komponen aktifnya. Menurut Rossen 2004, pada surfaktan yang mengandung gugus ester, degradasi berlangsung lebih cepat dimana surfaktan akan terurai menjadi alkohol
dan asam. Kedua produk hasil degradasi ini sangat bersifat tidak aktif permukaan. Setelah proses esterifikasi-transesterifikasi crude palm oil, dapat dilihat pada Tabel
7 bahwa kadar asam lemak bebas sebesar 0,16. Nilai tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan kadar asam lemak crude palm oil yaitu sebesar 4,66. Penurunan
kadar asam lemak bebas juga diikuti dengan penurunan bilangan asam. Bilangan asam menunjukkan jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam
lemak bebas dari suatu gram minyak atau lemak. Setelah proses esterifikasi- transesterifikasi crude palm oil, dapat dilihat pada Tabel 7 bahwa bilangan asam metil
ester CPO sebesar 0,32 mgKOHg. Nilai tersebut telah sesuai dengan SNI 04-7182-2006 yaitu maksimal 0,5 mgKOHg. Nilai tersebut juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan
bilangan asam crude palm oil yaitu 9,26 mgKOHg. Hal ini menunjukkan proses esterifikasi berupa konversi asam lemak bebas menjadi metil ester telah berhasil
mengurangi keasaman. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 7, bilangan iod metil ester adalah sebesar
38,66 mgIodg. Nilai tersebut telah sesuai dengan SNI 04-7182-2006 yaitu maksimal 115 mgKOHg, tetapi masih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian metil ester yang
pernah ada. Sheats dan MacArthur 2002 menggunakan ME dengan bilangan iod iodine value atau IV sebesar 30mgIodg atau lebih rendah. Bahan baku ME yang memiliki
bilangan iod tinggi sangat sulit untuk dipucatkan dan warna produk tidak baik untuk dikomersialisasikan. Dalam penelitian ini, metil ester akan digunakan dalam proses
sulfonasi sampai menjadi MESA dan langsung dianalisis tanpa melalui proses pemucatan.
4.3 SULFONASI METIL ESTER MENJADI MESA
Sulfonasi metil ester CPO dilakukan dalam reaktor single tube falling film reaktor STFR. Tinggi reaktor adalah 6 meter. Dimensi geometrik tabung ini berpengaruh
terhadap distribusi film dan ketebalannya, penyebaran dan turbulensi gas, pola aliran cairan, dan perubahan sepanjang reaktor seperti suhu dan penurunan pembentukan produk
samping yang tak diinginkan. Reaktan sulfonasi terdiri dari bahan organik metil ester CPO dan gas SO
3
yang digunakan adalah yang didilusikan dalam udara kering. Udara kering ini berfungsi untuk mengencerkan gas SO
3
yang pekat. Konsentrasi gas SO
3
yang dihasilkan dari pabrik H
2
SO
4
tersebut adalah sekitar 26. Untuk proses sulfonasi, gas SO
3
yang dibutuhan hanya 5-7. Oleh karena itu, gas SO
3
didilusikan dengan udara
kering. Gas dialirkan ke dalam tabung reaksi secara vertikal. Metil ester dialirkan melalui pangkal reaktor dengan pompa, lalu dialirkan ke liquid chamber kemudian bahan baku ini
mengalir turun melalui dinding tabung reaktor dengan pembentukan dan ketebalan lapisan film pada dinding yang dipengaruhi oleh diameter tabung reaktor. Diameter ini
mempengaruhi turbulensi yang sama antara gas SO
3
yang dialirkan terhadap metil ester. Berdasarkan Suryani dan Mangunwidjaya 2000, laju reaksi kimia merupakan laju
penurunan konsentrasi pereaksi atau peningkatan konsentrasi hasil reaksi per satuan waktu. Laju reaksi akan menentukan ukuran keaktifan dan kestabilan yang diberikan oleh
sistem. Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu, 1 konsentrasi reaktan, produk, katalis, 2 faktor lingkungan seperti suhu, tekanan, dan oksigen, 3 panjang gelombang dan
intensitas cahaya, dan 4 faktor fisik, seperti viskositas. Laju reaksi berkaitan erat dengan terjadinya reaksi kimia dari suatu zat dalam membentuk hasil reaksi. Reaksi kimia terjadi
sebagai akibat adanya tumbukan antara molekul-molekul dari zat yang bereaksi. Laju alir metil ester yang digunakan adalah 200 mlmenit. Metil ester dialirkan
terlebih dahulu, setelah aliran stabil, kemudian dialirkan udara kering dilanjutkan dengan gas SO
3
sehingga terjadi reaksi sulfonasi yang bersifat eksotermik. Reaktan mengalir melalui reaktor secara co-current. Selama sulfonasi, temperatur dan laju alir metil ester
yang masuk diperhatikan karena akan berpengaruh terhadap ratio mol reaksi sulfonasi dan ketebalan film yang dihasilkan di dinding reaktor. Setelah reaksi sepanjang reaktor,
dihasilkan Asam Metil Ester Sulfonat MESA. Penampakan visual secara fisik MESA yang terbentuk berwarna hitam dengan viskositas yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan metil ester.
