Analisis Kelembagaan Pengelolaan Simulasi Air Tersedia

Tabel 42. Peran stakeholders dalam pengelolaan DAS Kota Ambon No. Stakeholder Peran dalam pengelolaan DAS Kota Ambon Kendala 1. BPDAS dan Instansi Terkait 1. Mengusulkan perda tentang luas kecukupan hutan di DAS Kota Ambon 2. Menghambat ijin pendirian bangunan baru di kawasan hulu DAS 3. Merencanakan program konservasi hulu DAS dengan melibatkan masyarakat sebagai bentuk kolaboratif. 4. Melakukan pembinaan dan pendampingan kepada masyarakat hulu umumnya dan KTH KBR khususnya. 5. Pengembangan data dan informasi lingkungann 1. Perencanaan yang sifatnya sektoral. 2. penegakan aturan belum maksimal. 3. dukungan politis dari legislatif kurang merespons. 2. Forum DAS 1. Menjembatani program pemerintah dengan KTH dalam bentuk penetapan rencana kerja kelompok dan penyaluran anggaran yang disiapkan oleh pemerintah 2. Melakukan pelatihan dan pendampingan kepada KTH 1. Kurangnya waktu pertemuan dan koordinasi. 2. Tergantung pada anggaran yang ada 3. PDAM dan DSA 1. Melakukan manajemen pemanfaatan air dan penyediaan infrastruktur untuk penyediaan air bersih domestik, industri dan pertanian. 2. Bersama masyarakat hulu dan KTH KBR melakukan konservasi sekitar sumber air. 3. Melakukan himbawan hemat air. 1. Menurunya debit pada sumber air sehingga distribusi air bersih menjadi menurun. 2. Kewenangan untuk membatasi konversi lahan di sekitar Hulu DAS lemah. 3. Manajemen yang lemah 4. Kewang LH, Sinode GPM, LSM. 1. Melakukan pembinaan dan pendampingan kepada masyarakat hulu dan KTH KBR tentang pentingnya konservasi DAS. 2. Menjaring aspirasi masyarakat terkait konservasi DAS. 3. Terlibat secara langsung dalam program konservasi DAS. Tidak mempunyai kewenangan dalam pengambilan keputusan. 5. KTH KBR 1. Menyediakan lahan untuk kegiatan RHL. 2. Menyediakan anggota kelompok, menyediakan bibit, penanaman anakkan dan pemeliharaan. 3. Pengembangan rencana aksi untuk konservasi biodiversitas dan pemanfaatan fungsi hutan nonkayu dan pengembangan sistem pengamanan hutan. 4. Mengembangkan pola pertanian konservatif 1. Tergantung pada biaya dan dimanfaatkan untuk program rehabilitasi dan konservasi. 2. Kurangnya kesadaran, pelatihan dan pendampingan dari instansi terkait konservasi DAS. 6. Akademisi 1. Melakukan penelitian terkait kondisi setempat sehingga menjadi dasar pertimbangan pelaksanaan program konservasi DAS. 2. Terlibat langsung dalam kegiatan konservasi hulu DAS Keterbatasan dana untuk penelitian. 7. Masyarakat 1. Memanfaatkan air bersih sesuai dengan kebutuhan dan tidak boros air. 2. Patuh dan taat kepada kewajiban yang telah ditetapkan 1. Kurangnya kesadaran terhadap pentingnya konservasi 2. Tergantung pada penyedia jasa air. Akademisi dapat terlibat langsung dalam pengelolaan DAS lewat koordinasi dengan stakeholders lain dalam hal penyediaan data-data hasil penelitian yang dilakukan pada DAS Kota Ambon sehingga pemilihan program untuk kegiatan konservasi DAS sesuai dengan kondisi setempat. Kerjasama antara para stakeholders dalam pengelolaan DAS ini jika dapat dilakukan dengan baik maka faktor pengungkit dalam keberlanjutan pengelolaan DAS Kota Ambon dapat berjalan dengan baik. Hal ini di yakini dapat mengurangi kerusakan pada kawasan hulu DAS lewat kegiatan penanaman oleh kelompok tani hutan yang bekerjasama dengan Sinode GPM melalui pendampingan dan pendanaan dari instansi terkait. Selanjutnya lewat kegiatan pertanian yang konservatif dengan pola ekstensifikasi lahan pertanian dan kegiatan RHL maka dapat mengurangi debit aliran permukaan pada musim hujan, air tetap mengalir pada musim kemarau dan meningkatkan pendapatan masyarakat yang berinteraksi pada daerah hulu DAS Kota Ambon. Stakeholders yang diyakini mempunyai peranan penting dalam menunjang keberlanjutan sumberdaya air di Kota Ambon adalah masyarakat hulu umumnya dan diwakili oleh kelompok tani hutan KBR khususnya yang mempunyai peran menyelamatkan DAS bagian hulu agar fungsi hidrologi tetap terjaga, serta PDAM dan PT. DSA sebagai penyedia air untuk masyarakat. Kedua stakeholders ini adalah stakeholders yang dapat bekerja dengan baik jika mendapat dukungan dari stakeholders lainnya seperti tertera pada Tabel 42 dan Gambar 75. Dalam melakukan peran dalam pengelolaaan