Kondisi Habitat Lokasi A Tingkat gangguan rendah

Tabel 3.1 Perbandingan komposisi jenis pada lokasi dengan gangguan gangguan rendah, sedang dan tinggi tata nama: Sukmantoro et al. 2007 No Nama Ilmiah Nama indonesia Famili Tingkat Gangguan Rendah Sedang Tinggi 1 Turnix suscitator Gemak Loreng Turnicidae √ √ 2 Amaurornis phoenicurus Kareo Padi Rallidae √ √ 3 Treron vernans Punai Gading Columbidae √ 4 Streptopelia chinensis Tekukur Biasa Columbidae √ √ √ 5 Chalcopaps indica Delimukan Zamrud Columbidae √ 6 Psittacula alexandri Betet Biasa Psittacidae √ 7 Cacomantis merulinus Wiwik Kelabu Cuculidae √ √ √ 8 Cacomantis sepulcralis Wiwik Uncuing Cuculidae √ 9 Cacomantis sonneratii Wiwik Lurik Cuculidae √ √ 10 Surniculus lugubris Kedasi Hitam Cuculidae √ 11 Centropus bengalensis Bubut Alang-alang Cuculidae √ √ √ 12 Otus lempiji Celepuk Reban Strigiformes √ 13 Caprimulgus macrurus Cabak Maling Caprimulgidae √ 14 Collocalia linchi Walet Linci Apodidae √ √ √ 15 Alcedo meninting Rajaudang Meninting Alcedinidae √ √ √ 16 Halcyon cyanoventris Cekakak Jawa Alcedinidae √ √ √ 17 Halcyon chloris Cekakak Sungai Alcedinidae √ √ √ 18 Dendrocopos macei Caladi Ulam Picidae √ 19 Hirundo tahitica Layanglayang Batu Hirundinidae √ √ 20 Aegithina tiphia Cipoh Kacat Chloropseidae √ 21 Pycnonots aurigaster Cucak Kutilang Pycnonotidae √ √ √ 22 Dicrurus macrocercus Srigunting Hitam Dicruridae √ 23 Oriolus chinensis Kepudang Kuduk-hitam Oriolidae √ 24 Corvus macrorhynchos Gagak Kampung Oriolidae √ 25 Pellorneum capistratum Pelanduk Topi-hitam Timaliidae √ √ √ 26 Malacocinla sepiarium Pelanduk Semak Timaliidae √ √ √ 27 Orthotomus sutorius Cinenen Pisang Silviidae √ √ √ 28 Orthotomus sepium Cinenen Jawa Silviidae √ √ √ 29 Prinia familiaris Perenjak Jawa Silviidae √ √ 30 Prinia polychroa Perenjak Coklat Silviidae √ √ 31 Rhipidura javanica Kipasan Belang Muscicapidae √ 32 Artamus leucorhynchus Kekep Babi Artamidae √ 33 Lanius tigrinus Bentet Loreng Laniidae √ 34 Lanius schach Bentet Kelabu Laniidae √ 35 Nectarinia jugularis Burungmadu Sriganti Nectariniidae √ √ √ 36 Arachnothera longirostra Pijantung Kecil Nectariniidae √ 37 Dicaeum trigonostigma Cabai Bunga-api Dicaeidae √ 38 Dicaeum trochileum Cabai Jawa Dicaeidae √ √ √ 39 Passer montanus Burunggereja Erasia Ploceidae √ √ 40 Lonchura leucogastroides Bondol Jawa Ploceidae √ √ √ 41 Lonchura punctulata Bondol Peking Ploceidae √ √ Total jenis 27 28 24 Gambar 3.2 Perbandingan penemuan jumlah jenis dan dan pengambilan titik pada lokasi dengan berbagai tingkat gangguan Lokasi dengan tingkat gangguan rendah memiliki nilai indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tertinggi H’ = 2.53; D Mg = 5.17 walaupun jumlah jenis tertinggi 68 tercatat di lokasi dengan tingkat gangguan sedang Tabel 3.2. Lokasi dengan gangguan tinggi memiliki nilai indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis burung paling rendah H’ = 1.84; D Mg = 3.68 walaupun titik pengamatan lebih banyak dibandingkan dengan dua lokasi yang lainnya. Meskipun keanekaragaman jenis di lokasi dengan tingkat gangguan rendah lebih tinggi daripada lokasi dengan gangguan sedang dan tinggi, namun jika dilihat dari jumlah individu yang tertangkap dan teramati, lokasi dengan tingkat gangguan tinggi memiliki jumlah individu paling banyak 55 dibandingkan dengan lokasi pada tingkat gangguan rendah 17 maupun gangguan sedang 28. Tabel 3.2 Jumlah pengambilan contoh, keanekaragaman dan kekayaan jenis serta individu pada lokasi dengan tingkat gangguan berbeda menggunakan metode IPA dan mist net Tingkat gangguan habitat Rendah Sedang Tinggi Jumlah titik 20 20 30 Jumlah jam jala 6816 6336 6514 Jumlah jenis total 27 66 28 68 24 59 Jumlah individu total 153 17 262 28 516 55 Keanekaragaman H’ 2.53 2.40 1.84 Kekayaan DMg 5.17 4.85 3.68 5 10 15 20 25 30 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 Jum lah je nis Jumlah titik Gangguan rendah Gangguan sedang Gangguan tinggi Kelimpahan Individu Komunitas burung di Kampus IPB Darmaga didominasi oleh jenis-jenis burung dari suku Cuculidae 12.20 dari 41 jenis burung yang tertangkap dan teramati. Jenis-jenis tersebut adalah Wiwik Kelabu, Wiwik Uncuing, Wiwik Lurik, Kedasi Hitam dan Bubut Alang-alang. Pada tingkat individu, suku Ploceidae paling mendominasi yaitu 403 individu 43.29 dari 931 burung yang yang tertangkap dan teramati merupakan anggota dari famili tersebut Tabel 3.3. Suku ini terdiri dari tiga jenis yaitu Burunggereja Erasia sebanyak 29.68 268 individu; IPA = 109, mist net = 159, Bondol Jawa sebanyak 13.18 119 individu; IPA = 109, mist net = 10 dan Bondol Peking sebanyak 1.77. 