4.4 KARAKTERISTIK DAN KINERJA MESA
Penelitian ini menguji karakteristik dan kinerja surfaktan MESA CPO hasil proses sulfonasi  pada  beberapa  periode  sampling.  Karakteristik  fisik  MESA  CPO  yang  diuji
adalah  densitas,  viskositas,  nilai  pH,  dan  kadar  bahan  aktif,  sedangkan  kinerja  MESA yang diuji adalah kemampuan menurunkan tegangan permukaan dan nilai tegangan antar
muka. 4.4.1 Densitas
Densitas  merupakan  perbandingan  berat  dari  suatu  volume  sampel  pada suhu  25
o
C  dengan  berat  air  pada  volume  dan  suhu  yang  sama.  Hasil  pengukuran densitas  dari  periode  sampling  10  menit  sampai  dengan  100  menit  dapat  dilihat
pada  Lampiran  4a.  Dalam  penelitian  ini  dilakukan  analisis  keragaman  Lampiran 4b terhadap nilai densitas pada MESA hasil beberapa periode  sampling. Analisis
keragaman  pada  tingkat  kepercayaan  95  terhadap  densitas  menunjukkan  bahwa ada  pengaruh  akibat  perbedaan  periode  sampling  terhadap  nilai  densitas  MESA.
Pengujian  kemudian  dilanjutkan  dengan  uji  Duncan  Lampiran  4c  untuk  melihat pada periode sampling yang  mana terdapat perbedaan  yang  nyata. Hasil uji  lanjut
Duncan  menunjukkan  bahwa  densitas  MESA  dari  periode  sampling  10  menit berbeda  nyata  dengan  MESA  dari  periode  sampling  selanjutnya.  Hasil  uji  lanjut
Duncan dapat dilihat pada Lampiran 6c.
Gambar 13. Grafik Hubungan Periode Sampling dengan Nilai Densitas
Densitas  terendah  diperoleh  dari  MESA  hasil  periode  sampling  10  menit, dengan  nilai  rata-rata  0,9416  gramcm
3
.  Densitas  tertinggi  dimiliki  oleh  MESA hasil periode sampling 100 menit, dengan rata-rata nilai 0,9915 gramcm
3
. Gambar 13  merupakan  grafik  yang  menunjukkan  nilai  densitas  MESA  akibat  pengaruh
periode sampling. Dari grafik  dapat dilihat bahwa  densitas MESA  yang  diperoleh dari  periode  sampling  10  menit  sampai  dengan  30  menit  meningkat  dari  rata-rata
0,9416  gramcm
3
menjadi  0,9910  gramcm
3
.  Namun  selanjutnya  setelah  itu, densitas mengalami fluktuasi dari 0,97-0,99 gramcm
3
. Fluktuasi  nilai  densitas  ini  dapat  menunjukkan  bahwa  reaksi  yang  terjadi
belum  dapat  menghasilkan  MESA  dengan  nilai  densitas  yang  stabil.  Hal  ini kemungkinan  dapat  disebabkan  karena  mekanisme  pembentukan  MESA  dalam
reaktor  sulfonasi  selama  periode  tersebut  belum  sempurna,  belum  mencapai kesetimbangan. Dalam periode tertentu,  hasil reaksi  masih  dalam bentuk senyawa
intermediet  yang  masih  dapat  mengalami  restrukturisasi  melepaskan  gugus  SO
3
yang dapat mengurangi nilai densitas. Menurut  MacArthur  et  al.,  1998,  mekanisme  pembentukan  MESA  dalam
reaktor  sulfonasi  terdiri  dari  beberapa  tahap,  salah  satunya  reaksi  metil  ester dengan gas SO
3
membentuk senyawa intermediet, pada umumnya berupa senyawa anhidrad. Senyawa ini bukan yang diinginkan dalam sulfonasi, tetapi dalam kondisi
reaksi  setimbang  senyawa  tersebut  dapat  mengaktifkan  gugus  alfa  karbon  metil ester  sehingga  membentuk  senyawa  MESA  yang  diinginkan  untuk  dapat  diproses
dalam tahap netralisasi selanjutnya. Mekanisme reaksi bertahap akan mempengaruhi penambahan jumlah gugus
sulfonat  SO
3
H
-
yang  terbentuk.  Penambahan  gugus  SO
3
H
-
yang  terjadi  pada hidrokarbon  dapat  menambah  berat  molekul  senyawa  dan  meningkatkan  nilai
densitas.  Peningkatan  densitas  ini  juga  dapat  mempengaruhi  karakteristik  yang lain.
