Struktur Komunitas Burung .1 K
Burunggereja Erasia ditemukan paling melimpah di lokasi dengan tingkat gangguan tinggi, dan merupakan jenis burung dominan dalam penelitian ini.
Pembahasan mengenai Burunggereja Erasia akan disajikan dalam bagian tersendiri dalam bagian “jenis burung dominan”.
Kesamaan Komunitas
Indeks kesamaan jenis tertinggi adalah antara lokasi dengan gangguan habitat sedang dan tinggi. Sebanyak 20 jenis burung yang terdapat di lokasi
dengan gangguan tinggi juga terdapat di lokasi dengan gangguan sedang. Namun jenis dominan yang terdapat di lokasi dengan gangguan tinggi yaitu Burunggereja
Erasia tidak ditemukan sama sekali di lokasi dengan gangguan sedang. Kesamaan jenis yang tinggi 69.20 tersebut tersebut dikarenakan pada kedua lokasi ini
memiliki kemiripan berupa banyaknya semak belukar serta kebun yang menjadi habitat bagi jenis-jenis burung tersebut. Adapun jenis tumbuhan bawah yang
memiliki kesamaan adalah putri malu dan sentro buah polong-polongan.
Lokasi dengan tingkat gangguan rendah memiliki kesamaan komunitas burung paling rendah dengan dua lokasi lainnya. Sebanyak 22 jenis burung
yang terdapat di lokasi dengan gangguan rendah, tidak ditemukan di kedua lokasi yang lainnya. Perbedaan komposisi jenis tersebut dikarenakan lokasi ini memiliki
tutupan tajuk yang rapat dan pohon-pohon tinggi serta sedikit memiliki semak belukar dan daerah terbuka. Selain itu, lokasi ini mengalami sedikit gangguan
baik darikegiatan pembangunan maupun aktivitas manusia sehingga burung- burung tertentu yang pemalu atau sangat sensitif dengan keberadaan manusia
masih dapat hidup di lokasi gangguan rendah ini.
Komposisi Guild Komposisi guild tidak berbeda di semua lokasi penelitian, yaitu terdapat
sebanyak 5 guild di masing-masing lokasi. Walaupun demikian, jumlah jenis untuk masing-masing guild berbeda lihat Tabel 3.5. Hal ini diduga semua lokasi
yang diteliti masih menyediakan pakan dan tempat berlindung untuk jenis-jenis burung dalam guild tersebut. Perrins dan Birkhead 1983 menyatakan bahwa
salah satu faktor yang mendorong burung untuk melakukan bertahan hidup dan berkembangbiak adalah ketersediaan pakan yang cukup. Hal ini dikuatkan dengan
pernyataan van Balen 1987 yang menyatakan bahwa area Darmaga bisa jadi contoh bagaimana burung dapat bertahan dengan adanya pembangunan yang
merusak habitat.
Guild pemakan serangga secara umum mendominasi di Kampus IPB
Darmaga. Pada lokasi dengan gangguan rendah guild terdiri atas 19 jenis burung 70.37. Vegetasi yang terdiri dari pohon - pohon tinggi dan berbunga serta
adanya semak belukar berbunga membuat lokasi ini juga dihuni berbagai macam serangga yang menjadi sumber pakan burung-burung pemakan serangga ini.
Selain burung pemakan serangga, di lokasi dengan gangguan rendah ini juga tercatat guild pemakan buah 7.41, pemakan biji 7.41, pemakan daging dan
vertebrata lain 11.11 dan pemakan campuran 3.70.
Kelompok burung pemakan daging dan vertebrata lain di lokasi dengan gangguan sedang merupakan kelompok terbanyak dibandingkan lokasi lain.
Terdapat dua jenis dalam guild ini yang tidak ditemukan di lokasi lain yaitu
Celepuk Reban dan Cabak Maling
.
Kedua jenis ini merupakan jenis yang sangat sensitif terhadap keberadaan manusia dan merupakan jenis nokturnal. Pada saat
penelitian, Celepuk Reban terjaring jala kabut pada pagi hari sekitar pukul 07.00 sedangkan Cabak Maling teridentifikasi melalui suara pada sore hari sekitar pukul
17.00. Penemuan jenis burung pemakan daging dan vertebrata lain ini merupakan indikasi bahwa lokasi ini masih layak untuk habitat burung bahkan untuk
konsumen tingkat tinggi.
