Gambar 1. Tahapan Proses Pemotongan Ayam
a. Penerimaanpenyimpanan ayam hidup. Ayam yang datang dari peternakan
biasanya ditempatkan dalam keranjang bambuplastik. Ayam diistirahatkan selama beberapa jam hingga tiba proses penyembelihan.
b. Menggantung. Sebelum proses penyembelihan, ayam digantung pada bagian
sendi kaki dengan posisi kepala di bawah. Ini untuk memudahkan proses penyembelihan.
c. Stunning. Pencegahan ayam agar tidak stres dan tidak memberontak pada saat
proses penyembelihan, maka ayam dipingsankan stunning dengan melewatkan
Penerimaanpenyimpanan ayam hidup Penerimaan
bahan-bahan yang
dikemas Menggantungstunningmenyembelihpengeluaran darah
Scaldingpemotongan kepalamencuci hock cuttermenggantung
Membuang kelenjar minyakmemotong leherventingopening
Eviceration Pengeluaran paru-parutembolokpemanenen hati
Inspeksi Pencucian akhir
Chilling- Karkasleherjeroan
Pengemasanpelabelan Penyimpanan produk akhir
Processing Penyimpanan
Pemanenan hati, gizzard
Penyimpanan bahan-bahan
yang dikemas
Pengiriman
kepala ayam ke dalam bak air yang diberi Automatic Stunner dengan tegangan 60-70 volt pada bak air selama 3 detik hingga tubuh dan jaringan otot ayam
melemas, sehingga ayam tidak banyak bergerak saat disembelih.
d. Menyembelih. Proses penyembelihan dilakukan dengan pemotongan ketiga urat
yang terletak di leher, yaitu saluran makanan oesophagus, saluran pernafasan trachea, dan pembuluh darah di kanan dan kiri leher vena jugularis dan arteri
carotis sampai putus, sehingga darah dapat mengucur keluar sampai habis.
e. Mengeluarkan darah. Darah kemudian dikeluarkan, dengan cara menggantung
ayam dengan posisi kepala di bagian bawah selama 3-5 menit. Pengeluaran darah harus tuntas sehingga tidak menurunkan mutu karkas ayam, juga akan
mempengaruhi warna kulit ayam dan berpotensi sebagai media pertumbuhan mikroba, sehingga daging cepat busuk.
f. Scalding. Setelah darah ayam ditiriskan, kemudian ayam dimasukkan ke dalam
bak atau panci berisi air panas dengan suhu 52-55°C selama 45 detik. Proses ini bertujuan agar memudahkan dalam proses pencabutan bulu.
g. Mencabut bulu. Proses ini dapat dilakukan dengan mencabut bulu mesin
pencabut buluplucker atau dapat juga dilakukan dengan tangan. Pembersihan bulu-bulu kecil dilakukan dengan tangan. Saat proses berlangsung, air dingin
disiramkan ke dalam mesin plucker agar kulit ayam tidak rusak, juga untuk membersihkan bulu-bulu pada tubuh ayam.
h. Pemotongan kepala. Proses ini sebaiknya dilakukan di atas meja yang dilapisi
keramik atau porselen, atau baja tahan karat yang dilengkapi dengan keran air.
i. Pencucian. Pencucian dilakukan pada karkas ayam untuk membersihkan ayam
dari kotoran dan darah yang masih menempel pada karkas ayam.
j. Penggantungan kembali. Karkas yang telah dicuci kemudian digantung
kembali, untuk meniriskan air yang terdapat pada karkas, sehingga pada saat pengemasan bobot karkas tidak bertambah.
k. Membuka rongga abdomen dan dada. Rongga perut dibuka dengan cara
mengiris kulit perut melintang dari anus hingga ke ujung tulang dada dengan menggunakan pisau yang tajam. Proses ini harus dilakukan dengan hati-hati agar
daging dada dan usus tidak ikut terpotong.
l. Pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan kesesuaian proses
pemotongan sudah sesuai, dan tidak sampai membelah perut dan dada terlalu
lebar yang nantinya akan mengurangi nilai jual karkas. m.
