Parameter Oseanografi dan Curah Hujan

41 dibandingkan dengan yang layak tangkap. Jumlah ikan yang tidak layak tangkap sebanyak 148 ekor, sedangkan yang layak tangkap sebanyak 6 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa daerah penangkapan ikan memang sudah mulai tidak potensial karena banyak ikan-ikan yang masih berukuran kecil atau belum matang gonad tertangkap oleh nelayan. Panjang dari mata pancing dapat menjadi salah satu faktor banyaknya ikan-ikan yang masih berukuran kecil tertangkap oleh nelayan, karena panjang mata pancing berhubungan erat dengan kedalaman suatu perairan.

6.3 Parameter Oseanografi dan Curah Hujan

Parameter oseanografi yang diteliti adalah suhu permukaan laut, klorofil dan tinggi paras laut dengan pertambahan data curah hujan. Salinitas tidak diteliti pada penelitian ini karena untuk data salinitas perairan selama 15 tahun terakhir 1997-2011 NASA tidak memilikinya. Satelit yang digunakan NASA untuk salinitas masih terbilang baru dan untuk data salinitas tidak bisa digunakan untuk penelitian karena masih ada perbaikan setiap waktunya untuk data tersebut. Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh suhu permukaan laut tahun 1997 mengalami kondisi maksimum sebesar 29 o C dan kondisi minimum sebesar 27 o C, sedangkan tahun 2011 kondisi maksimum menjadi 30 o C dan minimum sebesar 28 o C. Klorofil-a pada tahun 1997 jumlah konsentrasinya mengalami kondisi minimum pada kisaran 0,17 mgm 3 dan kondisi maksimum berada pada kisaran 0,43mgm 3 , sedangkan tahun 2011 kondisi minimum dan maksimum klorofil-a mengalami peningkatan yaitu menjadi 0,30 mgm 3 dan 0,47 mgm 3 . Selain itu, peningkatan pun terjadi pada tinggi paras laut. Tahun 1997 tinggi paras laut mengalami kondisi maksimum sebesar 16 mm dan kondisi minimum sebesar -0,12 mm, sedangkan tahun 2011 kondisi maksimum dan minimum tinggi paras laut mengalami peningkatan yaitu menjadi 45 mm dan 24 mm. Selain itu, rata-rata curah hujan mengalami peningkatan pada tahun 2009 sebesar 191 mm dari tahun 1997 yang hanya 138 mm. Peningkatan yang terjadi pada klorofil-a mengindikasikan bahwa tingkat kesuburan perairan Indonesia cenderung meningkat sehingga akan mengakibatkan ikan- ikan pelagis kecil akan berkumpul disekitar perairan subur tersebut, dan secara tidak langsung maka akan menarik ikan-ikan pelagis besar seperti Yellowfin Tuna untuk berkumpul pada perairan yang sama. Selain itu, perubahan yang terjadi pada suhu akan mengakibatkan perubahan sumberdaya Yellowfin Tuna, karena Yellowfin Tuna akan 42 berada di suatu perairan yang memiliki suhu sesuai dengan habitatnya. Menurut Laevastu dan Hela 1970 habitat Yellowfin Tuna berada pada kisaran 18-31 o C. Peningkatan parameter oseanografi yang terlihat lebih berpengaruh pada Yellowfin Tuna adalah tinggi paras laut, karena peningkatan tinggi paras laut akan berdampak pada kedalaman lapisan homogen perairan yang menjadi lapisan renang Yellowfin Tuna. Semakin dalamnya lapisan homogen maka semakin panjang alat tangkap atau pancing yang digunakan oleh nelayan. Alat tangkap atau pancing yang tidak disesuaikan dengan kedalaman lapisan homogen akan menyebabkan baby tuna atau tuna yang belum matang gonad tertangkap oleh nelayan. Penangkapan tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi sumberdaya dari Yellowfin Tuna tersebut. Perubahan yang terjadi pada suhu permukaan laut akan berhubungan dengan curah hujan, karena ketika suhu permukaan laut berada pada kondisi hangat anomali positif maka akan menyebabkan berkurangnya curah hujan, dan sebaliknya ketika suhu permukaan laut pada kondisi dingin anomali negatif maka akan mengakibatkan meningkatnya curah hujan NOAA 2000. Kondisi ini berpengaruh kepada hasil tangkapan Yellowfin Tuna karena Yellowfin akan berada di lingkungan perairan yang memiliki suhu sesuai dengan habitatnya.

6.4 Hubungan Parameter Oseanografi dan Curah Hujan dengan Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna