Penanggulangan Kejahatan Secara Represif

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Fungsionalisasi

Fungsionalisasi dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia adalah teori yang menekankan bahwa unsur-unsur di dalam suatu masyarakat atau kebudayaan saling bergantung dan menjadi satu kesatuan fungsi. Fungsionalisasi hukum pidana dapat diartikan sebagai upaya untuk membuat hukum pidana itu dapat berfungsi, beroperasi atau bekerja dan terwujud secara konkret 5 . Jadi fungsionalisasi Badan Narkotika Propinsi dapat diartikan sebagai upaya membuat Badan Narkotika dapat berfungsi, beroperasi atau bekerja dan terwujud secara konkret dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika.

2. Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika

Upaya penanggulangan kejahatan dapat dilakukan dengan cara:

a. Penanggulangan Kejahatan Secara Represif

Penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana merupakan cara yang paling tua, setua peradapan manusia itu sendiri. Fungsi primer dari hukum pidana adalah menanggulangi kejahatan dengan sanksi berupa pidana, yang sifatnya pada umumnya lebih tajam dari pada sanksi dari cabang hukum lainnya 6 . Sanksi pidana sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 10 KUHP yaitu: 1. Pidana pokok yaitu: 5 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1992, hal 157. 6 Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986, hlm 43. Victor Keenan Barus : Fungsionalisasi Badan Narkotika Propinsi Dalam Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika Di Propinsi Sumatera Utara, 2008 a. Pidana mati; b. Pidana penjara; c. Pidana kurungan; d. Pidana denda; 2. Pidana tambahan, yaitu: a. Pencabutan hak yang tertentu; b. Perampasan barang-barang tertentu; c. Pengumuman putusan hakim. Dilihat sebagai suatu masalah kebijakan, ada yang mempersalahkan apakah kejahatan perlu ditanggulangi, dicegah atau dikendalikan, dengan menggunakan sanksi pidana. Ada pendapat bahwa pelaku kejahatan atau para pelanggar hukum pada umumnya tidak perlu dikenakan pidana. Menurut pendapat ini pidana merupakan peninggalan masa lalu yang seharusnya dihindari. Pendapat ini nampaknya didasarkan pada pandangan bahwa pidana merupakan tindakan perlakuan atau pengenaan penderitaan yang kejam. Hal ini dapat dimaklumi karena memang sejarah hukum pidana penuh dengan gambaran-gambaran mengenai perlakuan yang oleh ukuran-ukuran sekarang kejam dan melampaui batas 7 . Adanya pendapat pelaku kejahatan tidak perlu dijatuhkan pidana menyebabkan lahirnya paham determinisme yang menyatakan orang tidak mempunyai kehendak bebas dalam melakukan suatu perbuatan karena dipengaruhi 7 Muladi, dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1984, hlm 149-150. Victor Keenan Barus : Fungsionalisasi Badan Narkotika Propinsi Dalam Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika Di Propinsi Sumatera Utara, 2008 oleh watak pribadinya, faktor-faktor biologis maupun faktor lingkungan kemasyarakatannya. Dengan demikian kejahatan merupakan manisfestasi dari keadaan seseorang yang abnormal. Sehingga si pelaku kejahatan tidak dapat dipersalahkan atas perbuatannya dan tidak dapat dikenakan pidana. Karena seorang penjahat merupakan jenis manusia khusus yang memiliki ketidaknormalan organik dan mental, maka bukan pidana yang seharusnya dikenakan kepadanya tetapi yang diperlukan adalah tindakan-tindakan perawatan yang bertujuan memperbaiki 8 . Pandangan atau alam pemikiran untuk menghapuskan pidana dan hukum pidana seperti dikemukan di atas menurut Prof. Roeslan Saleh adalah keliru, dengan alasan: a. Perlu tidaknya hukum