Hambatan Menyangkut Sarana dan Prasarana Bandar Udara

antisipasi ancaman bom, maka pengadaan peralatan- peralatan pencegahan teror dan anti bom sebagai berikut: a. Peralatan Deteksi Dini, yang meliputi Metal Detector, Explosive Detector, Mirror Set, Walk Through Gate Metel Detector dan X-ray Device. b. Peralatan Perlindungan Dini, yang meliputi Bomb Blanket, Letter Bomb Blanket, Body Vest dan Seek and Search Suit dan peralatan Pendukung yang meliputi Security Line, Megaphone, Communication Device, Dragon Search Light, Vehicle dan CCTV Close Circuit Television .

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

INDONESIA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEAMANAN PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL

A. Hambatan Menyangkut Sarana dan Prasarana Bandar Udara

Dewasa ini menyangkut kejahatan yang mempergunakan penerbangan sipil sebagai sarana untuk melakukan kejahatan telah terjadi perkembangan yang cukup mengkhawatirkan misalnya pemanfaatan Bandar Udara Internasional Polonia Medan sebagai tempat melakukan kejahatan, untuk itu diperlukan perangkat-perangkat hukum yang memberikan landasan bagi penegakan hukum dalam kerangka Iwan Setyawan: Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 penanggulangan kejahatan yang menggunakan bandar udara sebagai sarana melakukan kejahatan. Dengan adanya Konvensi Internasional diharapkan akan mempersempit gerak pelaku kejahatan terhadap penerbangan sipil. Kondisi keamanan dan keselamatan di Bandar Udara Internasional Polonia Medan saat ini belum adanya Standart Operational Prosedure SOP oleh aparat terkait yang bertanggungjawab atas keselamatan penerbangan sipil. Penerapan standar ini menciptakan adanya sinergi yang terbangun antara komponen-komponen yang terkait sub sistem adalah Polri. Beberapa hal yang menunjukkan lemahnya kondisi keamanan dan keselamatan di bandar udara dapat dikontruksikan melalui komponen-komponen berpengaruh dan mempengaruhi terciptanya keamanan dan keselamatan penerbangan yang meliputi area publik public are, yakni: 107 1. Sekuriti Hambatan pada komponen ini adalah menyangkut personil petugas keamanan dan sarana prasarana yang tersedia, meliputi: a. Kurangnya integritas personel keamanan yang bertugas melakukan pengamanan di area penerbangan sipil yakni wilayah terbuka dan wilayah tertutup, sehingga memungkinkan terbukanya peluang pelaku kejahatan untuk memanfaatkan kelengahan petugas pengamanan. b. Tidak profesionalnya petugas keamanan yang berada di pintu masuk bandar udara, terutama petugas pengecekan barang bawaan penumpang melalui X- Ray. Ketidak profesionalan petugas terlihat dari kurang intensifnya 107 Hasil Observasi di Bandar Udara Polonia Medan, tanggal 4 Agustus 2008 Iwan Setyawan: Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 pemeriksaan terhadap barang yang melewati X-Ray terutama bila terdeteksi adanya barang-barang yang mencurigakan dan ketidakjelasan gambar tampilan, seharusnya petugas dapat meminta penumpang untuk membongkar barang yang telah melewati pemeriksaan dimaksud, namun di Bandar Udara Internasional Polonia Medan petugas terkesan tidak mau melakukan pemeriksaan barang bawaan yang mencurigakan dan tidak jelas dalam tampilan gambar sehingga kelengahan petugas ini bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu secara melawan hukum dan memicu tingkat kerawanan c. Kurang optimalnya pemasangan CCTV di Bandar Udara Internasional Polonia Medan dengan penyediaan ruangan dan operator khusus di bandar udara. d. Tidak mengertinya petugas yang berada dilapangan terutama menyangkut tugas dan kewenangannya di area bandar udara, sehingga memunculkan sikap apatis dan terjadi benturan pelaksanaan tugas dilapangan. Benturan ini mengakibatkan pusat pengamanan hanya berada di daerah-daerah tertentu saja, misalnya penumpukan personel pengamanan di pintu masuk area terbuka. e. Rasa tanggungjawab akan tugas yang diberikan sangat lemah, hal ini terlihat dari ketidakjelian petugas untuk memeriksa setiap publik area bandar udara, sehingga tidak menyeluruhnya pengamanan di setiap ruangan yang berada diarea bandar udara, misalnya ada beberapa ruangan yang luput dari pantauan petugas keamanan bandar udara, hanya memeriksa pada saat-saat tertentu. Iwan