Penerapan Sistem Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum pada Perguruan Tinggi BHMN
PENERAPAN SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN
BADAN LAYANAN UMUM PADA PERGURUAN TINGGI BHMN
TESIS
Oleh
LAILA SURYA NASUTION
107005030/HK
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
PENERAPAN SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN
BADAN LAYANAN UMUM PADA PERGURUAN TINGGI BHMN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Ilmu Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
LAILA SURYA NASUTION
107005030/HK
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
Judul Tesis
: PENERAPAN SISTEM PENGELOLAAN
KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM PADA
PERGURUAN TINGGI BHMN
Nama Mahasiswa : Laila Surya Nasution
NIM
: 107005030
Program Studi
: Magister Ilmu Hukum
MENYETUJUI KOMISI PEMBIMBING
Ketua
(Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS)
(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) (
Anggota Anggota
Dr. Mahmul Siregar, SH, M. Hum)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) (Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum)
(4)
Telah diuji pada
Tanggal 31 Juli 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
:
Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS
Anggota
: 1.
Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS
2.
Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum
3.
Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH
(5)
ABSTRAK
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menekankan basis kinerja dalam penganggaran, memberikan landasan yang penting bagi orientasi baru di Indonesia. Selanjutnya penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah. Di dalam Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang tersebut, disebutkan bahwa instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan mengutamakan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip-prinsip yang tertuang dalam kedua Undang-undang tersebut menjadi dasar instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum. Badan Layanan Umum diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN) awalnya dibentuk untuk mengakomodasi kebutuhan khusus dalam rangka berstatus sebagai Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Undang-Undang tersebut kemudian dibatalkan oleh Putusa 136/PUU-VII/2009 tanggal 31 Maret 2010. Kemudian lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 yang mengamanatkan Perguruan Tinggi BHMN menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum.
Metode yang dilakukan dalam penulisan tesis ini penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan badan layanan umum, oleh karena itu dilakukan penelitian kepustakaan. Dilihat dari sifatnya penelitian ini bersifat deskriptif analitis artinya menguraikan atau mendiskripsikan data yang diperoleh secara normatif lalu diuraikan untuk melakukan telaah terhadap data tersebut secara sistematis. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach). Analisis data dilakukan secara kualitatif yuridis yakni pemilihan pasal-pasal terpenting yang berisi kaidah-kaidah hukum yang relevan dengan penerapan sistem pengelolaan keuangan badan layanan umum pada perguruan tinggi BHMN.
Dari hasil penelitian penulis mengenai Penerapan Sistem Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum pada Perguruan Tinggi BHMN yakni diharapkan dengan menjadi BLU dapat memberikan peluang lebih baik bagi Perguruan Tinggi BHMN untuk melakukan pembenahan tata kelola yang mendorong peningkatan kualitas layanan dengan menumbuhkembangkan efisiensi, relevansi, transparansi dan akuntabilitas. Diharapkan dengan menjadi BLU, leadership dapat tumbuh disemua jenjang posisi dalam pengorganisasian dan dalam rangka
(6)
impelementasi sistem pengelolaan keuangan BLU maka struktur organisasi pergurua tinggi BHMN perlu disesuaikan dengan PP No. 23 Tahun 2005. Dan penyesuaian sistem pengelolaan keuangan badan layanan umum tersebut dilaksanakan paling lambat tanggal 31 Desember 2012.
Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) telah disahkan menjadi Undang-undang pendidikan tinggi, pada sidang Paripurna DPR, Jum’at 13 Juli 2012. Dengan disahkannya Undang-undang tersebut, muncul perbedaan pandangan dari berbagai kalangan menyikapi Undang-undang tersebut. RUU Pendidikan Tinggi bukan merupakan solusi terbaik untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia, bahkan cenderung menambah permasalahan. Privatisasi dan Komersialisasi pendidikan sangat tidak dibenarkan dalam konstitusi Negara UUD 1945. Untuk itu status 7 Perguruan Tinggi Negeri BHMN harus dikembalikan menjadi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dimana pemerintah tidak sepenuhnya memberikan otonomi keuangan namun juga memberikan keleluasaan bagi Perguruan Tinggi untuk mengembangkan pola pendidikan dan birokrasi keuangan. Hal ini perlu dilakukan agar kebutuhan masyarakat dapat diakomodir dengan tepat oleh Perguruan Tinggi.
Melalui penelitian ini disarankan agar di dalam melakukan pengelolaan
keuangan perguruan tinggi hendaknya Perguruan Tinggi BHMN diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan yang akuntabilitas dan transparan serta didukung dengan sumber daya manusia yang berkompeten dan capable dalam penyusunan laporan keuangan tersebut. Diharapkan juga kepada Pemerintah untuk segera merevisi dan menyempurnakan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 sesuai dengan kebutuhan Perguruan Tinggi BHMN tersebut agar pengelolaan keuangan BLU dapat diterapkan dengan baik pada Perguruan Tinggi BHMN. Disarankan juga kepada DPR di dalam mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pendidikan hendaknya harus melihat kepentingan msyarakat serta tujuan pendidikan nasional itu sendiri, bukan melihat kepentingan segelintir golongan.
Kata kunci: Pengelolaan Keuangan, Badan Layanan Umum dan Perguruan Tinggi BHMN
(7)
ABSTRACT
Law Number 17 Year 2003 on State Finance focusing its performance on the basis of budgeting provides an important fundament for a new orientation in Indonesia. Then, law Number 1 of 2004 on State Treasury opens a new corridor for the application of performance basis in the government circle. It is state in Article 68 and 69 of the Act, that government agencies whose main duty and functions are to provide community service can apply the flexible pattern of financial management by prioritazing, productivity, efficiency, and effectiveness.
The principles included in the two Laws have become the basis for the government agencies to apply the financial management of Public Sevice Board. The Public Service Board is expected to be the initial step in the renewel of financial management of public sector for the sake of improving government’s service to the public.
State Owned Corporation University (PT BHMN) is initially established to accommodate special need in privatizating the educational institution with specific characteristics, especially the nonprofit education institution even though it holds the status as a corporation. In 2009 BHMN was changed into State Educational Corporation in accordance with Law No. 9/2009 on Educational Corporation. This law was canceled by the Decision of Constitutional Court No.11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 dated March, 31, 2010. Then Government Regulation No. 66/2010 was enacted to mandate the State-Owned Corporation University (PT BHMN) to apply the pattern of financial management of Public Service Board.
The method used in the writing of this thesis is a normative juridical which refers to the legal norms contained in the legislation relating to the applicable Public Service Board obtained through library research. The data obtained were normatively described and systematically and juridical qualitatively to the application of financial management system of Public Service Board at State-Owned Corporation Unviersity (PT BHMN).
From the research the study author on the Financial Management System Implementation of the General Service Board of Higher Education that is expected to be BHMN, becoming a Public Service Board, a State Owned Corporation University (PT BHMN) has a better opportunity to fix up its management encouraging its service quality improvement by developing its efficiency, relevancy, transparancy and accountability. The leadership can grow at every level of position in the organization and the implamantation of financial management system of this Public Service Board. Therefore, the structure of organization of State-Owned Corporation University (PT BHMN) needs to be in line with Government Regulation No.23/2005. The adjustment of this financial management system of this Public Service Board is to be implemented by December 31, 2012.
The draft of Law on University had been passed as Law on University in the plenary session of Parliement on Friday, July 13, 2012. The passing of the Law was
(8)
differently responded by various groups. This Law on University is not the best solution to improve the system of education are approved in the 1945 Constitution of Indonesia. Thus, 7 Universities with the status of State-Owned Corporation must be returned to their previous status as Public Service Board in which the government does not provide full financial autonomy but provides the universities with freedom to develop the pattern of education and financial bureausracy. This need to be done that public need can be accommodated exactly by the universities.
Through this research recommended that within doing financial management of College BHMN College should be required to submit a report of financial accountability and transparent and supported by human resources competent and capable in the preparation of these financial statements. It is expected also to Government to promptly revise and improvee the Government Regulation No. 23 of 2005 in accordance with the need of the universities with State-Owned Corporation (PT BHMN) status that the financial management of Public Service Board can be applied well at the universities with State-Owned Corporation (BHMN) status. In passing the draft of Law on Education, the Legislative Members are also suggested to look at public need and the goal/purpose of national education itself, not the interest of few groups..
Key words: Financial Management, Public Service Board and University with State- Owned Corporation Status.
(9)
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas karuniaNya sehingga penulis dapat merampungkan studi dan menyelesaikan tesis dengan judul “Penerapan Sistem Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum pada Perguruan Tinggi BHMN”. Tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.
Didalam penyelesaian Tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa pengajaran dan arahan dari berbagai pihak. Selanjutnya, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendorong saya untuk menyelesaikan pendidikan ini, khususnya kepada;
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), SP.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.Hum selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum sekaligus sebagai komisi penguji yang telah memberikan masukan dan bimbingan demi penyempurnaan tesis saya.
4. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu dan mengarahkan, membimbing serta memberikan saran dan motivasi dalam penyusunan tesis ini.
(10)
5. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, selaku Pembimbing II yang telah meluangkan banyak waktu untuk membantu dan mengarahkan, membimbing serta memberikan saran dan tidak pernah bosan memberikan motivasi dalam penyelesaian tesis ini.