a b
Gambar 14. Hubungan Densitas dengan Karakteristik Viskositas a dan Kadar Bahan Aktif b
Untuk itu mengetahui lebih lanjut mengenai hasil penambahan gugus SO
3
H
-
terhadap  nilai  densitas,  maka  nilai  densitas  tersebut  juga  dibandingkan  dengan nilai karakteristik MESA yang lain, yaitu viskositas dan kadar bahan aktif. Gambar
14 menunjukkan hubungan antara densitas dengan viskositas dan bahan aktif. Dari Gambar  14a  tersebut  dapat  diamati  bahwa  semakin  besar  nilai  densitas  MESA,
maka viskositas MESA juga semakin meningkat. Rantai  hidrokarbon  metil  ester  yang  tersulfonasi  akan  mengandung
sejumlah  tambahan  gugus  sulfonat  sehingga  meningkatkan  ukuran  molekul. Ukuran  molekul  yang  besar  dapat  menyebabkan  viskositas  cairan  lebih  tinggi
dibandingkan  dengan  ukuran  molekul  yang  kecil.  Menurut  Takeuchi,  2008, viskositas  yang  tinggi  disebabkan  adanya  gaya  tarik  menarik  antarmolekul  yang
besar  dalam  cairan,  molekul  yang  besar,  rantai  molekul  yang  tidak  teratur,  serta
suhu, sehingga molekul menjadi lebih sukar bergerak dan cenderung berkoagulasi.
Selain  itu,  penambahan  gugus  sulfonat  ini  juga  cenderung  meningkatkan kadar  bahan  aktif  sebab  dalam  surfaktan,  gugus  ini  menjadi  komponen  hidrofilik
yang  aktif  dan  dapat  larut  dengan  air.  Dari  Gambar  14b  tersebut  dapat  diamati bahwa  semakin  besar  nilai  densitas  MESA,  maka  kadar  bahan  aktif  MESA  juga
cenderung  meningkat.  Semakin  banyak  gugus  SO
3
H
-
yang  terikat  pada hidrokarbon, maka surfaktan anionik semakin bersifat aktif.
a b
Gambar 15. Hubungan Nilai Densitas dengan Nilai Tegangan Permukaan dan Nilai Tegangan Antar Muka
Selain  itu,  untuk  itu  mengetahui  lebih  lanjut  mengenai  hasil  penambahan gugus  SO
3
H
-
terhadap  nilai  densitas,  maka  nilai  densitas  tersebut  juga dibandingkan  dengan  kinerja MESA dalam menurunkan tegangan permukaan dan
tegangan  antarmuka.  Peningkatan  nilai  densitas  yang  cenderung  meningkatkan kadar  aktif  MESA  ini  juga  mempengaruhi  kinerja  surfaktan  dalam  menurunkan
tegangan  permukaan.  Gambar  15  menunjukkan  grafik  hubungan  densitas  dengan nilai  penurunan  tegangan  permukaan  dan  nilai  tegangan  antar  muka  pada
konsentrasi  surfaktan  0,3  dan  untuk  nilai  tegangan  antar  muka  pada  salinitas 30000 ppm.
Gambar  15a  menunjukkan  dengan  kenaikan  densitas,  tegangan  permukaan cenderung  semakin  menurun.  Penambahan  gugus  SO
3
H
-
yang  terikat  pada hidrokarbon  dapat  meningkatkan  densitas  dan  karena  gugus  sulfonat  ini  bersifat
dapat  larut  air  hidrofilik  serta  dapat  bereaksi  memecah  ikatan  hidrogen  air sehingga  surfaktan  anionik  tersebut  aktif  menurunkan  tegangan  permukaan  air.
Oleh  karena  itu,  peningkatan  densitas  dapat  cenderung  menurunkan  tegangan permukaan.
Gambar  15b  menunjukkan  hubungan  densitas  dan  tegangan  antar  muka. Peningkatan nilai densitas dari 0,9416 gramcm
3
menjadi 0,9714 gramcm
3
mampu menurunkan  nilai  tegangan  antar  muka,  tetapi  peningkatan  nilai  densitas  menjadi
0,9840  gramcm
3
meningkatkan  nilai  tegangan  antar  muka.  Pada  pengukuran tegangan  antar  muka  dengan  alat  spinning  drop interfacial  tensiometer,  tegangan
antar muka dipengaruhi oleh perbedaan densitas larutan surfaktan dengan densitas
fluida  minyak  bumi  dalam  pengujian,  lebar  drop  yang  dihasilkan,  indeks  bias larutan surfaktan, kecepatan putaran sehingga nilai tegangan antar muka sebanding
dengan    10
6
π
2
Δρd
3
8  n
3
P
2
.  Peningkatan  nilai  densitas  MESA  dapat meningkatkan  perbedaan  densitas  larutan  surfaktan  terhadap  minyak  sehingga
meningkatkan nilai tegangan antar muka.