Setyawan: Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 Pemeriksaan yang kurang intensif mengakibatkan peluang bagi pelaku kejahatan untuk melancarkan aksi kejahatan misalnya penyelundupan barang- barang barang yang tidak dilengkapi manifes, surat keterangan asal barangcertificate of origin baik impor maupun ekspor, narkoba, senjata, dll. Ketidak intensifan petugas untuk memeriksa terutama di ruangan VVIP,VIP, ruang tunggu keberangkatan kedatangan area tertutup, lounge, gate, city chek-in, dan lain-lain. f. Kurangnya pengawasan petugas keamanan sangat membahayakan penumpang pengguna jasa penerbangan, bandar udara maupun pesawat. Pengawasan intensif akan meminimalisir pelaku kejahatan yang menggunakan bandar udara sebagai tempat melaksanakan aksi kejahatan berupa penyelundupan g. Sarana dan prasarana keamanan yang belum memadai dan masih banyaknya alat-alat keamanan yang rusak, misalnya alat X-Ray. 2. Kargo Komponen kargo merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pengamanan dan keselamatan bandar udara, karena bandar udara merupakan alat transportasi perpindahan orang dan barang. Komponen ini harus diperhatikan dalam kerangka pengamanan dan keselamatan penumpang. Kelemahan yang memungkinkan terjadi pada komponen ini antara lain: a. Lemahnya pengawasan pada saat pengecekan setiap tahapan penempatan bagasi. Tahapan dimaksud meliputi check in, conveyor, memasukkan ke pesawat dan tahap pengambilan bagasi setelah tibanya di terminal kedatangan. Iwan Setyawan: Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 Pengawasan seharusnya dimulai dari semenjak penumpang masuk ke wilayah air side dan semua barang diperiksa oleh petugas dengan detector, setelah check in bagasi akan dikirim ke dalam converyor untuk dipilih secara otomatis sesuai dengan tujuan keberangkatan, selanjutnya bagasi akan dinaikkan ke dalam pesawat dan diturunkan setelah sampainya pesawat di daerah tujuan yang ditempatkan pada bagage claim. b. Kurangnya proaktif petugas keamanan untuk memeriksa setiap tahapan pengiriman bagasi, hal ini menimbulkan resiko yang cukup besar bagi keselamatan penerbangan dan digunakan oleh pelaku kriminal sebagai tempat transit kejahatan baik barang atau orang. c. Pengiriman barang melalui perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengiriman sangat kurang diawasi terutama pengiriman tersebut tidak melalui tahapan-tahapan sebagaiman penumpang jasa penerbangan, namun langsung masuk ke dalam pesawat. d. Pemindahan barang yang menggunakan tenaga manusia sangat rentan dengan human error yakni kelalaian petugas atas keselamatan dan keamanan penerbangan akan memunculkan persoalan yang akan digunakan sebagai celah pelaku kejahatan. Penggunaan tenaga manusia biasanya menggunana sarana dan prasarana manual. Jika pengamanan di Bandar Udara Internasional Polonia Medan dilakukan secara ketat dan teliti dengan memakai peralatan yang berteknologi tinggi, kemungkinan lolosnya pelaku relatif kecil. Selanjutnya masalah penuntutan, Iwan Setyawan: Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 penghukuman, yurisdiksi serta ekstradisi, dalam kenyataannya merupakan masalah yang pelik untuk dapat dilaksananakan terhadap pelaku tindak pidana, sesuai dengan konvensi-konvensi serta perundang-undangan yang ada. Kendala terhadap pengamanan merupakan masalah yang utama yang harus dicari pemecahannya dalam hal kejahatan terhadap penerbangan sipil. Umumnya sumber dari terjadinya kejahatan tersebut diawali dari bandar udara tempat pelaku pertama-tama melewati suatu pemeriksaan terhadap penumpang untuk tujuan penerbangan tertentu. Banyak alasan mengapa pesawat terbang mendapat perhatian lebih dibanding sarana angkutan lain. Peraturan-peraturan yang bersifat internasional seperti Civil Aviation safety Regulation CASR, ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh ICAO, ketentuan- ketentuan Federal Aviation Administration FAA, yang diambil alih negara lain dan adanya beberapa konvensi seperti Konvensi Tokyo 1963, Konvensi Den Haag 1970, Konvensi Montreal 1971 serta Konvensi Chicago 1944, merupakan bukti bahwa pesawat udara memang mendapat perhatian khusus dunia internasional. 