1. Dimensi ekologi 2. Dimensi ekonomi
3. Dimensi sosial
Pengelolaan DAS perlu dilakukan untuk menjaga ketersediaan air dan juga mampu meningkatkan nilai ekonomi lahan. Perbaikan nilai ekonomi lahan mampu
menyelesaikan masalah-masalah sosial yang timbul sehingga berdampak pada rusak ekologi. Kerusakan ekologi berhubungan langsung dengan penurunan
potensi ketersediaan air. Hal ini seperti membentuk siklus yang saling terkait dan mempengaruhi seperti Gambar 55 berikut.
Gambar 55. Hubungan ketergantungan antar sektor Bentuk pengelolaan DAS, haruslah mempertimbangkan ketiga sektor
utama di atas. Pengutamaan salah satu sektor akan mempengaruhi menurunnya sektor lain dan juga tindakan manajemen yang diambil.
5.4.6.2. Kondisi Eksisting 1
Submodel Sosial
Laju pertumbuhan penduduk di daerah penelitian mencapai 2,72tahun sejak Tahun 2005. Pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan meningkatnya
kepadatan dan kebutuhan lahan serta kebutuhan akan air. Selain itu, terjadi peningkatan laju pertumbuhan untuk sektor non-domestik seperti jumlah murid
dan guru yang ada di sekolah, pertumbuhan ternak, jumlah tempat tidur di hotel dan rumah sakit serta peningkatan jumlah industri. Adapun bentuk model
pertambahan pengguna air disajikan pada Gambar 56 berikut.
EKOLOGI
EKONOMI SOSIAL
Gambar 56. Submodel sosial Dari Gambar 56, terdapat 4 stok yang menggambarkan pertambahan
pengguna air. Pertumbuhan penduduk diduga dengan menggunakan laju pertumbuhan penduduk rata-rata. Pertumbuhan penduduk dibatasi oleh
ketersediaan lahan untuk permukiman. Dalam model ini diasumsikan 1 kepala keluarga kk terdiri dari 5 orang dan membutuhkan 80 m
2
untuk permukiman. Jika lahan yang tersedia sudah terbangun permukiman, maka pertumbuhan
penduduk dianggap 0. Selain itu, pertumbuhan industri ke depan hanya 3,36 sampai dengan Tahun 2028. Secara dinamis, pendugaan pertumbuhan penduduk
menggunakan rumus sebagai berikut: PendudukT = PendudukT - Dt + Pertambahan penduduk
Jumlah Penduduk awal = 168305 Pertambahan penduduk = Penduduk2.72100
Sedangkan untuk menduga pengguna air lainnya digunakan rumus umum yakni Jenis Pengguna AirT = Jenis Pengguna Air T - Dt + Pertambahan jenis
pengguna air Pertambahan jenis pengguna air = Jenis pengguna air x laju rata-rata
pertumbuhan tahunan . Adapun bentuk pertumbuhan pengguna air yang terjadi disajikan pada
Tabel 35 berikut.
Tabel 35. Pertumbuhan pengguna air di Kota Ambon Tahun
Pengguna Air Penduduk
Murid Guru
Hotel Industri
Rumah Sakit 2002
168.305 42.754
3.265 1.010
142 2.634
2003 172.883
45.345 3.503
1.199 161
2.634 2004
177.585 48.093
3.758 1.423
183 2.634
2005 182.416
51.007 4.032
1.689 209
2.634 2006
187.377 54.098
4.326 2.005
237 2.634
2007 192.474
57.377 4.642
2.380 269
2.634 2008
197.709 60.854
4.980 2.825
306 2.634
2009 203.087
64.541 5.343
3.353 348
2.634 2010
208.611 68.453
5.733 3.980
396 2.634
2011 214.285
72.601 6.151
4.725 450
2.634 2012
220.114 77.000
6.599 5.608
511 2.634
Pertambahan penduduk mempengaruhi peningkatan jumlah murid dan guru yang berkorelasi positif dengan kebutuhan air di sekolah. Selain itu, terjadi
peningkatan konsumsi air di rumah sakit dan hotel serta industri. Laju pertumbuhan murid dan guru mencapai 6,06, sedangkan laju pertumbuhan
pengguna hotel mencapai 18,7 dan industri sebesar 13,66. Selain itu, sektor peternakan juga menunjukkan angka meningkat, yakni sapi sebesar 6,32,
kambing sebesar 16,42 dan babi sebesar 9,8 serta unggas sebesar 16,63. Peningkatan penduduk, jumlah tempat tidur rumah sakit dan hotel selanjutnya
disebut sebagai sektor domestik, sedangkan ternak disebut sebagai sektor pertanian dan industri dikategorikan sebagai sektor industri.