4.4.2 Viskositas
Viskositas suatu cairan merupakan sifat fluida yang dipengaruhi oleh ukuran molekul  dan  gaya  antarmolekul.  Proses  penambahan  gugus  sulfonat  pada  proses
sulfonasi  membuat  MESA  cenderung  memiliki  ukuran  molekul  yang  lebih  besar sehingga  memiliki  viskositas  yang  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  metil
esternya.  Hasil  pengukuran  viskositas  dari  periode  sampling  10  menit  sampai dengan 100  menit  dapat dilihat pada Lampiran 5a. Dalam penelitian  ini  dilakukan
analisis  keragaman  Lampiran  5b  terhadap  nilai  viskositas  pada  MESA  hasil beberapa  periode  sampling.  Analisis  keragaman  pada  tingkat  kepercayaan  95
terhadap  viskositas  menunjukkan  bahwa  ada  pengaruh  akibat  perbedaan  periode sampling terhadap nilai viskositas MESA. Pengujian kemudian dilanjutkan dengan
uji  Duncan  Lampiran  5c  untuk  melihat  pada  periode  sampling  yang  mana terdapat  perbedaan  yang  nyata.  Hasil  uji  lanjut  Duncan  menunjukkan  bahwa
viskositas MESA dari periode sampling 10 menit berbeda nyata dengan viskositas MESA  yang  diperoleh  dari  periode  sampling  selanjutnya.  Hasil  uji  lanjut  Duncan
dapat dilihat pada lampiran 7c. Gambar  16  merupakan  grafik  yang  menunjukkan  nilai  viskositas  MESA
CPO  berdasarkan  periode  sampling.  Viskositas  cenderung  meningkat  sampai periode  sampling  40  menit.  Viskositas  kemudian  menurun  sampai  MESA  hasil
periode sampling 70  menit, tetapi setelah  itu viskositas kembali  naik  menuju  nilai seperti  pada  waktu  reaksi  sulfonasi  30  menit.  Kondisi  ini  menunjukkan  bahwa
MESA  hasil  sulfonasi  dari  beberapa  periode  tersebut  masih  belum  menunjukkan nilai  viskositas  yang  stabil.  Hal  ini  kemungkinan  disebabkan  selain  karena
mekanisme  reaksi  penambahan  gugus  SO
3
yang  belum  sempurna  masih  dalam tahap  pembentukan  senyawa  intermediet  terdapat  juga  perbedaan  sisi  yang
bereaksi selama sulfonasi.
Gambar 16. Grafik Hubungan Periode Sampling dengan Nilai Viskositas Jungenmann  1979  menggambarkan  bahwa  reaksi  sulfonasi  untuk
pembuatan MES dapat terjadi pada tiga sisi, yaitu pada gugus karboksil, bagian α-
atom  karbon,  dan  rantai  tidak  jenuh  ikatan  rangkap.  Reaksi  yang  dihasilkan dalam  selang  waktu  10  menit  tersebut  kemungkinan  dapat  terjadi  pada  kombinasi
salah satu, dua, atau tiga posisi tersebut sehingga menghasilkan jumlah gugus SO
3
yang berbeda  dalam sulfonasi  dalam selang  waktu tersebut. Reaksi  yang beragam dalam  penambahan  SO
3
tersebut  menyebabkan  viskositas  MESA  hasil  sampling yang  ada  yang  rendah  dan  tinggi.  Viskositas  terendah  berasal  dari  MESA  hasil
sulfonasi 10 menit, dengan rata-rata nilai 30 cP. MESA dengan viskositas terendah memiliki densitas terendah juga 0,9416 gramcm
3
.
4.4.3 Nilai pH
Derajat  keasaman  atau  pH  power  of  hydrogen  merupakan  ukuran  tingkat keasaman  suatu  larutan.  Melalui  nilai  pH,  dapat  ditentukan  suatu  larutan  bersifat
asam atau basa. Hasil pengukuran nilai pH dari periode sampling 10 menit sampai dengan 100  menit  dapat dilihat pada Lampiran 6a. Dalam penelitian  ini  dilakukan
analisis  keragaman  Lampiran  6b  terhadap  nilai  pH  pada  MESA  hasil  beberapa periode sampling. Analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95 terhadap pH
menunjukkan  bahwa  ada  pengaruh  akibat  perbedaan  periode  sampling  terhadap nilai  pH  MESA.  Pengujian  kemudian  dilanjutkan  dengan  uji  Duncan  Lampiran
6c  untuk  melihat  pada  periode  sampling  yang  mana  terdapat  perbedaan  yang nyata. Hasil uji  lanjut Duncan  menunjukkan bahwa viskositas MESA dari periode
sampling  10  menit  berbeda  dengan  viskositas  MESA  yang  diperoleh  dari  periode sampling selanjutnya. Hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat pada lampiran 8c.
Gambar 17. Grafik Hubungan Priode Sampling terhadap Nilai pH Nilai pH MESA  dari periode sampling 10 menit  memiliki  nilai tertinggi  di
antara  MESA  dari  periode  sampling  seluruhnya,  dengan  rata-rata  nilai  3,33. Gambar 17 merupakan grafik yang menunjukkan pH yang terkandung oleh MESA
pada beberapa periode sampling. Nilai pH pada periode sampling 10 menit sampai 30  menit  menurun  dan  periode  selanjutnya  cenderung  dengan  derajat  keasaman
yang  tetap  antara  3,00-3,08.  Hal  ini  dapat  disebabkan  pada  periode  selanjutnya gugus  SO
3
banyak  yang  telah  bereaksi  dengan  rantai  hidrokarbon  dan menghasilkan baik dalam bentuk senyawa intermediet maupun yang terikat dalam
gugus  sulfonat  pada  MESA.  Gugus  sulfonat  pada  surfaktan  jika  terurai  dalam  air cenderung  sebagai  pendonor  ion  H
+
,  sehingga  MESA  termasuk  dalam  kondisi asam. Menurut prinsip Arrhenius, yang menentukan sifat asam dalam suatu larutan
adalah banyaknya ion H
+
di dalam larutan tersebut. Semakin besar konsentrasi ion H
+
,  semakin  besar  kemampuan  suatu  molekul  mendonorkan  ion  tersebut,  maka semakin bersifat asam. Nilai pH diukur sebagai
–log [H
+
] sehingga semakin kecil nilai pH kecil maka suatu larutan semakin bersifat asam.
