Output SWAT Karakteristik Hidrologi dan Debit Andalan

Tabel 29. Data sumber air dan produksi air PDAM Kota Ambon 2011 SUMBER DEBIT LITERDETIK Produksi air LITER MAX MIN MAX MIN AIR KELUAR 43 37 1.356.048 1.166.832 BATU GAJAH 10 3,5 315.360 110.376 WAINITU 86 72 2.712.096 2.270.592 WAIPOMPA 18 13,5 567.648 425.736 AP - 1 10 10 315.360 315.360 AP - 1A 10 10 315.360 315.360 AP - 2A 10 10 315.360 315.360 AP - 4 10 10 315.360 315.360 AP - SKIP 5 5 157.680 157.680 AP - POHON MANGGA 7,5 7,5 236.520 236.520 AP - 11 5 5 157.680 157.680 AP - 10 5 5 157.680 157.680 AP - 7 5 5 157.680 157.680 AP - 6 10 10 315.360 315.360 AP - 8 5 5 157.680 157.680 AP - 9 5 5 157.680 157.680 7.710.550 6.732.940 Sumber: PDAM Kota Ambon 2011 5.4. Pemodelan Daerah Aliran Sungai Kota Ambon Yang Berkelanjutan 5.4.1. Status Keberlanjutan DAS Kota Ambon Pengelolaan DAS Kota Ambon dilakukan oleh berbagai stakeholders dengan berbagai kepentingan dan pengaruh yang dimiliki terhadap interaksi antar pelaku. DAS memiliki berbagai produk barang dan jasa yang diperlukan bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat yang ada di DAS. Namun sebaliknya, DAS juga memberikan dampak negatif bagi masyarakat akibat memburuknya kualitas dan fungsi DAS. Manfaat yang diberikan oleh DAS diantaranya manfaat ekologis, ekonomis, maupun sosial dan budaya. Dalam suatu periode waktu manfaat ekonomi menjadi penting bagi masyarakat, namun pada saat yang berbeda manfaat ekologis menjadi sangat penting dan melebihi kepentingannya daripada manfaat sosial maupun ekonomi. Tingkat manfaat yang diperoleh sangat ditentukan oleh interaksi antar pelaku di dalam DAS dengan kondisi biofisik DAS. DAS Kota Ambon hulu merupakan bagian dari DAS yang termasuk dalam kategori kritis dan memerlukan prioritas penanganan yang lebih baik DAS Batu Merah. Perilaku DAS hulu Kota Ambon telah mengakibatkan banjir di wilayah hilir pada musim hujan. Akibat banjir menimbulkan kerugian baik moril maupun materiil yang terus berlangsung belakangan ini secara periodik pada musim hujan, penurunan kualitas air sungai, longsor pada beberapa titik maupun kejadian kekeringan pada musim kemarau. Secara teknis hidrologi, kondisi demikian dapat terjadi akibat tingginya limpasan air permukaan dan berlangsungnya erosi. Kondisi hidrologi DAS Kota Ambon ditunjukkan oleh ketidakstabilan debit air maksimum dan minimum di kelima sungai. Koefisien rejim sungai kelima DAS menunjukkan nilai di atas 120 yang berarti kondisi DAS Kota Ambon yang semakin buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status keberlanjutan DAS Kota Ambon dari dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial. Status keberlanjutan DAS dilakukan melalui penilaian keberlanjutan masing-masing dimensi dengan analisis terhadap atribut-atribut penyusunannya dengan metoda multidimensional scaling menggunakan Rap_Insus DAS Kota Ambon yang merupakan modifikasi dari Rapfish A Rapid Appraisal Technique for Fisheries yang biasa digunakan untuk menduga tingkat keberlanjutan pada perikanan tangkap dari berbagai dimensi.

5.4.2. Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi

Hasil analisis Rap-DAS Kota Ambon terhadap 9 atribut diperoleh bahwa nilai indeks tingkat keberlanjutan pada dimensi ekologi sebesar 38,55 terletak antara 25,00 –44,99 berarti kurang berkelanjutan. Nilai indeks berkelanjutan kurang dari 50 ini menunjukan semakin memburuknya kondisi ekologi wilayah DAS Kota Ambon. Kemampuan ekologi wilayah untuk mendukung aktivitas di wilayah tersebut semakin berkurang. Bila daya dukung ekologis ini dibiarkan maka berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi yang lain sehingga pengelolaan DAS Kota Ambon semakin tidak berkelanjutan. Hasil analisis keberlanjutan dimensi ekologi disajikan pada Gambar 52.