2 Submodel Ekonomi
Masyarakat yang bergantung pada DAS mencapai lebih dari 40, yang mendapatkan manfaat berupa mata pencaharian sebesar 30. Secara umum, hutan
tidak memberikan manfaat ekonomi berarti dikarenakan status hutan adalah hutan lindung yang dikelola oleh Dinas Kehutanan Kota Ambon. Bentuk pengelolaan
hutan ke arah rehabilitasi dan pemanfaatan jasa lingkungan serta hasil hutan bukan kayu. Hal ini mengakibatkan laju perambahan dan pencurian kayu sangat
tinggi. Jumlah masyarakat yang mengelola lahan menjadi lahan pertanian sangat kecil.
Pendugaan nilai ekonomi lahan pada PLK pertanian lahan kering dengan mengasumsikan di lahan tersebut dilakukan penanaman sayuran. Modal awal
penanaman sayuran adalah Rp. 3,9 jutaha. Keuntungan dari penanaman sayur dihitung dengan rumus keuntungan-modalluas lahan PLK.
Pendugaan nilai ekonomi PLKC pertanian lahan kering campuran dihitung dengan asumsi bahwa pada lahan tersebut dilakukan penanaman dengan
pola agroforestri yakni mengkombinasikan jenis tanaman penghasil kayu mpts multi purpose tree sistem seperti tanaman buah dan sayuran. Penanaman sayuran
sangat bergantung pada tutupan tajuk tanaman penghasil kayu dan mpts. Untuk itu, asumsi yang digunakan dalam model ini adalah persentasi penanaman sayuran
terus menurun mengikuti laju pertumbuhan tajuk tegakan. Adapun asumsi tersebut adalah pada awal penanaman dilakukan penanaman sebanyak 30 dari luas lahan
PLKC. Empat tahun setelah penanaman, luas lahan yang dapat ditanam untuk sayuran adalah 20 dari luas lahan PLKC. Kemudian tujuh tahun setelah
penanaman, luas lahan yang dapat ditanam untuk sayuran adalah 10 dari luas lahan PLKC. Pada Sembilan tahun setelah penanaman, luas lahan yang dapat
ditanam untuk sayuran adalah 5 dari luas lahan PLKC dan selebihnya sudah tidak dapat dilakukan penanaman sayuran karena luas bidang dasar telah tertutupi
tajuk tegakan. Penanaman tanaman penghasil kayu dengan jarak tanam 10 x 10 m atau
terdapat 183 pohonha, dengan daur tebang 30 tahun. Sedangkan penanaman mpts alpukat dan cengkeh dengan jarak tanam 2 x 3 m atau masing-masing jenis
terdapat 5.739 pohon ha. Cengkeh dan alpukat akan berbuah pada umur tujuh tahun setelah penanaman, dengan produktivitas cengkeh 100 kghatahun dan
alpukat 750 kghatahun. Harga jual cengkeh adalah Rp. 50.000kg dan harga jual alpukat Rp. 5000kg. Harga kayu mahoni adalah Rp. 2.000.000m
3
. Pemanenan mahoni akan dilakukan setelah daur tebang yakni 30 tahun.
Pendugaan kondisi eksisting ekonomi lahan masih menggunakan pola penanaman PLK sebagai nilai lahan. Adapun nilai ekonomi PLKC merupakan
simulasi skenario pengembangan ekstensifikasi lahan pertanian dengan pola agroforestri. Bentuk pengelolaan pun dalam bentuk pertanian lahan kering PLK.
Adapun bentuk sub-model disajikan pada Gambar 57 berikut.