6. Bapak Dr. Mahmul, SH, M. Hum, selaku Pembimbing III yang telah meluangkan banyak waktu untuk membantu dan mengarahkan, membimbing serta memberikan saran dan tidak pernah bosan memberikan motivasi dalam penyelesaian tesis ini.
7. Bapak Dr. Hasyim Purba, SH, M.Hum, selaku panitia penguji yang telah banyak memberikan masukan demi penyempurnaan tesis ini.
8. Bapak/Ibu Dosen pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berjasa menyumbangkan ilmunya yang sangat berarti bagi masa depan saya, dan juga ucapan terima kasih kepada Staf Administrasi Program Studi Magister Ilmu Hukum yang telah memberikan bantuan administrasi, informasi mengenai perkuliahan, dan jadwal ujian.
9. Yang tercinta Ibunda Hj. Anisyah Daulay dan Ayahanda H. Abdu Nasution juga kepada saudara-saudaraku Kak Sari, dan Reza yang selalu setia membantu dan senantiasa mendorongku untuk menjadi lebih baik.
10.Semua sahabat-sahabatku pada kelas Paralel A, dan khusunya buat Sekretariat Majelis Wali Amanat USU Kak Eliza, Kak Rama, Lya, Bang Deni, Bang Ono, Kak Ainun dan Bang Ali Subent yang selalu setia membantuku dan memotivasiku.
(11)
11.Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberikan saran, pendapat serta pandangannya sehingga penulisan tesis ini terselesaikan.
Penulis menyadari pula, bahwa substansi Tesis ini tidak luput dari berbagai kekhilafan, kekurangan dan kesalahan, dan tidak akan sempurna tanpa bantuan, nasehat, bimbingan, arahan dan kritikan. Oleh karenanya, apapun yang disampaikan dalam rangka penyempurnaan Tesis ini, penuh suka cita Penulis terima dengan tangan terbuka. Semoga dengan tesis ini akan menambah kebaikan bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Akhirnya hanya Allah saja yang mampu membalas semua jasa orang-orang yang telah membantuku, mendorongku dan membimbingku. Semoga ridho dan berkah Allah atas mereka semuanya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juli 2012
(12)
DAFTAR ISI
ABSTRAK………..…i
ABSTRACT………..………..iii
KATA PENGANTAR………..………..v
DAFTAR ISI………..…….viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….………....1
B. Perumusan Permasalahan ………..……….……. 12
C. Tujuan Penelitian ...………...………12
D. Manfaat Penelitian………..………...13
E. Keaslian Penelitian………..………...13
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual………14
G. Metode Penelitian….………..24
BAB II SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN TINGGI BHMN SEBELUM DAN SESUDAH TERBITNYA PP NO. 66 TAHUN 2010 A. Pengelolaan Keuangan Negara ………...………..29
B. Sistem Pengelolaan Keuangan Perguruan Tinggi BHMN Sebelum Terbitnya PP No. 66 Tahun 2010……….…34
C. Sistem Pengelolaan Keuangan Perguruan Tinggi BHMN Sesudah Terbitnya PP No. 66 Tahun 2010……….………..49
BAB III SISTEM PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA PERGURUAN TINGGI BHMN DALAM MASA TRANSISI A.Pertanggungjawaban Keuangan Negara Pada Umumnya…………60
(13)
B.Sistem Pertanggungjawaban Keuangan Negara Perguruan
Tinggi BHMN dalam Masa Transisi………...….66
BAB IV PENERAPAN SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM PADA PERGURUAN TINGGI BHMN
A. Pembentukan Badan Layanan Umum………79 B. Standar dan Tarif Layanan Umum……….………82 C. Penerapan Sistem Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum pada Perguruan Tinggi BHMN………85 D. Perkembangan Status Perguruan Tinggi BHMN
setelah keluarnya Undang-Undang Pendidikan Tinggi………….97
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan..………104 B. Saran……….………106 Daftar Pustaka………..………..……x
(14)
ABSTRAK
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menekankan basis kinerja dalam penganggaran, memberikan landasan yang penting bagi orientasi baru di Indonesia. Selanjutnya penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah. Di dalam Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang tersebut, disebutkan bahwa instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan mengutamakan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip-prinsip yang tertuang dalam kedua Undang-undang tersebut menjadi dasar instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum. Badan Layanan Umum diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN) awalnya dibentuk untuk mengakomodasi kebutuhan khusus dalam rangka berstatus sebagai Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Undang-Undang tersebut kemudian dibatalkan oleh Putusa 136/PUU-VII/2009 tanggal 31 Maret 2010. Kemudian lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 yang mengamanatkan Perguruan Tinggi BHMN menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum.
Metode yang dilakukan dalam penulisan tesis ini penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan badan layanan umum, oleh karena itu dilakukan penelitian kepustakaan. Dilihat dari sifatnya penelitian ini bersifat deskriptif analitis artinya menguraikan atau mendiskripsikan data yang diperoleh secara normatif lalu diuraikan untuk melakukan telaah terhadap data tersebut secara sistematis. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach). Analisis data dilakukan secara kualitatif yuridis yakni pemilihan pasal-pasal terpenting yang berisi kaidah-kaidah hukum yang relevan dengan penerapan sistem pengelolaan keuangan badan layanan umum pada perguruan tinggi BHMN.
Dari hasil penelitian penulis mengenai Penerapan Sistem Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum pada Perguruan Tinggi BHMN yakni diharapkan dengan menjadi BLU dapat memberikan peluang lebih baik bagi Perguruan Tinggi BHMN untuk melakukan pembenahan tata kelola yang mendorong peningkatan kualitas layanan dengan menumbuhkembangkan efisiensi, relevansi, transparansi dan akuntabilitas. Diharapkan dengan menjadi BLU, leadership dapat tumbuh disemua jenjang posisi dalam pengorganisasian dan dalam rangka
(15)
impelementasi sistem pengelolaan keuangan BLU maka struktur organisasi pergurua tinggi BHMN perlu disesuaikan dengan PP No. 23 Tahun 2005. Dan penyesuaian sistem pengelolaan keuangan badan layanan umum tersebut dilaksanakan paling lambat tanggal 31 Desember 2012.
Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) telah disahkan menjadi Undang-undang pendidikan tinggi, pada sidang Paripurna DPR, Jum’at 13 Juli 2012. Dengan disahkannya Undang-undang tersebut, muncul perbedaan pandangan dari berbagai kalangan menyikapi Undang-undang tersebut. RUU Pendidikan Tinggi bukan merupakan solusi terbaik untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia, bahkan cenderung menambah permasalahan. Privatisasi dan Komersialisasi pendidikan sangat tidak dibenarkan dalam konstitusi Negara UUD 1945. Untuk itu status 7 Perguruan Tinggi Negeri BHMN harus dikembalikan menjadi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dimana pemerintah tidak sepenuhnya memberikan otonomi keuangan namun juga memberikan keleluasaan bagi Perguruan Tinggi untuk mengembangkan pola pendidikan dan birokrasi keuangan. Hal ini perlu dilakukan agar kebutuhan masyarakat dapat diakomodir dengan tepat oleh Perguruan Tinggi.
Melalui penelitian ini disarankan agar di dalam melakukan pengelolaan
keuangan perguruan tinggi hendaknya Perguruan Tinggi BHMN diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan yang akuntabilitas dan transparan serta didukung dengan sumber daya manusia yang berkompeten dan capable dalam penyusunan laporan keuangan tersebut. Diharapkan juga kepada Pemerintah untuk segera merevisi dan menyempurnakan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 sesuai dengan kebutuhan Perguruan Tinggi BHMN tersebut agar pengelolaan keuangan BLU dapat diterapkan dengan baik pada Perguruan Tinggi BHMN. Disarankan juga kepada DPR di dalam mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pendidikan hendaknya harus melihat kepentingan msyarakat serta tujuan pendidikan nasional itu sendiri, bukan melihat kepentingan segelintir golongan.
Kata kunci: Pengelolaan Keuangan, Badan Layanan Umum dan Perguruan Tinggi BHMN
(16)
ABSTRACT
Law Number 17 Year 2003 on State Finance focusing its performance on the basis of budgeting provides an important fundament for a new orientation in Indonesia. Then, law Number 1 of 2004 on State Treasury opens a new corridor for the application of performance basis in the government circle. It is state in Article 68 and 69 of the Act, that government agencies whose main duty and functions are to provide community service can apply the flexible pattern of financial management by prioritazing, productivity, efficiency, and effectiveness.
The principles included in the two Laws have become the basis for the government agencies to apply the financial management of Public Sevice Board. The Public Service Board is expected to be the initial step in the renewel of financial management of public sector for the sake of improving government’s service to the public.
State Owned Corporation University (PT BHMN) is initially established to accommodate special need in privatizating the educational institution with specific characteristics, especially the nonprofit education institution even though it holds the status as a corporation. In 2009 BHMN was changed into State Educational Corporation in accordance with Law No. 9/2009 on Educational Corporation. This law was canceled by the Decision of Constitutional Court No.11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 dated March, 31, 2010. Then Government Regulation No. 66/2010 was enacted to mandate the State-Owned Corporation University (PT BHMN) to apply the pattern of financial management of Public Service Board.
