31
4. Dalam hubungan masyarakat dengan alam, pembebasan dari lingkaran setan
polusi industri menandakan bahwa manusia telah berdamai dengan alam. Tidak ada pembebasan orang dari kesulitan ekonomi, penindasan politik dan
keterasingan manusia akan berhasil yang tidak bebas dari eksploitasi alam yang tidak manusiawi dan yang tidak memenuhimemuaskan alam. Oleh karena itu
tahap panjang pembebasan manusia dari alam dalam perjuangan untuk bertahan hidup harus diganti oleh fase pembebasan alam dari kebiadaban demi perdamaian
yang eksis. Pada tingkat bahwa transisi orientasi meningkat dalam kuantitas hidup untuk menghargai kualitas hidup, dan dengan demikian dari kepemilikan
alam dengan sukacita yang ada di dalamnya dapat mengatasi krisis ekologi. Perdamaian dengan alam adalah simbol pembebasan manusi dari lingkaran setan
ini. Semuanya itu terjadi karena keserakahan manusia.
2.3.
Metodologi Teologia Politik
Teologi politik harus memiliki karakter atau ciri khas baik itu metode maupun dokrin-dokrin yang tepat maupun sesuai dengan konteks dan persoalan gereja di tengah
kehidupan masyarakat. Dalam pembahasan ini kita akan melihat metodologi Teologi politik yang di jelaskan oleh John B Cobb Jr,
29
dengan membandingkan pemikiran beberapa ahli teologi politik diantaranya Metz, Moltmann dan Solle.
a. Hermeneutik Teologi.
30
Ketiga teolog ini menekankan bahwa hermeneutik sebagai pusat dari teologi politik. Sehingga lewat kajian-kajian hermeneutik politik, gereja akan memahami
tanggung jawabnya di tengah dunia yang modern dalam kerangka menjawab tantangan iman dalam konteks di mana gereja dan orang percaya itu berada. Semua itu harus
29
Ibid., 44-61.
30
Hermeneutik Teologi berarti interpretasi atau penafsiran tentang Alkitab.
32
membutuhkan teologis proses yakni penafsiran atau interpretasi terhadap Alkitab. Karena pembacaan Alkitab saja tidaklah cukup menjawab persoalan yang ada, harus
dilakukan penafsiran dari teks ke konteks serta aplikasinya. Masalahnya adalah bahwa banyak orang Kristen menganggap bahwa apa yang telah di tulis dalam teks Alkitab
tidak bisa dirubah sama sekali. Itu harus diyakini sebagai suatu kebenaran mutlak yang tidak bisa diganggu gugat. Oleh karena itu harus ada beberapa proses untuk dapat
memahami teks Alkitab sehingga teks-teks tersebut dapat dimengerti dan dipahami isinya serta relefan dengan kehidupan yang terjadi. Bultman dan Solle sebagaimana
dikutip oleh John B, Cobb Jr, menawarkan studi kritis yang menekankan konteks “sosio-historis”. Hal ini lebih menekankan kepada fungsi publik dari teks itu sendiri.
Dengan menggunakan pendekatan kritik teks, sebab pemahaman dari ketiga tokoh tersebut bahwa tidak ada dokrin yang tidak bisa dikritik, semuanya berada dalam
proses. Dalam pemahaman seperti itu kita dapat melihat seluruh kehidupan iman berada
dalam rencana dan kehendak Tuhan untuk masa depan. Tidak ada bagian dari kehidupan itu sendiri yang kebal terhadap perubahan. Beberapa bagian dari kehidupan
ini mungkin tidak berubah sementara yang lain berubah dengan drastis, dan tidak ada takdir yang menentukan apa yang akan berubah dan berapa banyak perubahannya.
Persoalannya adalah bukan apakah akan ada perubahan? Tetapi apakah perubahan itu merupakan perkembangan yang dapat dipertanggungjawabkan dalam menjawab
tantangan dan persoalan baru. Dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan di atas, para ahli mengatakan bahwa sudah saatnya gereja harus merubah para digma dalam
mengahadapi dunia yang terus berubah. Solle mengambil contoh tentang bagaiman Yesus menghadapai dan mengatasi realitas sosial pada saat itu. Tidak ada sesuatu yang
33
mutlak, bagaimana kita menghadapi sistem yang menindas, dan tidak adil. Yesus mengadakan trasformasi teologis terhadap struktur sosial, dalam kerangka Ia berpikir
dan bertindak. Cara bagaimana Yesus berpikir dan bertindak secara de facto membuka dan mengubah struktur sosial di mana Ia berada.
Jadi melalui pemahaman ini yang mau dikatakan bahwa orang Kristen harus terlibat dalam meluruskan kesalahan-kesalahan sosial yang menurunkan derajat
kemanusiaan. Kalau pemahaman kita berakar dari Alkitab maka kita juga harus mengikuti apa yang Yesus lakukan yaitu keprihatinannya kepada orang yang miskin dan
tertindas. Pertanyaan yang perlu diajukan adalah bukan apakah Yesus seorang revolusioner? Tetapi bagaimana Ia berdiri dan melawan kekerasan, ketidak adilan dan
diskriminasi. Yang terpenting disini adalah bukan perkataan tetapi bagaimana perbuatan dan tindakan. Semuanya ini terjadi dalam konteks dan perjalan sejarah. Oleh karena itu
kita harus memahami secara sosial historis. Berdasarkan prespektif ini kita tidak akan meremehkan pentingnya penafsiran kitab suci, tetapi melalui hermeneutik kitab suci,
kita dapat memahami dan mengerti bahwa ada bagian-bagian yang berbeda dari Alkitab yang di tulis dengan kepentingan-kepentingan dan maksud tertentu. Yesus, Paulus dan
Yohanes serta para nabi lain yang terdapat dalam Perjanjian Lama maupun Baru mempunyai perjalanan sejarah tersendiri dalam konteks budaya dan masyarakat tertentu
dengan problem sosial dan masalah tersendiri. Oleh karena itu tugas teologi bukan hanya bisa menafsirkan teks yang tertulis, tetapi harus juga dapat menemukan teks yang
relevan dalam waktu dan tempat yang berbeda serta dapat menjawab problem dan masalah yang timbul dalam masyarakat, sesuai tantangan saman.
31
b. Pendekatan Memori dan Narasi.