Pemanenan hati, jantung. Karkas dipegang dengan tangan kiri, dada karkas
menghadap ke atas. Menggunakan jari-jari tangan kanan, pertautan antara saluran pernafasan, saluran pencernaan dan pembuluh darah ayam dilonggarkan.
Ampela dijepit di antara jari telunjuk dan jari tengah, lalu ditarik. n.
Pemotongan saluran pencernaan. Pemotongan usus buntu dari usus halus
kemudian dilakukan. Pada beberapa tempat pemotongan unggas, usus dibersihkan, dengan menyobek usus membujur searah panjang usus, dan isi usus
dikeluarkan dengan menyemprotkan air ke usus yang telah terbelah tersebut. Kemudian usus dicuci bersih, selanjutnya direbus setengah matang, didinginkan,
dan dikemas. o.
Pemanenan ampela. Ampela dipisahkan dari hati dan jantung serta usus secara
hati-hati hingga tidak rusak dan empedu tidak pecah. Ampela dipisahkan dari
tembolok dan dicuci bersih, lalu dikemas. p.
Pengambilan paru-paru. Menggunakan jari tangan kanan paru-paru kemudian dilepaskan dari karkas ayam.
q. Pemotongan leher. Leher kemudian dipisahkan dari kepala dan karkas, dicuci
dan dikemas. r.
Pemotongan kaki ceker. Pemotongan dilakukan pada sendi di bawah lutut sehingga hasil pemotongan membentuk seperti angka 8.
s. Pemotongan retail. Pemotongan retail dilakukan sesuai dengan permintaan.
Karkas dipotong menjadi delapan potong yang terdiri atas dua paha bawah, dua
paha atas, dua sayap, dua bagian dada. t.
Pencucian akhir. Setelah isi rongga perut dikeluarkan dan karkas dipotong- potong, lalu karkas dicuci bersih.
u. Penyortiran. Klasifikasi kualitas karkas dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
kualitas A untuk pasar swalayan, rumah makan siap hidang, dan hotel-hotel, kualitas B untuk rumah makan padang atau pasar tradisional, dan kualitas C
untuk karkas potongan dan karkas tanpa tulangboneless. v.
Packing. Setelah proses pemotongan dan penyortiran, kemudian karkas
dikemas. Kemasan dapat berupa kantung plastik, styrofoam atau coolbox.
Ukuran kemasan disesuaikan dengan karkas atau produk sampingan yang akan
dibungkus. w.
Penyimpanan karkas dingin. Karkas yang telah dibungkus lalu diatur rapi
dalam keranjang karkas. Pada bagian atas dan samping keranjang ditutup dengan hancuran es setebal kurang lebih 5-10 cm, lalu diatas lapisan es ini
diletakkan lagi bungkusan karkas. Demikian selanjutnya hingga keranjang penuh. Selanjutnya semua produksi yang telah dikemas dan akan dikirim
dimasukkan ke dalam boks kendaraan pengangkut yang dilengkapi dengan
pendingin dengan suhu 0-15°C TAS 2006.
Proses penyembelihan
harus memenuhi
persyaratan teknis
dan kesejahteraan ternak, ayam yang akan disembelih, penyembelih dan proses
pemotongan. Sebelum pemotongan, ayam-ayam tidak boleh makan, tetapi harus
diberi air minum, minimal 8-12 jam. Hal ini bertujuan untuk mengosongkan tembolok ayam sebelum menyembelih, untuk mencegah kemungkinan ekskresi isi
usus, kemudian dilakukan pemeriksaan ante-mortem yaitu pemeriksaan kesehatan ayam sebelum menyembelih. Kesejahteraan ternak juga harus diperhatikan, yaitu:
bebas dari lapar dan haus, bebas dari ketidaknyamanan, bebas dari rasa sakit, cedera dan penyakit, bebas untuk mengekspresikan perilaku normal, bebas dari rasa
takut dan stres Deptan 2006.