16 individu; IPA = 7, mist net = 9. Suku Apodidae memiliki jumlah individu yang banyak walaupun hanya terdiri dari satu jenis yaitu Walet Linci Tabel 3.3. Uji chi square menunjukkan bahwa jumlah jenis yang tertangkap dan teramati tidak berbeda nyata untuk setiap suku χ 2 = 15.68, df = 22, P 0.05, namun berbeda sangat nyata antara jumlah individu yang tertangkap dan teramati pada masing-masing suku χ 2 = 4180.13, df = 22, P 0.01. Tabel 3.3 Suku, jumlah jenis dan jumlah individu yang ditangkap dan diamati pada semua lokasi Suku Jumlah Jenis Individu Turnicidae 1 2.44 9 0.97 Rallidae 1 2.44 2 0.21 Collumbidae 3 7.32 27 2.90 Psittacidae 1 2.44 12 1.29 Cuculidae 5 12.20 24 2.58 Strigiformes 1 2.44 1 0.11 Caprimulgidae 1 2.44 1 0.11 Apodidae 1 2.44 153 16.43 Alcedinidae 3 7.32 24 2.58 Picidae 1 2.44 4 0.43 Hirundinidae 1 2.44 38 4.08 Chloropseidae 1 2.44 4 0.43 Pycnonotidae 1 2.44 96 10.31 Dicruridae 1 2.44 1 0.11 Oriolidae 2 4.88 2 0.21 Timaliidae 2 4.88 38 4.08 Silviidae 4 9.76 50 5.37 Muscicapidae 1 2.44 1 0.11 Artamidae 1 2.44 1 0.11 Laniidae 2 4.88 2 0.21 Nectariniidae 2 4.88 8 0.86 Dicaeidae 2 4.88 30 3.22 Ploceidae 3 7.32 403 43.29 Total 41 100 931 100 Individu dengan kelimpahan tertinggi adalah Burunggereja Erasia 268 individu, 29 yang ditemukan di lokasi dengan tingkat gangguan rendah dan tinggi Tabel 3.3. Jenis ini hanya tertangkap pada lokasi dengan tingkat gangguan rendah 4 individu, 1 dan tertangkap serta teramati pada lokasi dengan tingkat gangguan tinggi 264 individu, 99. Jenis ini merupakan jenis yang paling sering tertangkap dengan jala kabut 155 individu, 66 dan merupakan individu dominan di lokasi dengan tingkat gangguan tinggi. Jenis burung yang mendominasi berdasarkan kedua metode IPA dan mist net pada lokasi dengan tingkat gangguan rendah adalah Cucak Kutilang sebanyak 34 52 individu; IPA = 48, mist net = 4, pada lokasi dengan tingkat gangguan sedang Walet Linci sebanyak 34 89 individu; IPA = 88, mist net = 1, dan pada lokasi dengan gangguan tinggi Burunggereja Erasia sebanyak 51 264 individu; IPA = 109, mist net = 155 Tabel 3.4. Kelimpahan individu bervariasi berdasarkan lokasi ditemukan jenis tersebut Lampiran 2. Beberapa jenis memiliki kelimpahan tinggi pada lokasi tertentu namun pada lokasi lain jenis ini memiliki kelimpahan rendah atau bahkan tidak ditemukan seperti Burunggereja Erasia. Selain itu terdapat beberapa jenis yang ditemukan di semua lokasi penelitian dengan kelimpahan yang hampir sama seperti Walet Linci, Bondol Jawa, dan Cabai Jawa Tabel 3.3. Jenis Cucak Kutilang melimpah pada lokasi dengan tingkat gangguan rendah 34 namun sangat kecil kelimpahannya pada lokasi dengan gangguan tinggi 2.5. Berbeda halnya dengan Walet Linci yang dapat ditemukan pada semua lokasi dengan kelimpahan yang relatif sama gangguan rendah = 13, gangguan sedang = 11, ganggun tinggi = 8.5. Bondol Jawa dan Cabai Jawa juga tercatat memiliki kelimpahan individu yang hampir merata pada semua lokasi penelitian Tabel 3.4. Tabel 3.4 Kelimpahan relatif pada habitat dengan gangguan sedang, rendah, tinggi dengan menggunakan metode IPA dan mist net No Jenis Tingkat gangguan habitat Rendah Sedang Tinggi 1 Tekukur Biasa 0.033 0.061 0.004 2 Wiwik Kelabu 0.026 0.019 0.006 3 Bubut Alang-alang 0.007 0.011 0.008 4 Walet Linci 0.131 0.340 0.085 5 Rajaudang Meninting 0.007 0.004 0.002 6 Cekakak Jawa 0.039 0.011 0.006 7 Cekakak Sungai 0.026 0.011 0.004 8 Cucak Kutilang 0.340 0.118 0.025 9 Pelanduk Topi-hitam 0.059 0.004 0.012 10 Pelanduk Semak 0.039 0.019 0.021 11 Cinenen Pisang 0.013 0.031 0.004 12 Cinenen Jawa 0.039 0.027 0.035 13 Perenjak Jawa 0.007 0.011 0.000 14 Burungmadu Sriganti 0.020 0.008 0.004 15 Cabai Jawa 0.046 0.027 0.029 16 Burunggereja Erasia 0.026 0.000 0.512 17 Bondol Jawa 0.046 0.149 0.141 Lokasi dengan tingkat gangguan tinggi merupakan lokasi dengan penemuan individu terbanyak dibandingkan lokasi lain yaitu sebanyak 516 inividu atau 55.42 metode IPA dan mist net. Uji chi square menunjukkan bahwa jumlah individu pada ketiga lokasi penelitian berbeda sangat nyata χ 2 = 223.85, df = 2, P 0.01. Jenis burung yang ditemukan pada lokasi dengan tingkat gangguan rendah memiliki komposisi individu yang berbeda sangat nyata untuk setiap jenis χ 2 = 466.67, df = 26, P 0.01. Hal yang sama juga tercatat pada lokasi dengan tingkat gangguan sedang χ 2 = 929.03, df = 27, P 0.01 dan lokasi dengan tingkat gangguan tinggi χ 2 = 3156.74, df = 23, P 0.01 yang memiliki komposisi individu per jenis sangat berbeda nyata. Lokasi dengan gangguan tinggi memiliki jenis yang termasuk kategori sering n 100 yaitu Burunggereja Erasia 264 individu. Kategori ini tidak ditemukan pada lokasi dengan tingkat