Tabel 1. Jenis data dan sumber data
No Tujuan Penelitian
Jenis Data Sumber Data
1. Menganalisis rantai pasokan minyak
akar wangi Primer dan
Sekunder Petani akar wangi,
pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi,
pengumpumpul minyak, akademisi
2. Menghitung dan menganalisis harga
pokok produksi dan harga pokok penjualan akar wangi
Primer Petani akar wangi
3. Menghitung dan menganalisis harga
pokok produksi dan harga pokok penjualan minyak akar wangi
Primer Penyuling minyak akar
wangi 4. Menghitung
dan menganalisis nilai
tambah minyak akar wangi Primer
Penyuling minyak akar wangi
3.5. Jumlah Sampel dan Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dari populasi pelaku industri akar wangi dilakukan secara probability sampling dan nonprobability sampling. Teknik yang dilakukan
dalam probability sampling adalah stratified random sampling dimana sampel terlebih dahulu diklasifikasikan menjadi petani akar wangi, pengumpul akar
wangi, penyuling minyak akar wangi, dan pengumpul minyak akar wangi berdasarkan wilayah. Pengambilan sampel selanjutnya dilakukan secara
nonprobability sampling yaitu purposive sampling dan snowball sampling. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi rantai pasokan minyak akar wangi,
harga pokok produksi dan penjualan akar wangi dan minyak akar wangi, serta nilai tambah minyak akar wangi yang didasarkan juga kepada lokasi, status usaha
dan keberlangsungan usaha. Oleh sebab itu, dilakukan pengambilan sampel dengan cara purposive sampling dengan responden H. Ede Kadarusman selaku
ketua koperasi Usaha Rakyat USAR dan merupakan ketua Dewan Atsiri Jawa Barat. Setelah itu, dilakukan pengambilan sampel dengan cara snowball sampling
berdasarkan rekomendasi H. Ede Kadarusman untuk keterwakilan setiap wilayah. Selanjutnya, responden dari setiap wilayah akan memberikan rekomendasi untuk
responden selanjutnya. Hasil responden untuk identifikasi rantai pasok minyak akar wangi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah responden identifikasi rantai pasokan minyak akar wangi
No Kecamatan Petani
orang Penyuling
orang Pengumpul
Akar Wangi orang
Pengumpul Minyak Akar Wangi
orang
1 Samarang 10
5 2
- 2 Bayongbong 7
4 1
1 3 Cilawu
7 2
- -
4 Leles 1
1 -
- 5 Garut
Kota -
- -
1
Total 25
12 3
2
Tabel 3. Jumlah responden untuk perhitungan harga pokok produksi dan
penjualan akar wangi dan minyak akar wangi, serta nilai tambah
Samarang orang
Bayongbong orang
Cilawu orang
Leles orang
Total orang
Petani 10 7 7
1 25
Penyuling 6 5
3 1
15
3.6. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Statistical Package for the Social Sciences SPSS versi 16.0 dan Microsoft Excel 2007.
Sedangkan analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut :
3.6.1 Analisis deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan data yang telah dikumpulkan. Analisis data secara deskriptif dilakukan untuk menggambarkan
karakteristik responden, dan keadaan umum rantai pasok minyak akar wangi. Analisis data disajikan dalam bentuk charts.
3.6.2 Metode Job Costing
Harga pokok produksi akar wangi dihitung menggunakan metode job costing, yaitu berdasarkan pekerjaan yang dilakukan. Hal ini dilakukan karena
belum adanya pencatatan yang tersusun secara terstruktur dan lengkap sehingga dilakukan perhitungan berdasarkan satu kali pekerjaan. Rumus Harga Pokok
Produksi HPPo secara umum adalah Bustami dan Nurlela, 2006:
HPPo = BBL + TKL + BOP ..................................................... 2
Ket : HPPo = Harga pokok Produksi
BBL = Bahan baku langsung TKL = Tenaga kerja langsung
BOP = Biaya overhead Sedangkan rumus perhitungan harga pokok penjualan HPPe secara
umum adalah Hongren dkk, 2005:
HPPe= P1 + HPPo - P2 ..................................................................... 3
Ket : HPe = Harga pokok penjualan
HPPo = Harga pokok produksi P1 = Persediaan awal barang jadi
P2 = Persediaan akhir barang jadi
3.6.3 Metode Hayami
Analisis nilai tambah minyak akar wangi dihitung menggunakan metode hayami. Berikut ini merupakan prosedur perhitungan nilai tambah dengan metode
hayami Sudiyono dalam Subarkah, 2009.
