Latar Belakang Gambaran Risiko Pekerjaan Petugas Pemadam Kebakaran di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan suatu wilayah perkotaan telah membawa sejumlah persoalan penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun berkembangnya berbagai kawasan seperti kawasan hunian, industri dan perdagangan. Ironisnya kondisi ini ternyata juga membawa konsekuensi logis tersendiri, seperti adanya ancaman terhadap bahaya kebakaran Hia, 2007. Kebakaran yang terjadi di pemukiman padat penduduk dapat menimbulkan akibat - akibat sosial, ekonomi dan psikologi. Kebakaran di gedung tinggi sering berakibat fatal akibat sulitnya upaya pemadaman dari luar gedung. Kebakaran di kawasan kumuh padat penduduk dapat langsung memiskinkan masyarakat korban kebakaran. Kebakaran di industri dapat mengakibatkan stagnasi usaha dan kerugian investasi yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja Suprapto, 2007. Pada dasarnya kebakaran adalah proses kimia yaitu reaksi antara bahan bakar fuel dengan oksigen dari udara atas bantuan sumber panas heat. Ketiga unsur api tersebut dikenal sebagai segitiga api fire triangle. Oleh karena itu, bencana kebakaran selalu melibatkan bahan mudah terbakar dalam jumlah yang besar baik yang berbentuk padat seperti kayu, kertas atau kain maupun bahan cair seperti bahan bakar dan bahan kimia Ramli, 2010. Menurut data National Fire Protection Association NFPA, jumlah kasus kebakaran yang terjadi di 50 negara bagian Amerika Serikat pada tahun 2006 Universitas Sumatera Utara sebanyak 524.000 kasus, tahun 2007 sebanyak 530.500 kasus dan pada tahun 2008 jumlah kebakaran yang terjadi sebanyak 515.000 kasus Ramli, 2010. Adapun lembaga yang berwenang untuk menanggulangi kebakaran yang terjadi adalah institusi pemadam kebakaran. Kewenangan umum institusi pemadam kebakaran dalam memadamkan kebakaran tercantum dalam The Fire Services Acts 1947 yang mempersyaratkan petugas pemadam kebakaran bekerja dengan efisien dan terorganisasi guna memastikan pasokan air yang mencukupi untuk memadamkan kebakaran dan memberikan hak kepada petugas pemadam kebakaran untuk memasuki gedung – gedung jika dicurigai sedang mengalami kebakaran Ridley, 2008. Menurut US Fire Administration, angka kematian pemadam kebakaran per 100.000 kebakaran di 50 negara bagian Amerika Serikat tahun 2007 berjumlah 119 orang 3,53, tahun 2008 berjumlah 120 orang 3,86, tahun 2009 berjumlah 91 orang 2,97, dan tahun 2010 berjumlah 87 orang 2,78. Kematian ini diantaranya disebabkan karena kelelahan akibat aktivitas fisik yang terlalu berat, kecelakaan kendaraan, tersesat dan terjebak di dalam bangunan yang terbakar, terjatuh dari ketinggian, dan gangguan kesehatan seperti sesak nafas, serangan jantung dan sebagainya US Fire Administration, 2010. Berdasarkan hasil penelitian Hunter 1927 mengenai angka kesakitan dan kematian pada petugas pemadam kebakaran menunjukkan terjadinya peningkatan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular, penyakit pernafasan, kanker, dan kecelakaan. Dari hasil penelitian Musk et al 1978 pada pemadam kebakaran di Boston, menunjukkan bahwa petugas pemadam kebakaran memiliki peningkatan Universitas Sumatera Utara risiko kematian, khususnya pekerja yang berada pada kelompok umur 40 – 49 tahun Musk et al, 1978. Penanganan kebakaran di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala, baik yang bersifat kebijakan, kinerja institusi, peraturan perundang-undangan, mekanisme operasional maupun kelengkapan pranatanya. Dapat dikatakan, bahwa aspek proteksi kebakaran belum dianggap sebagai salah satu basic need. Akibatnya kejadian kebakaran sering berakibat fatal dan berulang Suprapto, 2007. Berdasarkan data Dinas Pemadam Kebakaran Provinsi DKI Jakarta, tingkat kejadian kebakaran yang