108 Dalam hal keamanan penerbangan ini diatur secara khusus, 109 terhadap keselamatan penumpang, awak pesawat, para karyawan bandar udara serta masyarakat umum. Jadi sistem keamanan itu bukan hanya untuk kepentingan perusahaan penerbangan yang mengoperasikan pesawat udara saja, tetapi juga keselamatan untuk pengguna jasa angkutan udara. Keamanan Bandar Udara merupakan hal yang sangat penting untuk menunjang keselamatan penerbangan. Hal ini karena aman atau tidaknya, selamat atau tidaknya 108 Angkasa, Dinas Penerbangan TNI Angkatan Udara, Nomor 8, Mei, Jakarta, 1991, hal. 19 109 ANNEX 17 Konvensi Chicago, 1944 Iwan Setyawan: Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 suatu penerbangan selalu dimulai dari Bandar udara tempat keberangkatan pertama. Kalau sistem pengaman di Bandar Udara pemberangkatan kurang terjamin, maka keamanan penerbangan sebagai upaya meningkatkan keselamatan penerbangan tidak mungkin bisa diwujudkan. Pada saat sekarang, usaha-usaha peningkatan keamanan penerbangan mempunyai aspek lebih luas lagi. Hal ini tidak hanya terbatas pada kegiatan pengamanan fisik pesawat udara, tetapi juga pengamanan penerbangan dari kemungkinan gangguan keamanan, sabotase, pembajakan pesawat udara, penyelundupan dan tidak pidana lainnya. 110 Dengan demikian, usaha pengamanan penerbangan tidak hanya bersifat preventif pencegahan tetapi juga yang sangat penting adalah secara represif penindakan. Begitu pentingnya masalah pengamanan terhadap keselamatan penerbangan sipil ini, sehingga pengaturan secara khusus masalah ini telah dituangkan ke dalam ANNEX 17 Konvensi Chicago, 1944 tentang Standar Keamanan Secara Internasional, untuk melindungi penerbangan sipil internasional terhadap tindakan yang melanggar hukum, dalam hal ini Bandar Udara serta Pesawat udara. Tujuan dari ANNEX 17, tercantum dalam Bab II yaitu untuk melindungi operasi penerbangan sipil internasional terhadap tindakan gangguan yang melanggar hukum. Bab III, dicantumkan masing-masing negara peserta perjanjian dianjurkan menyusun program keamanan penerbangan sipil nasionalnya. Sedangkan secara inter- nasional, setiap negara peserta perjanjian dianjurkan untuk bekerjasama dengan negara-negara lain, serta menyesuaikan program-program keamanan penerbangan 110 Ibid Iwan Setyawan: Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 sipil nasional masing-masing negara sebagaimana perlu. Sedangkan dalam Bab IV, berkenaan dengan tindakan pencegahan. Setiap negara peserta perjanjian supaya mengambil tindakan-tindakan dengan cara apapun untuk menyita alat tertentu, seperti senjata, bahan-bahan peledak atau alat-alat yang membahayakan lainnya yang dapat digunakan untuk melakukan tindakan gangguan yang melawan hukum. Kemudian bab ini juga menentukan tentang setiap negara peserta juga menjamin untuk mengawasi para penumpang yang masuk atau yang transit dan bagasi pesawat udara, untuk mencegah barang-barang yang tidak diizinkan dibawa ke dalam pesawat udara dalam suatu penerbangan internasional. Dalam bab terakhir, yaitu bab V memuat ketentuan tentang setiap negara peserta perjanjian mengambil tindakan yang cukup, untuk melindungi keamanan para penumpang serta awak pesawat udara yang sedang terjadi kejahatan sampai penerbangan dapat dilanjutkan. Selain itu bab ini juga mengatur tanggung jawab negara-negara peserta perjanjian dalam memberi pelayanan lalu lintas udara, mengumpulkan dan memberi informasi yang diperlukan kepada negara-negara lain. Negara-negara peserta perjanjian supaya saling menukarkan informasi dan informasi tersebut disalurkan kepada ICAO, berkaitan dengan rencana, cara, perlengkapan dan prosedur-prosedur untuk melindungi atau menyelamatkan penerbangan sipil inter- nasional terhadap serangan-serangan yang melanggar hukum. Hal yang menarik dibahas tentang ketentuan yang ada dalam ANNEX 17 di atas, yaitu berkenaan dengan kerja sama negara-negara dalam menyesuaikan program keamanan nasionalnya dengan negara peserta perjanjian lainnya, seperti yang tercantum dalam Iwan Setyawan: Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 bab III. Akan tetapi dalam kenyataannya, kerja sama tersebut belum terlaksana sebagaimana yang diharapkan oleh ANNEX 17 tersebut. Hal ini karena tingkat kemampuan ekonomi masing-masing negara sangat berbeda, sehingga berpengaruh besar terhadap penyediaan alat-alat perlengkapan