Tabel 4. Prosedur perhitungan nilai tambah menggunakan metode hayami
No Variabel Nilai
Output, Input, dan Harga
1 Output kg
1 2
Bahan Baku kg 2
3 Tenaga Kerja Langsung HOK
3 4
Faktor Konversi 4 = 12
5 Koefisien Tenaga Kerja Langsung HOKkg
5 = 32 6
Harga Output Rpkg 6
7 Upah Tenaga Kerja Langsung RpHOK
7
Penerimaan dan Keuntungan
8 Harga Bahan Baku Rpkg
8 9
Harga input lain seperti bahan bakar dan peralatan Rpkg
9 10
Nilai Output Rpkg 10 = 4 x 6
11 a. Nilai Tambah Rpkg
11a = 10 – 8 – 9 b. Rasio Nilai Tambah
11b = 11a 10 x 100 12
a. Pendapatan tenaga kerja langsung Rpkg 12a = 5 x 7
b. Tingkat Keuntungan 12b = 13a 10 x 100
13 a. Keuntungan Rpkg
13a = 11a – 12a b. Tingkat Keuntungan
13b = 13a 10 x 100
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
14 Marjin Rpkg
14 = 10 – 8 a. Pendapatan tenaga kerja langsung
14a = 12a 14 x 100 b. Sumbangan input lain
14b = 9 14 x 100 c. Keuntungan perusahaan
14c = 13a 14 x 100
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas mengenai gambaran umum rantai pasokan minyak akar wangi. Bab ini akan membahas pula perhitungan harga pokok produksi dan
harga pokok penjualan untuk komoditas akar wangi dan minyak akar wangi serta nilai tambah akar wangi menjadi minyak akar wangi.
3.3. Identifikasi Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi
Tanaman akar wangi Vetiveria zizanioides termasuk famili Graminieae atau rumput-rumputan. Karakteristik tanaman akar wangi adalah memiliki bau
yang sangat wangi, berumpun lebat, akar tinggal bercabang banyak berwarna kuning pucat atau abu-abu sampai merah tua. Tangkai daun tersembul dari akar
tinggal yang dapat mencapai 2 meter. Daun akar wangi berwarna kelabu, tampak kaku, panjangnya mencapai 100 cm dan tidak mengandung minyak. Daun akar
wangi banyak digunakan sebagai bahan baku kerajinan. Bunganya berwarna hijau atau ungu pada pucuk tangkai daun www.ditjenbun.deptan.go.id, 2009
Pola pertanaman akar wangi pada umumnya monokultur dan tumpang sari. Tanaman akar wangi akan tumbuh baik pada ketinggian antara 700‐1600
meter di atas permukaan laut. Curah hujan yang cocok berkisar antara 1500-2500 mm setiap tahun, dengan suhu lingkungan 17-27°C, dengan derajat keasaman
tanah pH sekitar 6-7. Tanaman akar wangi membutuhkan sinar matahari yang cukup. www.ditjenbun.deptan.go.id, 2009
Tanah yang baik untuk pertumbuhan akar wangi adalah tanah yang tidak padat gembur atau tanah yang berpasir seperti tanah yang mengandung abu
vulkanik. Pada tanah yang demikian akar wangi akan tumbuh dengan baik dan mudah dicabut pada waktu panen sehingga tidak meninggalkan sisa‐sisa akar di
dalam tanah. Akar wangi merupakan tanaman yang tidak berhama penyakit, sehingga
tidak membutuhkan obat tanaman. Hama yang sering ada berupa hama hidup yaitu “kuuk” atau beberapa binatang hutan seperti ayam alas dan babi hutan yang
merusak tanaman. Waktu penanaman akar wangi dapat dilakukan setiap saat, sepanjang
tahun, namun waktu penanaman yang terbaik adalah pada awal musim hujan.
Pemanenan akar wangi dapat dilakukan setelah tanaman berumur 8 delapan bulan pada musim kemarau. Namun sebagian besar petani akar wangi memanen
setelah tanaman berumur 12 dua belas bulan. Hasil akar yang optimum dengan mutu minyak yang baik dihasilkan oleh akar wangi yang berumur lebih dari 15
lima belas bulan. Cara panen akar wangi adalah dengan mencangkul tanah di sekeliling rumpun tanaman agar longgar sehingga semua akar bisa diambil dan
tidak ada yang putus www.ditjenbun.deptan.go.id, 2009. Anggota utama rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari petani akar
wangi sebagai pemasok bahan baku, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir minyak akar wangi. Setiap
anggota rantai pasokan melakukan aktivitas berhubungan dengan kegiatan operasional untuk menghasilkan minyak akar wangi yang berkualitas.
