Teori Belajar yang Melandasi Pengembangan Multimedia Pembelajaran

64 belajarnya. Teori kognitif berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya Asri Budiningsih, 2005: 34. Teori ini mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar, agar belajar menjadi lebih bermakna bagi siswa. Stimulus-stimulus dan motivasi belajar yang diberikan diharapkan dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Asimilasi dan akomodasi merupakan upaya yang dikembangkan guna mencapai pengetahuan yang optimal. Pendapat Piaget yang dikutip oleh Asri Budiningsih 2005: 49, hanya dengan mangaktifkan siswa secara optimal maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik. Asimilasi adalah proses penyesuaian informasi baru dengan struktur kognitif yang dimiliki, sedangkan akomodasi merupakan proses perubahan struktur kognitif disesuaikan dengan informasi yang diterima. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan, untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa, pelopor teori kognitif yang terkenal adalah Jean Peaget, menurut 65 Jean Peaget dalam Mukminan, 2004: 34-35 bahwa dalam berfikir setiap individu memiliki struktur mental atau kognitif, proses belajar harus sesuai dengan taraf perkembangan kognitif siswa, perkembangan kognitif dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahap sensori motorik umur 0-2 tahun, tahap operasional umur 2-7 tahun, tahap operasional kongkrit umur 7-11 tahun, tahap operasional formal umur 11-15. Implikasi teori ini dalam multimedia, bahwa tampilan produk yang berupa teks, gambar, animasi, navigasi interaktif, dan suara sound yang dihasilkan harus mempertimbangkan tingkat perkembangan siswa. Ada lima tahapan teori kognitif pada multimedia pembelajaran seperti yang dikatakan oleh Richard E. Mayer 2009: 79-85 yaitu: 1 selecting relevant words, 2 selecting relevant image, 3 organizing selected words, 4 organizing selected image, dan 5 integrating word- based and image-based representations. Berikut ini tahapan secara lebih rinci: a. Selecting Relevant Words Tahap ini melibatkan perhatian dan berdasarkan kata-kata yang ditampilkan secara lisan di multimedia. Jika kata-kata disampaikan secara lisan, proses ini dimulai di channel auditory, sedangkan apabila kata-kata disampaikan dalam bentuk teks, proses ini dimulai di channel visual. 66 b. Selecting Relevant Image Pada proses ini yang terlibat adalah perhatian dan gambar. Input dalam tahapan ini adalah gambar-gambar di multimedia yang secara jelas masuk dalam sendor virtual. Output pada tahapan ini adalah sebuah gambar yang merupakan hasil kerja pemilihan dari beberapa gambar yang tersedia, proses ini dimulai tidak hanya channel visual, tetapi juga memungkinkan untuk menggantikan bagian ini dengan channel auditory. c. Organizing Selected Words Tahap ketiga adalah mengorganisasikan kata-kata ke dalam tampilan yang berkesinambungan misalnya frase atau kalimat yang bermakna. Input dalam tahap ini adalah kata-kata lisan atau frase yang berasal dari pesan verbal. Outputnya adalah kata atau frase yang berkesinambungan atau bermakna. d. Organizing Selected Image Pada tahap ini, peserta didik mengorganisasikan gambar yang dimaksud di multimedia menjadi satu rangkaian gambar yang berkesinambungan atau serangkaian gambar yang bermakna. Inputnya adalah gambar-gambar lepas yang masuk ke dalam memori peserta didik dan outputnya adalah gambar-gambar yang tersusun rapi serta bermakna. 