keamanan yang dianjurkan. Khususnya bagi negara-negara yang sedang berkembang. Lolosnya senjata-senjata atau alat-alat tertentu yang dapat digunakan untuk melakukan suatu tindakan yang membahayakan keselamatan pesawat udara atau penerbangan sipil pada umumya, ini tergantung sekali kepada kelengkapan peralatan dalam melakukan pemeriksaan penumpang dan barang yang akan mengikuti penerbangan. Selain itu memerlukan petugas-petugas yang disiplin, trampil dan paham menggunakan alat-alat bantu tersebut. Untuk menjamin keamanan penerbangan di bandar udara diadakan pemeriksaan terhadap para penumpang maupun barang-barang yang dibawa oleh mereka. Demikian juga setiap perusahaan penerbangan yang melakukan kegiatan di bandar udara juga wajib membantu pengamanan secara terpadu dengan penyelenggara bandar udara. Untuk itu perusahaan-perusahaan penerbangan harus mempunyai pedoman keamanan penerbangan Aviation Security Manual - ASM sebagai petunjuk langkah-langkah untuk melindungi penumpang pada saat lapor diri check in, Pada saat pemeriksaan badan penumpang, pemeriksaan x-ray, penggunaan metal detector, di ruang tunggu, jalur penumpang menuju pesawat udara, pemeriksaan kargo, catering, awak pesawat udara dan apabila diperlukan pemeriksaan staf perusahaan penerbangan atau siapapun yang dianggap perlu diperiksa. Di dalam ASM tersebut juga diatur Iwan Setyawan: Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 tindakan-tindakan yang perlu diambil dalam hal terjadi keadaan darurat, terdapat bom di dalam pesawat udara, ada ancaman pembajakan dan lain-lain. 111 Di samping mewajibkan perusahaan penerbangan membantu pengamanan Secara terpadu dengan penyelenggara bandar udara, penyelenggara bandar udara juga wajib melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk pencegahan maupun pemberantasan tindak kejahatan di bandar udara. Untuk itu telah dikeluarkan keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara No.SKEP97X1989 tentang Petunjuk Pelaksana Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 Tahun 1989, berkaitan dengan penertiban penumpang, barang dan kargo yang diangkut dengan pesawat udara sipil. Dari beberapa ketentuan yang telah dikeluarkan, baik ketetapan- ketetapan secara internasional maupun ketetapan nasional Indonesia dalam pencegahan terhadap hal-hai yang dapat mengancam keselamatan penerbangan sipil, namun semuanya itu tergantung kepada manusianya juga. Berkenaan dengan ANNEX 17 tersebut, maka Dewan ICAO telah mengeluarkan sebuah Resolusi pada tanggal 25 Juni 1986, berisikan model mengenai ketentuan keamanan penerbangan, yang dirancang untuk dimasukkan ke dalam perjanjian-perjanjian bilateral mengenai pelayanan udara. Hal ini hanya dimaksudkan untuk membimbing negara-negara, tidak diwajibkan dan tidak dibatasi kebebasan berdasarkan perjanjian negara-negara untuk memperluas atau membatasi ruang lingkup atau menggunakan pendekatan yang berbeda. 111 K. Martono, Aspek-Aspek Hukum Pengelolaan Bandar Udara, Disampikan pada Penataran Hukum Udara dan Ruang Angkasa, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, 5-17 September 1994, hal. 10 Iwan Setyawan: Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 Pasal X Resolusi tersebut mencantumkan hal-hal mengenai: a pihak-pihak yang mengadakan perjanjian menegaskan bahwa berkewajiban untuk melindungi kearaanan penerbangan sipil terhadap tindakan serangan yang melawan hukum. Hal tersebut tanpa membatasi hak-hak generalitas dan kewajiban mereka di bawah hukum internasional. Pihak-pihak yang mengadakan perjanjian harus bertindak sesuai dengan Konvensi Tokyo, 1963, Konvensi Den Haag, 1970 serta Konvensi Montreal, 1971, b para pihak yang mengadakan perjanjian atas permintaan memberikan bantuan yang perlu untuk mencegah tindakan yang melanggar hukum terhadap keselamatan para penumpang, awak pesawat, pesawat udara, bandar udara dan sarana navigasi udara, serta setiap ancaman lainnya terhadap keamanan penerbangan sipil, c para pihak akan bertindak sesuai ketetapan keamanan penerbangan yang ditetapkan oleh ICAO di dalam ANNEX Konvensi mengenai Penerbangan Sipil Internasional, sejauh ketetapan keamanan itu dapat diterapkan kepada para pihak.

B. Hambatan Menyangkut Otoritas Tindakan Pengamanan Antara Instansi Di