gangguan rendah dan sedang Tabel 3.5. Selain itu lokasi dengan gangguan tinggi juga memiliki jenis dengan kategori umum paling banyak dibandingkan dengan habitat lain. Jenis-jenis yang termasuk kategori jarang dan tidak umum paling banyak ditemukan pada lokasi dengan gangguan rendah. Cucak Kutilang merupakan jenis dengan kategori umum yang ditemukan di semua lokasi penelitian, sedangkan jenis dengan kategori jarang yang ditemukan di semua lokasi adalah Burungmadu Sriganti dan Rajaudang Meninting. Tabel 3.5 Perbandingan kategori jenis dan jumlah individu pada lokasi dengan tingkat gangguan rendah, sedang dan tinggi Kategori jenis n Tingkat gangguan habitat Rendah Sedang Tinggi Sering 100 1 jenis 4 Umum 21-99 2 jenis 7 3 jenis 11 4 jenis 17 Tidak umum 5-20 8 jenis 30 7 jenis 25 6 jenis 25 Jarang 1-4 18 jenis 67 16 jenis 57 13 jenis 54 Kesamaan Komunitas Kesamaan komunitas tertinggi adalah antara habitat dengan gangguan sedang dan habitat yang memiliki gangguan tinggi. Analisis menghasilkan indeks kesamaan sebesar 69.20 Gambar 3.3. jenis-jenis yang ditemukan di lokasi dengan gangguan sedang namun tidak ditemukan di lokasi dengan gangguan tinggi adalah Caladi Ulam, Kepudang Kuduk-hitam, Bentet Loreng, dan Bentet Kelabu. Adapun jenis-jenis di lokasi gangguan tinggi yang tidak ditemukan di lokasi gangguan sedang yaitu Kareo Padi, Gagak Kampung, Kekep Babi dan Burunggereja Erasia. Kesamaan komunitas antara kedua lokasi ini gangguan sedang dan tinggi dengan lokasi tingkat gangguan rendah hanya 38.77. Sembilan jenis burung di lokasi dengan tingkat gangguan rendah, tidak ditemukan di lokasi dengan tingkat gangguan sedang dan tinggi. Jenis tersebut adalah Punai Gading, Celepuk Reban, Cabak Maling, Kedasi Hitam, Sigunting hitam, Kipasan Belang, Pijantung Kecil, Cipoh Kacat, dan Cabai Bunga-api. Hal ini menunjukkan bahwa di lokasi dengan tingkat gangguan rendah terdapat jenis-jenis spesialis. G K u g o p K p k b d d g p Gambar 3.3 Komposisi G Kom utama guild granivora p omnivora p paling mend Komposisi p penelitian komposisiny Kelo banyak darip demikian, an χ 2 = 3.5, d ditemukan d sedangkan k gangguan tin paling banya 0.05. 3 Dendogra gangguan Guild mposisi guild d , yaitu inse pemakan bij pemakan cam dominasi pad penyusun bu χ 2 = 5.82, ya jenis berb ompok jenis pada di habi nalisis statis df= 2, P 0 di habitat d kelompok pe nggi χ 2 = 0. ak ditemuka am kesamaa rendah, sed d pada ketig ektivora pem ji, karnivor mpuran. Bur da ketiga lo urung pemak df = 2, P beda untuk ti pemakan bu itat dengan t stik menunju 0.05. Kelom dengan gang emakan biji .6, df= 2, P an di habitat an komunit ang dan ting ga lokasi pe makan seran ra pemakan rung pemaka kasi peneliti ka serangga P 0.05, iap lokasi G uah di habit tingkat gang ukkan komp mpok pema gguan renda paling bany 0.05. Kel dengan gan tas burung ggi enelitian terd ngga, frugi n daging ata an serangga ian χ 2 = 59 a berbeda ny adapun un Gambar 3.4. tat dengan g guan rendah posisi tersebu akan vertebra ah χ 2 = 2.6 yak ditemuka ompok buru gguan tingg pada habit diri dari lim ivora pema au vertebrata merupakan 9.85, df = 4, yata pada ke ntuk guild gangguan se h dan tinggi. ut tidak berb ata lain pali 67, df= 2, P an pada habi ung pemakan i χ 2 = 2.67, 69. 38.77 tat dengan ma kategori kan buah, a lain dan guild yang P 0.01. etiga lokasi yang lain, edang lebih Walaupun beda nyata ing banyak P 0.05, itat dengan n campuran df= 2, P 20 Gambar 3.4 Komposisi guild jenis burung di tiga lokasi dengan tingkat gangguan berbeda Lokasi dengan gangguan rendah memiliki jenis karnivora paling banyak yaitu sebanyak tiga jenis, sedangkan di lokasi gangguan sedang dan tinggi masing-masing tercatat satu jenis guild karnivora Tabel 3.7. Bubut Alang-alang ditemukan di semua lokasi penelitian. Adapun yang hanya ditemukan di lokasi dengan gangguan rendah adalah Celepuk Reban dan Cabak Maling. Tabel 3.7 Perbandingan komposisi guild pada lokasi dengan tingkat gangguan habitat rendah, sedang dan tinggi Guild Tingkat gangguan Rendah Sedang Tinggi Insektivora 19 21 16 Frugivora 2 3 1 Granivora 2 2 3 Carnivora 3 1 1 Omnivora 1 1 3 Jumlah jenis 27 28 24 Pada habitat dengan tingkat gangguan rendah, komposisi guild berbeda sangat nyata untuk setiap kategori χ 2 = 43.16, df = 4, P 0.01. Perbedaan tersebut juga tercatat pada komposisi guild di habitat dengan gangguan sedang χ 2 = 53.43, df = 4, P 0.01, dan habitat dengan tingkat gangguan tinggi χ 2 = 160.8, df = 4, P 0.01. Pada kelompok guild pemakan serangga, secara spesifik terbagi lagi menjadi 8 kategori sesuai tempat dan cara mencari makan. Pada masing- masing habitat, komposisi guild serangga