Menurut Pujawan 2005, pada suatu rantai pasokan biasanya ada tiga macam aliran yang harus dikelola. Pertama, aliran barang yang mengalir dari hulu
upstream ke hilir downstream. Kedua, aliran uang finansial yang mengalir dari hilir ke hulu. Ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke
hilir atau sebaliknya Gambar 3. menyajikan pola aliran dalam rantai pasokan minyak akar wangi
Cakupan rantai pasok minyak akar wangi Indonesia
Gambar 3. Pola aliran rantai pasokan minyak akar wangi
Aliran rantai pasokan minyak akar wangi dimulai dari petani sebagai penghasil akar wangi atau bahan baku minyak akar wangi. Seluruh hasil panen
dari petani akan dibeli oleh penyuling dan pengumpul akar wangi. Pengumpul akar wangi akan menjual kembali akar wangi ke penyuling. Harga jual akar wangi
dari petani berkisar antara Rp 2.000,00 sampai Rp 3.000,00 per kg. Faktor kualitas dan kuantitas akar wangi akan menentukan harga akar wangi. Kualitas
akar wangi juga dipengaruhi oleh cuaca. Apabila kondisi cuaca buruk, maka akar wangi yang dijual di bawah harga standar yaitu mencapai Rp 1.200,00 per kg.
Harga akar wangi di tingkat petani cenderung turun ketika panen raya yaitu bulan Juli - Agustus.
Mekanisme pembelian akar wangi oleh penyuling atau pengumpul dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, petani langsung mengantarkan akar wangi ke
penyuling atau pengumpul akar wangi. Kedua, penyuling membeli langsung akar wangi yang masih berada di lahan ketika mendekati masa panen. Umumya petani
langsung mengantarkan akar wangi ke penyuling atau pengumpul akar wangi. Alat transportasi yang digunakan oleh petani untuk mengantarkan akar wangi
kepada penyuling dengan menggunakan truk. Penyuling akan melakukan penyulingan untuk menghasilkan minyak akar wangi yang dijual langsung ke
pengumpul minyak akar wangi atau eksportir. Eksportir paling banyak berada di Bogor dan Jakarta. Eksportir mengekspor minyak akar wangi ke beberapa negara
yaitu Jepang, Singapura, Inggris, USA, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong, dan India. Harga beli oleh pengumpul atau eksportir minyak akar wangi sebesar Rp
1.000.000,00–1.400.000,00 per kg bergantung pada kualitas yang dihasilkan. Semakin baik kualitas minyak akar wangi, maka semakin mahal harga minyak
akar wangi tersebut. Aliran finansial pada rantai pasokan minyak akar wangi terjadi dari
eksportir minyak akar wangi, pengumpul minyak atau langsung ke penyuling, pengumpul akar wangi atau langsung ke petani dan petani akar wangi. Sistem
pembayaran eksportir, penyuling atau pengumpul minyak akar wangi adalah tunai ketika minyak diterima. Penyuling seringkali mendapat bantuan dana berupa
pinjaman modal dari eksportir maupun pengumpul minyak sebelum melakukan penyulingan. Penyuling yang mendapatkan bantuan dana dari eksportir melakukan
pembayaran berupa minyak akar wangi. Setelah minyak akar wangi terkumpul selama kurang lebih sepuluh hari. Sebagian penyuling juga memberikan pinjaman
modal kepada petani untuk melakukan budidaya akar wangi. Setelah panen, petani tersebut harus menjual akar wangi ke penyuling tersebut dan dibeli dengan harga
yang berlaku. Sistem komunikasi sudah terintegrasi dengan baik antara anggota primer
dalam rantai pasokan akar wangi. Aliran informasi terjadi pada pengekspor minyak akar wangi, pengumpul minyak atau langsung ke penyuling lalu ke
pengumpul akar wangi atau langsung ke petani, dan petani akar wangi atau sebaliknya. Komunikasi penyuling dengan pengumpul minyak atau dengan
eksportir menggunakan telepon. Komunikasi antara penyuling dan petani adalah secara tatap muka. Komunikasi antara penyuling dengan petani akar wangi akar
wangi untuk mengetahui harga akar wangi, tanggal panen, dan kapasitas pengiriman akar wangi kepada penyuling.