Persyaratan Tempat Pemotongan Ayam
Rumah pemotongan unggas adalah kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu, serta
digunakan sebagai tempat memotong unggas bagi konsumsi masyarakat umum. Menurut SNI 01-6160 BSN 1999, Rumah Pemotongan Unggas harus memiliki
syarat-syarat sebagai berikut : 1.
Tidak bertentangan dengan Rancangan Umum Tata Ruang RUTR, Rencana Detail Tata Ruang RDTR setempat danatau Rencana Bagian Wilayah Kota
RBWK. 2.
Tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya, dan letaknya lebih rendah dari rumah penduduk.
3. Memiliki sarana jalan yang baik untuk kendaraan pengangkutan daging
unggas. 4.
Memiliki sumber air dan listrik yang cukup. 5.
Memiliki tempat penurunan unggas hidup unloading. 6.
Memiliki kamar mandi dan wc. 7.
Memiliki sarana penanganan limbah. 8.
Memiliki daerah kotor penurunan, pemeriksaan antemortem dan penggantungan unggas hidup, pemingsanan, penyembelihan, scalding,
pencabutan bulu, pencucian karkas, pengeluaran jeroan dan pemeriksaan postmortem, penanganan jeroan.
9. Memiliki daerah bersih pencucian karkas, pendinginan karkas, seleksi,
penimbangan karkas, pemotongan karkas, pemisahan daging dan tulang, pengemasan, penyimpanan segar.
10. Sistem saluran pembuangan limbah cair.
11. Seluruh peralatan pendukung dan penunjang di rumah pemotongan unggas
harus terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan didensinfeksi serta mudah dirawat.
12. Peralatan yang langsung berhubungan dengan daging harus terbuat dari bahan
yang tidak mudah korosif, tidak toksik, mudah dibersihkan dan didensinfeksi serta mudah dirawat.
Sanitation Standard Operating Procedure SSOP
Sanitasi diperlukan untuk menghilangkan kontaminan dan mencegah terjadinya kontaminasi kembali pada karkas. Sumber kontaminasi dapat berasal
dari karkas itu sendiri, peralatan, air atau ruangan tempat penyembelihan. Prosedur standar dalam proses sanitasi Sanitation Standard Operating Procedure
– SSOP meliputi delapan aspek, yaitu :
1. Keamanan air, yang didalamnya akan ditetapkan tahapan-tahapan perlakuan
untuk air yang diterapkan agar diperoleh air dengan kualitas tertentu. 2.
Kondisikebersihan permukaan yang kontak dengan karkas, yang berisi standar prosedur pembersihan dan sanitasi alat, frekuensi pembersihan dan petugas yang
bertanggung jawab.
3. Pencegahan kontaminasi silang, yang bertujuan untuk menghindari kontaminasi
silang dari pekerja dan karkas. 4.
Kebersihan pekerja, meliputi fasilitas cuci tangan, sanitasi tangan. 5.
Pencegahan atau perlindungan dari adulterasi, untuk mencegah tercampurnya bahan-bahan nonpangan seperti senyawa pembersih, sanitizer, serta cemaran
kimia dan fisik dengan karkas. 6.
Penyimpanan karkas yang tepat sebelum dibeli konsumen. 7.
Pengendalian kesehatan karyawan, agar karyawan yang menderita sakit tidak menjadi sumber kontaminasi bagi karkas.
8. Pemberantasan hama yang tidak dikehendaki keberadaannya, seperti: tikus,
burung, nyamuk, kecoa, semut, lalat dan lebah Winarno Surono 2004.
Penyusunan SSOP
harus memenuhi
kelayakan antara
lain: pendokumentasian program sanitasi, pemantauan program kelayakan, penerapan
kelayakan dasar, melakukan tindakan koreksi jika kelayakan dasar tidak memenuhi syarat, dan perekam program yang dilaksanakan Wiryanti 2002. Juga perlu
dipertimbangkan tata letak bangunan, lantai, dinding, langit-langit, ventilasi, jendela dan pintu yang tidak mudah memunculkan penyebaran serangga. Bangunan
dapat terbuat dari bahan besi, kayu, stainless steel, logam monel, karet dan bahan enamel. Sanitasi pada peralatan, ruang, pekerja, penanganan dan pengolahan
limbah juga perlu diperhatikan Ditjen Keswan 1987.