ini menunjukkan adanya perbedaan Gambar 3.5. Kelompok burung pemakan serangga di bagian batang BGI hanya ditemukan sebanyak satu jenis yaitu di lokasi dengan tingkat gangguan sedang yaitu Caladi Ulam yang tertangkap dengan jala kabut serta teramati saat pengamatan dengan menggunakan binokuler. Karnivora 70.37 75.00 66.67 7.41 10.71 4.17 7.41 7.14 12.50 11.11 3.57 4.17 3.70 3.57 12.50 Gangguan rendah Gangguan sedang Gangguan tinggi Insektivora Frugivora Granivora Karrnivora Omnivora Gambar 3.5 Komposisi guild pemakan serangga pada habitat dengan gangguan rendah sedang dan tinggi Keterangan: pemakan serangga sambil melayang AI, pemakan serangga yang aktif mencari makan di bagian tajuk pohon TFGI, pemakan serangga yang mencari makan di daerah batang pohon BGI, pemakan serangga yang mencari makan di daerah semak belukar SFGI, pemakan serangga yang mencari makanan di serasah atau lantai hutan LGI, pemakan serangga dan buah- buahan IF, pemakan serangga sekaligus pemakan nektar IN, pemakan serangga dan ikan atau vertebrata lain di dalam air IP. Bobot Tubuh Pada ketiga lokasi penelitian, sebanyak 297 individu berhasil ditangkap, namun yang berhasil ditimbang sebanyak 279 individu. Sebanyak 18 individu tidak berhasil ditimbang karena terlepas sebelum proses penimbangan atau lepas saat dilepaskan dari jaring. Individu dengan bobot 11 −20 g merupakan individu yang paling sering tertangkap yaitu 156 individu 55.91. Individu yang tertangkap dengan bobot di bawah 50 g sebanyak 270 individu 96.77, sedangkan individu yang tertangkap dengan bobot di atas 50 g sebanyak 9 individu 3.23. Sebanyak 26 individu berhasil ditangkap dan ditimbang di lokasi dengan gangguan rendah. Individu dengan bobot dibawah 10 g merupakan individu yang paling banyak tertangkap 9 individu, 34.61. Pada lokasi ini tidak ditemukan individu dengan bobot antara 51 −100 g, tetapi ditemukan 3 individu dengan bobot antara 101 −130 g. Pada lokasi dengan gangguan sedang berhasil ditangkap dan ditimbang sebanyak 35 individu. Sebanyak 11 individu 31.43 merupakan individu dengan bobot kurang dari 10 g. Bobot tertinggi di lokasi ini adalah antara 91 −100 g, dan tidak tertangkap individu yang lebih dari 100 g Tabel 3.8. Pada lokasi dengan gangguan tinggi, individu yang tertangkap dan berhasil ditimbang sebanyak 218 individu dan merupakan yang paling banyak diantara lokasi yang lainnya. Individu dengan bobot antara 11-20 g merupakan individu yang paling sering tertangkap di lokasi ini 150 individu, 68.81 Tabel 3.8. 1 2 3 4 5 AI TFGI BGI SFGI LGI IF IN IP Jum la h jenis Gangguan rendah Gangguan Sedang Gangguan tinggi Tabel 3.8 Perbandingan jumlah individu yang tertangkap dengan mist net berdasarkan bobot tubuh pada lokasi dengan tingkat gangguan rendah, sedang dan tinggi Bobot tubuh g Tingkat Gangguan Habitat Jumlah total Rendah Sedang Tinggi 10 9 11 30 50 11 −20 2 4 150 156 21 −30 8 6 32 46 31 −40 1 7 2 10 41 −50 3 4 1 8 51 −60 0 1 1 62 −70 0 71 −80 0 2 2 81 −90 0 1 1 91 −100 0 1 1 101 −120 2 2 121 −130 1 1 2 Jumlah individu 26 35 218 279 Terdapat beberapa jenis burung yang memiliki bobot tubuh bervariasi pada lokasi dengan tingkat gangguan berbeda Tabel 3.9. Tidak dilakukan uji statistik untuk melihat perbedaan tersebut dikarenakan sampel individu yang tidak mencukupi. Secara umum dapat diketahui perbedaan bobot tubuh tubuh Cekakak Jawa dan Cucak Kutilang di lokasi dengan tingkat gangguan rendah yang lebih berat daripada lokasi yang lainnya. Bobot tubuh Pelanduk Topi-hitam di lokasi dengan gangguan sedang lebih berat dibandingkan lokasi lain. Bobot tubuh Pelanduk Semak, Cinenen Jawa dan Cabai Jawa di lokasi dengan gangguan tinggi lebih berat dibandingkan lokasi yang lainnya. Tabel 3.9 Variasi bobot tubuh jenis burung yang ditemukan di semua lokasi dengan tingkat gangguan rendah, sedang dan tinggi Jenis Variasi bobot tubuh pada lokasi dengan tingkat gangguan berbeda rata-rata + SD, n Rendah Sedang Tinggi Cekakak Jawa 114.5 2 77.0 1 82.0 1 Cucak Kutilang 41.3 ± 6.5 4 39.6 ± 6.2 7 30.0 1 Pelanduk Topi-hitam 25.0 ± 5.2 4 27.0 1 25.6 ± 5.0 5 Pelanduk Semak 23.0 1 24.0 1 24.0 ± 4.5 7 Cinenen Jawa 6.7 ± 1.9 4 7.8 ± 2.8 6 9.0 ± 3.3 11 Cabai Jawa 8.0 2 7.0 2 12.0 1 Lokasi dengan tingkat gangguan tinggi memiliki beberapa jenis burung dengan individu melimpah Tabel 3.10. Pada lokasi dengan gangguan rendah dan sedang hanya empat jenis yang memiliki jumlah individu lebih dari empat, selain itu jumlah individu terbanyak hanya enam individu. Berbeda dengan lokasi gangguan tinggi yang memiliki delapan jenis burung dengan individu lebih dari empat dan dengan jumlah individu terbanyak mencapai 141 individu. Tabel 