Lokasi dengan gangguan sedang memiliki jenis pemakan serangga terbanyak dibandingkan lokasi lain yaitu sebanyak 21 jenis 75.00. Selain itu,
burung pemakan buah juga paling banyak ditemukan di lokasi ini 10.71 dibandingkan di lokasi lain. Habitat yang bervariasi seperti adanya kebun, padang
rumput, semak belukar, habitat perairan sungai dan banyaknya edge di lokasi ini membuat sumber pakan berupa buah, biji dan serangga cukup melimpah. Pada
saat penelitian terlihat banyak tumbuhan berbunga dan berbuah di lokasi ini. Hal ini memungkinkan berbagai jenis burung dapat bertahan hidup di lokasi ini. Selain
itu, lokasi yang jauh dari keramaian dan aktivitas manusia membuat lokasi ini cukup ideal untuk habitat burung.
Guild di lokasi dengan gangguan tinggi yang paling banyak ditemukan
adalah burung pemakan serangga 66.67, disusul oleh burung pemakan biji dan pemakan campuran masing-masing sebesar 12.50. Habitat terbuka, banyaknya
padang rumput dan kebun-kebun milik warga sekitar membuat jenis-jenis burung ini mudah mencari sumber pakan. Sebagian besar burung di lokasi ini sudah
terbiasa dengan keberadaan manusia karena walaupun aktivitas manusia sangat banyak, namun jenis-jenis burung tertentu tetap beraktivitas tanpa terganggu.
Bobot Tubuh Sebagian besar burung yang tertangkap memiliki bobot antara 11
−20 gr 44.44. Bobot tubuh mempengaruhi tertangkap atau tidaknya burung pada jala
kabut Jenni et al. 1996. Selain itu mata jaring akan mempengaruhi spesies dan individu yang tertangkap Pardieck dan Waide 1992. Dalam penelitian ini, jaring
yang digunakan memiliki ukuran mata jaring 25 mm dan 30 mm dan bobot tubuh yang tertangkap dibawah 50 g sebanyak 248 individu, sedangkan bobot di atas 50
g sebanyak 8 individu. Hal ini senada dengan pernyataan Pardieck dan Waide 1992 yang menyatakan bahwa burung dengan bobot tubuh dibawah 50 g akan
banyak tertangkap pada jaring dengan ukuran mata jaring 25 mm dan 30 mm.
Jumlah jenis burung yang tertangkap dengan jala kabut mist net di semua lokasi penelitian hanya enam jenis lihat Tabel 3.8. Cekakak Jawa dan Cucak
Kutilang tercatat memiliki bobot tubuh lebih tinggi di lokasi dengan gangguan rendah dibandingkan dengan lokasi pengamatan lain. Berbeda dengan Cinenen
Jawa dan Cabai Jawa yang justru memiliki bobot tubuh lebih berat di lokasi dengan gangguan tinggi.
Secara ekologi Cekakak Jawa merupakan jenis burung berwarna cerah, pemakan serangga, dan jenis ini umumnya hidup di lahan terbuka di dekat air
bersih, memiliki kebiasaan bertengger di cabang rendah pohon-pohon pada lahan terbuka MacKinnon et al. 2010. Cucak Kutilang merupakan jenis burung
pemakan serangga dan buah-buah berukuran kecil, dapat ditemukan di taman dan pekarangan MacKinnon et al. 2010. Ukuran dan bobot tubuh kedua jenis ini
lebih besar di lokasi dengan tingkat gangguan rendah dibanding lokasi lain. Perbedaan bobot tubuh diduga disebabkan oleh perbedaan ketersediaan sumber
pakan yang ada cukup melimpah dan tidak terjadi persaingan dalam mendapatkan sumber pakan.
Pelanduk Topi-hitam, Cinenen Jawa dan Cabai Jawa merupakan jenis- jenis burung yang memiliki bobot tubuh tertinggi di lokasi dengan gangguan
tinggi. Pelanduk Topi-hitam menghuni tumbuhan bawah di hutan primer atau sekunder dan rumpun bambu atau palem MacKinnon et al. 2010. Lokasi dengan
tingkat gangguan tinggi memiliki banyak tumbuhan bawah serta berbatasan langsung dengan rumpun bambu. Lokasi tersebut sesuai untuk habitat Pelanduk
Topi-hitam, selain itu tumbuhan bawah yang banyak serta tumbuhan-tumbuhan berbunga yang dapat mendatangkan serangga menjadi faktor penting dalam
menyediakan pakan melimpah bagi jenis ini.