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, mulai bulan Oktober 2010 - April 2011. Pengambilan sampel pada titik kritis dilakukan pada 2 jenis tempat
pemotongan unggas yang berbeda dibina dan belum dibina pada empat kecamatan di Kabupaten Bogor. Pada penelitian ini, lokasi yang dipilih
berdasarkan rekomendasi dari Dinas Peternakan Kabupaten Bogor. Bentuk pembinaan yang telah diberikan oleh Dinas Peternakan setempat adalah
pengarahan dan pelatihan terhadap sanitasi dan higiene di lingkungan TPA, juga bantuan berupa beberapa peralatan yang dibutuhkan untuk proses produksi seperti
scalder, plucker, bak pencucian karkas, meja eviserasi dan juga freezer. Kecamatan yang diamati adalah Kecamatan Parung, Cibinong, Dramaga dan Cibungbulang.
Pada Kecamatan Parung, TPA binaan dan belum dibina berada di Desa Waru, TPA binaan berlokasi di sekitar pemukiman penduduk, sedangkan TPA belum dibina
berlokasi di pasar Parung. Pada Kecamatan Cibinong TPA binaan dan belum dibina berada pada satu desa, yaitu Desa Pakan Sari dan berlokasi di daerah pemukiman
penduduk. Pada Kecamatan Dramaga TPA binaan berlokasi di Desa Sinar Sari yang dekat dengan pemukiman penduduk, TPA belum dibina berada di Desa Kidul
yang juga dekat dengan pemukiman penduduk. Kecamatan Cibungbulang TPA dibina dan belum dibina berada pada satu desa yaitu Desa Dukuh dan berada di
daerah pemukiman penduduk.
Materi Penelitian Bahan.
Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: sampel dari
pengamatan terhadap titik kritis di TPA; PCA; larutan Buffered Pepton Water BPW 0.1 ; Brilliant Green Lactose Bile Broth BGLBB, Lauryl Sulfate
Tryptose Broth LSTB. Alat.
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah: termometer untuk mengukur suhu air scalding; tabung Durham; cawan petri; pipet ukuran 1ml, 2ml,
5ml, 10ml; pipet volumetrik; botol media; penghitung koloni; gunting, pinset; ose jarum inokulasi; stomacher; pembakar bunsen; pH meter; timbangan; magnetic
stirer; pengocok tabung vortex; inkubator; penangas air; autoklaf; lemari steril; lemari pendingin; freezer.
Prosedur Penelitian Diagram Alir Penelitian.
Penelitian dimulai dengan menentukan jumlah TPA
yang akan diamati dan dijadikan tempat pengambilan sampel. Kabupaten Bogor terdiri atas 40 kecamatan, dan pada masing-masing kecamatan terdapat 5-20 buah
tempat pemotongan ayam TPA. Dari 40 kecamatan tersebut, telah empat kecamatan yang mendapat pembinaan dari Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Bogor dalam sanitasi dan hygiene, juga pemberian bantuan peralatan berupa mesin plucker, scalder, meja eviserasi, bak pencuci karkas, dan freezer.