Gambar 12. Mekanisme Reaksi Pembentukan MESA pada Proses Sulfonasi Mekanisme pembentukan MESA dalam reaktor sulfonasi terdiri dari beberapa
tahap. Gambar 12 menunjukkan contoh mekanisme pembetukan MESA dari metil ester dengan rantai hidrokarbon berasal dari asam oleat dengan satu ikatan rangkap. Reaksi
yang dapat terjadi sepanjang reaktor antara lain kontak antara fase gas SO
3
dan liquid metil ester, penyerapan gas SO
3
dari fase gas dan bereaksi dengan fase liquid. Urutan proses yang terjadi adalah metil ester I bereaksi dengan gas SO
3
membentuk senyawa intermediet II, pada umumnya berupa senyawa anhidrad. Dalam kondisi reaksi yang
setimbang, senyawa intermediet II tersebut akan mengaktifkan gugus alfa α pada
rangkaian gugus karbon metil ester sehingga membentuk senyawa intermediet III. Selanjutnya, senyawa intermediet III tersebut mengalami restrukturisasi dengan
melepaskan gugus SO
3
yang bukan terikat pada gugus alfa sehingga menjadi senyawa IV. Kemudian setelah gugus SO
3
terikat pada gugus alfa, gugus SO
3
berikutnya terikat pada rantai rangkap lalu diikuti dengan gugus SO
3
yang terikat pada gugus karboksil. Penambahan gugus SO
3
pada ikatan alfa terjadi lebih dahulu karena karbokation gugus alfa lebih stabil dibandingkan dengan karbokation dengan ikatan rangkap dan
karbokation pada gugus karboksil. Setelah penambahan gugus SO
3
pada ikatan alfa, baru terjadi penambahan gugus SO
3
yang memecah ikatan rangkap, kemudian dilanjutkan dengan penambahan gugus SO
3
pada gugus karboksil seperti pada senyawa IV. Hal ini sesuai dengan aturan Markonikov Hart et al.,2003, yaitu reaksi adisi terjadi lebih dahulu
pada karbokation yang stabil karena reaksi pada karbokation stabil membutuhkan energi yang lebih rendah sehingga lebih mudah terjadi dibandingkan dengan yang tidak stabil
seperti pada ikatan rangkap. II
CH
3
-CH
2 7
-CH=CH-CH
2 7
-C-OCH
3
:SO
3
I + SO
3
CH
3
-CH
2 7
-CH=CH-CH
2 7
-C-OCH
3
O O
II + SO
3
O CH
3
-CH
2 7
-CH=CH-CH
2 7
-C-OCH
3
:SO
3
SO
3
H
III
O CH
3
-CH
2 7
-CH=CH-CH
2 6
-CH-C-OCH
3
:SO
3
SO
3
H SO
3
H SO
3
H IV + SO
3
SO
3
H O
CH
3
-CH
2 7
-CH=CH-CH
2 6
-CH-C-OCH
3
CH
3
-CH
2 7
-CH
2
-CH-CH
2 6
-CH-C-OCH
2
V O
4.4 KARAKTERISTIK DAN KINERJA MESA