DAS maka pasti ada kendala oleh masing-masing stakeholders sehingga masalah tersebut sebisa mungkin di hindari, jika tidak dapat terhindari maka harus dikurangi masalah tersebut, tetapi jika tidak dapat dikurangi maka masalah tersebut harus dikelola. Dalam mengelola kendala yang ada maka setiap stakeholder perlu bekerja sama dan saling berkoordinasi. BPDAS dan instansi terkait dapat merencanakan program pengelolaan DAS yang sifatnya terpadu bukan bersifat sektoral sehingga mempunyai satu tujuan dan masyarakat hulu dapat menerima program tersebut dan mau terlibat secara bersama-sama dalam rencana kegiatan yang akan dilaksanakan. Perlu menegakan aturan secara maksimal karena lewat penegakan aturan maka konservasi hulu DAS akan terjaga, selain itu melengkapi peraturan daerah yang sifatnya mengarah pada konservasi hulu DAS dengan selalu berkoordinasi dengan pihak legislatif supaya mendapat dukungan dari pihak legislatif lewat pengesahan terhadap rancangan peraturan daerah tersebut maupun dukungan anggaran oleh pihak legislatif. Dukungan anggaran ini juga harus mempersiapkan sebagian anggaran untuk kegiatan penelitian yang akan dilakukan oleh instansi terkait maupun akademisi yang berhubungan dengan DAS di Kota Ambon karena hasil penelitian dapat dijadikan landasan untuk kegiatan apa yang layak dilakukan. Forum DAS perlu melakuakan pertemuan secara intensif antara sesama anggota sehingga peran sebagai koordinator dapat berjalan dengan baik. Selain itu Forum DAS dapat merencanakan dan berkoordinasi dengan KTH dan BPDAS tentang rencana kegiatan yang akan dilakukan serta besar anggaran yang tersedia. PDAM dan DSA sebagai penyedia jasa air dapat memanfaatkan aliran air sungai sebagai sumber air untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat, karena ketersediaan air di sungai msh dapat digunakan untuk kebutuhan masyarakat. sebagai penyedia jasa air, maka PDAM dan DSA dapat secara rutin melakukan himbawan dan sosialisasi tentang pentingnya konservasi daerah sumber air dan menghimbau masyarakat yang ada di hulu DAS untuk tidak mengkonversi daerah sumber air dari hutan menjadi penggunaan lain. Bentuk aplikasi dari program kolaborasi antara para stakeholders adalah pemilihan jenis yang cocok untuk ditanam di lapangan lewat program perencanaan bersama antara BPDAS dan Instansi terkait juga melibatkan Forum DAS dalam perencanaan, yang mana Forum DAS sebagai jembatan antara kelompok tani hutan dan BPDAS. Keterlibatan Forum DAS ini diharapkan menyampaikan keinginan kelompok tani hutan dalam menetapkan jenis bibit yang akan ditanam dengan pertimbangan bahwa jenis yang dipilih adalah jenis lokal yang mudah menyesuaikan dengan lingkungan dan atas keinginan masyarakat serta sejalan dengan fungsi untuk konservasi. Pentingnya koordinasi adalah bagaimana melibatkan komponen dalam menjaring aspirasi antara para stakeholders pengelolaan DAS, artinya dalam melakukan perencanaan kiranya BPDAS dan instansi terkait dapat melibatkan perwakilan dari Forum DAS untuk sama-sama melakukan perencanaan, terkait lokasi penanaman yang tepat sesuai dengan lahan yang tersedia berdasarkan kepemilikan kelompok tani hutan. Hal lain adalah lewat kegiatan yang dilaksanakan kiranya dapat membuka akses penelitian untuk akademisi sehingga dengan sendirinya dapat mengurangi kendala pada akademisi. Akses yang dimaksud adalah bagaimana akademi melakukan pendataan dan pengamatan terhadap kegiatan yang terkait dalam program antara sektor yang terlibat dalam pengelolaan DAS. Harapannya lewat hasil penelitian tersebut kiranya dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengelolaan DAS yang lebih baik. Pendampingan kepada masyarakat hulu merupakan tanggungjawab bersama antara stakeholders pengelolaan DAS yang ada karena proses pendampingan yang dilakukan secara intensif dapat menyadarkan dan membuat masyarakat hulu umumnya dan kelompok tani hutan menjadi sadar dan mandiri, serta dapat menjadi masyarakat yang konservatif. Untuk itu perlu adanya pendampingan bersama antara BPDAS dan instansi terkait, Forum DAS, akademisi, penyedia jasa air, kewang lingkungan hidung, LSM dan Sinode GPM kepada masyarakat hulu. Dalam melakukan pendampingan kiranya dilakukan dengan tujuan yang sama walaupun lintas sektor sehingga