Kondisi  MESA  yang  asam  menyebabkan  sifatnya  tidak  stabil  sehingga perlu  dinetralisasi  lebih  lanjut  untuk  produksi  surfaktan  komersil.  Menurut
MacArthur  et  al.  1998,  stabilitas  surfaktan  dipengaruhi  oleh  konsentrasi surfaktan,  suhu,  dan  pH.  Stabilitas  hidrolitik  dari  ester
α-sulfonat  berada  pada rentang  pH  ~3.0-9.5.  Metilester  sulfonat  menunjukkan  stabilitas  hidrolisis  yang
buruk  pada  pH  yang  tinggi  jika  dibandingkan  dengan  surfaktan  anionik  pada umumnya
4.4.4 Kadar Bahan Aktif
Bahan    aktif    merupakan    salah    satu    mutu    nilai    kinerja  surfaktan. Semakin  banyak   kadar bahan  aktif  sebuah  surfaktan   maka   diharapkan akan
semakin  baik  kinerja surfaktan. Tabel 8 Hasil Pengujian Kadar Bahan Aktif
Periode Bahan Aktif
Sampling Ulangan 1
Ulangan 2 Rata-rata
Simpangan Baku
10 menit 15,58
12,36 13,97
2,278 20 menit
15,70 15,40
15,55 0,218
30 menit 21,39
18,27 19,83
2,202 40 menit
20,88 17,91
19,39 2,102
50 menit 20,98
16,43 18,71
3,213 60 menit
17,84 18,07
17,95 0,161
70 menit 16,49
17,47 16,98
0,688 80 menit
19,07 18,08
18,57 0,698
90 menit 21,45
17,67 19,56
2,673 100 menit
20,94 21,17
21,05 0,163
Tabel  8  menunjukkan  hasil  pengukuran  kadar  bahan  aktif  dari  periode sampling  10  menit  sampai  dengan  100  menit.  Analisis  keragaman  Lampiran  7b
pada  tingkat  kepercayaan  95  terhadap  kadar  bahan  aktif  menunjukkan  bahwa nilai  kadar  aktif  MESA  pada  periode  sampling  sampai  100  menit  tidak  berbeda
nyata.  MESA  hasil  sampling  10  menit  memiliki  nilai  terendah,  yaitu  rata-rata 13,97,  kadar  aktif  meningkat  mencapai  19,83  pada  hasil  sampling  30  menit,
dan kadar bahan aktif tertinggi diperoleh dari hasil sampling MESA CPO ini pada periode 100 menit dengan rata-rata nilai hanya mencapai 21,05.
Nilai  kadar  aktif  yang  masih  cukup  rendah  tersebut  kemungkinan  dapat dipengaruhi  oleh  mekanisme  sulfonasi  yang  terdiri  dari  beberapa  tahap  dimana
pada  periode  tersebut  senyawa  yang  terbentuk  belum  sempurna,  masih  berupa senyawa  intermediet.  Sehingga  masih  ada  kemungkinan  jika  sulfonasi  dilanjutkan
dapat  diperoleh  MESA  dengan  kadar  aktif  yang  lebih  tinggi  pada  periode selanjutnya. Menurut  Syam  et  al,  2009,  waktu  reaksi  memberikan  pengaruh
pada    reaksi     karena     memberikan     peluang    percampuran     dan     pelarutan. Semakin  banyak  molekul  SO
3
yang  terlarut,  maka  semakin  tinggi  pula reaksi dengan metil ester akibatnya adalah semakin banyak surfaktan yang terbentuk.