terjadi di Jakarta pada tahun 2005 sebanyak 742 kasus, tahun 2006 sebanyak 902 kasus dan pada tahun 2007 sebanyak 855 kasus kebakaran Ramli, 2010. Dalam operasi pemadaman, keselamatan petugas pemadam kebakaran memang perlu mendapat perhatian serius. Sebab peristiwa kecelakaaan petugas pemadam kebakaran saat melakukan operasi pemadaman sudah seringkali terjadi seperti luka-luka bahkan meninggal dunia. Namun, sampai saat ini belum ada data resmi yang dikeluarkan oleh institusi pemadam kebakaran mengenai jumlah petugas yang mengalami kecelakaan saat operasi pemadaman. Selain itu, setiap terjadi insiden yang menyebabkan cedera berat, terlebih kematian seorang petugas perlu dilakukan analisis secara mendalam mengenai penyebab insiden tersebut. Sesuatu yang ironis, menolong korban kebakaran tetapi keselamatan petugas pemadam kebakaran tidak terjamin Malik, 2006. Dalam melaksanakan tugasnya, petugas pemadam kebakaran harus menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan kebutuhan di tempat kejadian untuk menghindari risiko kecelakaan ataupun gangguan kesehatan DEPDAGRI, Universitas Sumatera Utara 2005. Menurut Occupational Safety and Health Administration OSHA, alat pelindung diri merupakan alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya Anonim, 2008. Berdasarkan penelitian Andriyan 2011 di Dinas Kebakaran Surabaya, pekerjaan pemadam kebakaran merupakan pekerjaan yang mengandung risiko kerja sangat tinggi berupa kecelakaan kerja yang berakibat fatal seperti cacat permanen bahkan kematian. Selain itu, saat menjalankan tugas di lapangan, pasukan pemadam kebakaran sering mengalami gangguan-gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja tersebut diakibatkan kondisi lingkungan kerja yang memiliki bahaya hazard tinggi. Dari hasil penelitian terhadap dampak risiko kecelakaan kerja pada petugas pemadam kebakaran tersebut, diketahui bahwa jabatan anggota regu memiliki tingkat risiko tertinggi disusul jabatan komandan regu, supir pemadam, dan staf operasional Andriyan, 2011. Perkembangan Kota Medan yang tergolong pesat menjadikannya sebagai pusat kegiatan pemerintahan, pusat kegiatan industri, perdagangan, perhubungan, pusat kegiatan pendidikan, pusat kegiatan wisata, dan pusat kegiatan sosial budaya. Peningkatan kota berupa peningkatan berbagai aktivitas-aktivitas dari berbagai sektor pemerintahan dan swasta menjadikan wilayah kota menjadi wilayah yang perlu dijaga dan diantisipasi dari bahaya-bahaya yang seketika dapat menghambat perkembangan kota, baik itu bahaya alami, maupun bahaya-bahaya yang disebabkan oleh ulah Universitas Sumatera Utara tangan manusia seperti bahaya kebakaran. Peristiwa kebakaran juga ikut berkembang seiring dengan perkembangan Kota Medan Bornok, 2008. Menurut data Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran DP2K Kota Medan, pada tahun 2009 terjadi 141 kasus kebakaran, tahun 2010 sebanyak 197 kasus, dan tahun 2011 kasus kebakaran yang terjadi sebanyak 159 kasus DP2K Kota Medan, 2012. Dengan tingkat kejadian kebakaran seperti ini, petugas pemadam kebakaran cukup sering bertugas di lapangan untuk memadamkan api sehingga frekuensi mereka untuk terpapar bahaya juga semakin meningkat. Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran DP2K Kota Medan mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap peristiwa bahaya kebakaran yang terjadi di Kota Medan Bornok, 2008. Hal ini terdapat dalam Peraturan Daerah Kota Medan tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran Kota Medan bahwa DP2K Kota Medan adalah unsur pelaksana pemerintah daerah Kota Medan dalam bidang pencegahan dan pemadaman kebakaran serta melaksanakan tugas pembantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah danatau pemerintah provinsi yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Pelaksanaan penanggulangan pemadaman kebakaran di Kota Medan oleh DP2K Kota Medan dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis UPT. UPT dipimpin oleh seorang Kepala UPT, yang dalam melaksanakan tugas berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pemko Medan, 2010. Unit Pelaksana Teknis pada DP2K Kota Medan terdiri dari 4 UPT yaitu UPT Pemadam Kebakaran Wilayah I sebagai UPT induk yang bertugas menangani kebakaran di wilayah inti Universitas Sumatera Utara kota Medan dan sekitarnya yang berlokasi di Jl. Candi Borobudur, UPT Pemadam Kebakaran Wilayah II yang bertugas untuk daerah Amplas dan sekitarnya, UPT Pemadam Kebakaran Wilayah III yang bertugas untuk daerah Kawasan Industri Medan KIM dan UPT Pemadam Kebakaran Wilayah IV untuk daerah Belawan dan sekitarnya. Ketika terjadi kebakaran besar maka ke-empat UPT tersebut dapat saling berkoordinasi dan bekerja sama dalam melakukan pemadaman kebakaran Pemko Medan, 2010. Berdasarkan survey pendahuluan di DP2K Kota Medan pada UPT Pemadam Kebakaran Wilayah I yang berfungsi sebagai UPT induk diketahui bahwa dalam UPT Wilayah I terdiri dari seorang kepala UPT, seorang kepala sub bagian tata usaha, dan 3 regu pemadam kebakaran dengan masing-masing regu berjumlah 35 orang terdiri dari seorang komandan regu, seorang wakil komandan regu, supir pemadam, dan anggota regu pemadam dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Ketika terjadi kebakaran maka pemberangkatan regu pemadam kebakaran di DP2K Kota Medan dipimpin oleh kepala UPT danatau komandan regu. Regu pemadam berangkat dengan kendaraan pemadam kebakaran yang dikemudikan oleh supir pemadam. Supir pemadam memiliki tanggung jawab untuk mengantarkan regu pemadam kebakaran agar segera mencapai lokasi kebakaran dengan selamat. Sesampaianya di lokasi kebakaran regu pemadam kebakaran bertugas sesuai peran atau tugas masing-masing. Kepala UPT bertugas untuk berkordinasi dengan masyarakat sekitar dan pihak-pihak terkait, menganalisis besaran kebakaran untuk dilaporkan melalui radio kepada petugas piket, dan UPT lainnya. Jika kepala UPT menilai butuh bantuan tim Universitas Sumatera Utara pemadam kebakaran lain maka dia akan melaporkan ke petugas piket. Petugas piket kemudian meminta UPT terdekat untuk memberikan bantuan. Komandan regu bertugas memimpin pasukan di regunya dalam melakukan pemadaman kebakaran. Komandan regu harus berkordinasi dengan kepala UPT dalam mengatur strategi pemadaman kebakaran. Pada awal kedatangan di lokasi kebakaran, anggota regu segera menggelar selang menuju titik terdekat ke objek yang terbakar. Setelah ada permintaan pengaliran air dari petugas pemegang nozzle, maka operator pompa yang dalam hal ini supir pemadam, segera mengalirkan air dengan tekanan air yang disesuaikan dengan kondisi atau sesuai permintaan petugas pemegang nozzle untuk menyemprotkan air di area kebakaran. Jika terjadi kehabisan air, supir pemadam bersama satu anggota regu bertanggung jawab untuk mencari air di tempat terdekat lokasi kebakaran dengan meminta petunjuk dari komandan regu atau kepala UPT DP2K Kota Medan, 2006. Dalam melakukan pemadaman kebakaran, petugas di DP2K Kota Medan tidak didukung dengan alat pelindung diri yang lengkap seperti tidak adanya sepatu khusus pemadam kebakaran firefighter boots serta belum memadai sesuai dengan jumlah petugas seperti kurangnya jumlah baju dan celana tahan panas, sarung tangan, dan masker. Padahal dalam melaksanakan tugasnya petugas pemadam kebakaran dihadapkan pada bahaya dan risiko yang tinggi di lokasi kebakaran, seperti tersulut api, terhirup asap, tertimpa rubuhan bangunan, tertusuk benda tajam, terpapar panas, dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara

1.2. Perumusan Masalah