4.1.1 Aktivitas Petani Akar Wangi
Petani akar wangi di Kabupaten Garut tersebar di 5 lima kecamatan Bayongbong, Samarang, Cilawu, Leles, dan Pasir Wangi. Petani dapat di
klasifikasikan sebagai petani mandiri dan petani yang tergabung dalam kelompok tani. Sebesar 72 persen petani telah tergabung dalam kelompok tani dan 28 persen
merupakan petani mandiri. Kelompok tani merupakan kumpulan petani yang tergabung dalam sebuah kelompok yang diketuai oleh seorang penyuling.
Sedangkan petani mandiri adalah petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani. Penyuling berperan sebagai pemberi modal dan pembina teknik budidaya
bagi anggotanya. Anggota kelompok tani menyediakan sarana produksi tanaman seperti pupuk, bibit, dan tenaga kerja. Kesepakatan umum antara petani dan
penyuling adalah petani harus menjual hasilnya kepada pemberi modal penyuling. Namun ada beberapa penyuling yang memberi kebebasan kepada
anggotanya untuk menjual hasil panen kepada penyuling atau pengumpul lain, dengan ketentuan petani dapat membayar pinjaman modal yang diberikan.
Tanaman akar wangi berasal dari India, Birma dan Srilangka. Pertanian akar wangi di Garut dimulai pada tahun 1918. Para petani umumnya mewarisi
kegiatan pertanian secara turun-menurun. Lama waktu menjalani usaha pertanian
akar wangi akan disajikan dalam Gambar 4. Selain itu luas lahan yang dimiliki akan disajikan Galam gambar 5.
Gambar 4. Lama Usaha Budidaya data diolah
Gambar 5. Lahan Budidaya data diolah Berdasarkan Gambar 4. lama usaha budidaya yang dijalani umumnya
adalah 10-30 tahun. Hal ini mengindikasikan petani telah mimiliki pengalaman dan pengetahuan yang cukup mengenai akar wangi. Gambar 5.merepresentasikan
petani akar wangi sebagian besar memiliki luas lahan pertanian akar wangi sebesar 5-10 hektar. Status kepemilikan adalah milik sendiri 88, sewa 4,
serta milik sendiri dan sewa 8. Hasil rata-rata produksi akar wangi 10-21 ton per hektar.
Pola budidaya tanaman akar wangi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sistem monokultur dan tumpang sari. Sebanyak 16 persen petani melakukan
sistem monokultur dan sebanyak 84 persen petani melakukan sistem tumpang sari dengan tanaman seperti kol, tomat, kentang, kubis, cabai, dan singkong. Hal ini
mengindikasikan pendapatan petani juga berasal dari hasil pertanian lainnya. Budidaya akar wangi dimulai dengan pembibitan, pencangkulan,
penanaman, penyiangan, pemberian pupuk dan panen. Bibit akar wangi diperoleh dengan cara memisahkan daun dan akar, setelah itu diambil bonggol akarnya
untuk ditanam. Permasalahan yang sering muncul adalah ketersediaan bibit yang
12
40 32
12 4
10 tahun 10 - 20 tahun
20 - 30 tahun 30 - 40 tahun
40 tahun
40 36
24 5 Ha
5 - 10 Ha 10 Ha
tidak konsisten dan mutu bibit tidak sesuai yang diharapkan. Permasalahan lain yang muncul adalah cuaca yang tidak menentu yang mengakibatkan rendemen
berkurang terutama saat curah hujan tinggi. Berdasarkan hasil survey, 12 persen petani tidak melakukan pemupukan.
Hal tersebut dikarenakan tidak sesuainya harga beli dan biaya operasional yang dikeluarkan. Petani akar wangi berpendapat lebih bagus jika tidak diberi pupuk
untuk sistem tanam monokultur. Sedangkan 88 persen melakukan pemupukan untuk petani akar wangi dengan sistem tanam tumpang sari. Pemupukan
diutamakan untuk tanaman tumpangnya daripada tanaman akar wangi. Petani menggunakan pupuk organik dan anorganik. Jenis pupuk anorganik yang
digunakan adalah ZA, TSP, NPK, KCL, kecuali pupuk UREA. Sedangkan pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang.
