Pasal X Resolusi tersebut mencantumkan hal-hal mengenai: a pihak-pihak yang mengadakan perjanjian menegaskan bahwa berkewajiban untuk melindungi
kearaanan penerbangan sipil terhadap tindakan serangan yang melawan hukum. Hal tersebut tanpa membatasi hak-hak generalitas dan kewajiban mereka di bawah hukum
internasional. Pihak-pihak yang mengadakan perjanjian harus bertindak sesuai dengan Konvensi Tokyo, 1963, Konvensi Den Haag, 1970 serta Konvensi Montreal, 1971, b
para pihak yang mengadakan perjanjian atas permintaan memberikan bantuan yang perlu untuk mencegah tindakan yang melanggar hukum terhadap keselamatan para
penumpang, awak pesawat, pesawat udara, bandar udara dan sarana navigasi udara, serta setiap ancaman lainnya terhadap keamanan penerbangan sipil, c para pihak akan
bertindak sesuai ketetapan keamanan penerbangan yang ditetapkan oleh ICAO di dalam ANNEX Konvensi mengenai Penerbangan Sipil Internasional, sejauh
ketetapan keamanan itu dapat diterapkan kepada para pihak.
B. Hambatan Menyangkut Otoritas Tindakan Pengamanan Antara Instansi Di
Bandar Udara Polonia Medan
Faktor yang terpenting untuk mendukung pencapaian kegiatan pengamanan Bandar Udara Internasional Polonia Medan sebagai area public dan mewujudkan
keselamatan penerbangan sipil bagi masyarakat umum adalah tersedianya perangkat hukum yang memberikan kewenangan dan legitimasi yang jelas dan terarah bagi
instansi yang melakukan kegiatan pengamanan di bandar udara khusunya Polonia
Iwan Setyawan: Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan, 2008. USU e-Repository © 2008
Medan dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
.
112
Undang-undang yang berhubungan dengan kewenangan masing-masing instansi pada lalu lintas penerbangan yang menggunakan bandar udara bagi
kepentingan transportasi masyarakat sipil melegitimasi kewenangan bagi beberapa instansi baik menyangkut perhubungan udara, keimigrasian, karantina hewan maupun
kepabeanan.
113
Untuk itu, pendekatan terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
sangat diperlukan guna menghindari pertentangan antar undang-undang dan kekuatan hukum bagi masing-
masing produk hukum yang dikeluarkan oleh Instansi yang berwenang.
114
112
Lihat, Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, menyatakan bahwa: Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan
mengandung asas: a. pengayoman;
b. kemanusiaan; c. kebangsaan;
d. kekeluargaan; e. kenusantaraan;
f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; danatau
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
113
Lihat, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan memberikan kewenangan terhadap institusi Bea dan Cukai sebagai instansi Penegak Hukum untuk melakukan
penyidikan terhadap kewajiban pemberitahuan dokumen pabean dan dokumen pelengkap pabean yang diduga melanggar tindak pidana pemalsuan sebagaimana yang diatur Pasal 103. Selanjutnya
menyangkut kewenangan penyidik Polri dan PPNS bea cukai di bidang kepabeanan kerangka hukum yang digunakan adalah berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1996 tentang
Penyidikan Tindak Pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai yang merumuskan bahwa dalam hal tertangkap tangan di luar wilayah kepabeanan maka Kepolisian Polri dapat melakukan penyidikan
tindak pidana kepabeanan, sedangkan apabila Polri menangkap pelaku kejahatan di bidang kepabeanan pada wilayah pabean maka penyidikannya harus dilimpahkan kepada PPNS bea cukai
114
Lihat, Pertimbangan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undang menyatakan bahwa untuk lebih meningkatkan koordinasi dan kelancaran
proses pembentukan peraturan perundang-undangan, maka negara Republik Indonesia sebagai negara
Iwan Setyawan: Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan, 2008. USU e-Repository © 2008
Salah satu contoh menyangkut kewenangan dan tugas Kepala Kantor Administrator Bandar Udara yang meliputi:
115
Pertama. Menyusun, mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program pengamanan bandar udara yang dilakukan oleh
PT Persero Angkasa Pura. Kedua. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan pengamanan pada kondisi normal hijau yang dilaksanakan oleh Kepala Cabang.
Ketiga. Bertanggungjawab dan sebagai pemegang komando dalam keadaan tidak terduga Contingency Plans pada kondisi rawan kuning. Keempat. Mengaktifkan
pusat pengendali operasi darurat Emergency Operation CentreEOC di bandar udara. Kelima. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dengan instansi dan unit
kerja lain di bidang keamanan dalam rangka pengamanan bandar udara. Contoh lainnya menyangkut kewenangan instansi keimigrasian dengan bidang tugas
pemeriksaan menyangkut hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau ke luar wilayah Negara Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik
Indonesia dengan ketentuan setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia wajib memiliki surat perjalanan dan setiap orang dapat ke luar wilayah Indonesia
setelah mendapat tanda bertolak serta setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia wajib melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di tempat pemeriksaan
yang berdasar atas hukum perlu memiliki peraturan mengenai pembentukan peraturan perundang- undangan.
115
Lihat, Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: SKEP001I2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 79 Tahun 2004 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kantor Administrator Bandar Udara. Lihat juga Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: SKEP252XII2005 tentang Program Nasional Pendidikan dan Pelatihan
Pengamanan Penerbangan Sipil.
Iwan Setyawan: Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan, 2008. USU e-Repository © 2008
imigrasi.