Pada empat kecamatan tersebut terdapat 20 buah TPA, dengan 4 buah TPA yang telah dibina dan 16 buah TPA yang belum dibina. Untuk menentukan jumlah TPA
yang akan diamati dan dijadikan sebagai tempat pengambilan sampel, maka digunakan rumus Levy dan Lameshow 1999, dan didapatkan hasil sebanyak 12
buah TPA yang akan diamati dan dijadikan tempat sebagai pengambilan sampel, dengan 1 buah TPA dibina dan 2 buah TPA yang belum dibina pada masing-
masing kecamatan. Penentuan TPA yang diamati sesuai dengan rekomendasi yang diberikan oleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Pengamatan di
lapangan dilengkapi dengan kuisioner yang menilai kelayakan unit usaha TPA yang mengacu pada Permentan 2005 dan kuisioner yang menilai tata cara
pemotongan ayam yang halal yang mengacu pada LPPOM MUI 2011. Pemberian nilai pada masing-masing persyaratan dalam kuisioner dilakukan dengan
mempertimbangkan persyaratan yang terutama dan yang terpenting dari kuisioner yang dapat menjamin keamanan dan kehalalan dari produk akhir yang dihasilkan.
Dari kuisioner tersebut didapat bobot penilaian untuk masing-masing TPA, apakah TPA tersebut sudah memenuhi persyaratan yang sesuai dengan Permentan 2005
dan LLPOM MUI 2011.
Sampel. Setelah dilakukan pengamatan dan penilaian pada masing-masing TPA
kemudian dilakukan penentuan titik kritis pada masing-masing TPA. Dari titik kritis yang telah ditentukan kemudian dilakukan pengambilan sampel. Sampel yang
diambil berupa karkas ayam bagian dada dan air cucian karkas ayam. Sampel yang diteliti diambil sebanyak tiga ulangan, yaitu pada awal, tengah dan akhir produksi.
Masing-masing sampel kemudian ditempatkan di dalam plastik yang telah disterilkan. Sampel-sampel lalu ditempatkan ke dalam cool box dan diberi batu es
selama dalam perjalanan, untuk mencegah tumbuhnya mikroba pada sampel. Sampel-sampel yang diambil pada malam hari atau subuh langsung dibawa ke
Laboratorium Kesmavet J. Bambu Apus II Jaktim pada pagi harinya, lalu dianalisa untuk mengetahui tingkat cemaran TPC pada karkas ayam dan air cucian karkas
ayam dan coliform pada karkas ayam.
Jumlah TPA pada empat kecamatan tersebut adalah 20 buah TPA dengan 4 buah TPA dibina dan 16 buah TPA yang belum dibina. Untuk menentukan jumlah
TPA yang akan dijadikan sebagai tempat pengamatan dan pengambilan sampel yang diperlukan, menurut Levy dan Lemeshow 1999 dihitung dengan rumus:
z
2
N Py 1-Py N-1
ε
2
Py
2
+ z
2
Py 1-Py
Keterangan : N = jumlah populasi tempat pemotongan ayam
n = jumlah sampel yang diperlukan ε = nilai error sebesar 30
z = 1.96 dengan α = 0.05
Py = ppeluang jawaban 50 karena ada 2 pilihan jawaban, yaitu ya 1 dan tidak 0
Melalui rumus diatas didapat hasil 12 TPA sebagai tempat pengamatan. Pada masing-masing kecamatan terdapat satu buah TPA dibina dan dua buah TPA
belum dibina.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah kelayakan bangunan, proses pemotongan ayam yang halal dan penghitungan jumlah mikroba.
1. Evaluasi Kelayakan Unit Usaha TPA
Pengamatan yang dilakukan di lapangan dilengkapi dengan kuisioner yang berisi pengamatan tentang kelayakan unit usaha TPA yang mengacu pada
Permentan 2005 yang meliputi: a bangunan, b fasilitas, c sanitasi dan higiene, d higiene personal, serta e bahan baku, penanganan dan pengolahan yang
disesuaikan dengan jenis usaha. Dari bobot penilaian kelayakan unit usaha pada
n ≥
masing-masing TPA lalu dapat dibandingkan kelayakan unit usaha antara TPA dibina dan TPA belum dibina.
2. Proses Pemotongan Ayam yang Halal
Pengamatan yang dilakukan dilapangan dilengkapi dengan kuisioner yang mengacu pada LPPOM MUI 2011 yang berisi: a sumber daya manusia, b
prasarana, c penyembelihan unggas, d penanganan dan penyimpanan, e pengemasan dan pelabelan, f transportasi. Dari bobot penilaian pemotongan ayam
yang halal pada masing-masing TPA lalu dapat dibandingkan pemotongan ayam yang halal antara TPA dibina dan TPA belum dibina.