The method used in the writing of this thesis is a normative juridical which refers to the legal norms contained in the legislation relating to the applicable Public Service Board obtained through library research. The data obtained were normatively described and systematically and juridical qualitatively to the application of financial management system of Public Service Board at State-Owned Corporation Unviersity (PT BHMN).
From the research the study author on the Financial Management System Implementation of the General Service Board of Higher Education that is expected to be BHMN, becoming a Public Service Board, a State Owned Corporation University (PT BHMN) has a better opportunity to fix up its management encouraging its service quality improvement by developing its efficiency, relevancy, transparancy and accountability. The leadership can grow at every level of position in the organization and the implamantation of financial management system of this Public Service Board. Therefore, the structure of organization of State-Owned Corporation University (PT BHMN) needs to be in line with Government Regulation No.23/2005. The adjustment of this financial management system of this Public Service Board is to be implemented by December 31, 2012.
The draft of Law on University had been passed as Law on University in the plenary session of Parliement on Friday, July 13, 2012. The passing of the Law was
(17)
differently responded by various groups. This Law on University is not the best solution to improve the system of education are approved in the 1945 Constitution of Indonesia. Thus, 7 Universities with the status of State-Owned Corporation must be returned to their previous status as Public Service Board in which the government does not provide full financial autonomy but provides the universities with freedom to develop the pattern of education and financial bureausracy. This need to be done that public need can be accommodated exactly by the universities.
Through this research recommended that within doing financial management of College BHMN College should be required to submit a report of financial accountability and transparent and supported by human resources competent and capable in the preparation of these financial statements. It is expected also to Government to promptly revise and improvee the Government Regulation No. 23 of 2005 in accordance with the need of the universities with State-Owned Corporation (PT BHMN) status that the financial management of Public Service Board can be applied well at the universities with State-Owned Corporation (BHMN) status. In passing the draft of Law on Education, the Legislative Members are also suggested to look at public need and the goal/purpose of national education itself, not the interest of few groups..
Key words: Financial Management, Public Service Board and University with State- Owned Corporation Status.
(18)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka mencapai tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dibentuk pemerintahan negara yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang. Pembentukan pemerintahan negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara.1
Sebagai suatu negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan hukum, dan menyelenggarakan pemerintahan negara berdasarkan konstitusi, sistem pengelolaan keuangan negara harus sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD RI 1945) Bab VIII Hal Keuangan, pasal 23C, antara lain menyebutkan bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang, dan ketentuan mengenai pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara serta macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. Hal-hal lain mengenai keuangan negara sesuai dengan amanat diatur dengan undang-undang.2
1
Penjelasan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
2 Ibid
(19)
Agenda
pergeseran sistem
menjadi Pemerintah menjadi lebih jelas dari sekedar membiayai input dan proses menjadi berorientasi pada pencapaian keluaran. Perubahan ini penting mengingat kebutuhan dana yang makin tinggi tetapi sumber daya pemerintah terbatas. 4
Peranan hukum keuangan negara pada saat ini tengah diuji untuk memberikan pemahaman yang komprehensif-teoritis-praktis dalam proses pendewasaan sistem keuangan negara di Indonesia, khususnya dalam meneguhkan pengertian keuangan negara yang memihak pada konsep kemandirian badan hukum dan kebijakan otonomi daerah. Perubahan ketentuan dalam UUD RI 1945 dan peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan negara tidak memberikan kepekaan pada realitas tuntutan kemandirian badan hukum dan otonomi daerah sebagai suatu bentuk kemauan politik (political will) yang diperlukan untuk menjalankan perubahan kebijakan keuangan negara yang berorientasi pada kemajuan dalam sistem keuangan negara.5
Selama ini terdapat kecenderungan pemahaman yang kurang tepat terhadap hukum keuangan negara yang mengandung potensi mengurangi konsepsi berpikir atas manfaat dan hakekat keuangan negara. Hal ini khususnya ditujukan pada manfaat ilmu hukum keuangan negara dan efisiensi pengawasan
3
Penganggaran tradisional adalah proses penyusunan anggaran yang hanya mendasarkan pada besarnya realisasi anggaran tahun sebelumnya, konsekuensinya tidak ada perubahan mendasar atas anggaran baru. endrisanopaka.files.wordpress.com/2008/11/traditional-budget.ppt, diakses tgl 26 Juli 2012
4
5
(20)
pembangunan secara keseluruhan guna mencegah kebocoran penggunaan uang negara.6
Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Tujuan pengelolaan keuangan negara secara umum adalah agar daya tahan dan daya saing perekonomian nasional semakin dapat ditingkatkan dengan baik dalam kegiatan ekonomi yang semakin bersifat global, sehingga kualitas kehidupan masyarakat Indonesia dapat meningkat sesuai dengan yang diharapkan.7
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, terdapat tiga paradigma baru mengenai pengelolaan keuangan negara yakni pertama, konsepsi kerangka penganggaran jangka menengah, kedua konsepsi anggaran berdasarkan kinerja yang lebih menekankan kepada pencapaian keluaran yang akan menunjang pencapaian atas hasil yang telah ditetapkan dari suatu unit organisasi, dan ketiga konsepsi anggaran terpadu yang menekankan pada optimalisasi penggunaan dana guna mencapai sasaran program yang akan dilaksanakan oleh suatu unit organisasi.8
Selanjutnya, tentang
6
Ibid, hal 1
7
Ibid, hal 120
(21)
lingkungan pemerintah. Berdasarkan Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan mengutamakan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. 9
Prinsip-prinsip yang tertuang dalam kedua undang-undang tersebut menjadi dasar instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum. Badan Layanan Umum diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Di lingkungan pemerintahan di Indonesia, terdapat banyak satuan kegiatan yang berpotensi untuk dikelola lebih efektif melalui pola badan layanan umum. Di antara mereka ada yang memperoleh imbalan dari masyarakat dalam proporsi signifikan sehubungan dengan layanan yang diberikan, dan ada pula yang bergantung sebagian besar pada dana yang disediakan oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Badan Layanan Umum (BLU) merupakan bagian tak terpisahkan dari Kementerian Negara, lembaga nonkementerian, atau lembaga Negara yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan Negara secara mandiri. Walaupun pengelolaan keuangan Negara dilakukan secara terpisah dengan instansi induknya, tetap harus berpatokan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar tujuan Badan Layanan Umum dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
9
(22)
mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang dicita-citakan dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.10
Ketika tidak dapat memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, Badan Layanan Umum boleh ditiadakan keberadaannya. Dalam arti telah menyimpang dari tujuan pembentukannnya sehingga menyatu kembali dengan instansi induknya dalam kementerian Negara, lembaga nonkementerian, atau lembaga Negara sebagai tempat asal badan layanan umum termaksud. Penghapusan atau berakhirnya suatu Badan Layanan Umum harus dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai konsekuensi Negara Indonesia adalah Negara hukum. 11
Dengan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum, fleksibilitas diberikan dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. Badan Layanan Umum juga diberikan kesempatan untuk memperkerjakan tenaga professional non PNS serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya. Namun demikikan sebagian penyeimbang, Badan Layanan Umum dikendalikan secara ketat dalam perencanaan dan penganggarannya serta dalam pertanggungjawabannya. Dalam Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005, Badan Layanan Umum wajib menghitung harga pokok dari layanannya dengan kualitas dan kuantitas yang distandarkan oleh menteri teknis pembina. Demikian pula dalam pertanggungjawabannya, Badan Layanan Umum harus mampu menghitung dan menyajikan anggaran yang digunakannya dalam kaitannya dengan layanan yang telah
10
Muhammad Djafar Saidi, Hukum Keuangan Negara Edisi Revisi (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hal 155
11
(23)
direalisasikan. Oleh karena itu, Badan Layanan Umum berperan sebagai agen dari menteri/pimpinan lembaga induknya. Kedua belah pihak menandatangani kontrak kinerja (a contractual performance agreement), di mana menteri/pimpinan lembaga induk bertanggung jawab atas kebijakan layanan yang hendak dihasilkan, dan Badan Layanan Umum bertanggungjawab untuk menyajikan layanan yang di minta.
Dengan demikian, Badan Layanan Umum diharapkan tidak sekedar sebagai format baru dalam pengelolaan APBN/APBD, tetapi Badan Layanan Umum diharapkan untuk menyuburkan pewadahan baru bagi pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada msyarakat.
Otonomi perguruan tinggi yaitu pemberian kewenangan secara luas kepada perguruan tinggi untuk mengatur organisasi dan rumah tangganya sendiri dengan badan hukum yang bersifat nirlaba. Unsur-unsur yang terlibat dalam pelaksanaan otonomi perguruan tinggi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 Pasal 27 adalah dewan penyantun, unsur pimpinan, unsur tenaga pengajar, senat perguruan tinggi, unsur pelaksana akademik (bidang pendidikan, bidang penelitian, dan bidang pengabdian kepada masyarakat), unsur pelaksana administratif, dan unsur penunjang (perpustakaan, laboratorium, bengkel, pusat komputer, kebun percobaan, dan lain-lain yang dianggap perlu).