pidana tidak terletak pada persoalan tujuan-tujuan yang hendak dicapai, tetapi terletak pada persoalan seberapa jauh untuk mencapai tujuan itu boleh menggunakan paksaan; persoalannya bukan terletak pada hasil yang dicapai, tetapi dalam pertimbangan antara lain dari hasil itu dan nilai dari batas-batas kebebasan pribadi masing-masing. b. Ada usaha-usaha perbaikan atau perawatan yang tidak mempunyai arti sama sekali bagi siterhukum; dan disamping itu harus tetap ada suatu reaksi atas pelanggaran-pelanggaran norma yang telah dilakukannya itu dan tidaklah dapat dibiarkan begitu saja. 8 Ibid, hlm 150-151 Victor Keenan Barus : Fungsionalisasi Badan Narkotika Propinsi Dalam Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika Di Propinsi Sumatera Utara, 2008 c. Pengaruh pidana atau hukum pidana bukan semata-mata ditujukan pada sipenjahat, tetapi juga untuk mempengaruhi orang yang tidak jahat yaitu warga masyarakat yang mentaati norma-norma masyarakat. Menurut Alf Ross ide-ide dasar dari kampanye anti pidana tidak dapat dipertahankan, karena: a. Merupakan asumsi yang tidak benar bahwa pencelaan moral dan pidana yang merupakan perwujudan dari pencelaan moral itu adalah bertentangan atau tidak cocok dengan pemikiran ilmiah yang didasarkan pada determinisme; hal ini merupakan suatu kekeliruan yang disebabkan karena pandangan filsafat yang kacau. b. Merupakan asumsi yang tidak benar bahwa pencelaan moral dan pidana tidak ada hubungaannya dengan tujuan preventif dari pidana; hal ini merupakan suatu kekeliruan yang timbul dari kebingungan konseptual bahwa pencegahan dan pembalasan merupakan tujuan-tujuan dari pidana. c. Merupakan asumsi yang tidak benar bahwa tidak mungkin merumuskan atau menerapkan suatu kriteria mengenai pertanggungan jawab mental; hal ini merupakan suatu kekeliruan yang berasal dari tuntutan ilmu pengetahuan yang dilebih-lebihkan yang diperlukan untuk membuat penilaian moral dan penilaian hukum 9 . 9 Ibid, hlm 152-154. Victor Keenan Barus : Fungsionalisasi Badan Narkotika Propinsi Dalam Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika Di Propinsi Sumatera Utara, 2008 Penanggulangan secara penal disebut juga dengan tindakan represif, yang dimaksud dengan tindakan represif ialah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadi kejahatan atau tindak pidana 10 . Sehingga apabila ada orang yang melanggar hukum akan dikenakan pidana sesuai dengan sanksi pidana yang berlaku. Termasuk tindakan represif adalah penyidikan, penyidikan lanjutan, penuntutan dan seterusnya sampai dilaksanakannya pidana 11 . H.L PACKER di dalam bukunya “The limits of criminal sanction”, menyimpulkan antara lain sebagai berikut: a. Sanksi pidana sangatlah diperlukan, kita tidak dapat hidup, sekarang maupun dimasa yang akan datang, tanpa pidana. b. Sanksi pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang tersedia, yang kita miliki untuk menghadapi kejahatan-kejahatan atau bahaya besar dan segera serta untuk menghadapi ancaman-ancaman dari bahaya. c. Sanksi pidana suatu ketika merupakan “penjamin yang utamaterbaik” dan suatu ketika merupakan “pengancam yang utama” dari kebebasan manusia. Ia merupakan penjamin apabila digunakan secara hemat-cermat dan secara manusiawi; ia merupakan pengancam, apabila digunakan secara sembarangan dan secara paksa 12 . 10 Sudarto, op cit., hlm 118. 11 Ibid, hlm 118. 12 Muladi, dan Barda Nawawi Arief, op cit, hlm 155-156. Victor Keenan Barus : Fungsionalisasi Badan Narkotika Propinsi Dalam Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika Di Propinsi Sumatera Utara, 2008

b. Penanggulangan Kejahatan Secara Prevensi