Cinenen Jawa merupakan burung lincah dan beraktivitas di semak bawah dan tajuk pohon, pemakan serangga dan umumnya menempati habitat berupa
hutan terbuka, pinggiran hutan dan rumpun bambu MacKinnon et al. 2010. Semak belukar dan pohon-pohon rendah yang terdapat di lokasi dengan tingkat
gangguan tinggi menjadikan lokasi ini menjadi tempat yang cocok untuk habitat Cinenen Jawa. Habitat yang sesuai serta pakan yang melimpah diduga menjadi
faktor penting yang membuat bobot tubuh jenis ini menjadi lebih berat dibandingkan lokasi lain. Selain itu jumlah individu Cinenen Jawa di lokasi ini
merupakan individu terbanyak dibandingkan dengan lokasi lain.
Cabai Jawa merupakan jenis burung yang sangat lincah, pakan utama berupa buah benalu yang lengket, namun jenis ini juga memakan serangga kecil
dan buah-buahan kecil MacKinnon et al. 2010. Individu yang tertangkap di lokasi dengan tingkat gangguan tinggi ini hanya satu ekor, namun memiliki bobot
tertinggi dibandingkan dengan lokasi yang lain. Ketersediaan pakan berupa benalu diduga menjadi faktor yang menyebabkan bobot tubuh Cabai Jawa menjadi besar
di lokasi ini.
Analisis Jenis Dominan Burunggereja Erasia Burunggereja Erasia di Kampus IPB Darmaga lebih banyak tertangkap
pada awal musim hujan 56. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa aktivitas burung secara umum akan berkurang pada saat cuaca hujan Novarino 2008.
Namun Novarino 2008 juga menambahkan bahwa ada beberapa jenis burung yang dapat beradaptasi pada kondisi hujan. Burunggereja Erasia mampu
beradaptasi untuk tetap beraktivitas dalam kondisi yang tidak baik seperti pakan yang terbatas dan adanya predator Tobolka 2011. Selain itu, pada saat
penelitian hujan turun pada sore hari pukul 15.00 sehingga aktivitas burung pada pagi dan siang hari tidak terganggu oleh cuaca hujan.
Jumlah tangkapan pada akhir musim hujan cenderung lebih sedikit 44. MacKinnon et al. 2010 yang menyatakan bahwa pada jenis-jenis burung
pemakan biji, akhir musim hujan merupakan musim berbiak terbanyak karena ketersediaan pakan yang cukup. Pada saat penelitian, Burunggereja Erasia yang
tertangkap justru lebih sedikit pada akhir musim hujan. Hal ini diduga berkaitan dengan komposisi struktur umur pada kedua musim. Pada awal musim hujan
jumlah tangkapan melimpah karena jumlah anak lebih banyak 62 dibandingkan individu dewasa 38. Hal tersebut membuat individu banyak
tertangkap karena individu anak belum mahir terbang ataupun berpengalaman dengan adanya mist net sehingga mudah untuk tertangkap akrena tidak dapat
menghindari jaring. Burunggereja Erasia banyak tertangkap pada pagi hari antara pukul 06.00-
09.00 49. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan burung yang banyak beraktivitas di pagi hari Bibby et al. 2000; MacKinnon et al. 2010. Hasil serupa
juga tercatat pada penelitian Deslauries dan Francis 1991 yang menyatakan bahwa jumlah spesies dan individu lebih banyak tertangkap pada empat jam
pertama pengoperasian jala kabut. Selain itu, faktor makanan juga berpengaruh, Bautista dan Alonso 2013 menyatakan bahwa puncak burung mencari makan
adalah pagi saat matahari baru terbit dan petang sebelum matahari tenggelam.
Bobot tubuh Burunggereja Erasia yang tertangkap adalah antara 7.0–31.0 g, dan didominasi oleh individu dengan bobot tubuh antara 15.5
−21.5 g 112 individu; 88. Penelitian lain mencatat bobot tubuh Burunggereja Erasia sebesar
24 g BTO 2009, dan 18 −28 g Barlow dan Leckie 2000. Bobot tubuh
mempengaruhi tertangkap atau tidaknya burung pada jala kabut Jenni et al. 1996. Selain itu mata jaring akan mempengaruhi spesies dan individu yang
tertangkap Pardieck dan Waide 1992. Dalam penelitian ini, jaring yang digunakan memiliki ukuran mata jaring 25 mm dan 30 mm dan bobot tubuh yang
tertangkap berkisar antara 7.0– 31.0 g. Hal ini senada dengan pernyataan Pardieck dan Waide 1992 yang menyatakan bahwa burung dengan bobot tubuh dibawah
50 g akan banyak tertangkap pada jaring dengan ukuran mata jaring 30 mm. Hal tersebut dikarenakan mata jaring yang kecil akan menjerat burung-burung kecil
yang memiliki kaki kecil.