Pendidikan tinggi memerlukan otonomi bukan hanya otonomi dalam bentuk kebebasan akademik, tetapi juga otonomi kelembagaan dalam masalah-masalah manajemen, penyusunan program, dan anggaran. Dengan demikian, pendidikan
(24)
tinggi tersebut sebagai lembaga akan bersifat kreatif dan menjadi pelopor perubahan baik di dalam masyarakat sekitarnya maupun di dalam kemajuan ilmu pengetahuan.12
Dengan adanya otonomi lembaga pendidikan tinggi, maka dapat dipilah-pilah prinsip-prinsip mana yang dapat diterapkan dalam lingkungan pendidikan tinggi yang ada. Mengubah suatu manajemen pendidikan tinggi tidaklah semudah sebagaimana yang digambarkan. Terdapat banyak kendala yang dihadapi di dalam penerapan suatu sistem. Selain itu, setiap perubahan sistem biasanya menuntut biaya dan persiapan yang matang, apalagi jika tidak tersedia sumber daya manusia yang diperlukan, maka setiap penerapan prinsip manajemen baru akan meminta biaya besar.13
Untuk melakukan berbagai perubahan, perguruan tinggi di Indonesia memang mengalami kendala yang boleh dikatakan luar biasa sulitnya. Hal ini terutama disebabkan sistem yang sudah sedemikian terbangun, belum lagi mentalis para pemimpin dan seniornya yang cukup feodal dan sulit untuk menerima suatu perubahan. Ini terjadi karena sekian lama perguruan tinggi dibangun dengan sistem pemerintahan yang sentralistik, yang segala-galanya harus ditentukan oleh pusat.
Sebagai akibat kebijakan sentralistis dalam beberapa dekade penyelenggaraan pendidikan tinggi, dampaknya tidak saja melahirkan sifat-sifat ambivalen, afirmatif, arogan dan sebagainya, tetapi juga kesulitan dalam pengembangan dan peningkatan kualitasnya sehingga sulit bersaing dengan perguruan-perguruan tinggi yang ada di luar negeri.14
12
Hasbullah, Otonomi Pendidikan, Kebijakan Otonomi Daerah dan implikasinya
terhadap Penyelenggaraan Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hal 129
13
Ibid, hal 129
14
(25)
Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN) awalnya dibentuk untuk mengakomodasi kebutuhan khusus dalam rangka berstatus sebagai BHMN ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah15
Pada tahun 2009, bentuk BHMN digantikan denga
. Ada 7 (tujuh) Universitas yang berstatus BHMN yaitu: Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Universitas Airlangga (UNAIR).
tentang Badan Hukum Pendidikan. Undang-Undang tersebut kemudian dibatalkan oleh Putusa tanggal 31 Maret 2010. Mahkamah Konstitusi menilai, UU No.9 Tahun 2009 tentang BHP melanggar UUD 1945 terutama Pasal 28D Ayat (1) yang menyatakan setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama. Undang-Undang BHP juga bertentangan dengan Pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan tiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan.
Pasca Pencabutan Undang-Undang BHP, masih terjadi polemik atas status hukum Perguruan Tinggi BHMN. Ringkasan Amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 tanggal 31 Maret 2010 yaitu: Pasal 53
15
(26)
ayat (1) UU Sisdiknas yang menyatakan bahwa ”penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan”, adalah konstitusional sepanjang frasa “badan hukum pendidikan” dimaknai sebagai sebutan fungsi penyelenggara pendidikan dan bukan sebagai bentuk badan hukum tertentu, di dalam Penjelasan Pasal 53 ayat (1) UU. Sisdiknas yang menyatakan bahwa “badan hukum pendidikan dimaksudkan sebagai landasan hukum bagi penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, antara lain, berbentuk Badan Hukum Milik Negara (BHMN)”, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Hal ini berarti, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan menjadi tidak berlaku. Implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut yaitu kekosongan hukum tentang pengaturan tata kelola perguruan tinggi dan penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh Pemerintah melalui bentuk Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (BHMN), yaitu UGM, UI, ITB, IPB, USU, UPI, UNAIR, yang telah berlangsung sejak tahun 2000 menjadi kehilangan dasar hukum, karena16
a. Penjelasan Pasal 53 ayat (1) UU Sisdiknas yang merupakan landasan/ dasar hukum BHMN sebagai bentuk badan hukum, dinyatakan tidak mengikat atau tidak berlaku lagi oleh Putusan Mahkamah Konstitusi;
:
16
Kementerian Pendidikan Nasional, April 2010 Amar, Implikasi, dan Solusi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 Dibacakan: 31 Maret 2010
(27)
b. PP. No. 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri Sebagai Badan Hukum, yang menjadi dasar hukum penetapan 7 (tujuh) BHMN sudah dicabut oleh PP. No. 17 Tahun 2010.
Ketidakjelasan status hukum itu memperumit tataran operasional penyelenggaraan pendidikan di lapangan. Misalnya, soal penerimaan mahasiswa baru, biaya pendidikan termasuk pengelolaan keuangan, hingga status hukum dosen dan tenaga pendidikan PT BHMN.
Dalam perjalanannya, kehadiran PT BHMN tidak terlepas dari pro dan kontra berbagai kalangan. Mulai mahasiswa, dosen, maupun masyarakat luas, acap kali melakukan kritik tajam terhadap pelaksanaan BHMN. Utamanya menyangkut penerimaan mahasiswa melalui jalur khusus yang mengeruk dana sampai ratusan juta rupiah. Selain itu, aset-aset PT BHMN dikomersialisasikan untuk menutup kebutuhannya.
Peristiwa itu terjadi bahkan jauh setelah terbitnya PP Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pada akhir September 2010. Bisa dibayangkan persoalan operasional lain seperti status hukum para dosen maupun tenaga kependidikan dan tata cara pengelolaan keuangan di PT BHMN masih belum jelas.
Dengan terbitnya PP Nomor 66 Tahun 2010 paling tidak memberikan sedikit ruang kejelasan status hukum kepegawaian dosen dan tenaga kependidikan eks Perguruan Tinggi BHMN. Berdasarkan Pasal 220A ayat (3), pemerintah
(28)
mengatur adanya pengalihan status dosen dan tenaga kependidikan yang berstatus pegawai BHMN menurut peraturan perundang-undangan.
Perguruan tinggi sebagai salah satu unit satuan kerja pemerintah yang memberi pelayanan kepada masyarakat mempunyai karakteristik dan sifat yang berbeda dengan satuan kerja pemerintah pada umumnya. Karakteristik penerimaan yang dilakukan sebagai satuan kerja juga memiliki karakteristik yang berbeda. Sebagai satuan kerja, perguruan tinggi menerima berbagai jenis PNBP dengan jadwal penerimaan tertentu dengan jumlah yang kadang-kadang tidak dapat diperkirakan.
Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, dinyatakan bahwa seluruh penerimaan Negara bukan pajak wajib disetor langsung secepatnya ke kas Negara, jika tidak diserahkan sesuai dengan aturan, maka tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum yang berat, sanksi bagi yang tidak menyetorkan PNBP ke kas Negara dinyatakan dalam Pasal 21, yaitu dipidana 6 (enam) tahun dan denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah PNBP yang terutang.
Pada penjelasan Pasal 220B ayat (3) PP No. 66 Tahun 2010 disebutkan bahwa Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan Universitas Airlangga (UNAIR) memenuhi kewajiban sebagai institusi Pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum paling lambat 31 Desember 2012.
(29)
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat dan membahasnya dalam bentuk tesis, maka penulis mengangkat berbagai permasalahan yang timbul di atas menjadi sebuah karya ilmiah berbentuk
tesis dengan judul: “PENERAPAN SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN
BADAN LAYANAN UMUM PADA PERGURUAN TINGGI BHMN”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas dan dikaitkan dengan judul penelitian, maka penulis mengangkat permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem pengelolaan keuangan Perguruan Tinggi BHMN sebelum dan sesudah terbitnya PP No. 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan?
2. Bagaimana sistem pertanggungjawaban keuangan Negara Perguruan Tinggi BHMN dalam masa transisi?
3. Bagaimana Penerapan Sistem Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum pada Perguruan Tinggi BHMN?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis dan menjelaskan sistem pengelolaan keuangan BHMN sebelum dan sesudah terbitnya PP No. 66 Tahun 2010 tentang
(30)
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
2. Untuk menganalisis dan menjelaskan sistem pertanggungjawaban keuangan Negara dalam masa transisi.
3. Untuk mengetahui dan memahami penerapan Sistem Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum pada Perguruan Tinggi BHMN.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, sebagai berikut:
1. Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang hukum keuangan Negara dan badan layanan umum.
2. Manfaat Praktis, bahwa dengan penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran bagi kalangan praktisi, legislator dan aparat penegak hukum tentang penerapan sistem pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum pada Perguruan Tinggi BHMN.