116
Sedangkan petugas karantina hewan di bandar udara memiliki kewenangan meliputi pemeriksaan dan pengawasan setiap media pembawa hama dan
penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dimasukkan ke dalam wilayah negara
Republik Indonesia memiliki kewajiban sebagai berikut: a. dilengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal dan negara transit bagi hewan,
bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, ikan, tumbuhan dan bagian-bagian tumbuhan, kecuali media pembawa yang tergolong benda lain.
b. melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan. c. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat-tempat pemasukan
untuk keperluan tindakan karantina.
117
Legitimasi kewenangan yang tidak terpadu terintegrasi berhubungan dengan kegiatan kebandarudaraan penerbangan sipil yang diberikan oleh undang-undang
berakibat tidak optimalnya pengamanan bandar udara Internasional Polonia Medan yang salah satu penyebabnya adalah masing-masing instansi yang berada pada
otoritas kebandarudaraan merasa berwenang untuk melakukan pengamanan bandar udara dan melahirkan ego kelembagaan yang disertai dengan ketidakpahaman
kewenangan sebagaimana dirumuskan oleh undang-undang, artinya disfungsi antara instansi yang berwenangan terhadap kebandaraudaraan mengakibatkan hambatan
116
Lihat, Pasal 4 sampai dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian
117
Lihat, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
Iwan Setyawan: Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan, 2008. USU e-Repository © 2008
bagi institusi untuk melakukan pengamanan di Bandar Udara Internasional Polonia Medan sebagai area public. Untuk itu, diharapkan dalam mengantisipasi lahirnya ego
kelembagaan harus terciptanya suatu perangkat hukum yang bercirikan top down artinya adanya kemauan dan polical will dari Negara melalui alat kelengkapan baik
DPR maupun Pemerintah yang merumusakan norma hukum yang bersifat memaksa imperatif terhadap pola pengamanan bandar udara di dalam Program Legislasi
Nasional Prolegnas sehingga terintegrasinya kewenangan instansi yang berada di bandar udara untuk melakukan kegiatan pengamanan dan diserasikan dengan hirarki
perundang-undangan.
118
Disamping itu, peran aparat penegak hukum khususnya Polri
119
untuk menjaga keberlangsungan keamanan dan ketertiban masyarakat terabaikan, ditambah
budaya petugas pada instansi terkait yang berhubungan dengan kegiatan kebandar udaraan di Bandar Udara Internasional Polonia Medan cenderung menonjolkan
otoritas kewenangan yang bergitu besar tanpa memahami tugas dan fungsi intansi yang telah diberikan oleh undang-undang untuk menjaga keamanan dalam Negeri dan
penciptaan keamanan serta ketertiban masyarakat yaitu Polri sebagaimana
118
Lihat, Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, bahwa Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah
sebagai berikut : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-UndangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang; c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden; e. Peraturan Daerah.
119
Peran Polri sebagaimana dirumuskan di dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyatakan Kepolisian Negara Republik
Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Iwan Setyawan: Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan, 2008. USU e-Repository © 2008
diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sejalan dengan ini Lawrence Friedman yang mengemukakan bahwa unsur- unsur yang harus terkandung di dalam suatu sistem hukum ialah:
120
Pertama, Struktur; Kedua, Substansi; dan Ketiga, Budaya. Yang dimaksud struktur ialah
kerangka atau model suatu sistem hukum, misalnya tentang pengorganisasian kelembagaannya, batas-batas kewenangan, jalinan kerjasama antara aparat penegak
hukum. Sedangkan substansi ialah kaidah-kaidah yang dituangkan dalam wujud norma-norma hukum yang dijadikan pegangan lembaga-lembaga penegak hukum,
pola-pola perilaku yang dapat diamati di kalangan para penegak hukum yang dikehendaki oleh sistem hukum yang bersangkutan. Substansi dapat dibedakan
menjadi dua bentuk kaidah yaitu kaidah substansial dan kaidah prosedural. Kaidah substansial mengacu pada pernyataan tentang apa yang harus diperbuat masyarakat
penegak hukum dan masyarakat pada umumnya sesuai yang diinginkan oleh sistem hukum yang berlaku itu. Sedangkan kaidah prosedural mengacu pada kaidah-kaidah
yang diperuntukkan bagi para pemegang peran dari sistem hukum bersangkutan. Keberadaan undang-undang menyangkut kegiatan kebandarudaraan di
Indonesia sebagai suatu aturan rule of law adalah berbanding lurus dengan melihat sejauh mana pemahaman dan kesadaran petugas pada instansi yang diberi wewenang
120
Lawrence M. Friedman, Law and Society An introduction, New York: Prentice Hall Inc, ngelewood Cliff, 1977, hal. 6
Iwan Setyawan: Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan, 2008. USU e-Repository © 2008
oleh undang-undang itu sendiri terhadap informasi hukum yang tengah berlaku,
121
artinya bahwa dapat ditarik titik temunya dengan melihat sejauh mana efektivitas suatu sistem hukum yang terdapat di dalam undang-undang dapat berlaku dengan
baik bagi petugas yang melakukan kegiatan kebandarudaraan sebagai subjek maupun objek informasi social behaviour. Efektivitas Undang-Undang Nomor 15 Tahun
1992 tentang Penerbangan sebagai suatu norma sangat erat kaitannya dengan pengaruh kewenangan yang meliputi budaya petugas terhadap kegiatan pengamanan
bandar udara, inti dari pengaruh kewenangan adalah perilaku petugas yang sesuai dengan hukum berlaku atau yang telah diputuskan walaupun efektivitas ini pada
hakekatnya memiliki muatan politis yang diinginkan oleh pembuat undang- undang.
122
Hal ini mengakibatkan ketidakefektifan kegiatan pengamanan di bandar udara.
C. Ketidakadaan Standar Operational Prosedur di Bandar Udara Internasional