hulu DAS tetap berfungsi sebagai kawasan konservasi. Program konservasi terhadap hulu DAS yang dilakukan secara kolaboratif oleh berbagai stakeholders pengelolaan DAS maka diyakini akan membuat kawasan hulu DAS Kota Ambon menjadi baik. Dengan baiknya hulu DAS kota Ambon maka akan berdampak pada stabilnya atau tersediaan air di sungai yang dapat dimanfaatkan oleh PDAM sebagai sumber air bersih ataupun digunakan oleh masyarakat untuk mandi, cuci dan kakus. Konsumsi air di Kota Ambon akan meningkat seiring dengan tingkat pertumbuhan berbagai sektor. Pertumbuhan berbagai sektor tidak dapat mengikuti kondisi pertumbuhan saat ini, tetapi harus di kurangi tingkat pertumbuhan khususnya pada lokasi penelitian di DAS Kota Ambon dengan pertimbangan bahwa pertumbuhan secara umum yang terjadi di Kota Ambon akan berjalan semestinya namun namun disebar untuk lokasi lain di Kota Ambon. Sebagai contoh bahwa pertumbuhan industri 13,66 di Kota Ambon saat ini, namun untuk lokasi DAS Kota Ambon untuk tahun 2013 kedepannya diasumsikan sebesar 3,66 sedangkan 10 sisanya pada lokasi lain di Kota Ambon, hal inipun berlaku untuk pertumbuhan penduduk, hotel, rumah sakit. Dengan pertimbangan ini maka dapat mengurangi kebutuhan air terhadap berbagai karena terkait dengan indeks penggunaan air. Apabila kelembagaan pengelolaan DAS di Kota Ambon ini Gambar 74 dapat berfungsi dengan baik dan model dinamik yang direncanakan berjalan dengan baik maka dipastikan bahwa keberlanjutan DAS dalam menyediakan air dapat berkelanjutan. Hal ini terlihat dari keberlanjutan multidimensi DAS secara eksisting sebesar 50,98 yang tergolong cukup berkelanjutan akan berubah menjadi berkelanjutan sebesar 75,23 Gambar 76. Hal ini dapat terjadi bila peran stakeholders berjalan dengan baik dalam mengelola kawasan DAS di Kota Ambon sehingga hutan menjadi lebih baik, serta penyedia jasa air dapat memasok kebutuhan air untuk masyarakat secara berkesinambungan. Faktor pengungkit yang diyakini akan meningkatkan keberlanjutan dari DAS Kota Ambon untuk dimensi ekologi adalah alih fungsi lahan pada kawasan lindung menjadi permukiman yang semula berjalan dengan cepat akan berubah menjadi lambah karena kawasan hulu DAS menjadi area konservasi, adanya kinerja dari stakeholders yang berjalan dengan baik, serta mendapat dukungan dari pihak legislasi dengan adanya aturan-aturan yang lebih bersifat konservasi; dengan adanya kegiatan ekstensifikasi lahan pertanian berbasis agroforestri pada lahan semak dan luasan hutan sekunder yang tetap terjaga maka akan menaikan luasan bervegetasi menjadi lebih dari 75 dengan pertimbangan bahwa lahan PLK dan PLKC dimanfaatkan oleh petani sebagai peningkatan ekonomi masyarakat; pola pertanian yang dilaksanakan oleh petani adalah pola pertanian konservatif; koefisien resim sungai yang merupakan perbandingan antara debit maksimum dibagi debit minimum setidaknya tidak melebihi 120; keberhasilan program rehabilitasi DAS Kota Ambon yang direncanakan dapat mencapai lebih dari 80. Atribut dari dimensi sosial yang meningkatkan keberlanjutan DAS setelah semua stakeholders bekerja dengan baik adalah persepsi dan pengetahuan lingkungan dari masyarakat tentang upaya pengelolaan lingkungan akan menjadi tinggi, hal ini terjadi karena masyarakat terlibat langsung dan juga peran stakeholders sebagai pendampingan berjalan dengan baik; partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DAS akan menjadi tinggi dengan pertimbangan bahwa masyarakat yang diberi kesempatan untuk menyusun program dan masyarakat yang diberi kesempatan untuk mengelola DAS bersama-sama dengan stakeholders lokal lainnya; penyuluhan tentang kelestarian DAS akan sering dilakukan oleh stakeholders yang mempunyai peran yaitu LSM, Sinode GPM, Kewang Lingkungan Hidup bekerja dengan baik sesuai tugas dan tanggungjawabnya. Atribut dari dimensi ekonomi yang meningkatkan keberlanjutan DAS setelah semua stakeholders bekerja dengan baik adalah pendapatan petani dari pertanian agroforestri menjadi sangat tinggi karena lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian selain PLK dan PLKC juga termasuk lahan semak; dan potensi objek wisata yang ada dapat di manfaatkan lewat pengelolaan yang baik oleh instansi terkait dengan melibatkan masyarakat menjadi tenaga kerja dan terutama peningkatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan wisata. Gambar 76. Diagram layang-layang multidimensi pengelolaan DAS Kota Ambon hasil modifikasi Status Keberlanjutan DAS Kota Ambon 82,02 75,39 70 20 40 60 80 100 Dimensi Ekologi Dimensi Ekonomi Dimensi Sosial