Petani umumnya menjual akar wangi langsung kepada penyuling atau kepada pengumpul akar wangi yang berada di daerah sekitarnya. Akan tetapi,
terdapat pula petani yang berperan sebagai penyuling sehingga hasil akar wangi langsung disuling sendiri atau disebut sebagai “petani-penyuling”. Petani
umumnya menyuling bahan baku di tempat penyulingan milik pengusaha penyuling dengan ketentuan bahwa produk yang dihasilkan dijual ke pemilik alat
suling. Selain itu terdapat pula petani yang menyuling di tempat penyulingan milik pengusaha penyuling dengan sistem sewa dan menjual minyak akar wangi
langsung ke pengumpul minyak akar wangi berskala besar. Adanya kerjasama antara petani dan penyuling atau dengan pengumpul
menjadikan pemasaran akar wangi tidak mempunyai kendala yang signifikan. Umumnya semua hasil panen pasti terserap pasar baik kualitasnya rendah maupun
tinggi. Harga akar wangi saat ini cenderung menurun akibat cuaca yang tidak menentu sehingga kualitas tidak sebagus musim kemarau. Semua akar wangi
dijual dengan berat basah, harga akar wangi basah berkisar antara Rp 1.200,00– 3.000,00 per kg berat basah. Namun, sebagian besar petani menjual pada harga Rp
2.000,00 per kg. Pada umumnya modal petani adalah modal sendiri atau modal pinjaman
dari saudara. Sedangkan untuk modal lainnya yaitu modal sendiri dan penyuling,
modal sendiri dan eksportir, serta modal sendiri dan perbankan. Persentase sumber modal pertanian akar wangi disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Sumber modal pertanian akar wangi data diolah Investasi dalam budidaya akar wangi per hektar selama satu periode
penanaman kurang dari Rp 25.000.000,00. Permodalan sering kali menjadi kendala yang dihadapi oleh petani karena lamanya masa tanam. Hal ini
menyebabkan petani menjual akar wangi dengan sistem ijon saat tanaman berumur 8 bulan dan siap dipanen setelah berumur 12 bulan. Fasilitas kredit dari
lembaga keuangan tidak dimanfaatkan petani karena persyaratan dirasa memberatkan dan berbelit-belit dalam prosedur peminjaman. Oleh karena itu
diharapkan peran pemerintah dalam bantuan permodalan atau meringankan persyaratan pinjaman bagi petani akar wangi.
4.1.2 Aktivitas Pengumpul Akar Wangi
Pengumpul akar wangi membeli akar wangi langsung dari petani setelah panen atau membeli dengan sistem ijon. Tidak ada kelompok pengumpul seperti
hal nya kelompok tani, jumlah pengumpul tidak banyak untuk setiap wilayah, hanya ada satu atau dua pengumpul dalam satu wilayah desa atau kecamatan. Hal
ini menyebabkan pengumpul bekerja sendiri dan cenderung bersaing antar pengumpul. Pengumpul akan menjual akar wangi kepada penyuling atau
pengumpul lain yang melakukan penyulingan. Pengumpul mendapat modal dari penyuling untuk mencari akar wangi dan menjualnya kembali ke penyuling. Para
pengumpul terkadang mencari akar wangi sampai ke luar wilayah untuk memenuhi kekurangan pasokan akar wangi. Pengumpul akar wangi terkadang
juga melakukan penyulingan sendiri dengan menyewa alat suling kepada penyuling dan membayarnya berupa minyak akar wangi kasar. Biaya sewa untuk
melakukan penyulingan rata-rata adalah Rp 1.500.000,00.
76 12
12 pribadi
pribadi dan saudara lainnya
Pengumpul akar wangi mampu mengumpulkan 4-5 ton akar wangi per hari dengan harga Rp 2.000,00-3.000,00. Sistem pemesanan dilakukan secara
langsung dengan mekanisme bayar cash and carry. Kendala yang dialami pengumpul adalah ketersediaan akar wangi yang tidak konsisten dan mutu yang
tidak sesuai dengan yang diharapkan.
