Tabel 4.5 Uji Multikolinearitas 2
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients T
Sig. Collinearity
Statistics B
Std. Error Beta
Tolerance VIF
1 Constant
1.238 1.136
1.090 .282
CAR 1.712
2.953 .142
.580 .565
.360 2.776
DER .019
.058 .090
.319 .752
.271 3.689
OCR -1.234
.980 -.222
-1.259 .215
.694 1.442
LDR -.583
.599 -.152
-.972 .336
.874 1.144
a. Dependent Variable: Laba
Sumber : Diolah oleh penulis dengan SPSS, 2009. Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa hasil besaran korelasi antar variabel
bebas masih di bawah 95 , maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi multikolinearitas yang serius.
Hasil perhitungan nilai tolerance pada tabel 4.5 menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0.10 yang berarti
tidak terjadi korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95. Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor VIF juga menunjukkan hal
yang sama, tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinieritas
antar variabel independen dalam model regresi.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain Ghozali, 2005: 105. Untuk mendeteksi ada tidaknya
Universitas Sumatera Utara
heteroskedastisitas, dapat dilihat dari grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Jika ada pola tertentu
seperti titik-titik yang teratur, maka telah terjadi heteroskedastisitas. Sebaliknya jika tidak ada pola yan gjelas serta titik-titik yang menyebar, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas. Hasil dari Uji Heteroskedastisitas dapat ditunjukkan dalam grafik
scatterplot antara ZPRED dan SRESID sebagai berikut:
Gambar 4.3 Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Hasil olah data statistik, 2009 Suatu regresi dikatakan terdeteksi heteroskedastisitas apabila diagram
pencar residual membentuk pola tertentu. Tampak pada pola output di atas, diagram pencar residual tidak membentuk pola tertentu serta titik-titik menyebar
di atas dan di bawah angka 0 baik pada sumbu Y maupun sumbu X.
Universitas Sumatera Utara
Kesimpulannya adalah bahwa regresi terbebas dari kasus heteroskedastisitas dan memenuhi persyaratan uji asumsi klasik tentang heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Ghozali 2005:95 menyatakan bahwa : Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 sebelumnya. Jika terjadi
korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama
lainnya. Masalah ini timbul karena residual kesalahan pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan
pada data runtut waktu time series karena “gangguan” pada seseorang individukelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada
individukelompok yang sama pada periode berikutnya.
Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi adalah dengan menggunakan nilai uji Durbin Watson D-W dengan ketentuan sebagai
berikut : 1
angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif, 2
angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi, 3
angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .275
a
.076 -.010
.6496747 1.779
a. Predictors: Constant, LDR, OCR, CAR, DER b. Dependent Variable: Laba
Sumber : Diolah oleh penulis dengan SPSS, 2009.
Tabel 4.7 memperlihatkan nilai statistik D-W sebesar 1,779. Angka ini terletak diantara -2 dan +2, dari pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa tidak
terjadi autokorelasi positif maupun autokorelasi negatif.
3. Pengujian Hipotesis