Tidak adanya perbedaan yang nyata antara bobot tubuh rata-rata pada awal dan akhir musim hujan dapat disebabkan karena ketersediaan pakan cukup
melimpah di kedua musim. Bobot tubuh burung sangat ditentukan oleh ketersediaan pakan, jika pakan melimpah maka persaingan akan sedikit sehingga
burung-burung dapat memenuhi kebutuhan pakannya. Terdapat perbedaan yang nyata antara bobot tubuh pada pagi, siang dan sore hari baik pada awal maupun
akhir musim hujan. Hal ini disebabkan oleh aktivitas burung dalam mencari makan dan senada dengan pernyataan MacKinnon et al. 2010 bahwa puncak
burung mencari makan adalah pada pagi hari, kemudian menurun pada siang hari, dan meningkat lagi pada sore hari.
Uji ANOVA menunjukkan bahwa bobot tubuh pada kelas umur anak dan dewasa tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena individu muda juga
mengkonsumsi pakan yang banyak, karena memerlukan energi yang lebih banyak untuk tahap latihan terbang dan masa pertumbuhan pembentukan organ-organ
tubuh dan bulu.
Sebagian besar burung yang tertangkap oleh jala kabut merupakan individu muda. Secara ekologis, jika jumlah individu muda lebih banyak
dibandingkan individu dewasa maka jenis tersebut memiliki peluang kelestarian yang tinggi. Tingginya jumlah individu muda yang tertangkap jala kabut dapat
diinterpretasikan sebagai tingginya angka kelahiran jenis yang bersangkutan, namun masih diperlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan data tersebut
karena ada kemungkinan sebenarnya individu dewasa lebih banyak jumlahnya. Menurut Domenech dan Senar 1997 metode jala kabut cenderung lebih banyak
menangkap individu burung umur muda daripada individu dewasa jika
dibandingkan dengan metode tangkap lain seperti metode clap net dan trap. Hal ini dikarenakan fakta bahwa individu muda belum memiliki pengalaman seperti
individu dewasa. Kemungkinan bagi individu yang pernah tertangkap sewaktu muda, akan lebih hati-hati untuk mendekati jala kabut, sedangkan individu muda
mudah terjerat karena belum menegtahui adanya jaring yang dipasang.
Jumlah tangkapan individu muda anak di Kampus IPB Darmaga berbeda dengan penelitian Fogden 1972 di Kalimantan yang juga menggunakan metode
mist net menyatakan bahwa individu muda paling banyak ditemukan antara
Januari-Maret akhir musim penghujan. Pada penelitian ini, individu muda justru paling banyak tertangkap pada bulan Oktober awal musim penghujan. Hal ini
menunjukkan bahwa curah hujan bukanlah satu-satunya penentu aktivitas berbiak, tetapi faktor lain seperti ketersediaan pakan maupun suhu juga mempengaruhi
musim berbiak dari Burunggereja Erasia. Pada musim hujan, di lokasi penelitian terlihat banyak serangga. Serangga merupakan sumber protein yang diperlukan
oleh Burunggereja Erasiauntuk masa berbiak.Sehingga pada musim ini digunakan oleh Burunggereja Erasiauntuk berbiak dan menghasilkan individu-individu
muda.Hal ini berbeda dengan pernyataan MacKinnon et al. 2010 yang menyatakan bahwa musim berbiak burung-burung pemakan biji adalah pada
bulan yang lebih kering curah hujan rendah.
4 SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan
1. Lokasi dengan tingkat gangguan sedang memiliki strata tajuk yang paling
lengkap 5 strata, kerapatan pohon tertinggi tercatat di lokasi dengan gangguan rendah.
2. Semakin rendah tingkat gangguan, komunitas burung semakin baik, ditandai
dengan H’ dan D
Mg
yang semakin tinggi Hipotesis 2 diterima. Kesamaan komunitas tertinggi adalah antara lokasi dengan tingkat gangguan sedang dan
tinggi 69.20. Lokasi dengan tingkat gangguan rendah memiliki kesamaan jenis yang rendah dengan dua lokasi yang lainnya. Sebanyak 22 jenis
burung di lokasi gangguan rendah, tidak ditemukan di lokasi dengan gangguan sedang dan tinggi.
3. Lokasi dengan tingkat gangguan sedang memiliki guild yang paling lengkap
dibanding kedua lokasi lainnya Hipotesis 3 tidak terbukti 4.
Khusus untuk Cekakak Jawa dan Cucak Kutilang bobot tubuh burung makin rendah dengan adanya gangguan habitat Hipotesis 4 diterima, namun untuk
Cinenen Jawa bobot tubuh justru semakin berat seiring bertambahnya tingkat gangguan Hipotesis 4 tidak diterima. Untuk jenis-jenis lain tidak dapat
dianalisis karena sampel masih kurang.