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan di depan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Kondisi tutupan lahan di Daerah Aliran Sungai DAS Kota Ambon antara Tahun 2002-2009 menunjukkan penutupan lahan yang mengalami kenaikan luasan adalah hutan sekunder sebesar 745,20 ha, lahan terbuka sebesar 24,29 ha, permukiman sebesar 19,06 ha serta semak belukar 1.419,04 ha; sedangkan tutupan lahan yang mengalami penurunan adalah pertanian lahan kering campur sebesar 1.369,95 ha dan pertanian lahan kering sebesar 838,15 ha. 2. Model SWAT mampu digunakan untuk mengetahui kondisi karakteristik hidrologi. Debit andalan yang merupakan ketersediaan air sungai untuk kelima DAS sebesar 18.417.024,00 m 3 . 3. Hasil analisis kebutuhan air Tahun 2010 terhadap kebutuhan air sektor domestik sebesar 7.561.097 m3tahun, kebutuhan air ternak sebesar 51.320 m3tahun, serta kebutuhan air industri sebesar 8.262.432 m3tahun. Total produksi PDAM Kota Ambon pada kondisi minimum sebesar 6.732.940 m3tahun sehingga produksi masih belum memenuhi kebutuhan air di Kota Ambon. 4. a. Status keberlanjutan multidimensional Daerah Aliran Sungai di Kota Ambon sebesar 50,97 tergolong cukup berkelanjutan. Faktor pengungkit sensitif yang dapat mempengaruhi indeks keberlanjutan ini sebanyak 13 faktor yang sifatnya dapat dipertahankan dan dapat di intervensi. b. Kegiatan RHL+ekstensifikasi pertanian dengan sistem agroforesti mampu menyediakan air di DAS serta mampu menaikkan ekonomi masyarakat sehingga dipilih sebagai model pengelolaan DAS di Kota Ambon. c. Kelembagaan yang mempunyai peranan penting dalam rehabilitasi kawasan konservasi DAS Kota Ambon adalah BPDAS Wae Hapu-Batu Merah, dengan perpanjangan tangan kepada Forum DAS Maluku dan melakukan pembinaan pada kelompok tani hutan.

6.2. Saran

1. Pemerintah daerah perlu melakukan kontrol dalam kaitannya dengan laju perubahan tutupan lahan dalam kaitanya dengan karakteristik hidrologi, mengingat Kota Ambon yang berada pada pulau kecil sangat rentan terhadap ketersediaan air. 2. Perlu diprioritaskan perbaikan dimensi keberlanjutan yang memiliki indeks keberlanjutan kurang yaitu dimensi ekologi seperti alih fungsi kawasan, melakukan pengelolaan DAS dengan skenario ekstensifikasi pertanian agroforestry, dan perlu menjaga serta meningkatkan indek keberlanjutan multidimensi karena tingkat keberlanjutannya masih sangat mudah untuk berubah ke arah kurang berlanjut. 3. PDAM perlu meningkatkan pasokan air bersih bagi kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan faktor kebocoran maupun sumber mata air yang baru. 4. Pemerintah daerah dapat melakukan kontrol pertumbuhan permukiman dengan cara melakukan perencanaan terhadap lokasi permukiman yang baru mengingat DAS Kota Ambon sudah mengarah pada kerusakan di daerah hulu DAS Kota Ambon. 5. Perlu dilakukan desalinisasi air laut untuk memenuhi kekurangan air atau sharing dari DAS lain yang ada di Pulau Ambon. 6. Dalam rangka pengelolaan DAS Kota Ambon dengan baik maka kelembagaan pengelolaan DAS perlu ditingkatkan kinerjanya dan pemerintah daerah lewat instasi terkait perlu melakukan proses pendampingan dan pembinaan terhadap kelembagaan pengelolaan DAS secara intensif. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2002. Basan Standarisasi Nasional. SNI 19-6728.1-2002 Penyusunan Neraca Sumberday Air. Anonim, 2004. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 25KPTS-II2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Penghutanan Sosial, Direktorat Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. Republik Indonesia. Jakarta. Anonim, 2004. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004. Sumber Daya Air. Anonim, 2006. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 20PRTM2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum KSNP-SPAM. Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Jakarta. Anonim, 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 18PRTM2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan sistem Penyediaan Air minum. Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Jakarta. Anonim, 2008. Pemantauan Sumber Daya Hutan. Pusat Inventarisasi Dan Perpetaan Kehutanan Badan Planologi Kehutanan. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta Anonim, 2009. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Edisi kedua. IPB Press. Bogor. Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Cetakan keempat, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. Black P.E. 1996. Watershed Hydrlogy. Sec. Edition. State Univ. of New York. College of Environmental Sciense and Forestry. Syracuse, New York. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kota Ambon, 2007. Kota ambon dalam Angka Tahun 2007. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kota Ambon, 2007. Kota ambon dalam Angka Tahun 2008. Bertram G. 1986. Sustainable Development in Pasific Micro-economies. World Dev. 14 7, 809-822 Dahuri R.H., Rais J., Ginting S.P., Sitepu M.J. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramitha. Jakarta. Defra Making Space for Water. 2004. Taking forward a New Goverment Strategy for Flood and Coastal Erosion Risk Management in England. In: First Government Response to The Autumn 2004 Making Spacee for Water Exercse. www.defra.gov.ukenvironment.waterqualitynitrate . Djuansah M.R., Sastramihardja T.P., Hadi I. 2004. Sumber Daya Air Pulau Ambon: Tinjauan Hidrogeologi dan Hidrokimia Semenanjung Hitu Pulau Ambon. Sumber Daya Air di Pulau Kecil. Penerbit LIPI Press. Jakarta. Eda L. E. H., Chen W. 2010. Integrated Water Resources Management in Peru. International Society for Environmental Information Sciences 2010 Annual Conference ISEIS. Procedia Environmental Sciences 2 2010 340 –348. Available online at www.sciencedirect.com . Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Jilid 1. IPB Press Bogor. Fauzi A., Anna Z. 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan. Untuk Analisis Kebijakan. Jakarta, Gramedia. Gizelis T. I., Wooden A. E. 2010. Water resources, institutions, intrastate conflict. journal homepage: www.elsevier.comlocatepolgeo . Political Geography 29 2010 444e453. Hartrisari 2007. Sistem Dinamik. Konsep Sistem dan Pemodelan Untuk Industri dan Lingkungan. Seameo Biotrop, Bogor. Hasibuan A.S., 2005. Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Bagian Hulu Untuk Efektivitas Waduk: Studi Kasus DAS Citarum Hulu Terhadap Efektivitas Waduk Saguling di Propinsi Jawa Barat. [Disertasi] Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hehanussa P.E., Bakti H. 2005. Sumber Daya Air di Pulau Kecil. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta Humfschmidt M.M. 1987. A Conseptual Framework for The Analysis of Integrated River Basin DevelopmentWatershed Management Program. Environment of policy institute, East West Small Center, Honolulu-Hawai. Jacob A. 2009. Alternatif Pengelolaan Lahan Optimal Untuk Pelestarian Sumberdaya Air di Pulau Ambon. [Disertasi] Institut Pertanian Bogor. Bogor. Karageorgis A. P., Skourtos M.S., Kapsimalis V., Kontogianni A.D., Skoulikidis N.Th., Pagou K., Nikolaidis N.P., Drakopoulou P., Zanou B., Karamanos H., Levkov Z., Anagnostou Ch. 2004. An integrated approach to Watershed management within the DPSIR framework: Axios River catchment and Thermaikos Gulf. Received: 9 April 2003Accepted: 21 May 2004 Published online: 29 July 2004. Springer. Kartodiharjo H., Murtilaksono K., Sudadi U., 2004. Institusi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Konsep dan Pengantar. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Kartodiharjo H., Jhamtani H.. 2006. Politik Lingkungan dan Kekuasaan di Indonesia. Cetakan Pertama. Equinox Publishing Indonesia. Jakarta. Kodoatie R.J., Sjarief R. 2008, Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Edisi kedua, Yogyakarta, Penerbit Andi. Li Y., Zhao S., Kunzhao, Xie P., Fang J. 2006. Land-Cover Changes In An Urban Lake Watershed In A Mega-City, Central China. Environmental Monitoring and Assessment 115: 349-359. Springer. Lisnawati Y. 2006. Analisis Perubahan Penutupan lahan Dan Pengaruhnya Terhadap Debit Sungai Dan Daya Dukung Lahan Di Kawasan Puncak Kabupaten Bogor. Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Lokollo J.A., 2000. Analisis Pengaruh Perubahan Fungsi Ruang Hidrologi Terhadap Keseimbangan Air: Studi Kasus Kawasan Kotamadya Ambon, Propinsi Maluku. Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Ma J.Z., Wanga X.S., Edmunds W.M. 2005. The Characteristic of Ground-water Resources and Their Changes Under the Impact of Human activity in The Arid Northwest China-A Case Study of The Shiyang River Basin. Journal of Arid Environmentals 61 2005, 277-295. www.elsevier.comlocatejnlabryjare . Marimin, 2005. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo. Jakarta Muis B.A. 2005. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka HIjau Berdasarkan Kebutuhan Oksigen dan Air di Kota Depok Propinsi Jawa Barat. Tesis Program Studi Arsitektur Lanskap. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Murtilaksono K, 2009, Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan di Daerah Aliran Sungai, Makalah dibawakan pada Lokakarya RPJMN 2010 – 2014, Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI. Myers N., Mittermeier R.A., Mittermeier C.G., Fonseca G.A.B da, J. Kent. 2000. Biodivercity Hotspots for Concervation Priorities. Nature 403, 853-858. Neitch, S. L., Arnold, J.G., Kiniry, J.R., Srinivasan, R., and William, J.R. 2005. Soil and Water Assesment Tool InputOutput File Documentation Version 2005. Agricultural Research Service US. Texas. terhubung berkala. http:www.http.brc.tamus.eduswatdocument.html . Neitsch S.L., Arnold J.G., Kiniry J.R., Srinivasan R., Williams J.R. 2010. Soil andWater Assessment Tool, InputOutput File Documentation Version 2009.Grassland Soil and Water Research Laboratory, Agricultural ResearchService, Blackland Research Center-Texas Agricultural ExperimentStation. USA. Pakhmode V., Kulkarni H., Deolankar S.B.. 2003. Hydrological-drainage analysis in Watershed-programme planning: a case from the Deccan basalt, India. Received: 28 August 2002 Accepted: 17 June 2003 Published online: 28 August 2003. Springer-Verlag. Rahmadi A. 2002. Air Sebagai Indikator Pembangunan Berkelanjutan. Studi Kasus: Pendekatan Daerah Aliran Sungai. rahmaditisda.org . Reungsang, P et al. 2005. Calibration and Validation of SWAT for the Upper Maquoketa River Watershed. Center for Agriculture and Rural Development Lowa State University : Working Paper 05-WP 396. Rogers P.P, Jalal K.F, Boyd J.A. 2007. An Introduction to Sustainable Development. Earthscan, UK and USA. Salim E. 2005. Looking Back To Move Forward. Preface in Resosudarmo edt: The Politics and Economics of Indonesia’s Natural Resources. ISEAS, Singapore. Sharma Raj Hari, Shakya N.M. 2006 Hydrological Change and its Impact on Water Resources of Bagmati Watershed, Nepal. Journal of Hydrology 2006 327, 315-322. www.elsevier.comlocatehydrol . Siriwardena L., Finlayson B.L., McMahon T.A. 2006. The Impact of Land Use Change on Catchment Hydrology in Large Catchment: The Comet River, Central Queensland, Australia. Journal of Hydrology 326 2006, 199-214. www.elsevier.comlocatehydrol . Soerjani M., Ahmad R., Munir R.. 1987. Lingkungan: Sumberdaya Alam Dan Kependudukan Dalam Pembangunan. Penerbit Universitas Indonesia. UI- Press. Suhendy C.C.V., 2009. Kajian Spasial Kebutuhan Hutan Kota Berbasis Hidrologi di Kota Ambon. Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Suprayogi S., 2003. Prediksi Ketersediaan Air Menggunakan Tank Model dan Pendekatan Artificial Neural Network Studi Kasus Sub-DAS Ciriung Kabupaten Serang. [Disertasi] Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta. Penerbit Andi. Sutawan N. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Air UntuK Pertanian Berkelanjutan. Masalah dan Saran Kebijakan. Makalah disampaikan pada Seminar Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Tanah dan Air Yang Tersedia Untk Keberlanjutan Pembangunan, Khusus Untuk Sektor Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Udayana Bali. April 2001. Tideman E.M. 1996. Watershed Management Guidelines for Indian Condition. New Delhi. Omega Scientific Publisher. Tjiptasmara, Nurlela I., Karningsih N.. 2004. Analisis Hidrokimia Air Tanah di Kota Ambon Leitimor. Sumber Daya Air di Pulau Kecil. Penerbit LIPI Press. Jakarta. Tuhumury N.C. 2003. Analisis