3. Penghitungan Jumlah Mikroba
Sampel yang diambil dari masing-masing TPA adalah karkas ayam bagian dada dan air cucian karkas. Pengambilan sampel dilakukan pada akhir pengamatan.
Sampel yang diambil pada hari itu langsung dibawa ke Laboratorium Kesmavet Jl. Bambu Apus II-Jaktim untuk langsung dianalisa jumlah TPC pada karkas ayam
dan air cucian karkas ayam, dan jumlah coliform pada karkas ayam. Prosedur analisa penghitungan Total Plate Count TPC dan coliform yang di lakukan di
laboratorium adalah sebagai berikut :
a. Total Plate Count TPC
Total Plate Count dimaksudkan untuk menunjukkan jumlah mikroba yang terdapat dalam suatu produk dengan cara menghitung koloni bakteri yang
ditumbuhkan pada media agar. Media dan reagen yang digunakan: PCA dan BPW 0.1.
Peralatan yang digunakan: cawan petri, tabung reaksi, pipet volumetrik, botol
media, penghitung koloni, gunting, pinset, ose jarum inokulasi, stomacher, pembakar bunsen, pH meter, timbangan, magnetic stirer, pengocok tabung
vortex, inkubator, penangas air, autoklaf, lemari steril, lemari pendingin, freezer.
Metode pengujian: a.
Contoh padat dan semi padat ditimbang sebanyak 25g lalu masukkan ke dalam wadah steril.
b. 225 ml larutan BPW 0.1 steril ditambahkan ke dalam kantong steril yang
berisi contoh, dihomogenkan dengan stomacher selama 1-2 menit. Ini merupakan larutan dengan pengenceran 10
-1
. c.
Sebanyak 1 ml suspensi pengenceran 10
-1
tersebut dipindahkan dengan pipet steril ke dalam larutan 9 ml BPW untuk mendapatkan pengenceran 10
-2
. d.
Pengenceran 10
-3
, 10
-4
, 10
-5
dibuat dan seterusnya dengan cara yang sama seperti pada butir c, sesuai kebutuhan.
e. Selanjutnya dimasukkan sebanyak 1 ml suspensi dari setiap pengenceran ke
dalam cawan petri secara duplo. f.
Sebanyak 15-20 ml PCA yang telah didinginkan hingga temperatur 45°C ± 1ºC ditambahkan pada masing-masing cawan yang sudah berisi suspensi. Agar
larutan contoh dan media PCA tercampur seluruhnya, dilakukan pemutaran cawan ke depan dan ke belakang atau membentuk angka delapan dan didiamkan
sampai menjadi padat. g.
Diinkubasi pada temperatur 34ºC-36ºC selama 24-48 jam dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik.
b. Coliform
Metode Most Probable Number MPN terdiri atas uji presumtif penduga dan uji konfirmasi peneguhan, dengan menggunakan media cair di dalam tabung
reaksi dan dilakukan berdasarkan jumlah tabung positif. Pengamatan tabung positif dapat dilihat dengan timbulnya gas di dalam tabung Durham.
Media dan Reagen yang digunakan: larutan Buffered Pepton Water BPW 0.1 , Brilliant Green Lactose Bile Broth BGLBB, Lauryl Sulfate Tryptose Broth
LSTB. Peralatan: tabung Durham; tabung reaksi; pipet ukuran 1ml, 2ml, 5ml, 10ml;
botol media; gunting; pinset; jarum inokulasi ose; stomacher; pembakar bunsen; ph meter; timbangan; magnetic stirer; pengocok tabung vortex; inkubator;
penangas air; autoclaf; lemari steril; lemari pendingin; freezer. Metode pengujian:
a. Contoh padat dan semi padat ditimbang sebanyak 25 g lalu masukkan ke dalam
wadah steril.