Selain  itu,  bahan  baku  metil  ester  yang  memiliki  distribusi  atom  karbon dengan ikatan rangkap yang tidak seragam juga dapat mempengaruhi posisi reaksi
sulfonasi.    Bahan  baku  metil  ester  untuk  produksi  MESA  dalam  penelitian  ini menggunakan  metil  ester  CPO  yang  mengandung  C
14
0,39,  C
16
42,63,  C
18
52.  C
16
dalam  bentuk  palmitat  sebesar  18,084,  C
18
dalam  bentuk  stearat 4,131,  oleat  52,021,  linoleat  15,651,  dan  linolenat  1,98.  Berdasarkan
Hovda  1993,  jika  metil  ester  yang  digunakan  adalah  stearin  sawit,  maka konsentrasi  bahan  aktif  dapat  mencapai  25-85,  dengan  extractive  oil  termasuk
produk samping kurang dari 3, dan volatil oil dari bahan baku metil ester kurang dari  2.  Roger  2001  menguraikan  bahwa  stearin  sawit  mengandung  C
14
miristrat  1,3,  C
16
palmitat  55,2,  C
18
dalam  bentuk  stearat  5,3,  oleat 29,5, dan linoleat 8. Menurut Watkins 2001, MES C
16
memperlihatkan daya detergensi terbaik, kemudian diikuti oleh C
18
sehingga minyak nabati dengan atom karbon C
16-18
dan tallow biasa digunakan untuk deterjen bubuk dan deterjen cair. Pengujian  kadar  aktif  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  dengan
menggunakan  prinsip  mentitrasi  senyawa  anionik  dengan  senyawa  kationik. Metode  ini  relatif  lebih  murah,  tetapi  memiliki  kekurangan  dibandingkan  dengan
metode  GC  karena  senyawa  kationik  yang  digunakan  dapat  bereaksi  lambat, pemisahan  fase  berlangsung  perlahan,  dan  tidak  dapat  diketahui  secara  spesifik
jenis komponen yang menjadi bahan aktif. Pencampuran  antara  surfaktan  anionik  yang  diencerkan,  kloroform,  dan
metilen  blue  menghasilkan  larutan  yang  terdiri  dari  dua  fase  dengan  dua  macam warna  biru  .  Menurut  Stache  1995,  metilen  blue  akan  membentuk  kompleks
dengan  garam  anionik  yang  terlarut  dalam  kloroform  dan  menghasilkan  dua lapisan  yang  berbeda.  Titrasi  dengan  centryltrimethylammonium  bromide
surfaktan  kationik  dan  pencampuran  merata  akan  menyebabkan  kesetimbangan antara  senyawa  kationik  dan  anionik  yang  ditunjukkan  dengan  perubahan  larutan
memiliki menjadi warna yang sama.
4.4.5 Tegangan Permukaan
Hargreaves  2003  menyatakan  bahwa  tegangan  permukaan  merupakan gaya yang terjadi akibat  molekul  cairan yang berada di permukaan yang bertemu
langsung  dengan  udara  mengalami  defisiensi  di  posisi  atas,  tetapi  ikatan  antar molekul  kuat  pada  arah  lainnya  karena  ada  interaksi  antar  molekul  dalam  cairan
sehingga  menyebabkan  ketegangan  pada  bagian  atas  permukaannya.  Apabila surfaktan  ditambahkan  ke  suatu  cairan  pada  konsentrasi  rendah,  maka  tegangan
permukaan tersebut dapat berubah. Pengujian pengaruh periode sampling sulfonasi terhadap nilai penurunan tegangan permukaan pada penelitian ini dilakukan dalam
beberapa macam konsentrasi surfaktan, yaitu 0,1, 0,2, 0,5, dan 1. Hasil  pengukuran  tegangan  permukaan  dari  periode  sampling  10  menit
sampai  dengan  100  menit  dapat  dilihat  pada  Lampiran  8a  dan  Lampiran  8b. Analisis  keragaman  Lampiran  8c  pada  tingkat  kepercayaan  95  terhadap  nilai
tegangan  permukaan  pada  empat  macam  konsentrasi  surfaktan  tersebut, menunjukkan  bahwa  ada  variasi  nilai  tegangan  permukaan  yang  berbeda  akibat
periode sampling. Ada juga variasi nilai tegangan permukaan yang berbeda akibat pengaruh konsentrasi surfaktan, tetapi tidak ada pengaruh interaksi antara periode
sampling dengan konsentrasi surfaktan. Hasil uji  lanjut Duncan  Lampiran 8d  menunjukkan  bahwa ada perbedaan
akibat  perubahan  konsentrasi  antara  0,1,  0,3,  dan  0,5.  Akan  tetapi, pengubahan konsentrasi dari 0,5 menjadi 1 tidak memberikan perbedaan yang
signifikan  terhadap  nilai  tegangan  permukaan.  Hasil  uji  lanjut  Duncan  Lampiran 8e terhadap periode sampling menunjukkan bahwa nilai tegangan permukaan oleh
MESA  yang  dihasilkan  pada  periode  sampling  10  menit  dan  20  menit  berbeda, sedangkan  pada  periode  sampling  30  menit  sampai  60  menit  tidak  berbeda.
Selanjutnya  nilai  tegangan  permukaan  masih  mengalami  fluktuasi  dengan  nilai yang  tidak  berbeda  dengan  periode  sampling  10  menit  dan  20  menit,  sehingga
menunjukkan  masih  ada  ketidakstabilan  kinerja  MESA  dalam  menurunkan tegangan  permukaan.  Hal  ini  kemungkinan  dapat  disebabkan  karena  reaksi  yang
belum optimal dan mekanisme penambahan gugus sulfonasi yang belum sempurna sampai periode 100 menit.