3.10 Variasi bobot tubuh jenis burung yang ditemukan di lokasi penelitian dengan gangguan rendah, sedang dan tinggi n 4 Jenis Variasi bobot tubuh pada lokasi dengan tingkat gangguan berbeda rata-rata + SD, n Rendah Sedang Tinggi Burunggereja Erasia 20.3 ± 4.2 4 - 18.6 ± 4.4 141 Walet Linci - - 6.8 ± 2.4 9 Laying-layang batu - - 11.4 ± 4.2 19 Bondol Peking - 15.5 ± 5.4 4 13.5 ± 3.5 5 Bondol Jawa - - 11.1 ± 3.5 9 Cucak Kutilang 41.3 ± 6.5 4 39.6 ±6.2 7 - Cinenen Pisang - - - Pelanduk Topi-hitam 25.0 ± 5.2 4 - 25.6 ± 5.0 5 Pelanduk Semak - - 24.0 ± 4.5 7 Caladi Ulam - 36.3 ± 6.1 4 - Jenis Dominan Burunggereja Erasia Analisis dilakukan di lokasi gangguan tinggi saja, karena di lokasi gangguan rendah jenis ini hanya ditemukan 4 individu, dan di lokasi gangguan sedang tidak ditemukan sama sekali. Data yang dianalisis adalah data pada bulan Maret dan Oktober tahun 2012. Pada bulan Maret jumlah curah hujan 136 mm diidentifikasi sebagai akhir musim hujan. Sedangkan pada bulan Oktober jumlah curah hujan 540 mm diidentifikasi sebagai awal musim hujan. Penentuan identifikasi tersebut berdasarkan data curah hujan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika BMKG tahun 2012. Jumlah total Burunggereja Erasia yang tertangkap selama 4 hari pemasangan jala kabut adalah 125 individu, tetapi tidak semuanya berhasil dicincin, karena ada beberapa individu yang terbang sewaktu sedang dilepaskan dari jaring sehingga 116 93 individu diantaranya berhasil dicincin dan ditimbang. Pada penelitian ini tidak ada individu yang mati selama proses penangkapan dan penimbangan. Sebanyak 12 individu 10 yang dicincin pada Maret 2012 tertangkap kembali retrap pada Oktober 2013. Jumlah individu yang tertangkap dan retrap pada awal musim hujan 72 individu; 56 lebih banyak daripada individu yang tertangkap pada akhir musim hujan 56 individu; 44. Uji chi square menunjukkan bahwa jumlah individu yang tertangkap pada musim kemarau dan musim hujan tidak berbeda nyata χ 2 = 2.0, df = 1, P 0.05. Bobot tubuh rata-rata Burunggereja Erasia secara keseluruhan adalah 18.6 ± 2.9 g n=128. Bobot tubuh terendah adalah 7.0 g dan bobot tertinggi 31.0 g Gambar 3.6 dengan selang 15.5 – 21.5 g. Terdapat 10 individu 8 yang memiliki bobot tubuh dibawah rata-rata dan 8 individu 6 yang memiliki bobot tubuh di atas rata-rata. Individu dengan bobot tubuh 18.0 g dan 19.0 g merupakan individu yang paling sering tertangkap yaitu 27 kali 21 dan 26 kali 20 . Gambar 3.6 Sebaran bobot tubuh Burunggereja Erasia Terdapat variasi bobot tubuh burung baik antar musim maupun antar waktu penangkapan Tabel 3.11, tetapi perbedaan bobot tubuh rata-rata tidak berbeda nyata antar musim t = 1.274, df = 126, P 0.05. Perbedaan sangat nyata tampak pada bobot tubuh Burunggereja Erasia antar waktu pengamatan pagi, siang dan sore hari df = 2, F hit ung = 5.064, P 0.01 pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan menunjukkan tidak berbeda nyata df = 2, F hit ung = 0.258, P 0.05. Tabel 3.11 Perbandingan bobot tubuh Burunggereja Erasia pada musim berbeda Penghitungan Bobot tubuh rata-rata ± SD, n Awal musim hujan Akhir musim hujan Rata-rata per musim 18.9 ± 3.0 56 18.2 ± 2.8 72 Pagi 05.00-09.-00 18.1 ± 2.3 30 18.3 ± 2.7 56 Siang 09.00-13.00 19.3 ± 3.5 20 18.0 ± 3.8 12 Sore 13.00-17.00 22.0 ± 2.4 6 19.3 ± 0.5 4 Berdasarkan bobot tubuh individu yang tertangkap, pada kelas umur anak individu yang paling sering tertangkap adalah yang memiliki bobot 18.0 g 15 individu; 24, sedangkan pada kelas umur dewasa adalah 19.0 g 17 individu; 29 Gambar 3.7. Pada kelas umur anak bobot terendah adalah 9.0 g dan tertinggi 27.0 g, sedangkan pada kelas umur dewasa bobot terendah adalah 7.0 g dan bobot tertinggi 31.0 g. Uji chi square menunjukkan bahwa jumlah individu yang tertangkap pada pagi, siang dan sore hari berbeda sangat nyata pada baik musim kemarau X 2 = 15.6, df = 2, P 0.01 maupun musim hujan χ 2 = 65.34, df = 1, P 0.01. 5 10 15 20 25 30 35 20 40 60 80 100 120 140 Bobot tubuh Individu ke- G m u i g d p t y t p z A t m l b Gambar 3.7 Bobo musim adala untuk umur ini tidak ber Anal gangguan re dengan kedu strata B, C, pohon tingg tajuk lebar s saling berhu yang lalu S telah menca paling renda zona kebun April 2014, tengah kam sehingga ak melakukan lokasi ini ju sehingga veg Anal bahwa lokas Bobot tubuh 7 Perband kelas ana ot tubuh Bu ah 18.1 ± 2 dewasa. Uji rbeda nyata lisis profil endah memi ua lokasi lain D dan E. gi dan rapat. seperti duria ubungan. Pe Sutarahardja apai tinggi d ah karena p berdasarkan komunikas mpus dan be kses dari m kegiatan lai uga hampir getasi yang a lisis profil v si ini memil dingan komp ak n = 62 