Pengaruh Perubahan Penutupan lahan Daerah Aliran Sungai Brantas Terhadap Keseimbangan Air Daerah Pesisir Sungai Brantas. Tesis Institut Pertanian Bogor. Tidak di publikasikan. Velde M. Van der, Green S.R., Vanclooster M., Clotheir B.E.. 2007. Sustainable Development in Small Island Developing State: Agriculture Intensification, Economic Development, and Freshwater Resources Management on The Coral Atoll of Tongatapu. Journal Ecological Economics. www.elsevier.comlocateecolocon , available at www.sciencedirect.com . Vink A, P, A. 1975. Land Use in Advancing Agriculture. Berlin Heidelberg. New York: Springer-Verlag Wheater H., Evans E.. 2009. Land Use, Water Management and Future Flood isk. Land Use Policy 26S 2009 S251-S264. http:www.elsevier.comlocatelandcoverpol . Land Use Policy 26S 2009 S251 –S264. Zhonggen W, Hongxing Z, Changming L, Xianfeng W, Weimin Z., 2004. A distributed hydrological model with its application to the Jinghe Watershed in the Yellow River Basin. Science in China Ser. E Engineering Materials Science 2004 Vol.47 Supp. I 60-71. Lampiran 1. Koordinat Titik Pengamatan Tutupan lahan Koordinat Titik Pengamatan Tutupan Lahan NO X Y KET_PL 1 128.21792 -3.67008 Hutan Lahan Kering Sekunder 2 128.21878 -3.67397 Hutan Lahan Kering Sekunder 3 128.22886 -3.67881 Semak Belukar 4 128.22919 -3.68156 Semak Belukar 5 128.16317 -3.73139 Pertanian Lahan Kering 6 128.16478 -3.73225 Hutan Lahan Kering Sekunder 7 128.17383 -3.73097 Semak Belukar 8 128.17681 -3.72103 Semak Belukar 9 128.17908 -3.71431 Lahan Terbuka 10 128.17694 -3.70353 Pemukiman 11 128.19750 -3.72964 Hutan Lahan Kering Sekunder 12 128.18642 -3.71933 Hutan Lahan Kering Sekunder 13 128.18678 -3.72383 Semak Belukar 14 128.19350 -3.71864 Lahan Terbuka 15 128.19203 -3.71731 Lahan Terbuka 16 128.18694 -3.70700 Pemukiman 17 128.19628 -3.70964 Semak Belukar 18 128.20042 -3.71142 Semak Belukar 20 128.21369 -3.71078 Pemukiman 21 128.20108 -3.70528 Semak Belukar 22 128.20100 -3.70456 Semak Belukar 23 128.19681 -3.69825 Pemukiman 24 128.20969 -3.70156 Hutan Lahan Kering Sekunder 25 128.21125 -3.68525 Semak Belukar 26 128.20631 -3.69867 Semak Belukar 27 128.21819 -3.69531 Pemukiman 28 128.21931 -3.68750 Pemukiman 29 128.22578 -3.68617 Pertanian Lahan Kering Campur 30 128.21881 -3.68494 Pemukiman 31 128.21169 -3.67592 Pemukiman 32 128.22258 -3.67528 Semak Belukar 33 128.19928 -3.68414 Semak Belukar 34 128.20161 -3.68731 Semak Belukar 35 128.19164 -3.68697 Pertanian Lahan Kering 36 128.19575 -3.68958 Pertanian Lahan Kering 37 128.21403 -3.68808 Lahan Terbuka 38 128.21011 -3.68967 Semak Belukar 39 128.20142 -3.68939 Semak Belukar 40 128.19964 -3.68886 Semak Belukar 41 128.17531 -3.70039 Pemukiman 42 128.19147 -3.67472 Pemukiman 43 128.21842 -3.66658 Semak Belukar 44 128.19939 -3.67247 Semak Belukar 45 128.18619 -3.69169 Pemukiman 46 128.17889 -3.72689 Pertanian Lahan Kering Campur 47 128.21994 -3.69433 Hutan Lahan Kering Sekunder 48 128.22119 -3.69283 Lahan Terbuka 49 128.20856 -3.71439 Hutan Lahan Kering Sekunder 50 128.21108 -3.72094 Hutan Lahan Kering Sekunder 51 128.22583 -3.69036 Semak Belukar 52 128.23386 -3.69222 Semak Belukar 53 128.22575 -3.69419 Semak Belukar 54 128.16968 -3.71588 Pertanian Lahan Kering Campur 55 128.17374 -3.71100 Pertanian Lahan Kering Campur 56 128.18993 -3.71264 Pertanian Lahan Kering Campur 57 128.22019 -3.68094 Pertanian Lahan Kering Campur 58 128.20968 -3.66480 Pertanian Lahan Kering Campur 59 128.21832 -3.66426 Pertanian Lahan Kering Campur 60 128.18913 -3.70098 Pertanian Lahan Kering Campur 61 128.19656 -3.69543 Pertanian Lahan Kering Campur 62 128.20548 -3.68744 Pertanian Lahan Kering Campur 63 128.20966 -3.68147 Pemukiman 64 128.17010 -3.70557 Pemukiman 65 128.18428 -3.69827 Pemukiman Lampiran 2. Kondisi Tutupan Lahan Lokasi Penelitian Tabel Jenis dan Luas Area Tutupan Lahan DAS Kota Ambon Tahun 2002 Jenis Tutupan Lahan Batu Gajah Batu Gantung Batu Merah Wai Ruhu Wai Tomu Total Ha Ha Ha Ha Ha Hutan Sekunder 428,99 59,82 1,21 0,40 206,90 19,53 96,36 6,43 185,51 33,94 918,96 Kebun Campuran 206,66 28,82 166,38 55,37 540,69 51,03 570,37 38,04 196,86 36,01 1.680,94 Lahan Terbuka 9,35 1,30 32,96 10,97 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 42,31 Pemukiman 67,13 9,36 61,02 