Gambar 18. Grafik Nilai Tegangan Permukaan dengan Penambahan Beberapa Konsentrasi MESA CPO pada beberapa Periode Sampling
Grafik  pada  Gambar  18  menunjukkan  nilai  tegangan  permukaan  dengan penambahan  beberapa  konsentrasi  MESA.  Nilai  tegangan  permukaan  air  tanpa
penambahan  surfaktan  yang  terukur  dalam  penelitian  ini  adalah  sebesar  57,3 dynecm.  Berdasarkan  Hargreaves  2003  dan  Shaw  1980,  tegangan  permukaan
air pada temperatur 20-25
o
C bernilai 72,75 dynecm. Penurunan  tegangan  permukaan  terjadi  karena  molekul-molekul  dalam
sebagian  besar  cairan  saling  tertarik  satu  sama  lain  oleh  gaya  Van  der  Walls  dari ion surfaktan yang menggantikan ikatan hidrogen air dan sebagian besar surfaktan.
Pada  penelitian  ini,  MESA  hasil  periode  sampling  20  menit  memiliki  nilai tegangan  permukaan  terendah.  Dengan  penambahan  konsentrasi  MESA  0,1
tegangan  permukaan  turun  menjadi  38,6  dynecm  mengalami  penurunan  33. Padahal menurut Hargreaves 2003, pada tingkat 0,1 surfaktan akan mengurangi
tegangan  permukaan  air  dari  72  menjadi  32  mNm  dynecm,  atau  sekitar  50 lebih.  Sehingga,  nilai  penurunan  tegangan  permukaan  oleh  MESA  dengan
konsentrasi 0,1 ini masih di bawah dari nilai yang diharapkan. Selanjutnya,  dengan  konsentrasi  surfaktan  0,3  tegangan  permukaan
menjadi  lebih  kecil  yaitu  37,3  dynecm  mengalami  penurunan  35.  Dengan konsentrasi  surfaktan  0,5  tegangan  permukaan  menjadi  lebih  kecil  yaitu  34,6
dynecm  mengalami  penurunan  40.  Namun,  dengan  penambahan  konsentrasi
surfaktan  menjadi  1  penurunan  tegangan  permukaan  tidak  berbeda  jauh,  hanya turun 41 dengan nilai 33,6 dynecm.
4.4.6 Tegangan Antar Muka
Tegangan  antar  muka  antara  minyak  dan  air  menjadi  salah  satu  faktor penting dalam aplikasi surfaktan. Tegangan antar muka setara dengan  energi atau
usaha  yang  dibutuhkan  untuk  meningkatkan  area  permukaan  sebagai  respon adanya tekanan antara dua larutan yang berbeda polaritasnya yaitu tekanan internal
suatu larutan dengan kerja tekanan larutan lain. Surfaktan sebagai agen yang dapat menurunkan  tegangan  permukaan  dari  suatu  cairan,  menjadikan  penyebarannya
lebih mudah, serta menurunkan tegangan antarmuka antara dua cairan. Kinerja  surfaktan  menurunkan  tegangan  antarmuka  dipengaruhi  oleh
beberapa  faktor  termasuk  konsentrasi  surfaktan  dan  salinitas  larutan.  Pada penelitian  ini,  pengujian  kinerja  tegangan  antarmuka  oleh  MESA  dilakukan  pada
suhu  70
o
C  dan  kecepatan  putaran  3000  rpm  menggunakan  dua  tingkat  salinitas yang dapat mewakili rentang kondisi salinitas pada reservoir yaitu 15.000 ppm dan
30.000 ppmKedua kondisi ini dipilih karena air formasi air dalam reservoir pada sebagian besar sumur minyak Indonesia mempunyai tingkat salinitas 5.000-30.000
ppm  dan  semakin  dapat  digunakan  pada  salinitas  yang  tinggi  maka  kinerja surfaktan dapat dinilai lebih baik.
Boyd  1990  menjadikan  salinitas  sebagai  konsentrasi  total  ion-ion  Na
+
, K
+
, Cl
-
, HCO
3 -
, SO
4 2-
yang ada di air, yang biasanya dinyatakan dalam ppm NaCl. Pada  penelitian  ini,  terdiri  dari  beberapa  macam  yang  mengandung  ion  Na
+
dan K
+
.  Kondisi  salinitas  reservoir  30.000  ppm  disimulasikan  dengan  melarutkan surfaktan  sampai  pada  konsentrasi  yang  dibutuhkan  dalam  larutan  garam  bb
dengan komposisi sesuai Tabel 9.