67 e. Integrating Word-Based and Image-Based Representation Tahap terakhir adalah tahap yang melibatkan hubungan antara word- based dan image-based presentations. Tahap ini melibatkan perubahan dari dua bagian yang berbeda berdasarkan kata dan gambar yang menjadi satu bagian yang bermakna. Input tahap ini adalah model verbal dan visual yang diproses untuk menghasilkan output yang terintegrasi berdasarkan pengetahuan yang dimiliki peserta didik sebelumnya. Implikasi teori ini dalam multimedia pembelajaran komputer, adalah: a. Mampu mengarahkan perhatian attention, pengharapan expectation, dan retrival dengan tampilan animasi yang variatif, b. Mampu menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk gambar atau sandi icon, maupun dengan teks dengan tampilan variatif sehingga pemahaman siswa pada suatu konsep lebih mendalam yang dapat disimpan dalam memori dalam waktu yang relatif lama, c. Mampu memberikan isyarat tambahan dalam rangka mengingat kembali kapabilitas yang diperoleh melalui latihan-latihan soal yang dapat dioperasionalkan secara interaktif. 3. Teori belajar konstruktivisme constuctivistic perspective Teori belajar konstruktivisme memandang belajar sebagi proses dimana pebelajar secara aktif mengkonstruksi atau membangun gagasan- gagasan atau konsep-konsep baru didasarkan atas pengetahuan 68 kemampuan awal maupun pengalaman yang telah dimiliki siswa. Von Galserfeld dalam Asri Budiningsih, 2005:57 mengemukakan bahwa ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu; 1 kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, 2 kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaaan, dan 3 kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada lainnya. Lebih lanjut R. Heinich, et al 1996: 17 mengemukakan bahwa: “constructivism is movement that extends beyond the beliefs of the cognitive. It considers the engagement of students in meaningful experiences as the essence of learning ”. Belajar merupakan proses membentuk maknapengalaman belajar berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya melalui interaksi objek secara langsung. Oleh karena itu proses belajar bukan proses mengumpulkan informasi, melainkan proses pengembangan pemahaman atau pemikiran dengan membuat pemahaman baru yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik maupun sosia, seorang uru hendaknya memberikan kesempatan pada siswa untuk memberi respon terhadap proses pembelajaran untuk meningkatkan proses pembelajran dan merubah isi pembelajaran, serta memberikan kegiatan yang menumbuhkan rasa keingintahuan siswa. Dengan pembelajaran konstruktivistik sesuai teori belajar diatas, pembelajaran tidak terpusat pada guru atau pengajar, konstruktivistik 69 membantu siswa menginternalisasi dan mentransformasi informasi baru sehingga pada pembelajaran dengan media berbantuan komputer akan mampu mengkonstruksi pengetahuan siswa dengan berbagai model pembelajarannya. Pengembangan media berbantuan komputer sangat tepat dilaksanakan, karena dengan media tersebut siswa akan diberikan keleluasaan secara mandiri dalam pembelajaran. Selain itu siswa juga disuguhi dengan tampilan gambaranimasi yang mendukung proses pembelajaran. Sehingga seolah-olah siswa melihat objek seperti yang ada di lapangan melalui gambarfoto dan animasi yang ada dalam media pembelajaran berbantuan komputer. Penggunaan media berbantuan komputer akan memberikan kebebasan pada siswa untuk tumbuh berkembang sebagaimana proses perkembangan siswa. Selain itu dalam penggunaan media pembelajaran berbantuan komputer juga mendorong siswa untuk secara aktif dan berkelanjutan dalam proses pembeljaran sehingga siswa akan menjadi penemu masalah dan dapat memecahkan masalah tersebut. Berdasarkan karakteristik teori belajar konstruktivistik diatas, pengimplikasiannya dalam pengembangan multimedia pembelajaran yang peneliti kembangkan meliputi: 1 proses pembelajaran harus menjadi sebuah proses yang aktif yang difokuskan pada siswa, untuk itu memerlukan suatu media pembelajaran yang memadai, 2 penekanan pembelajaran lebih pada pembentukan pengetahuan melalui pengalaman belajar siswa, 3 proses 70 pembelajaran harus dapat membangkitkan belajar siswa baik secara individual maupun belajar secara kooperatif untuk menemukan suatu pengetahuan.

