13
panggilan orang Kristen selaku komunitas iman bersama dengan saudara-saudaranya yang lain yang tidak seiman tetap melaksanakan panggilan politisnya tanpa harus
menarik diri hanya karena semata-mata ia orang beriman.
4
Hubungan gereja dan pemerintah politik bagi Wogaman memiliki beberapa model antara lain:
Model Teokrasi
Model Erasionisme
“Pemisahan” secara Damai
Pemisahan yang tidak bersahabat yang mengakibatkan Permusuhan
1.1. Model Teokrasi
Pada model teokrasi menurut Wogaman, Negara berada di bawah kekuasaan pemimpin-pemimpin atau lembaga-lembaga agama guna kepentingan keagamaan
contohnya dapat kita lihat sebagian besar pada masyarakat primitife, dalam masyarakat Ibrani zaman dahulu dan pada wilayah-wilayah muslim pada masa yang berbeda
contohnya Iran. Bentuk ini dapat juga ditemukan dalam bentuk katolisisme modern seperti dibebarapa kota zaman Vatikan II
5
. Ia selanjutnya menjelaskan bahwa teokrasi telah merupakan komitmen orang atas
usaha yang tidak biasa terhadap pandangan politik tertentu. Jika salah satu pandangan agama benar, maka mengapa tidak memasukkan kekuasaan negara untuk
mendukungnya? Sedikit para teolog yang berpikir bahwa mungkin dengan cara demikian mengusahakan orang lain untuk beriman. Tetapi kekuasaan negara sedikitnya
dapat menghambat kompetensi dan menciptakan kondisi nyata yang lebih menolong. Inilah yang terjadi di Eropa post-constantinian, di mana kekristenan berubah dari status
4
J. Philip Wogaman ...., 163-177.
5
Ibid., 250.
14
minoritas menjadi suatu dominasi kebudayaan yang mendukung kekaisaran Romawi. Kekuasaan Negara tak pasti menjamin penyebaran suatu agama, tetapi siapa yang dapat
membantah bahwa hal tersebut dapat sangat memfasilitasi penyebaran agama? Hanya sedikit orang pada masa itu yang menyarankan keutuhan teokrasi dari
penyatuan gereja dan negara, tetapi aspek-aspek tertentu dan model teokrasi sangat mendukung. Di Amerika Serikat berbagai usaha dilakukan oleh para penginjil yang
cemburu, menginginkan negara secara konstitusional menandatangani pengesahan “Negara Kristen” dan memperkenalkan kembali pengenalan agama-agama di sekolah-
sekolah publik. Tetapi hal ini merupakan suatu bahaya yang harus diambil oleh orang Kristen ini
merupakan suatu cara mencapai ilusi. Beberapa ilusi tersebut bersifat praktis dan politis. Mereka yang berusaha mengontrol negara bagi tujuan agama, kadang pada akhirnya
menemukan bahwa pada akhirnya gerejalah yang digunakan untuk kepentingan politik. Terdapat juga masalah praktis tentang bagaimana membedakan antara kebaikan
dan ketidak-baikan iman dalam suatu masyarakat di mana badan-badan keagamaan berkuasa. Kekuasaan memiliki penghargaan atas dirinya bagaimana gereja dapat
mengatakan perbedaan antara mereka yang mengakui iman sebagai wujud ketaatan yang murni pada agama dengan mereka yang hanya mencari penghargaan. Sebuah
negara teokrasi dapat saja berilusi bahwa apa yang mereka lakukan akan di dukung oleh publik, tetapi dapat saja pada kenyataannya tidak demikian.
Teokrasi hadir dalam penempatan bahwa kebenaran dapat dikenal baik untuk membuat sesuatu perbedaan utama antara mereka yang dalam kebenaran dan mereka
yang tidak. Mereka yang dalam kebenaran diizinkan untuk memerintah, sementara mereka yang tidak secara hukum tidak bisa memerintah. Ilusi yang terjadi di sini tidak
15
hanya bahwa mereka yang tampaknya dalam kebenaran dapat saja merupakan oportunis yang mengambil keutungan dari hak istimewa mereka untuk dapat memerintah.
Konsep akan Tuhan lebih terbuka semacam itu merupakan suatu kekuasaan yang mendukung demokrasi, dan dapat juga menjadi alasan terkuat menolak teokrasi, karena
teokrasi telah menentukan siapa orang yang dapat dipakaioleh Tuhan dan siapa yang tidak dapat di pakai oleh Tuhan.
6
1.2. Model Erastianisme