d urunggereja 2.8 g n= 62 i statistik den F = 2.775, d 3.2 3.2.1 K vegetasi m liki tajuk pe nnya. Selain Lokasi deng Selain itu d an, angsana, epohonan di a S, April 2 di atas 25 m peruntukanny n “Master pl si pribadi. erbatasan la masyarakat s in yang dap tidak meng ada dapat di vegetasi di l liki strata v Max Min Q3 Q2 Q1 Anak posisi bobot dan dewasa Erasia dili 2 untuk umu ngan ANOV df = 1, P 0 Pembahasa Kondisi Hab menunjukkan epohonan ya n itu, lokasi i gan ganggua di lokasi ini meranti dan lokasi ini u 014, komun m . Lokasi ini ya sebagai lan” IPB pa Selain itu l angsung den sekitar kamp pat merusak galami pemb pertahankan lokasi denga vegetasi yang 3 2 1 t tubuh Buru n = 58 ihat dari ke ur anak dan VA menunjuk .05. an bitat n bahwa lo ang paling ra ini memiliki an rendah d i banyak dite n jati sehingg umumnya d nikasi pribad i menjadi lo arboretum a da tahun 19 etak lokasi ngan kompl pus untuk m k habitat ini bukaan lahan n. an gangguan g paling len De unggereja E elas umur p n 19.0 ± 3.0 kkan kedua k okasi denga apat jika dib i 4 strata veg ditumbuhi ol emukan poh ga memiliki itanam sejak di dan seba okasi dengan atau taman 70-an Suta ini berada eks peruma menebang p i dapat dipe n untuk pem n sedang me ngkap A, B Max Min Q3 Q2 Q1 ewasa Erasia pada pada kedua 0 g n= 58 kelas umur an tingkat bandingkan getasi yaitu leh pohon- hon dengan tajuk yang k 44 tahun agian besar n gangguan hutan dan rahardja S, di tengah- ahan dosen pohon atau erkecil. Di mbangunan enunjukkan B, C, D, E 3 2 1 dibandingkan dua lokasi yang lain. Pada lokasi ini beberapa tegakan dengan pohon-pohon tinggi seperi leda eukaliptus dan mahoni, yang berbatasan dengan habitat kebun dan semak belukar. Pepohonan di lokasi ini umumnya ditanam sejak 34 tahun yang lalu Manuwoto S, Maret 2014, komunikasi pribadi dan sebagian besar telah mencapai tinggi di atas 25 m. Lokasi ini diperuntukkan sebagai kebun percobaan sehingga terdapat banyak tegakan pohon monokultur. Banyaknya tegakan di lokasi dengan tingkat gangguan rendah ini membuat adanya edge daerah peralihan yang cukup banyak. Odum 1993 mendefinisikan daerah peralihan sebagai peralihan antara dua atau lebih komunitas yang berbeda. Komunitas daerah peralihan biasanya banyak mengandung organisme dari masing-masing komunitas yang saling tumpang tindih. Daerah peralihan yang muncul diakibatkan banyak perubahan vegetasi menjadi kebun percobaan, selain itu hal tersebut juga menjadikan lokasi ini memiliki banyak daerah terbuka. Aktivitas pembangunan tidak banyak, namun perubahan habitat yang terjadi lebih kepada perubahan fungsi lahan. Analisisis profil vegetasi di lokasi dengan tingkat gangguan tinggi menunjukkan bahwa lokasi ini memiliki strata vegetasi yang paling sedikit tiga strata dibandingkan dengan dua lokasi lain. Di lokasi ini sebagian besar vegetasi sudah berubah menjadi bangunan dan sarana olah raga. Hal tersebut mengakibatkan banyak daerah terbuka yang ditumbuhi semak belukar. Besarnya tingkat gangguan berupa perubahan lahan yang beralih fungsi menjadi gedung dan sarana olah raga membuat pohon-pohon di lokasi ini menjadi jarang dan terpusat di bagian pinggiran saja. Selain itu banyaknya kebun-kebun masyarakat di sekitar lokasi menjadikan beberapa padang rumput menjadi hilang berganti dengan tumbuhan pertanian. Lokasi dengan tingkat gangguan tinggi ini berbatasan langsung dengan permukiman warga sehingga banyak dilalui oleh warga sekitar yang menggunakan lokasi ini untuk bercocok tanam, membuang sampah, maupun jalan alternatif menuju areal kampus. Aktivitas yang banyak dan hampir terjadi setiap hari membuat lokasi ini mengalami kebisingan yang mungkin mengganggu aktivitas burung-burung tertentu. Aktivitas manusia diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penurunan jumlah burung akibat perubahan habitat, perburuan maupun penggunaan pestisida van Balen 1987. Walaupun demikian, pada saat penelitian, di lokasi dengan gangguan tinggi ini ditemukan jenis-jenis burung yang tidak terganggu dengan kebisingan tersebut bahkan cenderung sudah dapat beradaptasi dengan keberadaan manusia. Beberapa jenis burung mudah dijumpai, namun beberapa jenis sangat sulit dijumpai walaupun teridentifikasi melalui suara. Tercatat beberapa jenis burung yang ditemukan di lokasi yang jauh dari pusat keramaian, jenis-jenis tersebut ditemukan di sekitar rumpun bambu yang terletak cukup jauh dari pusat keramaian warga maupun aktivitas olah raga mahasiswa.

3.2.2. Struktur Komunitas Burung