4.1.3 Aktivitas Penyuling Akar Wangi
Penyuling akar wangi tersebar di 4 empat kecamatan yaitu Samarang, Bayongbong, Cilawu, dan Leles. Sebanyak 75 persen penyuling bergabung dalam
koperasi USAR Usaha Rakyat yang baru berdiri tahun 2010 dan 25 persen lainnya tidak bergabung dalam koperasi Usaha Rakyat USAR. Sebagian besar
penyuling bertindak sebagai petani yang disebut petani-penyuling. Penyuling yang tidak menanam akar wangi memperoleh akar wangi dengan membeli
langsung dari petanikelompok tani dan pengumpul akar wangi. Penyuling umumnya diberi pinjaman modal oleh eksportir atau pengumpul minyak dengan
syarat mereka harus membayar pinjaman modal dengan minyak. Pengiriman minyak dilakukan setelah minyak terkumpul selama 10 hari dengan jumlah rata-
rata sebanyak 40 kg. Namun, pada musim kemarau penyuling dapat memproduksi minyak lebih banyak dengan jumlah 50 kg selama satu minggu. Tahun 2010
rendemen menurun karena cuaca yang tidak mendukung yaitu curah hujan yang tinggi selama setahun terakhir mengakibatkan kualitas akar menurun.
Produk minyak akar wangi yang dihasilkan berupa minyak akar wangi kasar. Penyulingan dilakukan dengan menggunakan sistem kukus dan sistem
boiler atau sistem uap terpisah sebesar. Hanya sedikit yang masih menggunakan sistem rebus. Bahan bakar yang digunakan saat ini didominasi oleh minyak solar
dan oli bekas. Akan tetapi terdapat penyuingan yang menggunakan bahan bakar kayu. Minyak akar wangi dengan menggunakan sistem uap memiliki kualitas
yang lebih baik dibandingkan dengan sistem kukus Pemakaian solar lebih ramah lingkungan namun lebih mahal jika
dibandingkan dengan oli bekas. Kenaikan harga minyak tanah membuat biaya operasional meningkat. Selain itu kelangkaan bahan bakar menyebabkan
penyulingan minyak akar wangi tidak kontinu. Hal ini menyebabkan banyak usaha penyulingan yang tidak berproduksi karena biaya operasional tidak tertutup
oleh harga jual minyak. Hal tersebut juga berdampak pada hasil panen akar wangi yang tidak diolah, sehingga para petani membakar hasil panen mereka.
Permasalahan lain penyuling diharuskan membeli BBM dengan harga industri besar.
Mutu minyak akar wangi ditentukan oleh suhu dan tekanan yang digunakan. Tekanan yang baik untuk penyulingan akar wangi adalah 3 bar dengan
suhu sekitar 140-160°C pada sistem kukus. Tekanan yang rendah membuat mutu minyak lebih bagus jika dibandingkan dengan tekanan tinggi, karena dapat
menyebabkan minyak menjadi gosong. Harga bahan bakar yang tinggi membuat penyuling menaikkan tekanan pada 5 bar dengan tujuan penghematan bahan
bakar. Apabila menggunakan sistem uap terpisah atau boiler suhu dijaga pada 120°C dengan tekanan 2-3 bar selama 20 jam.
Proses penyulingan berlangsung selama 10 jam pengukusan dan 2 dua jam untuk memasukan dan membongkar akar wangi dalam tungku. Total untuk
satu kali proses penyulingan membutuhkan waktu kurang lebih 12 jam. Berdasarkan hal tersebut, maksimal satu alat suling mampu menyuling sebanyak
dua kali sehari. Kapasitas tungku per penyulingan sebesar 1,2-2 ton. Rendemen yang dihasilkan sebesar 4-8 kg per satu suling dalam kondisi akar wangi yang
bagus. Saat ini rendemen rata-rata yang dihasilkan adalah 0,4-0,5 persen. Hasil minyak akar wangi kemudian dijual ke pengumpul minyak akar wangi atau
langsung dijual ke eksportir. Proses penyiapan penyulingan akar wangi dimulai dengan pembersihan
dan pencucian akar wangi untuk menghilangkan tanah yang menempel pada akar wangi. Tanah yang ikut terbawa dalam proses penyulingan dapat menurunkan
rendemen dan mutu minyak akar wangi. Setelah itu dilakukan pengeringan dengan cara dijemur 12 jam di bawah sinar matahari langsung atau pada kadar air
15 persen sampai 25 persen dengan tujuan menguapkan sebagian air dalam bahan, sehingga proses penyulingan lebih mudah dan singkat. Sebelum penyulingan
sebaiknya akar wangi dirajang terlebih dahulu untuk memudahkan penguapan akar wangi. Akar wangi yang sudah dikeringkan dan dirajang dimasukkan dalam
ketel yang tertutup rapat.
