra Indonesia sebagai Warga Sastra Dunia. Jakarta : Gramedia. Jassin, H.B. 1985. Tifa Penyair dan Daerahnya. Jakarta : Gunung Agung.

Koentjaraningrat. 1991. Metode-Metode Penelitian Mayarakat. Jakarta : Gramedia.

Luxemburg, Jan Van, dkk. 1984. Pengantar Ilmu Sastra (diterjemahkan oleh Dick Hartoko). Jakarta : Gramedia.

Mulia, Agus. 2009. Raja Tebalek 10 Naskah Drama Teater ‘O’. Medan : Teater ‘O, Penerbit Madju Medan dan Garuda Plaza Hotel.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pradopo, Rahmad Djoko. 1994. Prinsip-prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Postkolonialisme Indonesia Relevansi Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode,dan Teknik Penulisan Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Rendra, W.S. 1993. Seni Drama Untuk Remaja. Jakarta: Pustaka Jaya.


(6)

Rendra, W.S. 2001. Penyair Dan Kritik Sosial. Yogyakarta : KEPEL Press.

Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi:Suatu Pengantar Ringkas. Jakarta: CV Rajawali. Sudjiman, Panuti. 1998. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Suharto, Boma Bondan. 2009. Kritik Sosial Redaksi Berita Kota Mengenai Kinerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang Dikemas dalam Karikatur. Jakarta : Fakultas Ilmu Komunikasi, Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Katha Cakti Jakarta.

Sumardjo, Jakob. 1986. Ikhtisar Sejarah Teater Barat. Bandung: Angkasa.

Sumardjo, Jakob dan Saini K.M . 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus Besar Bahasa Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka.

Tjahjono, Liberatus Tengsoe. 1988. Sastra Imdonesia, Pengantar Teori dan Apresiasi. Flores : Nusa Indah.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. (DiIndonesiakan oleh Melani Budianta). Jakarta: Gramedia.


Dokumen yang terkait

KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA RT 0 RW 0 KARYA IWAN SIMATUPANG: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Rt 0 Rw 0 Karya Iwan Simatupang: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia Di SMA.

0 2 17

KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA RT 0 RW 0 KARYA IWAN SIMATUPANG: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Rt 0 Rw 0 Karya Iwan Simatupang: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia Di SMA.

2 8 12

KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA MONOLOG Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Monolog Surat Kepada Setan Karya Putu Wijaya: Telaah Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra.

1 11 11

PENDAHULUAN Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Monolog Surat Kepada Setan Karya Putu Wijaya: Telaah Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra.

3 13 10

KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA MONOLOG Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Monolog Surat Kepada Setan Karya Putu Wijaya: Telaah Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra.

0 11 22

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL KALATIDHA KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Kritik Sosial Dalam Novel Kalatidha Karya Seno Gumira Ajidarma: Tinjauan Sosiologi Sastra.

0 0 13

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL KALATIDHA KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Kritik Sosial Dalam Novel Kalatidha Karya Seno Gumira Ajidarma: Tinjauan Sosiologi Sastra.

0 1 13

KRITIK SOSIAL DALAM KUMPULAN PUISI LALU AKU KARYA RADHAR PANCA DAHANA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Kritik Sosial Dalam Kumpulan Puisi Lalu Aku Karya Radhar Panca Dahana: Tinjauan Sosiologi Sastra.

0 1 12

KRITIK SOSIAL DALAM KUMPULAN PUISI LALU AKU KARYA RADHAR PANCA DAHANA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Kritik Sosial Dalam Kumpulan Puisi Lalu Aku Karya Radhar Panca Dahana: Tinjauan Sosiologi Sastra.

2 10 13

KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA FURCHT UND ELEND DES DRITTEN REICHES KARYA BERTOLT BRECHT: ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA.

3 13 194