E. Keaslian Penelitian
Penulisan tesis ini didasarkan oleh ide, gagasan maupun pemikiran penulis secara pribadi dari awal hingga akhir berdasarkan penelusuran di Perpustakaan USU, penelitian mengenai Penerapan Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Badan Layanan Umum pada Perguruan Tinggi BHMN ini belum pernah dilakukan dengan topik dan permasalahan yang sama. Karena itu keaslian
(31)
penelitian ini terjamin adanya. Kalaupun ada pendapat atau kutipan dalam penelitian ini semata-mata adalah sebagai faktor pendukung dan pelengkap dalam penelitian yang memang sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan penelitian ini.
Penulis bertanggungjawab sepenuhnya apabila ternyata dikemudian hari dapat dibuktikan adanya plagiat atau duplikasi dalam penelitian ini.
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual 1. Kerangka Teori
Secara umum dapat diartikan bahwa kerangka teori adalah merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa.17
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.18 Kerangka teoritis dalam penelitian mempunyai beberapa kegunaan, dimana mencakup hal-hal, sebagai berikut19
1) Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
:
2) Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi.
17
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, (Jakarta; Balai Pustaka, 1995), hal 520
18
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal 27.
19
(32)
3) Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti.
4) Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.
5) Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.
Teori yang akan dijadikan landasan dalam tesis ini adalah Teori positivisme yuridis (legal positivism). Positivisme yuridis adalah aliran yang berpandangan bahwa studi tentang wujud hukum seharusnya merupakan studi tentang hukum yang benar-benar terdapat dalam sistem hukum, dan bukan hukum yang seyogyanya ada dalam kaidah-kaidah moral.20
John Austin dengan analytical legal positivism-nya, menjadi penganut utama aliran positivisme yuridis. Austin bertolak dari kenyataan bahwa terdapat suatu kekuasaan yang memberikan perintah-perintah, dan ada orang yang pada umumnya mentaati perintah-perintah tersebut.
21
Khuzaifah Dimyati sebagaimana yang dikutip oleh H.R. Otje Salman S. dan Anton F. Susanto dalam bukunya Teori Hukum menjelaskan bahwa dalam positivisme yuridis hukum dipandang sebagai suatu gejala tersendiri
20
Achmad Ali, Sosiologi Hukum Kajian Empiris Terhadap Pengadilan (Jakarta: IBLAM, 2004), hal 35
21
Satjipto Rahardjo, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi
(33)
yang perlu diolah secara ilmiah. Tujuan positivisme adalah pembentukan struktur-struktur rasional sistem yuridis yang berlaku. Sebab hukum dipandang sebagai hasil pengolahan ilmiah belaka, akibatnya pembentukan hukum makin professional. Dalam positivisme yuridis ditambah bahwa hukum adalah sistem yang tertutup (close logical system) artinya peraturan dapat dideduksikan dari undang-undang yang berlaku tanpa perlu meminta bimbingan norma sosial, politik dan moral.22
Positivisme yuridis merupakan suatu ajaran ilmiah tentang hukum. Positivisme menentukan kenyataan dasar sebagai berikut: Pertama, tata hukum Negara tidak dianggap berlaku karena hukum itu mempunyai dasarnya dalam kehidupan sosial, bukan juga karena hukum itu bersumber dalam jiwa bangsa, bukan juga karena hukum itu merupakan cermin dari suatu alam. Dalam pandangan positivisme yuridis hukum hanya berlaku, oleh karena itu mendapat bentuk positifnya dari instansi yang berwenang. Kedua, dalam mempelajari hukum hanya bentuk yuridisnya dapat dipandang. Dengan kata lain hukum sebagai hukum hanya ada hubungan dengan bentuk formalnya. Dengan ini bentuk yuridis hukum dipisahkan dari kaidah-kaidah hukum material. Ketiga, isi material hukum memang ada, tetapi tidak dipandang sebagai bahan ilmu pengetahuan hukum, oleh sebab itu dianggap variabel dan bersifat sewenang-wenang. Isu hukum tergantung dari situasi etis dan politik suatu Negara, maka harus dipelajari dalam suatu ilmu
22
H.R.Otje Salman, Anton F. Susanto, Teori Hukum: Mengingat, Mengumpulkan dan
(34)
pengetahuan lain, bukan dalam ilmu pengetahuan hukum.23
Konsep keuangan negara menurut Pasal 2 UU Nomor 17 tahun 2003 (selanjutnya disebut UU KN) menandakan negara memberikan proteksi yang berlebihan (overprotected) dan peraturan yang berlebihan (overregulated) dalam menata sektor keuangan publik. Keuangan negara adalah keuangan publik, sedangkan konsep hukum keuangan publik mengandung prinsip kehati-hatian yang luar biasa dalam menentukan pengelolaan dan tanggung jawabnya terutama agar pertama negara tidak melalaikan kewajibannya, kedua warga masyarakat tidak dirugikan haknya, serta (3) badan hukum tidak diingkari kedudukannya.
Menurut positivisme yuridis pertimbangan-pertimbangan teoritis dan metafisis tidak diperbolehkan, positivisme yuridis merupakan suatu ajaran ilmiah tentang hukum.
24
Menurut Arifin P. Soeria Atmadja definisi keuangan negara dapat dipahami atas tiga penafsiran, yaitu :
1. Pengertian keuangan negara diartikan secara sempit, yang hanya meliputi keuangan yang bersumber pada APBN.
2. Keuangan negara dalam arti luas, yang meliputi keuangan negara yang berasal dari APBN, APBD, BUMN, BUMD dan pada hakikatnya seluruh harta kekayaan negara, sebagai suatu sistem keuangan negara.
23
Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta: Kanisius, 1982), hal 128-129
24
(35)
3. Apabila tujuan menafsirkan keuangan negara tersebut dimaksudkan untuk mengetahui sistem pengurusan dan pertanggungjawabannya, maka pengertian keuangan negara itu adalah sempit, selanjutnya untuk mengetahui sistem pengawasan dan pemeriksaan pertanggungjawaban, maka pengertian keuangan negara adalah dalam arti luas, yakni termasuk di dalamnya keuangan yang berada dalam APBN, APBD, BUMN/D dan pada hakekatnya seluruh kekayaan negara merupakan objek pemeriksaan dan pengawasan.25
Dari beberapa penafsiran keuangan negara di atas, jika dikaitkan dengan definisi keuangan negara menurut Undang-Undang Keuangan Negara penafsiran ketiga yang tampak paling esensial dan dinamis dalam menjawab berbagai perkembangan hukum yang ada dalam masyarakat.26
Pendidikan tinggi adalah pendidikan pada jalur pendidikan sekolah pada jenjang yang lebih tinggi daripada pendidikan menengah di jalur pendidikan sekolah. Menurut PP No. 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi tujuan pendidikan tinggi adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis, dan/atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian;
25
Arifin P. Soeria Atmaja, Keuangan Publik Dalam Perspektif Hukum : Teori, Praktik
dan Kritik, (Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal 96.
26 Ibid
(36)
2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan memperkaya kehidupan nasional.
Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, penyelenggara pendidikan tinggi berpedoman pada tujuan pendidikan nasional, kaidah, moral, dan etika ilmu pengetahuan, kepentingan masyarakat, serta memperhatikan minat, kemampuan, dan prakarsa pribadi.
Badan layanan umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Adapun tujuan dari Badan Layanan Umum tersebut adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.27
Sedangkan yang menjadi karakteristik badan layanan umum tersebut adalah sebagai berikut:28
1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah (bukan kekayaan negara yang dipisahkan)
27
Pasal 2 PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
28
Drs. E, Berland Suhermawan, M.Soc. Sc. Badan Layanan Umum Administrasi dan
(37)
2. Menghasilkan barang/jasa yang seluruhnya/ sebagian dijual kepada publik 3. Tidak bertujuan mencari keuntungan (laba)
4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi
5. Rencana kerja/anggaran dan pertanggung jawaban dikonsolidasikan pada instansi induk
6. Pendapatan & sumbangan dapat digunakan langsung 7. Pegawai dapat terdiri dari PNS dan Profesional Non-PNS 8. Bukan sebagai subyek pajak
Pengelolaan keuangan badan layanan umum merupakan bagian integral dari pengelolaan keuangan Negara, sehingga pengelolaannya tidak boleh terlepas dari hukum keuangan Negara. Manakala pengelolaan keuangan badan layanan umum terpisah secara tegas dari pengelolaan keuangan Negara berarti suatu penyimpangan atau berlawanan dengan hukum keuangan Negara. Menteri, pimpinan lembaga non-kementerian, atau pimpinan lembaga Negara wajib mengarahkan agar pengelolaan keuangan badan layanan umum yang berada dalam naungannya berpedoman pada hukum keuangan Negara.29
Penerapan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum dapat berupa status badan layanan umum secara penuh atau status badan layanan umum tidak penuh. Status badan layanan umum secara penuh diberikan ketika persyaratan substantif, teknis, dan administratif telah terpenuhi secara maksimal. Sementara itu, status badan layanan umum secara bertahap
29
(38)
diberikan tatkala persyaratan substantif dan teknis telah terpenuhi, tetapi persyaratan administratif belum terpenuhi secara maksimal. Status bertahap yang diperoleh badan layanan umum hanya berlaku paling lama 3 (tiga) tahun.30
Dari teori positivisme yuridis tersebut yang memandang hukum hanya berlaku oleh karena hukum itu mendapat bentuk positifnya dari suatu instansi yang berwenang dan hukum sebagai hukum hanya ada hubungan dengan bentuk formalnya, ajaran ini menggambarkan dan menjelaskan bahwa suatu produk hukum dibatasi oleh aturan-aturan yang mengikat sebagai pedoman. Oleh karenanya, keputusan-keputusan hukum yang akan dihasilkan oleh pihak manapun tidak dengan mudah berubah-ubah, tidak bertentangan satu dengan lainnya, mudah dimengerti dan tidak membingungkan serta memiliki nilai kepastian.