Sebagian besar penyuling tidak menerapkan penyulingan dengan ketentuan yang baku good manufacturing process. Pencucian akar wangi hanya
dilakukan apabila musim hujan dan terlalu bayak tanah yang menempel. Penjemuran hanya dilakukan pada pagi hari dan tidak ada proses perajangan.
Semua itu dilakukan untuk mempercepat proses produksi dan menghemat biaya operasional. Pemisahan air dan minyak menggunakan kertas saring yang tidak
tembus air. Sehingga ketika disaring air akan berada di atas dan minyak mengalir ke dalam wadah penampungan.
Penjualan produk minyak akar wangi mempunyai beberapa keragaman. Penyuling dengan modal besar dapat menjual minyak akar wangi kepada
pengumpul atau eksportir yang memberi harga yang lebih menguntungkan. Hal tersebut tidak berlaku bagi sebagian besar penyuling yang kesulitan modal.
Mereka bergantung pada pinjaman modal dari pengumpul atau eksportir sehingga harus mengembalikan pinjaman modal tersebut berupa minyak hasil sulingan
mereka. Kasus yang terjadi di Garut yaitu terdapat satu pengumpul yang dominan sehingga hampir seluruh penyuling memiliki hubungan keterkaitan dengan
pedagang pengumpul tersebut. Konsekuensi dari hal tersebut adalah harga minyak akar wangi dibeli oleh pedagang yang bersangkutan dengan harga relatif lebih
murah dari harga yang berlaku.
4.1.4 Aktivitas Pengumpul Minyak Akar Wangi
Pengumpul minyak di daerah Garut tidak banyak yaitu dua pengumpul. Salah satunya adalah pengumpul minyak akar wangi yang merupakan perwakilan
eksportir PT. Djasula Wangi Jakarta. Pengumpul minyak mampu mengumpulkan 100-400 kg minyak akar wangi dalam satu minggu pada saat panen raya Juli-
Agustus. Sedangkan saat musim paceklik hanya mampu mengumpulkan 200 kg dalam waktu 10 hari. Minyak yang terkumpul tersebut langsung dikirim ke
eksportir yang berada di luar wilayah Garut yaitu Jakarta dan Bogor. Harga ekspor minyak tidak diketahui secara pasti oleh para pengumpul, mereka hanya
menerima harga yang diterapkan eksportir.
4.1.5 Sumber Daya Rantai Pasokan
1. Sumber Daya Fisik Sumber daya fisik rantai pasokan minyak akar wangi meliputi, lahan
pertanian, sarana dan prasarana penyulingan. Sarana dan prasarana penyulingan harus mendapat perhatian khusus. Umur ekonomis dari alat
suling ketel adalah sekitar 10-15 tahun. 2. Sumber Daya Teknologi
Penyulingan akar wangi Garut masih menggunakan sisitem kukus, masih sangat sedikit yang menggunakan sistem uap terpisah boiler. Bantuan
peralatan yang diberikan belum dapat digunakan secara optimal karena kendala operasional. Kendala yang dihadapi yaitu kapasitas mesin yang
masih kurang, belum ada operator yang ahli tentang mesin tersebut, dan mesin masih banyak kendala teknis. Perbedaan tipis keuntungan antara
proses penyulingan uap terpisah dengan proses kukus membuat penyuling masih menggunakan sistem kukus.
3. Sumber Daya Manusia Proses penyulingan melibatkan 2 dua sampai 5 lima orang tenaga
kerja dalam 1 satu kali penyulingan. 4. Sumber Daya Permodalan
Pembiayaan pada pertanian akar wangi cukup sulit didapat dari perbankan. Syarat yang rumit dan adanya agunan membuat petani
menggunakan modal sendiri atau meminjam ke saudara, pengumpul atau penyuling. Petani lebih nyaman membayar pinjaman dengan hasil panen
mereka. Hal serupa juga terjadi pada penyuling, syarat perbankan menuntut kepastian hasil dari penyuling sedangkan rendemen tidak dapat
ditentukan secara pasti. Oleh karena itu penyuling juga lebih memilih modal pinjaman dari pengumpul minyak atau eksportir dan membayar
pinjaman berupa minyak.
4.2. Harga Pokok Produksi dan Penjualan Akar Wangi 4.2.1 Harga Pokok Produksi HPPo Akar Wangi