Tabel 9 Komposisi Larutan Garam untuk Kondisi Salinitas 3000 ppm
Garam Konsentrasi
NaCl 7
Na
2
SO
4
0,05 NaHCO
3
8 KCl
0,45
Hasil  pengukuran  tegangan  antar  muka  dari  periode  sampling  10  menit sampai  dengan  100  menit  dapat  dilihat  pada  Lampiran  9a.  Analisis  keragaman
Lampiran  9b  pada  tingkat  kepercayaan  95  terhadap  seluruh  nilai  tegangan antarmuka  dengan  tingkat  salinitas  15000  ppm  dan  30000  ppm  serta  konsentrasi
larutan  surfaktan  0,3  dan  1  ,  menunjukkan  bahwa  ada  variasi  nilai  tegangan antar  muka  akibat  pengaruh  periode  sampling.  Variasi  nilai  tegangan  antar  muka
kemudian  diuji  lanjut  dengan  metode  Duncan.  Lampiran  9c.  Pengujian  tersebut menunjukkan  bahwa  nilai  tegangan  antarmuka  oleh  MESA  yang  dihasilkan  pada
waktu  10  menit,  20  menit,  40  menit,  dan  80  menit  tidak  berbeda  nyata.  Nilai tegangan  antar  muka  oleh  MESA  yang  dihasilkan  pada  waktu  20  menit  dan  40
menit  juga  tidak  berbeda  nyata  dengan  waktu  60  menit  dan  90  menit.  Nilai tegangan  antar  muka  oleh  MESA  yang  dihasilkan  pada  waktu  60  menit  dan  90
menit  juga  tidak  berbeda  nyata  dengan  waktu  100  menit.  Hasil  uji  lanjut  Duncan disajikan pada lampiran 9d.
Variasi  nilai  tegangan  antarmuka  menunjukkan  masih  ada  fluktuasi kemampuan kinerja produk MESA yang dihasilkan dalam selang waktu 10 menit.
Fluktuasi  ini  kemungkinan  dapat  terjadi  karena  dalam  jangka  waktu  singkat tersebut  reaksi  sulfonasi  yang  terbentuk  tidak  sama.  Jungermann  1979
menggambarkan  bahwa  reaksi  sulfonasi  molekul  asam  lemak  untuk  pembuatan MES dapat terjadi pada tiga sisi yaitu
gugus karboksil, bagian α-atom karbon, dan rantai  tidak  jenuh  ikatan  rangkap.  Kemungkinan  reaksi  yang  dihasilkan  dalam
selang  waktu  10  menit  dapat  terjadi  pada  kombinasi  salah  satu,  dua,  atau  tiga posisi  tersebut  sehingga  menghasilkan  jumlah  gugus  SO
3
yang  berbeda  dalam MESA yang diproduksi.
Fluktuasi  ini  kemungkinan  juga  dapat  terjadi  karena  mekanisme pembentukan  MESA  dalam  reaktor  sulfonasi  selama  periode  tersebut  belum
sempurna,  belum  mencapai  kesetimbangan.  Dalam  periode  tertentu,  hasil  reaksi masih  dalam  bentuk  senyawa  intermediet  yang  masih  dapat  mengalami
restrukturisasi melepaskan gugus SO
3
. Menurut MacArthur et al., 1998, Senyawa intermediet ini bukan yang diinginkan dalam sulfonasi, tetapi dalam kondisi reaksi
setimbang  senyawa  tersebut  dapat  mengaktifkan  gugus  alfa  karbon  metil  ester sehingga membentuk senyawa MESA yang diinginkan untuk dapat diproses dalam
tahap  netralisasi  selanjutnya.  Oleh  karena  itu,  pada  tahap  setelah  sulfonasi  akan diperlukan tahapan proses aging untuk penyempurnaan reaksi.
Selain  itu,  ketidakstabilan  hasil  reaksi  sulfonasi  juga  kemungkinan dipengaruhi oleh kondisi aliran bahan dalam reaktor. Saat reaksi berlangsung, film
yang  terbentuk  pada  dinding  reaktor  dapat  cenderung  menebal  pada  beberapa tempat  atau  titik  tertentu  sementara  dapat  juga  menipis  di  tempat  atau  titik  yang
lain sehingga  zat  cair  mengumpul  menjadi  arus-arus  kecil  dan  mengalir  melalui
lintasan tertentu  dalam dindin reaktor. Menurut Mc Cabe 1993, secara ideal, zat cair  mengalir  membentuk  lapisan  tipis  ke  seluruh  permukaan  menuruni  reaktor.
Jika terjadi arus-arus kecil yang membuat fluida mengalir melalui lintasan tertentu dalam  dinding  reaktor,  pada  aliran  rendah,  sebagian  permukaan  mungkin
mengering  atau  diliputi  oleh  zat  cair  stagnan.  Kondisi  ini  disebut  pengkanalan channeling dan menjadi penyebab utama kinerja kurang efisien.
