Kejahatan terhadap pesawat udara dalam penerbangan in flight

terhadap pesawat udara dalam penerbangan, kejahatan yang dilakukan terhadap pesawat udara dalam dinas in service, dan kejahatan yang dilakukan terhadap saranaprasarana penerbangan.

1. Kejahatan terhadap pesawat udara dalam penerbangan in flight

Bentuk kejahatan yang dilakukan terhadap pesawat udara dalam penerbangan diatur dalam Konvensi Tokyo 1963, Konvensi Den Haag 1970 serta Konvensi Montreal 1971. Pasal 1 Konvensi Tokyo 1963 menyatakan: Ayat 1 This Convention shall apply in respect of: a offences against penal law; b acts which, whether or not they are offences, may or do jeopardize the safety of the aircraft or of person or property therein or which jeopardize good order and discipline on board. Ayat 2 Except as provided in Chapter III, this Convention shall apply in respect of offences committed or acts done by a person contracting state, while that aircraft is in flight or on the surface of the high seas or of any other area outside the territory of any state. Ayat 3 For the purpose of this Convention, an aircraft is considered to be in flight from the moment power is applied for the purpose of take-of until the moment when the landing run ends. Ayat 4 This Convention shall not apply to aircraft used in military, customs or police services. Hal ini juga diatur dalam Bab IV Pasal 11 ayat 1 Konvensi Tokyo, 1963 yang berbunyi sebagai berikut: “When a person on board has unlawfully committed by force of threat thereof interference, selzure, or when such as act s about to be committed, contracting shall take all appropriate measures to restore control of the aircraft to its lawful commanderor to preserve his control of the aircraft”. Iwan Setyawan: Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 Pasal 1 Konvensi Tokyo, 1963 menitikberatkan pada setiap perbuatan secara melawan hukum yang dapat membahayakan keselamatan pesawat udara, penumpang serta harta benda yang di dalamnya. Selain itu juga setiap perbuatan yang dapat mengganggu ketertiban dan disiplin di dalam pesawat udara dalam penerbangan. Kemudian, berlaku juga kepada setiap perbuatan yang dilakukan di dalam pesawat udara yang terdaftar di negara peserta, sementara pesawat tersebut sedang terbang di atas laut lepas atau terra nullius. Konvensi ini juga menentukan tentang maksud dari pesawat udara sedang dalam penerbangan, yaitu sejak saat tenaga digunakan untuk lepas landas sampai saat pendaratan berakhir. Terakhir, Pasal 1 Konvensi Tokyo, 1963 ini menentukan bahwa konvensi ini tidak berlaku pada pesawat yang digunakan dalam dinas kemiliteran, bea cukai atau kepolisian. Pasal 11 ayat 1 Konvensi Tokyo, 1963 diatur hal-hal yang berkenaan dengan perbuatan yang dengan paksaan atau ancaman paksaan mengganggu, menyerang atau mengendalikan pesawat udara dalam suatu penerbangan, maka negara-negara peserta perjanjian akan mengambil tindakan untuk mengembalikan pesawat tersebut kepada komandannya. Hal ini agar pesawat udara dapat segera melanjutkan perjalanan ke tujuannya semula. Ketentuan dalam pasal-pasal tersebut di atas, mengatur tentang bentuk kejahatan penerbangan yang dilakukan di dalam pesawat udara yang sedang dalam penerbangan, yaitu suatu perbuatan atau penguasaan pesawat udara secara melawan hukum yang dikenal dengan istilah hijacking. Konvensi Den Haag, 1970 lahir berhubung kejahatan terhadap penerbangan sipil dalam suatu penerbangan ini cenderung semakin meningkat, serta ketentuan Iwan Setyawan: Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 yang ada dalam Konvensi Tokyo, 1963 hanya ditujukan kepada setiap tindakan- tindakan atau kejahatan- kejahatan yang dilakukan di dalam pesawat udara yang sedang dalam penerbangan di atas laut lepas atau terra nullius. Oleh karena itu, bentuk kejahatan penerbangan diatur secara lebih luas lagi dalam Konvensi Den Haag, 1970. Pasal 1 Konvensi Den Haag, 1970 memuat ketentuan sebagai berikut: Pasal 1 : Any person who on board an aircraft inflight a unlawfully, by force or threat thereof, or by any other form of intimidation, seizes, or exercises control of that aircraft, or attempts to perform any such act, or b is an accomplice of a person who performs or attempts to perform any such act commits an offence hereinafter refered to as the offence. Pasal tersebut di atas memuat ketentuan tentang secara melawan hukum, dengan paksa atau ancaman paksaan, atau dalam bentuk intimidasi lainnya, menyerang atau mengendalikan pesawat udara, atau merupakan kaki tangan seseorang yang melakukan atau mencoba melakukan suatu pelanggaran, disebut dengan kejahatan. Konvensi Den Haag, 1970 ini mengatur tentang suatu tindakan terhadap penguasaan pesawat udara secara melawan hukum dalam suatu penerbangan. Ruang lingkupnya tidak hanya terbatas seperti yang tercantum. dalam Konvensi Tokyo, 1963, akan tetapi di wilayah mana saja pesawat melakukan penerbangan, jika terjadi kejahatan tetap dapat diterapkan konvensi ini. Hal tersebut di atas juga diatur dalam konvensi Montreal, 1971 yaitu dalam Pasal 1 huruf a : Iwan Setyawan: Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 Pasal 1: Any person commits an offence if he unlawfully and intentionally: a. Performs an act of violence againts a person on board an aircraft in flight if that act is likely to endanger the safety of that aircraft; Pasal di atas menjelaskan bahwa dengan sengaja melakukan suatu tindakan kekerasan terhadap seseorang, di dalam pesawat udara yang sedang dalam penerbangan dan tindakannya itu dapat membahayakan keselamatan pesawat udara. Tindakan kekerasan yang dilakukan dalam pasal ini tidak ditujukan kepada pesawat udara, seperti ancaman peledakan dan sebagainya, tetapi ditujukan kepada orang yang ada di dalamnya, apakah itu awak pesawat atau penumpang, asal dapat membahayakan keselamatan pesawat udara dalam penerbangan.

2. Kejahatan terhadap pesawat udara yang sedang dinas in service