Kekayaan dan Keanekaragaman Jenis Total jenis yang tertangkap dan teramati pada penelitian ini sebanyak 14.2 dari total jenis burung yang ada di Pulau Jawa MacKinnon et al. 2010. Data keanekaragaman yang tercatat berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya di Kampus IPB Darmaga Tabel 3.12. Perbedaan jumlah jenis yang tercatat dalam penelitian ini dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya dikarenakan perbedaan pengambilan lokasi penelitian, waktu penelitian, lamanya pengambilan data penelitian serta metode yang digunakan. Tabel 3.12 Perbandingan jumlah jenis burung serta lokasi penelitian di Kampus IPB Darmaga pada tahun berbeda Tahun Jumlah Jenis Keterangan Sumber 1976 18 15 hari, tegakan karet Alikodra 1985 39 36 hari, 3 tipe habitat tegakan karet, arboretum, tegakan pinus Mulyani 1986 68 11 tahun, gabungan daftar jenis burung selama dari penelitian beberapa orang Alikodra 1976, Putro 1982, Mulyani 1985 dan informasi dari aktivitas pengamatan burung antara 1985-1986 Van Balen et al 1986 25 2 hari, 4 tipe habitat tegakan karet muda, tegakan karet tua, lahan perkebunan dan komplek perumahan HIMAKOVA 1991 68 4 bulan, 4 tipe habitat tegakan karet muda, tegakan karet tua, lahan perkebunan dan komplek perumahan Hernowo et al 2003 72 8 bulan, 10 tipe mikrohabitat Kurnia 2008 52 9 tipe habitat dengan menggunakan metode daftar jenis MacKinnon dan titik hitung Mulyani et al. Sumber: Mulyani et al. 2013 Nilai keanekaragaman dan kekayaan jenis tertinggi tercatat di lokasi dengan gangguan rendah. Hal ini berbeda dengan penemuan jumlah jenis dimana yang paling banyak adalah di lokasi dengan gangguan sedang. Lokasi dengan gangguan tinggi memiliki nilai keanekaragaman dan kekayaan jenis paling kecil, padahal lokasi ini diamati lebih lama dengan metode IPA = 30 titik dibandingkan lokasi lainnya 20 titik. Hal ini disebabkan banyaknya gangguan terhadap habitat maupun banyaknya aktivitas manusia di lokasi gangguan tinggi. Jenis-jenis yang tercatat pada ketiga lokasi juga menunjukkan komposisi yang berbeda lihat Tabel 3.3. Terdapat beberapa jenis umum yang dapat ditemukan pada semua lokasi, namun masing-masing lokasi juga memiliki jenis yang spesifikspesialis. Setiap jenis burung memiliki ekologi yang berbeda-beda Penemuan jenis Cabai Bunga-api dalam penelitian ini merupakan capaian yang baik dalam penemuan jenis karena jenis ini tidak tercatat dalam penelitian sebelumnya di Kampus IPB Darmaga van Balen et al. 1986, Kurnia 2003, Himakova 2012. Jenis ini tidak ditemukan pada penelitian-penelitian sebelumnya diduga karena perbedaan titik lokasi dan waktu pengamatan. Jenis ini ditemukan di lokasi dengan gangguan rendah yaitu pada habitat semak belukar berbunga yang berbatasan dengan tegakan bambu dan tertangkap melalui jala kabut di bagian rak paling atas. Burung Cabai Bunga-api sendiri merupakan jenis burung penghuni semak belukar dan pekarangan serta umum beraktivitas di tajuk pohon- pohon kecil MacKinnon et al. 2010. Menurut Hernowo dan Prasetyo 1989 Cabai Bunga-api mencari makan di pohon nangka, durian dan puspa, sedangkan jenis ini beristirahat di pohon durian dan nangka. Dari pernyataan tersebut, kemungkinan besar jenis burung Cabai Bunga-api memiliki kecenderungan menyukai pohon-pohon bertajuk lebar dan berdaun lebat untuk beristirahat dan mencari makan. Di lokasi dengan gangguan habitat rendah ini sebagian besar pohon-pohon yang ada memiliki tajuk lebar serta daun yang rimbun, sehingga jenis ini dapat ditemukan di lokasi tersebut. Individu dan Suku Dominan Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar jenis burung dengan jumlah individu yang tinggi merupakan jenis-jenis burung yang berukuran kecil seperti suku Ploceidae lihat Tabel 3.1. Pola dominasi ini tidak hanya dijumpai pada burung namun pada hewan lain seperti mamalia dan ikan Bokma 2004. Pada umumnya, jenis-jenis dengan ukuran kecil cenderung berumur pendek dan menghasilkan jumlah anak yang banyak Novarino 2008. Burunggereja Erasia menghasilkan 5 −6 butir telur per musim BTO 2009, Bondol Peking menghasilkan 4 −7 telur per musim Koepff dan Romagnano 2001, Bondol Jawa menghasilkan 4 −5 telur per musim Kurnianto dan Kurniawan 2013. Selain itu jenis-jenis ini membutuhkan jumlah makanan yang sedikit dibandingkan burung dengan ukuran besar sehingga jenis ini lebih melimpah jumlahnya. Selain itu karena perilaku dari Suku Ploceidae yang berkoloni MacKinnon et al. 2010, membuat jenis-jenis ini mudah tertangkap atau terlihat dalam jumlah banyak. Jumlah individu yang tertangkap dan teramati paling banyak adalah dari suku Ploceidae 43.29. Suku ini terdiri dari tiga jenis yaitu Burunggereja Erasia sebanyak 29.68 268 individu; IPA = 109, mist net = 159, Bondol Jawa sebanyak 13.18 119 individu; IPA = 109, mist net = 10 dan Bondol Peking sebanyak 1.77. 