2. Kerangka Konseptual
Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Jika masalah dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian. Konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala. Maka konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, menentukan antara variabel-variabel yang lain, menentukan adanya hubungan empiris.31
30
Ibid, hal 160
31
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hal 21
(39)
a. Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.32
b. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan Negara pada umumnya.33
c. Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan Pemerintah pusat tidak berasal dari penerimaan perpajakan.34
d. Keuangan Negara adalah rencana kegiatan secara kuantitatif (dengan angka-angka diantaranya diwujudkan dalam jumlah mata uang), yang akan dijalankan untuk masa mendatang, lazimnya satu tahun mendatang.35
e. Perguruan Tinggi BHMN adalah Perguruan Tinggi Negeri berbentuk badan hukum pendidikan bersifat nirlaba yang ditetapkan dengan
32
Pasal 1 angka (1) PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
33
Pasal 1 angka (2) PP No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
34
Pasal 1 angka 1 UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
35
M. Ichwan, dikutip dalam Buku W. Riawan Tjandra Hukum Keuangan Negara, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006), hal 1
(40)
Peraturan Pemerintah sebagai badan layanan umum yang bertugas menyelenggarakan layanan Tridarma perguruan tinggi secara mandiri.36 f. Otonomi Perguruan Tinggi adalah kemandirian perguruan tinggi untuk
mengelola sendiri lembaganya.37
g. Tujuan Perguruan Tinggi adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian; mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional; mendukung pembangunan masyarakat madani yang demokratis dengan berperan sebagai kekuatan moral yang mandiri; serta mencapai keunggulan kompetitif melalui penerapan prinsip pengelolaan sumber daya sesuai dengan asas pengelolaan yang professional.38
h. Pertanggungjawaban keuangan negara adalah kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
39
36
Pasal 1 ayat (1) butir d RPP Pengelolaan Keuangan dan Pertanggungjawaban Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara.
37
Penjelasan Pasal 50 ayat (6) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
38
Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri Sebagai Badan Hukum
39
Pasal 1 ayat (7) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
(41)
G. Metode Penelitian
Untuk mencari suatu kebenaran dari suatu permasalahan atau fenomena yang ada, maka dibutuhkan suatu penelitian. Penelitian ini dilakukan dalam rangka suatu kegiatan ilmiah dimana seseorang berusaha untuk mencari kebenaran yang didasarkan oleh pendapat seorang ahli yang dihormati dan hasil pengujian atas kebenaran dari temuan yang ditemukan dalam proses penelitian.
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penelitian merupakan suatu usaha untuk menganalisa serta mengadakan konstruksi secara metodologis yang berarti suatu penelitian dilakukan dengan mengikuti metode dan cara tertentu, sistematis yang berarti harus mengikuti langkah-langkah tertentu, dan konsisten yang dilakukan secara taat asas.40
Mengingat penelitian ini merupakan penelitian dalam bidang hukum, maka penelitian yang dilakukan menjadi lebih khusus, yaitu penelitian hukum. Penelitian hukum adalah suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.41
Dalam penelitian ini, digunakan metode penelitian yang meliputi spesifikasi penelitian yang terdiri atas:
1. Jenis Penelitian
Menurut Soerjono Soekanto, bahwa penelitian hukum itu berdasarkan tujuannya terdiri atas:42
40
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet 3, (Jakarta:Universitas Indonesia, 2006) hal 3
41
Ibid, hal 43
42
(42)
1) Penelitian Hukum Normatif, yang mencakup; a. Penelitian terhadap asas-asas hukum; b. Penelitian terhadap sistematika hukum; c. Penelitian terhadap sinkronisasi hukum; d. Penelitian sejarah hukum; dan
e. Penelitian perbandingan hukum 2) Penelitian Hukum Empiris
Dalam penyusunan penelitian ini, peneliti memilih jenis penelitian hukum dengan bentuk penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan badan layanan umum, oleh karena itu dilakukan penelitian kepustakaan.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis artinya menguraikan atau mendiskripsikan data yang diperoleh secara normatif lalu diuraikan untuk melakukan telaah terhadap data tersebut secara sistematis.
3. Pendekatan Masalah
Tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach)43
43
Jhonny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publishing, Edisi Revisi, Cet 2, 2006, hal 295.
(43)
Pendekatan perundang-undangan merupakan pendekatan utama dalam penelitian ini, karena yang menjadi pusat perhatian utama dalam penelitian ini adalah Penerapan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum pada Perguruan Tinggi BHMN. Dengan demikian, penelitian ini menitik beratkan pada peraturan perundang-undangan. Hal ini sesuai dengan kegunaan dari metode penelitian hukum normatif, yaitu untuk mengetahui dan mengenal apakah dan bagaimanakah hukum positifnya mengenai suatu masalah tertentu.
Pendekatan konseptual adalah sejumlah pengertian atau karakteristik yang dkaitkan dengan peristiwa, objek, kondisi, situasi dan perilaku tertentu. Pendekatan konseptual digunakan untuk memahami konsep-konsep pengelolaan keuangan badan layanan umum sehingga diharapkan tidak lagi memungkinkan pemahaman yang ambigu dan kabur.
4. Bahan Penelitian
Penelitian ini didasarkan pada bahan hukum yaitu data yang meliputi data sekunder. Data sekunder meliputi:
a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki Undang-Undang Dasar 1945, dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan badan layanan umum dan Perguruan Tinggi BHMN, antara lain UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang No. 17 Tahun 2003
(44)
tentang Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks (textbooks) yang ditulis para praktisi hukum, jurnal-jurnal hukum, artikel, hasil-hasil seminar pertemuan ilmiah.
c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.
5. Alat Penelitian
Alat penelitian digunakan untuk mengumpulkan data, dengan cara penelitian kepustakaan. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah guna menemukan pasal-pasal dan konsep-konsep yang berisi kaedah-kaedah hukum, yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang sedang dihadapi dan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan penelitian ini.
Selanjutnya data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara induktif kualitatif untuk sampai pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah dalam penelitian ini akan dapat dijawab.44
44
(45)
6. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif yuridis yakni pemilihan pasal-pasal terpenting yang berisi kaidah-kaidah hukum yang relevan dengan penerapan sistem pengelolaan keuangan badan layanan umum pada perguruan tinggi BHMN, kemudian membuat sistematika dari pasal-pasal tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.
Data yang dianalisis secara kualitatif yuridis menggunakan metode deduktif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis pula dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian dianalisis secara deskriptif dan eksplanatif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, juga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud.
(46)
BAB II
SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN TINGGI BHMN SEBELUM DAN SESUDAH TERBITNYA PP NO. 66 TAHUN 2010
A. Pengelolaan Keuangan Negara
Pengelolaan keuangan Negara merupakan bagian dari pelaksanaan pemerintahan Negara. Pengelolaan keuangan Negara mempunyai arti luas dan sempit. Pengelolaan keuangan Negara dalam arti luas adalah manajemen keuangan Negara. Sedangkan dalam arti sempit, pengelolaan keuangan Negara adalah administrasi keuangan Negara atau tata usaha keuangan45
Pengelolaan keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan Negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertangungjawaban. Jadi ruang lingkup pengelolaan keuangan Negara meliputi:
.
46
1. Perencanaan keuangan Negara; 2. Pelaksanaan keuangan Negara; 3. Pengawasan keuangan Negara; dan 4. Pertanggungjawaban keuangan Negara
Pejabat yang ditugasi melakukan pengelolaan keuangan Negara, seyogyanya memperhatikan dan menerapkan asas-asas hukum yang
45
Adrian Sutedi, Op. Cit, hal 120
46
(47)
mendasarinya. Hal ini dimaksudkan agar pejabat tersebut mampu meningkatkan pelayanan dalam pengelolaan keuangan Negara. Peningkatan pelayanan merupakan wujud pengabdian dengan tetap berpatokan pada asas-asas pengelolaan keuangan Negara.
Sedangkan tujuan pengelolaan keuangan Negara secara umum adalah agar daya tahan dan daya saing perekonomian nasional semakin dapat ditingkatkan dengan baik dalam kegiatan ekonomi yang semakin global, sehingga kualitas kehidupan masyarakat Indonesia meningkat sesuai dengan yang diharapkan. Adapun yang menjadi alasan mengapa keuangan Negara harus dikelola dengan baik karena beberapa alasan, yakni sebagai berikut47
1. Mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
:
Keuangan Negara dapat mempengaruhi bekerjanya mekanisme harga yang dibentuk dari kekuatan hukum penawaran dan permintaan. Penerimaan Negara yang berasal dari pungutan pajak akan mengurangi daya beli masyarakat, sehingga mengurangi permintaan masyarakat. Sebaliknya pengeluaran Negara, untuk membeli barang dan jasa dari masyarakat akan menambah daya beli masyarakat. Apabila penerimaan Negara melebihi pengeluaran Negara, berarti pengurangan daya beli masyarakat lebih besar penambahannya, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara penerimaan dengan penawaran.
