TUJUAN PENELITIAN KEAMANAN PANGAN

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perubahan global secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi perkembangan perdagangan internasional. Perubahan ini menuntut semua negara untuk berupaya optimal dalam menghasilkan produk ekspor yang berdaya saing. Salah satu syarat dalam menghasilkan produk ekspor yang berdaya saing adalah terjaminnya mutu dan keamanan produk khususnya produk pangan. Menurut Suryana 2006, era globalisasi perdagangan menuntut diterapkannya jaminan mutu seperti, Hazard Analysis Critical Control Points HACCP untuk pangan dan persyaratan produksi yang berwawasan lingkungan Ecolabelling, serta sistem pengelolaan keamanan pangan dalam ISO 22000 : 2005. Produk pangan ekspor yang tidak memenuhi jaminan mutu dan keamanan dapat ditahan dan ditolak masuk ke negara pengimpor. Kasus penahanan dan penolakan produk pangan di luar negeri telah banyak terjadi setiap tahunnya. Indonesia sebagai salah satu negara yang mengekspor produk pangan ke luar negeri sering mengalami berbagai kasus penolakan dan penahanan ekspor pangan yang sebagian besar disebabkan oleh masalah mutu dan keamanan yang dianggap tidak memenuhi persyaratan internasional. Menurut data dari FDA Food and Drug Administration, mulai dari Januari 2001 sampai dengan September 2005, setiap tahunnya tercatat setidaknya sebanyak lebih dari 300 kasus bahkan sampai lebih dari 700 kasus pada tahun 2001 penolakan produk Indonesia untuk masuk ke Amerika Serikat. Sebanyak lebih dari 80 kasus dari produk tersebut adalah produk pangan. Keamanan pangan digunakan oleh FDA sebagai alasan penolakan produk-produk pangan Indonesia Hariyadi 2007. Masalah label juga menjadi alasan penolakan makanan kaleng asal Indonesia sepanjang 2000 sampai 2002. Pangan itu ditolak dengan alasan kotor filthy sebanyak 48,2 , alasan tidak melampirkan informasi scheduled process no process 36,5 , karena belum terdaftar sebagai produsen makanan kaleng needs fce 14,1 , belum diberi label nutrisi 4,7 , karena tulisan label berbahasa Indonesia dan sisanya tidak diketahui Suryana 2006. Berdasarkan data dari FDA, pada tahun 2009 terjadi sekitar 239 kasus penolakan terhadap produk pangan ekspor Indonesia, sedangkan data dari Europa-RASFF Europa-Rapid Alert System for Food and Feed menyebutkan bahwa terjadi 11 kasus penolakan produk ikan Indonesia pada tahun 2010. Alasan penolakan tersebut bermacam-macam mulai dari filthy kotor, mengandung bahan kimia berbahaya serta mengandung nikroorganisme seperti Salmonella sp yang banyak mencemari produk ikan. Semua hal tersebutlah yang menjadi dasar untuk melakukan analisa terhadap kasus penolakan produk pangan Indonesia di Amerika Serikat dan Eropa selama tahun 2002 sampai 2010.

B. TUJUAN PENELITIAN

1. Mengetahui data jumlah kasus penolakan produk pangan Indonesia di Amerika Serikat dan Eropa selama tahun 2002-2010. 2. Mengetahui jenis produk pangan dan alasan penolakannya di Amerika Serikat dan Eropa selama tahun 2002-2010. 3. Mengetahui perkembangan kasus penolakan yang terjadi setiap tahunnya selama tahun 2002- 2010. 2 4. Membandingkan kasus penolakan yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa selama tahun2002-2010. 5. Menganalisis penyebab terjadinya kasus penolakan produk pangan ekspor Indonesia selama tahun 2002-2010. 6. Memberikan saran agar kasus penolakan produk pangan dapat berkurang atau tidak terjadi kembali.

C. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini bermanfaat dalam mendorong pengembangan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan di Indonesia agar kasus penolakan produk pangan di Amerika Serikat dan Eropa dapat berkurang atau tidak ada sama sekali serta masukan bagi pemerintah untuk dapat memberikan penyuluhan yang baik tentang keamanan pangan kepada industriawan pangan serta mempermudah dalam pemantauan kegiatan ekspor produk pangan Indonesia. Selain itu bagi industriawan pangan agar mampu menghasilkan produk pangan yang berdaya saing diluar negeri dengan jaminan mutu dan keamanan pangan dengan menerapkan sistem yang diakui oleh dunia internasional.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KEAMANAN PANGAN

Menurut UU RI No. 7 tahun 1996, pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Sedang Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia PP No. 28 Tahun 2004. Mutu Pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman PP No. 28 Tahun 2004. Keamanan pangan sudah menjadi masalah global, sehingga mendapat perhatian utama dalam perdagangan internasional. Memasuki era perdagangan bebas, masalah mutu dan keamanan pangan memegang peranan yang sangat strategis. Perhatian masyarakat internasional terhadap keamanan pangan yang dikonsumsinya sudah sangat tinggi, sehingga mereka mensyaratkan standar yang tinggi pada bahan pangan yang akan diterima dan dikonsumsinya Hariyadi 2007. Menurut Suryana 2006, era globalisasi perdagangan menuntut diterapkannya jaminan mutu seperti, Hazard Analysis Critical Control Points HACCP untuk pangan dan persyaratan produksi yang berwawasan lingkungan Ecolabelling, serta sistem pengelolaan keamanan pangan dalam ISO 22000: 2005. Produk pangan ekspor yang tidak memenuhi jaminan mutu dan keamanan dapat ditahan dan ditolak masuk ke negara pengimpor. Banyak produk pangan ekspor yang ditolak oleh negara-negara pengimpor karena tidak terjamin keamanannya. Indonesia sebagai salah satu negara yang mengekspor produk pangan ke luar negeri telah banyak mendapat kasus penolakan oleh FDA dan RASFF. Menurut data dari FDA, mulai dari Januari 2001 sampai dengan September 2005, setiap tahunnya tercatat setidaknya sebanyak lebih dari 300 kasus bahkan sampai lebih dari 700 kasus pada tahun 2001 penolakan produk Indonesia untuk masuk ke AS. Sebanyak lebih dari 80 kasus dari produk tersebut adalah produk pangan. Keamanan pangan digunakan oleh FDA sebagai alasan penolakan produk-produk pangan Indonesia Hariyadi 2007. Pada tahun 2009 terjadi sekitar 239 kasus penolakan terhadap produk pangan ekspor Indonesia. Jadi, kinerja produk Indonesia untuk menembus pasar AS, dilihat dari aspek mutu masih sangat memprihatinkan. Sebagian besar penolakan karena alasan keamanan pangan tersebut, yaitu sekitar 33-80 rata-rata 62 , ditolak karena alasan “filthy”. Secara umum, filthy dapat diartikan bahwa pada produk tersebut mengandung “sesuatu yang tidak selayaknya ada dalam bahan pangan tersebut”. Penyebab adanya filthy adalah karena masih kurang atau tidak diterapkannya prinsip-prinsip penanganan dan pengolahan yang baik. Dengan kata lain, kepada produsen produk pangan dan hasil pertanian Indonesia masih perlu diperkenalkan, disosialisasikan, dan diawasi untuk menerapkan good practices Hariyadi dan Andarwulan 2007. Selain itu jenis produk pangan yang ditolak oleh pasar AS sebagian besar berupa produk segar seafood dan sejenisnya. Hal ini dikarenakan praktek GHP, GMP, dan GTDP belum sempurna dilakukan di industri pangan di Indonesia Hariyadi 2007. 4 Tidak hanya di AS saja terjadi kasus penolakan produk pangan Indonesia. Di Eropa oleh RASFF, produk pangan Indonesia juga banyak ditolak masuk karena alasan yang sama yaitu keamanan pangan. Berdasarkan data dari RASFF menyebutkan bahwa terjadi 11 kasus penolakan produk perikanan Indonesia pada tahun 2010. Produk perikanan ini mengandung Salmonella sp. yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia jika mengkonsumsinya.

B. US-FDA UNITED STATES - FOOD AND DRUG ADMINISTRATION