E. Tinjauan Karekteristik Siswa SD

Menurut Piaget yang di kutip C. Asri Budiningsih 2005:36 proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat, yaitu: a. Tahap Sensorimotor umur 0-2 tahun Ciri-ciri perkembangannya berdasarkan tindakan dan dilakukan langkah demi langkah b. Tahap Preoperasional umur 2-7 tahun atau 8 tahun Ciri-ciri perkembangannya adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif c. Tahap Operasional Konkret umur 7 atau 8 tahun-11 tahun atau 12 tahun. Ciri-ciri perkembangnnya adalah anak mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret. Anak pada usia 7- 12 tahun masih memiliki masalah mengenai, berpikir abstrak. d. Tahap Operasional umur 11 atau 12 tahun – 18 tahun Ciri-ciri perkembangannya adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir. 71 Karakteristik siswa sekolah dasar menurut Depdikbud dalam Siti Partini 1995:118 sebagai berikut. a. Keadaan jasmani tumbuh sejalan dengan prestasi sekolah. b. Sikap tunduk pada peraturan permainan yang tradisional. c. Ada kecenderungan untuk memuji diri sendiri. d. Suka membandingkan dirinya dengan anak yang lain, kalau itu menguntungkan. e. Kalau tidak menyelesaikan satu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting. f. Pada masa ini anak menghendaki nilai angka rapot yang baik tanpa mengingat, apakah prestasinya pertu diberi nilai baik atau tidak. g. Berminat pada kehidupan praktis sehari-hari. h. Realistis dan ingin tahu. i. Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap mata pelajaran khusus j. Sampai kira-kira umur 10 tahun, anak membutuhkan guru atau orang tua dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya. k. Setelah umur 11 umumnya anak-anak berusaha menyelesaikan tugasnya sendiri. Menurut Lusi Nuryanti 2008:22 operasi mental anak-anak usia kelas V Sekolah Dasar tidak lagi terbatas pada objek-objek yang konkret, namun mereka sudah dapat menerapkanya pada pernyataan verbal dan logika, baik pada objek yang nyatamaupun tidak, dan kejadian pada waktu sekarang atau masa depan, kemampuan untuk menggeneralisasikan pernyataan yang abstrak 72 sudah muncul, begitu juga untuk beberapa hipotesa dan kemungkinan hasilnya. Individu juga mampu memahami proporsi, manipulasi aljabar, dan proses-prosesabstrak yang lain Berdasarkan beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa siswa kelas V SD sudah mampu menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis tetapi hanya dengan benda-benda yang konkrit, anak telah dapat melakukan pengklasifikasian, pengelompokan, dan pengaturan masalah, anak sudah mampu berpikir menggunakan model, dan masih memiliki masalah mengenai berpikir abstrak sehingga diperlukan memanfaatkan benda-benda yang bersifat konkret atau nyata.

F. Kerangka Pikir

Siswa SD yang berada di tingkat III rata-rata berusia antara 7 sampai 11 tahun, pada usia ini menurut Piaget yang dikutip oleh Asri Budiningsih 2005:38-39 telah memasuki tahap operasional konkrit, dimana anak-anak sudah mampu menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, tetapi hanya dengan benda-benda yang konkrit, dengan demikian penggunaan media pembelajaran dalam proses pembelajaran bukan hal yang tidak mungkin untuk dilakukan oleh siswa. Dalam mengajarkan mata pelajaran bahasa Jawa tidak hanya dengan metode berupa hafalan materi saja, akan tetapi meliputi aspek pengetahuan, keterampilan dan juga nilai, oleh karena itu dalam mengajarkan bahasa Jawa pendidik hendaknya dapat memilih strategi pembelajaran yang tepat agar semua aspek yang menjadi tujuan bahasa Jawa dapat tercapai, yang salah satunya yaitu menanamkan nilai-nilai kebudayaan warisan leluhur, 73 khususnya kebudayaan Jawa supaya siswa dapat melestarikan budaya Jawa supaya kebudayaan tersebut tidak hilang ditelan zaman. Kaidah bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari kadang sering menjadikan bahasa ini dipandang sebagai bahasa yang sangat rumit untuk dipelajari, kesulitan ini bukan hanya dialami oleh orang luar non Jawa saja, bahkan oleh orang Jawa sendiri, karena itu orang enggan untuk mempelajarinya, bahkan berkesimpulan bahwa bahasa Jawa terlalu rumit untuk dipelajarai, tidak praktis dan tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Multimedia pembelajaran hadir sebagai salah satu solusi dan pendekatan yang ideal untuk diterapkan dalam proses pembelajaran dikelas. Ketersediaan media dan proses belajar terdapat hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan, dengan multimedia siswa mampu mengembangkan daya eksploratif, merangsang daya kritis, mendorong daya kreatif dan menciptakan aktifitas belajar siswa secara interaktif. Sebagai salah satu alternatif sumber belajar, multimedia pembelajaran mampu melayani keseluruhan karakteristik belajar siswa yang berbeda-beda.