47
(48)
2. Menjaga kestabilan
Menurut Keyness, depresi dunia yang terjadi pada tahun 1930, disebabkan oleh penawaran agregat lebih besar dari permintaan agregat. Oleh karena itu, untuk mengatasi pengangguran, Pemerintah melalui APBN dapat memperbesar permintaan agregat agar sama dengan penawaran agregat. Ini berarti bahwa APBN dapat dipergunakan untuk mengatasi deflasi dan inflasi serta memelihara stabilisasi.
3. Merealokasi sumber-sumber ekonomi
Maksudnya adalah memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas itu secara maksimal. Di Indonesia, kecuali yang ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, pada hakikatnya sumber-sumber ekonomi itu dimiliki oleh masyarakat. Apabila sumber-sumber ekonomi yang ada pada masyarakat itu tidak dipergunakan secara maksimal, sehingga menimbulkan ketidakseimbangan dalam perekonomian, maka Negara, dengan kebijakan fiskal yang persuasif dapat mendorong penggunaan sumber-sumber ekonomi tersebut secara maksimal.
4. Mendorong redistribusi pendapatan
Maksudnya adalah bahwa Negara dengan menggunakan kebijakan fiskalnya, dapat mengupayakan agar perbedaan antara golongan masyarakat yang kaya dengan golongan masyarakat yang miskin itu tidak terlalu menyolok. Oleh karena itu, pengelolaan APBN tidak hanya menyangkut pada jumlah penerimaan dan jumlah pengeluaran saja, tetapi harus diperhatikan juga rincian dari penerimaan dan pengeluaran.
(49)
Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, ruang lingkup keuangan Negara meliputi48
1. Pengelolaan moneter :
Hal ini dilakukan melalui serangkaian kebijakan di bidang moneter. Kebijakan moneter adalah kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah agar ada keseimbangan yang dinamis antara jumlah uang yang beredar dengan barang dan jasa yang tersedia di masyarakat. 2. Pengelolaan fiskal
Pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, adminsitrasi kepabean, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan. Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah berkaitan dengan penerimaan (pendapatan) dan pengeluaran (belanja) pemerintah.
3. Pengelolaan kekayaan Negara
Khusus untuk proses pengadaan barang kekayaan Negara, yang termasuk pengeluaran Negara telah diatur secara khusus dalam Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah. Disamping itu, terdapat pula kekayaan Negara yang dipisahkan (pengelolaannya diserahkan kepada perusahaan yang seluruh modalnya/sahamnya dimiliki oleh Negara.
48
(50)
Perusahaan semacam ini biasa disebut Badan Usaha Milik Negara dan Lembaga-Lembaga Keuangan Negara.
Pemerintah menyadari bahwa pengelolaan keuangan Negara yang dilaksanakan sampai saat ini perlu diadakan penyempurnaan terutama dalam mengatasi kelemahan seperti kurangnya keterkaitan antara perencanaan nasional, penganggaran, dan pelaksanaannya kemudian kelemahan dalam pelaksanaan penganggaran yang menggunakan line-item budget dimana usulan anggaran didasarkan perubahan anggaran pembangunan dan anggaran rutin, serta klasifikasi anggaran yang belum terbagi berdasarkan fungsi49
Dengan demikian keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Tujuan pengelolaan keuangan Negara dalam arti luas adalah agar daya tahan dan daya saing perekonomian nasional semakin dapat ditingkatkan dengan baik dalam kegiatan ekonominya yang bersifat global, sehingga kualitas kehidupan masyarakat Indonesia dapat meningkat sesuai dengan yang diharapkan.
.
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan Negara, pengelolaan keuangan Negara perlu diselenggarakan secara professional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD 1945.
49
(51)
Sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD 1945 tersebut, UU No. 17 Tahun 2003 menjabarkannya ke dalam asas-asas umum yang telah lama dikenal dalam pengelolaan kekayaan Negara, seperti asas universalitas, asas kesatuan dan spesialitas, maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan Negara, antara lain: akuntabilitas berorientasi pada hasil artinya keuangan Negara dapat dipertanggungjawabkan dengan orientasi pada hasil atau dampak dari kegiatan yang telah direncakan tersebut, profesionalitas yaitu pengelolaan keuangan Negara dilakukan secara profesional, proporsionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Negara artinya pengelolaan keuangan negara dilakukan secara terbuka, dalam arti proses pengangaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban diketahui atau diawasi oleh rakyat dalam hal ini DPR, dan pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri artinya pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara diperiksa oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri sebagai mandat dari rakyat yang diatur dalam undang-undang.50
B. Sistem Pengelolaan Keuangan Perguruan Tinggi BHMN SebelumTerbitnya PP NO. 66 Tahun 2010
Badan Hukum Milik Negara (BHMN) adalah salah satu bentuk badan hukum di Indonesia yang awalnya dibentuk untuk mengakomodasi kebutuhan
50
(52)
khusus dalam rangka “privatisasi”51
Kesiapan untuk melaksanakan pengelolaan perguruan tinggi secara otonom tersebut ditunjukkan melalui evaluasi diri yang menyeluruh baik dalam aspek program akademik, sumberdaya manusia (SDM), sarana-prasarana, maupun keuangan. Namun, pemberian otonomi tidak berarti pemerintah melepaskan diri dari tanggung jawab di bidang pendidikan.
lembaga pendidikan yang memiliki karakteristik tersendiri, khususnya sifat non-profit meski berstatus badan usaha.
Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 1999 ini Pemerintah membuka kemungkinan secara selektif kepada Perguruan Tinggi Negeri yang dinilai sudah memiliki kemampuan pengelolaan yang mencukupi untuk dapat memiliki kemandirian, otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar untuk diubah status hukumnya menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang dapat berperan sebagai kekuatan moral dalam proses pembangunan masyarakat madani yang lebih demokratis dan mampu bersaing secara global. Perguruan Tinggi Negeri berstatus BHMN tetap menjadi aset negara yang berharga untuk memperbaiki citra bangsa.
Menurut Arifin P. Soeria Atmadja, keberadaan Perguruan Tinggi Negeri sebagai BHMN telah memenuhi persyaratan yuridis formal. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1653 KUHPerdata yang menentukan badan hukum dapat didirikan atau diakui oleh Pemerintah. Tidak ada suatu ketentuan hukum positif yang mengharuskan pendirian suatu badan hukum dengan undang-undang. Hukum positif Indonesia menggunakan sistem terbuka, di mana pendirian suatu
51
Privatisasi, dalam literatur ekonomi, artinya adalah pengalihan kepemilikan pemerintah atas suatu perusahaan kepada swasta. Hanya pengelolaannya didelegasikan oleh Pemerintah kepada suatu board of trustees yang mewakili Pemerintah dan masyarakat.
(53)
badan hukum dapat dilakukan dengan undang-undang, peraturan pemerintah, bahkan dengan keputusan presiden sekalipun, atau dengan konstruksi hukum perdata.52
Ada 4 alasan mengapa pendirian Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum Milik Negara dilakukan dengan peraturan pemerintah, yaitu53
1. Pasal 1653 KUHPerdata tidak menetapkan secara spesifik jenis peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar pendirian suatu badan hukum yang diadakan oleh pemerintah. Dengan demikian, pemerintah bebas memilih jenis landasan hukum yang akan dijadikan dasar hukum mendirikan suatu badan hukum yang tentu didasarkan pada pertimbangan subjektif yang sesuai dengan kebutuhan yang dianggap cukup alasan untuk memilih jenis peraturan perundang-undangan tertentu.
:
2. Meskipun tidak ada suatu ketentuan yang pasti, setiap pemisahan kekayaan Negara harus dilakukan dengan peraturan pemerintah sehingga peraturan pemerintah bagi penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai BHMN merupakan landasan hukum bagi pemisahan kekayaan Negara dan penempatannya sebagai kekayaan awal BHMN.
3. Kekayaan awal Perguruan Tinggi Negeri BHMN merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan, dimana sebagian kekayaan Negara yang merupakan harta kekayaan tidak bergerak berupa tanah, tidak dapat
52
Arifin P. Soeria Atmadja, Op. Cit, hal 131
53
(54)
dipindahtangankan oleh Perguruan Tinggi Negeri BHMN kepada pihak ketiga, hubungan kepemilikan kekayaan awal tetap berada pada Negara. 4. Karena penetapan (instellingswet) Perguruan Tinggi Negeri BHMN dilakukan dengan suatu ketentuan publik, yaitu peraturan pemerintah, eksistentsi Perguruan Tinggi Negeri BHMN tidak lagi memerlukan pengesahan lagi dari Departemen Hukum dan HAM RI yang merupakan bagian integral dari organisasi kekuasaan umum atau pemerintah.