16 individu; IPA = 7, mist net = 9. Dalam penelitian ini sebagian besar jenis Ploceidae ditemukan hidup secara mengelompok dengan jumlah 10-20 ekor dan sebagian besar ditemukan di lokasi dengan tingkat gangguan tinggi. Habitat yang mendukung seperti banyaknya areal terbuka serta ketersediaan pakan dengan banyaknya rumput yang sedang berbiji diduga menjadi penyebab jenis-jenis dari suku ini cukup mendominasi dari jumlah individu. Selain itu pemasangan jala kabut di lokasi gangguan tinggi yang berupa areal terbuka yang juga berbatasan dengan semak belukar dan padang rumput memungkinkan jenis-jenis pemakan biji ini mudah tertangkap dalam jala kabut karena aktivitas jenis-jenis ini umumnya di semak belukar dan padang rumput yang memiliki biji-biji sebagai sumber pakan dari jenis-jenis ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suku Cuculidae merupakan suku dominan dalam penemuan jenis yaitu sebanyak 5 jenis. Wiwik Kelabu merupakan jenis yang ditemukan di semua lokasi penelitian. Secara ekologi, jenis ini menyukai habitat berupa hutan terbuka dan hutan sekunder bahkan beberapa ditemukan di dekat perkampungan MacKinnon dan Phillipps 1993. Hal ini yang menyebabkan Wiwik Kelabu dapat ditemukan di semua lokasi penelitian, karena lokasi-lokasi tersebut menyediakan habitat yang sesuai untuk jenis ini seperti adanya areal terbuka dan taman hutan yang menyerupai hutan sekunder. Jenis Kedasi Hitam dari suku Cuculidae hanya ditemukan di lokasi dengan gangguan rendah. Secara ekologi, jenis hidup di dalam hutan, pinggiran hutan atau semak belukar dan jenis ini suka bersembunyi MacKinnon dan Phillipps 1993. Kriteria habitat tersebut terdapat di lokasi dengan tingkat gangguan rendah dan sedang, namun penemuan jenis ini hanya terdapat di lokasi dengan gangguan rendah saja. Hal ini kemungkinan karena jenis-jenis tumbuhan berbeda pada kedua lokasi sehingga komposisi pakan juga berbeda. Selain itu sifat dari jenis ini yang cenderung bersembunyi diduga menjadi penyebab jenis ini sulit ditemukan di lokasi lain. Cuculidae merupakan suku dengan jenis terbanyak, namun jumlah individu dari jenis-jenis ini tidak banyak yaitu hanya 24 individu 2.58 dari total individu yang tertangkap dan teramati. Dari jenis-jenis tersebut terdapat dua jenis yang teridentifikasi lewat suara pengamatan dan secara visual melalui tangkapan yaitu Bubut Alang-alang dan Wiwik Kelabu, sedangkan jenis lain teramati melalui suara saja Lampiran 1. Bubut Alang-alang ditemukan di semua lokasi penelitian. Pada saat penelitian terlihat Bubut beraktivitas di semak belukar dan tumbuhan-tumbuhan rendah. Terdapat 16 jenis burung yang ditemukan di semua lokasi penelitian pada tingkat gangguan rendah, sedang dan tinggi lihat Tabel 3.3. Cucak Kutilang tercatat melimpah di lokasi dengan tingkat gangguan rendah namun kelimpahannya cenderung rendah di lokasi dengan gangguan tinggi. Jenis ini merupakan jenis burung yang hidup di habitat terbuka dan bersemak, dapat juga ditemukan di taman dan pekarangan, pemakan buah dan serangga MacKinnon et al. 2010. Pada saat penelitian, Cucak Kutilang di lokasi dengan gangguan rendah ditemukan di sekitar pohon berbuah dan semak dengan harendong bulu. Pada saat tertangkap dengan jala kabut, seekor Kutilang mengeluarkan kotoran berupa biji harendong berwarna ungu. Pada lokasi dengan gangguan tinggi jenis ini ditemukan di sekitar areal terbuka dan semak belukar di dekat tegakan bambu. Hernowo dan Prasetyo 1989 menyatakan bahwa Cucak Kutilang mencari makan di pohon durian, sengon, mangga, petai dan semak belukar, sedangkan jenis ini beristirahat di pohon bambu, kelapa dan durian. Di lokasi dengan gangguan rendah terdapat pohon durian, sengon dan petai serta semak belukar. Hal ini diduga menjadi penyebab mengapa Cucak Kutilang melimpah di lokasi tersebut. Walet Linci ditemukan paling banyak di lokasi dengan gangguan sedang dan paling sedikit di lokasi dengan gangguan tinggi. Secara ekologi, jenis ini memiliki penyebaran yang luas dan dapat ditemukan di hampir semua tipe habitat MacKinnon et al. 2010. Mardiastuti dan Mranata 1996 menyatakan bahwa habitat alami dari Walet dan Sriti adalah di gua-gua dengan intensitas cahaya rendah. Sheshnarayan 2009 menyatakan bahwa burung Walet mencari makan di kanopi-kanopi atas pohon di kawasan hutan atau di tajuk-tajuk atas pohon pada areal terbuka. Di Kampus IPB Darmaga terdapat areal terbuka dan tegakan pohon tinggi arboretum, hutan percobaan yang dapat digunakan oleh Walet untuk mencari makan. Selain itu jenis ini dapat bertahan hidup dan lebih adaptif dengan adanya gangguan habitat Sheshnarayan 2009.