Hal  tersebut  kemungkinan  juga  dapat  berkaitan  dengan    kelajuan  bahan baku  metil  ester  CPO,  gas  SO
3
,  dan  udara  kering.  Pada  penelitian  ini,  kondisi tersebut dilaksanakan secara manual. Menurut Foster 1997, pada proses sulfonasi
dengan  menggunakan SO
3
udara kering yang  modern  dibutuhkan beberapa sistem yang terdiri dari sistem pembakaran sulfur, sistem sulfonasi, sistem  bleaching dan
netralisasi,  serta  sistem  pengendali  sulfonasi.  Sistem  pengendali  sulfonasi  dapat membantu  mengendalikan    aliran  bahan  dan  volume    reaktan  dengan  optimal
sehingga  perbandingan  molaritas  reaktan  dapat  sangat  baik  terkontrol  secara otomatis.  Instrumen  pengendali  terdiri  dari  ICP  Instrument  Control  Panel  dan
MCC Motor Control Center yang terintegrasi dan terkomputerisasi. Karakteristik  surfaktan  yang  dibutuhkan  untuk  aplikasi  EOR  yaitu  tahan
pada kondisi air formasi dengan tingkat salinitas yang tinggi, deterjensi yang baik pada  air  sadah,  tahan  terhadap  suhu  tinggi  70-90
o
C,  memiliki  tegangan  antar
muka 10
-3
-10
-6
dynecm. Menurut Allen  dan Robert 1993, konsentrasi surfaktan yang  umum  diinjeksikan  adalah  berkisar  2-3  berdasarkan  volume  di  dalam  air
atau  minyak.  Dalam  penelitian  ini,  MESA  yang  diproduksi  telah  mampu menurunkan  nilai tegangan permukaan dari  nilai tegangan antarmuka  minyak-air
normal 30 dynecm, namun belum cukup untuk diaplikasikan bagi EOR. Hasil  pengukuran  tegangan  antar  muka  pada  tingkat  salinitas  15.000  ppm
dengan  konsentrasi larutan surfaktan 0,3  menunjukkan penurunan  menjadi 1,03 x  10
-1
dynecm  sampai  dengan  2,57  x  10
-2
dynecm.  Pada  tingkat  salinitas  yang sama,  dengan  konsentrasi  larutan  surfaktan  ditingkatkan  menjadi  1,  hasil
pengukuran menunjukkan penurunan nilai tegangan antar muka menjadi 7,46 x 10
- 2
dynecm sampai dengan 2,08 x 10
-2
dynecm Lampiran 11a.
Semakin tinggi tingkat konsentrasi MESA,  maka  semakin kecil  nilai tegangan  antarmuka  yang  dihasilkan.  Hal  ini  kemungkinan  disebabkan
dengan peningkatan kosentrasi surfaktan, maka gugus sulfonat yang terurai dalam    juga  larutan  semakin  meningkat,  kemudian  bersinggungan  dengan
permukaan gelembung  minyak serta membungkusnya  melalui  lapisan  film air.  Menurut  Mulyadi  2000,  penambahan  surfaktan  dapat  memecah
tegangan  permukaan  dari  emulsi  minyak  yang  terikat  dengan  batuan  dan mengubah  sifat  kebasahan  wettability  batuan  menjadi  suka  air  water
wet.  Dalam  kondisi  batuan  yang  bersifat  water  wet,  minyak  menjadi  fasa yang mudah mengalir.
Efektifitas  surfaktan  untuk  menurunkan  tegangan  antarmuka  akan berkurang  dengan  semakin  tingginya  tingkat  salinitas  larutan  Makmur  dan
Sudibjo,  2000.  Gambar  19  dan  gambar  20  menunjukkan  pada  konsentrasi surfaktan  yang  sama,  peningkatan  salinitas  dari  15.000  ppm  menjadi  30.000  ppm
menyebabkan kemampuan surfaktan untuk menurunkan tegangan antarmuka akan berkurang.
Gambar 19. Grafik Nilai Tegangan Antar Muka dengan Konsentrasi Surfaktan 0,3
Gambar 20. Grafik Nilai Tegangan Antar Muka dengan Konsentrasi Surfaktan 1
Peningkatan  kadar  salinitas  menghasilkan  nilai  tegangan  antarmuka  yang lebih  rendah  pada  konsentrasi  surfaktan  yang  sama.    Hal  ini  disebabkan
konsentrasi total ion-ion seperti Na
+
, K
+
, Ca
+
, Mg
+
, NO
3 -
, Cl
-
, HCO
3 -
, SO
4 2-
juga semakin meningkat. Peningkatan konsentrasi ion-ion tersebut dapat meningkatkan
pengikatan  ion  dengan  gugus  aktif  pada  MESA  sehingga  kemampuan  MESA untuk  menurunkan  tegangan  antar  muka  juga  semakin  berkurang.  Menurut
MacArthur  1998,  senyawa  garam  apabila  bercampur  dengan  air  akan  terurai
menjadi  kation  Na
+
dan  anion  Cl
-
.  Adanya  ion-ion  akan  mengurangi  kinerja agent  yang  disebabkan  terikatnya  kation  natrium  pada  senyawa  aktif.  Senyawa
aktif  yang  mengikat  dua  kation  natrium  pada  gugus  esternya  akan  membentuk senyawa  disalt.  Terbentuknya  senyawa  disalt  akan  mengurangi  jumlah  senyawa
aktif  yang  berakibat  pada  berkurangnya  efektifitas  dalam  menurunkan  tegangan antarmuka.
V. KESIMPULAN DAN SARAN