Perguruan Tinggi Negeri yang berstatus sebagai Badan Hukum Milik Negara merupakan bentuk perguruan tinggi yang memiliki lima prinsip utama dalam penyelenggaraannya, yaitu kualitas, otonomi, akuntabilitas, akreditasi, dan evaluasi. Kelima prinsip tersebut akhirnya menjadi paradigma baru bagi pendidikan tinggi di Indonesia.
Terutama dari segi akuntabilitas, dimana Badan Hukum Milik Negara harus memberikan laporan tahunan berupa:
1) Laporan keuangan yang meliputi neraca, laporan arus kas dan laporan perubahan aktiva bersih.
2) Laporan akademik berupa penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat yang meliputi keadaan, kinerja, serta hasil-hasil yang telah dicapai universitas.
3) Laporan ketenagakerjaan universitas yang meliputi keadaan, kinerja, dan kemajuan yang telah dicapai.
(55)
Laporan tahunan tersebut disampaikan kepada Majelis Wali Amanat sebagai lembaga tertinggi dalam Perguruan tinggi berstatus sebagai Badan Hukum Milik Negara.
Berdasarkan Pasal 9 butir (f) PP No. 61 Tahun 1999 dinyatakan bahwa Majelis Wali Amanat bersama-sama dengan pimpinan Universitas menyusun dan menyampaikan Laporan Tahunan kepada Menteri Pendidikan. Laporan Tahunan yang dimaksud mencakup 3 (tiga) aspek yaitu54
1. Laporan Manajemen, yang meliputi Manajemen perencanaan program dan anggaran, Manajemen keuangan dan akuntabilitas, Manajemen kinerja staf akademik, Majamen proses pembelajaran, Manajemen Mutu/Penjaminan Mutu, Manajemen pengelolaan penelitian, Manajemen pengelolaan keterlibatan dengan masyarakat, Manajemen asset serta pengadaan barang dan jasa, Manajemen sistem informasi, Manajemen revenue generating activities dan Manajemen external relation;
:
2. Laporan Keuangan yang meliputi Laporan Posisi Keuangan, Laporan Aktivitas, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan;
3. Laporan Akademik yang meliputi Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat.
Pembahasan yang dilakukan pada ketiga aspek di atas dikaitkan dengan tata pamong (governance) pada seluruh unit fungsional penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi termasuk sistem pendukungnya yang dikembangkan.
54
(56)
Selain aspek tata pamong, laporan ini juga membahas secara rinci kelengkapan struktur, peraturan organisasi, kinerja fungsi/unit manajemen dan unit pendukung. Dalam perencanaan program dan penganggaran masih mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 Pasal 7 Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran dimana dalam penyusunan anggaran wajib mengacu kepada indikator kinerja, standar biaya dan evaluasi kinerja55
Perguruan Tinggi BHMN diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan yang akuntabel dan transparan yang mampu memberikan pencitraan publik yang baik. Laporan Keuangan dimaksudkan untuk menyajikan dan mengungkapkan secara penuh aktivitas Universitas termasuk unit-unit di dalamnya dan sumber daya ekonomi yang dipercayakan oleh para penyumbang, kreditur, donator dan pihak lain serta untuk mempertannggungjawabkannya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan memperhatikan prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi, untuk itu laporan keuangan Universitas harus dapat:
.
1. Memberikan informasi mengenai;
a. Jumlah dan sifat aset, kewajiban dan ekuitas dana Universitas;
b. Pengaruh transaksi, peristiwa dan situasi lainnya yang mengubah nilai dan sifat ekuitas dana;
c. Jenis dan jumlah arus masuk dan arus keluar sumber daya alam suatu periode dan hubungan antara keduanya;
55
(57)
d. Cara Universitas mendapatkan dan membelanjakan kas, memperoleh pinjaman dan melunasi suatu pinjaamn dan faktor lainnya yang berpengaruh pada likuiditas.
2. Menunjukkan akuntabilitas kegiatan Universitas dengan cara mempertanggungjawabkan melalui laporan keuangan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan;
3. Mewujudkan transparansi dalam pelaporan keuangan Universitas dengan menyediakan informasi keuangan yang terbuka bagi masyarakat.
4. Menyediakan informasi keuangan yang serta memudahkan pengendalian yang efisien dan efektif kekayaan, kewajiban dan asset bersih.
Sebagai organisasi yang bersifat nirlaba, penyusunan laporan keuangan didasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 4556 yang meliputi Laporan posisi Keuangan, Laporan Aktivitas, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan. Tujuan masing-masing laporan tersebut adalah57
1. Laporan Posisi Keuangan
:
Menyediakan informasi mengenai asset, kewajiban dan ekuitas dana serta informasi mengenai hubungan diantara elemen-elemen yang terdapat dalam laporan tersebut. Laporan ini digunakan untuk menilai:
56
PSAK Nomor 45 tentang Akuntansi Organisasi Nirlaba.
57
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian mengenai hal-hal yang berhubungan dengan materi tesis Penerapan Sistem Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum pada Perguruan Tinggi BHMN dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengelolaan keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan Negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertangungjawaban. Terutama dari segi akuntabilitas, dimana Badan Hukum Milik Negara harus memberikan laporan tahunan berupa Laporan keuangan, laporan akademik dan laporan ketenagakerjaan universitas. Laporan tersebut disampaikan kepada Majelis Wali Amanat sebagai lembaga tertinggi dalam perguruan tinggi BHMN, kemudian disampaikan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 220B Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 disebutkan bahwa pengelolaan keuangan Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Sumatera Utara, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Universitas Airlangga, menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum.
(2)
sehat. Setiap transaksi keuangan badan layanan umum harus diakuntansikan dan dokumen pendukungnya dikelola secara tertib. Laporan keuangan badan layanan umum disampaikan secara berkala yaitu setiap triwulan kepada menteri, pimpinan lembaga nonkementerian, atau pimpinan lembaga Negara untuk dikonsolidasikan dengan laporan keuangan kementerian Negara, lembaga nonkementerian, atau lembaga Negara.
2. Berdasarkan Pasal 220H PP No. 66 Tahun 2010, status BHMN masih tetap berlaku selama masa transisi. Perguruan Tinggi BHMN masih mempergunakan Peraturan Pemerintah tentang penetapan sebagai BHMN, sedangkan Pola Pengelolaan Keuangan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU).
3. Badan Layanan Umum dapat memberikan peluang lebih baik bagi Perguruan Tinggi BHMN untuk melakukan pembenahan tata kelola yang mendorong peningkatan kualitas layanan dengan menumbuhkembangkan efisiensi, relevansi, transparansi dan akuntabilitas. Dengan BLU, leadership
dapat tumbuh disemua jenjang posisi dalam pengorganisasian dan dalam rangka impelemntasi sistem pengelolaan keuangan BLU maka struktur organisasi pergurua tinggi BHMN perlu disesuaikan dengan PP No. 23 Tahun 2005. Dan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 dinyatakan bahwa menyajikan makna otonomi perguruan tinggi dalam arti yang sangat luas, meliputi otonomi dalam manajemen organisasi, bidang akademik, bidang kemahasiswaan, sumber daya manusia, kemahasiswaan,
(3)
dan pengelolaan keuangan paling lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2012 harus sudah menerapkan pengelolaan keuangan dalam wujud sebagai Badan Layanan Umum (BLU).
B.Saran
1. Dalam melakukan pengelolaan keuangan perguruan tinggi hendaknya Perguruan Tinggi BHMN diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan yang akuntabilitas dan transparan serta didukung dengan sumber daya manusia yang berkompeten dan capable dalam penyusunan laporan keuangan tersebut.
2. Diharapkan kepada Pemerintah untuk segera merevisi dan menyempurnakan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 sesuai dengan kebutuhan Perguruan Tinggi BHMN tersebut agar pengelolaan keuangan BLU dapat diterapkan dengan baik pada Perguruan Tinggi BHMN.
3. DPR dalam mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pendidikan hendaknya harus melihat kepentingan masyarakat serta tujuan pendidikan nasional itu sendiri, bukan melihat kepentingan segelintir golongan.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Darise, Nurlan, Pengelolaan Keuangan Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan BLU, Jakarta: Indeks, 2009
Hasbullah, Otonomi Pendidikan, Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya
terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2010
Huijbers Theo, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Kanisius, 1982
Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Surabaya: Bayumedia Publishing, 2010
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 1995
Nordiawan, Deddi dan Ayuningtyas Hertianti, Akuntansi Sektor Publik, Edisi 2,
Jakarta: Salemba Empat, 2011
Saidi, Djafar, Muhammad, Hukum Keuangan Negara, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008
---, Hukum Keuangan Negara, Edisi Revisi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011
(5)
Saidi, Djafar, Muhammad dan Rohana Huseng, Hukum Penerimaan Negara Bukan Pajak, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 2008
Soekanto, Soerjono, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2002
Soekanto, Soerjono dan Abdullah, Mustafa, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat, Jakarta: Rajawali Pers, 1982
Sumarsono, Sonny, Manajemen Keuangan Pemerintahan, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010
Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011
Suparmoko, M, Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: BPFE,1992, Edisi 4
Sutedi, Adrian, Hukum Keuangan Negara, Jakarta: Sinar Grafika, 2010
Tjandra, Riawan, W, Hukum Keuangan Negara, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(6)
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.