20,31 282,86 26,69 14,52 0,97 53,52 9,79 479,06 Pertanian Lahan 5,00 0,70 38,92 12,95 26,57 2,51 817,97 54,56 91,14 16,67 979,60 Semak Belukar 0,00 0,00 0,00 0,00 2,63 0,25 0,00 0,00 19,61 3,59 22,23 T o t a l 717,12 100,00 300,48 100,00 1.059,64 100,00 1.499,22 100,00 546,63 100.00 4.123,09 Tabel Jenis dan Luas Area Tutupan Lahan DAS Kota Ambon Tahun 2009 Jenis Tutupan Lahan Batu Gajah Batu Gantung Batu Merah Wai Ruhu Wai Tomu Total Ha Ha Ha Ha Ha Hutan Sekunder 352.05 49.09 59.93 19.94 335.96 31.70 620.05 41.36 296.70 54.28 1664.68 Kebun Campuran 23.94 3.34 56.93 18.95 22.39 2.11 147.05 9.81 60.67 11.10 310.99 Lahan Terbuka 19.29 2.69 6.63 2.21 19.68 1.86 5.66 0.38 15.35 2.81 66.60 Pemukiman 85.78 11.96 53.83 17.91 228.28 21.54 69.64 4.64 60.60 11.09 498.12 Pertanian Lahan 51.42 7.17 9.78 3.25 62.59 5.91 0.00 0.00 17.65 3.23 141.45 Semak Belukar 184.64 25.75 113.38 37.73 390.75 36.88 656.83 43.81 95.66 17.50 1441.27 T o t a l 717.12 100.00 300.48 100.00 1059.64 100.00 1499.22 100.00 546.63 100.00 4123.10 Lampiran 2. Lanjutan Besarnya Perubahan Luasan Tutupan Lahan Tahun 2002 ke Tahun 2009 Di Lokasi Penelitian Jenis Tutupan Lahan Batu Gajah ha Batu Gantung ha Batu Merah ha Wai Ruhu ha Wai Tomu ha 2002 2009 Selisih 2002 2009 Selisih 2002 2009 Selisih 2002 2009 Selisih 2002 2009 Selisih Hutan Sekunder 428.99 352.05 76.95 1.21 59.93 -58.72 206.90 335.96 -129.06 96.36 620.05 -523.70 185.51 296.70 -111.19 Kebun Campuran 206.66 23.94 182.71 166.38 56.93 109.44 540.69 22.39 518.30 570.37 147.05 423.32 196.86 60.67 136.19 Lahan Terbuka 9.35 19.29 -9.94 32.96 6.63 26.33 0.00 19.68 -19.68 0.00 5.66 -5.66 0.00 15.35 -15.35 Pemukiman 67.13 85.78 -18.65 61.02 53.83 7.19 282.86 228.28 54.58 14.52 69.64 -55.11 53.52 60.60 -7.08 Pertanian Lahan kering 5.00 51.42 -46.43 38.92 9.78 29.14 26.57 62.59 -36.02 817.97 0.00 817.97 91.14 17.65 73.49 Semak Belukar 0.00 184.64 -184.64 0.00 113.38 -113.38 2.63 390.75 -388.12 0.00 656.83 -656.83 19.61 95.66 -76.06 T o t a l 717.12 717.12 0.00 300.48 300.48 0.00 1059.64 1059.64 0.00 1499.22 1499.22 0.00 546.63 546.63 0.00 Lampiran 3. Hasil Analisis Tutupan Lahan Menggunakan MWSWAT Tabel Hasil Analisis SWAT Tahun 2002 No. DAS LUAS DAS ha BANYAKNYA SUBDAS TUTUPAN LAHAN CRWO FOEN CRDY URMD SHRB MIGS 1 WAI RUHU 1,524.97 21 824.75 54.08 104.66 6.86 559.66 36.70 14.41 0.94 0.00 0.00 2 BATU MERAH 578.13 9 1.13 0.20 129.25 22.44 309.65 53.56 133.86 23.65 3.66 0.11 - - 3 WAI TOMU 414.49 5 0.00 108.05 26.07 216.48 52.23 83.84 20.23 6.22 1.50 0.00 4 BATU GAJAH 550.53 7 93.64 17.01 179.65 32.63 202.63 36.81 50.3 9.14 20.54 3.73 0.00 5 BATU GANTUNG 865.07 15 22.8 2.64 402.72 46.55 336.13 38.86 34.57 4.00 0.00 14.04 1.62 Tabel Hasil Analisis SWAT tahun 2010 No. DAS LUAS DAS ha BANYAKNYA SUBDAS TUTUPAN LAHAN CRWO FOEN CRDY URMD SHRB MIGS 1 WAI RUHU 1,524.97 21 0.00 608.65 39.91 157.51 10.33 57.65 3.78 674.4 44.22 2.92 0.19 2 BATU MERAH 578.13 9 66.13 11.44 371.44 64.25 312.66 54.08 39.28 6.79 15.92 2.75 5.37 0.93 3 WAI TOMU 414.49 5 13.09 3.16 208.28 50.25 23.65 5.71 33.91 8.18 119.92 28.93 15.73 3.80 4 BATU GAJAH 550.53 7 22.04 4.00 292.31 53.10 63.4 11.52 56.8 10.32 94.39 17.15 17.15 3.12 5 BATU GANTUNG 865.07 15 66.13 7.64 371.44 42.94 312.66 36.14 39.28 4.54 15.92 1.84 5.37 0.62 Lampiran 3. Lanjutan Hasil Analisi SWAT Jenis Tanah DAS Kota Ambon No. DAS LUAS DAS ha BANYAKNYA SUBDAS TANAH PADSOLIK ALUVIAL LITOSOL KAMBISOL 1 WAI RUHU 1,524.97 21 639.27 41.92 545.34 35.76 152.42 9.99 166.46 10.92 2 BATU MERAH 578.13 9 391.42 67.70 114.74 19.85 71.97 12.45 3 WAI TOMU 414.49 5 137.25 33.11 81.58 19.68 0.00 195.76 47.23 4 BATU GAJAH 550.53 7 177.01 32.15 81.49 14.80 0.00 288.26 52.36 5 BATU GANTUNG 865.07 15 373.42 43.17 228.44 26.41 92.88 10.74 115.49 13.35 Hasil Analisis SWAT Kelerengan DAS Kota Ambon No. DAS LUAS DAS ha BANYAKNYA SUBDAS KELERENGAN 0-3 3-8 8-15 15-30 30-45 45 1 WAI RUHU 1,524.97 21 243.14 15.94 0.00 0.00 7.44 0.49 28.45 1.87 1224.46 80.29 2 BATU MERAH 578.13 9 118.51 20.50 0.00 0.00 4.05 0.70 13.28 2.30 442.29 76.50 3 WAI TOMU 414.49 5 57.18 13.80 0.00 0.00 2.07 0.50 8.38 2.02 346.95 83.71 4 BATU GAJAH 550.53 7 93.73 17.03 0.00 0.00 3.49 0.63 9.99 1.81 439.55 79.84 5 BATU GANTUNG 590.47 15 71.12 12.04 0.00 0.00 4.8 0.81 15.17 2.57 719.15 121.79