asam dan hidrogen dari alkohol. Dengan kata lain, dalam esterifikasi tersebut, gugus
–OCH
3
dari alkohol menggantikan gugus –OH dari asam.
Berdasarkan Hart et al. 2003, dalam reaksi esterifikasi, sesungguhnya mekanisme yang terjadi adalah setahap demi setahap. Pertama, gugus karbonil
dari asam terprotonisasi secara reversibel sehingga meningkatkan muatan positif pada karbon karboksil dan menambah reaktifitasnya terhadap nukleofil. Kedua,
alkohol sebagai nukleofil menyerang karbon karbonil dari asam yang terprotonisasi. Inilah langkah yang membentuk ikatan baru C-O ikatan ester.
Dua langkah selanjutnya merupakan kesetimbangan dimana oksigen lepas atau memperoleh proton. Kesetimbangan asam seperti ini bersifat reversibel dan
berlangsung cepat dan terus menerus berjalan dalam larutan bersuasana asam dari senyawa yang mengandung oksigen. Kelima, air sebagai salah satu produk pun
terbentuk. Agar langkah ini terjadi, gugus –OH harus terprotonisasi untuk
meningkatkan kapasitas. Langkah akhir, menghasilkan ester dan meregenerasi katalis
asam kebalikan
dari langkah
pertama.
.. ..
.. ..
O:
+
OH :OH
: OH
||
H
+
|| ..
| ..
-
H
+
| R
– C – OH R
– C – OH R
– C – OH R
– C – OH
O O
+
CH
3
O:
.
CH
3
H CH
3
H
.. ..
..
+
OH :
OH :
OH ||
.. -
H
+
| ..
-
H
2
O
| H
R – C – OH
R – C – OH
R – C – O
+
H
CH
3
O: CH
3
O:
Sumber: Hart et al. 2003
.. ..
.. ..
.. ..
..
.. ..
.. ..
..
Gambar 6. Mekanisme Reaksi Esterifikasi antara Asam Lemak dan Metanol dengan Katalis Asam
Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh suhu dan waktu proses, jumlah rasio molar metanol terhadap minyak, serta jenis dan konsentrasi katalis Sontag,
1982. Proses transesterifikasi dapat dilakukan secara curah batch atau sinambung continue pada suhu 50-70
o
C. Kondisi proses transesterifikasi secara kontinyu telah dilakukan Darnoko et al. 2000, yaitu dengan suhu proses 60
o
C pada tekanan 1 atmosfir, dengan pengadukan, menggunakan katalis KOH 1
ww terlarut dalam metanol. Hasil transesterifikasi minyak sawit tersebut mencapai 97,3 pada waktu 60 menit. Waktu yang lebih dari 60 menit dapat
menurunkan laju produksi metil ester. Penambahan metanol dilakukan dengan rasio metanol
–minyak sebesar 6 : 1. Menurut Bernardini 1983, konsentrasi metanol yang digunakan pada
proses transesterifikasi tidak boleh lebih rendah dari 98 , karena semakin rendah konsentrasi metanol yang digunakan maka semakin rendah rendemen metil ester
yang dihasilkan sedangkan waktu reaksi menjadi lama. Konsentrasi metanol untuk transesterifikasi telah diteliti lebih lanjut oleh Widyawati 2007 yang
membuktikan konsentrasi metanol 10 bb dapat diterapkan untuk melakukan proses esterifikasi yang efisien dalam menurunkan bilangan asam pada produk.
Katalis basa sebesar 1 juga menurunkan bilangan asam lebih rendah dibandingkan dengan katalis lain dengan kadar yang sama pada proses
transesterifikasi. Menurut Sontag 1982, katalis basa banyak digunakan karena reaksinya sangat cepat, sempurna, dan dapat dilakukan pada suhu yang rendah.
Jika minyak mengandung asam lemak bebas tinggi, rendemen transesterifikasi dapat diperbaiki dengan menggunakan katalis basa yang berlebih.
Namun, asam lemak bebas yang terkandung dapat terkonversi juga menjadi garam alkali datau sabun Haas et al., 2003. Pembentukan sabun menyulitkan proses
pencucian dan memungkinkan hilangnya produk yang berguna. Alternatifnya adalah melalui dua tahap reaksi, dengan melibatkan katalis asam pada reaksi
esterifikasi dan melibatkan katalis basa pada reaksi transesterifikasi Canaki dan Gerpen, 2001. Katalis asam dapat berperan mengkonversi trigliserida menjadi
metil ester. Meskipun demikian, kecepatan katalis asam lebih rendah dibandingkan dengan katalis basa Freedman et al., 1984.
Menurut MacArthur et al. 2002, bahan baku metil ester dapat berasal dari minyak kelapa, lemak hewan, dan minyak sawit. Metil ester dari lemak hewan dan
minyak sawit didominasi dengan kandungan gugus ester asam lemak berantai karbon C16 dan C18. Metil ester yang berasal dari lemak hewan memiliki
perbandingan C16 dan C18 sebesar 1:2 sedangkan metal ester yang diperoleh dari minyak kelapa sawit memiliki perbandingan C16 dan C18 sebesar 2:1. Selain dari
komposisi rantai karbon dan asam lemak, pemilihan bahan baku untuk pembuatan metil ester dapat dipengaruhi juga oleh harga. Sesuai dengan tahapan prosesnya,
metil ester dari minyak kelapa sawit kasar memiliki harga yang realtif lebih murah dibandingkan dengan metil ester dari minyak inti sawit dan minyak kelapa.
Metil ester lebih banyak digunakan untuk aplikasi oleokimia dibandingkan dengan asam lemak karena memiliki keuntungan, di antaranya dapat diproduksi
pada tekanan atmosfer normal dan kondisi suhu yang rendah sehingga konsumsi energi produksi lebih sedikit. Metil ester juga lebih tahan terhadap oksidasi, tidak
bersifat korosif, dan tidak mudah berubah warna sehingga peralatan produksi tidak mahal serta pada waktu penyimpanan dan transportasi lebih mudah Hui,
1996. Metil ester menjadi produk antara dari minyak dan lemak yang dapat
menjadi bahan baku pembuatan surfaktan di samping bahan baku lainnya seperti asam lemak fatty acid dan alkohol lemak fatty alcohol. Metil ester menjadi
produk antara untuk membuat produk oleokimia selanjutnya melalui proses amidasi misalnya menjadi monoetanolamida atau dietanolamida, proses
sukrolisis menjadi sukrosa ester, dan proses sulfonasi menjadi metil ester sulfonat Matheson, 1996.
2.4 METIL ESTER SULFONAT