KARAKTERISTIK DAN KINERJA MESA

4.4 KARAKTERISTIK DAN KINERJA MESA

Penelitian ini menguji karakteristik dan kinerja surfaktan MESA CPO hasil proses sulfonasi pada beberapa periode sampling. Karakteristik fisik MESA CPO yang diuji adalah densitas, viskositas, nilai pH, dan kadar bahan aktif, sedangkan kinerja MESA yang diuji adalah kemampuan menurunkan tegangan permukaan dan nilai tegangan antar muka. 4.4.1 Densitas Densitas merupakan perbandingan berat dari suatu volume sampel pada suhu 25 o C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Hasil pengukuran densitas dari periode sampling 10 menit sampai dengan 100 menit dapat dilihat pada Lampiran 4a. Dalam penelitian ini dilakukan analisis keragaman Lampiran 4b terhadap nilai densitas pada MESA hasil beberapa periode sampling. Analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95 terhadap densitas menunjukkan bahwa ada pengaruh akibat perbedaan periode sampling terhadap nilai densitas MESA. Pengujian kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan Lampiran 4c untuk melihat pada periode sampling yang mana terdapat perbedaan yang nyata. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa densitas MESA dari periode sampling 10 menit berbeda nyata dengan MESA dari periode sampling selanjutnya. Hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 6c. Gambar 13. Grafik Hubungan Periode Sampling dengan Nilai Densitas Densitas terendah diperoleh dari MESA hasil periode sampling 10 menit, dengan nilai rata-rata 0,9416 gramcm 3 . Densitas tertinggi dimiliki oleh MESA hasil periode sampling 100 menit, dengan rata-rata nilai 0,9915 gramcm 3 . Gambar 13 merupakan grafik yang menunjukkan nilai densitas MESA akibat pengaruh periode sampling. Dari grafik dapat dilihat bahwa densitas MESA yang diperoleh dari periode sampling 10 menit sampai dengan 30 menit meningkat dari rata-rata 0,9416 gramcm 3 menjadi 0,9910 gramcm 3 . Namun selanjutnya setelah itu, densitas mengalami fluktuasi dari 0,97-0,99 gramcm 3 . Fluktuasi nilai densitas ini dapat menunjukkan bahwa reaksi yang terjadi belum dapat menghasilkan MESA dengan nilai densitas yang stabil. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan karena mekanisme pembentukan MESA dalam reaktor sulfonasi selama periode tersebut belum sempurna, belum mencapai kesetimbangan. Dalam periode tertentu, hasil reaksi masih dalam bentuk senyawa intermediet yang masih dapat mengalami restrukturisasi melepaskan gugus SO 3 yang dapat mengurangi nilai densitas. Menurut MacArthur et al., 1998, mekanisme pembentukan MESA dalam reaktor sulfonasi terdiri dari beberapa tahap, salah satunya reaksi metil ester dengan gas SO 3 membentuk senyawa intermediet, pada umumnya berupa senyawa anhidrad. Senyawa ini bukan yang diinginkan dalam sulfonasi, tetapi dalam kondisi reaksi setimbang senyawa tersebut dapat mengaktifkan gugus alfa karbon metil ester sehingga membentuk senyawa MESA yang diinginkan untuk dapat diproses dalam tahap netralisasi selanjutnya. Mekanisme reaksi bertahap akan mempengaruhi penambahan jumlah gugus sulfonat SO 3 H - yang terbentuk. Penambahan gugus SO 3 H - yang terjadi pada hidrokarbon dapat menambah berat molekul senyawa dan meningkatkan nilai densitas. Peningkatan densitas ini juga dapat mempengaruhi karakteristik yang lain. a b Gambar 14. Hubungan Densitas dengan Karakteristik Viskositas a dan Kadar Bahan Aktif b Untuk itu mengetahui lebih lanjut mengenai hasil penambahan gugus SO 3 H - terhadap nilai densitas, maka nilai densitas tersebut juga dibandingkan dengan nilai karakteristik MESA yang lain, yaitu viskositas dan kadar bahan aktif. Gambar 14 menunjukkan hubungan antara densitas dengan viskositas dan bahan aktif. Dari Gambar 14a tersebut dapat diamati bahwa semakin besar nilai densitas MESA, maka viskositas MESA juga semakin meningkat. Rantai hidrokarbon metil ester yang tersulfonasi akan mengandung sejumlah tambahan gugus sulfonat sehingga meningkatkan ukuran molekul. Ukuran molekul yang besar dapat menyebabkan viskositas cairan lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran molekul yang kecil. Menurut Takeuchi, 2008, viskositas yang tinggi disebabkan adanya gaya tarik menarik antarmolekul yang besar dalam cairan, molekul yang besar, rantai molekul yang tidak teratur, serta suhu, sehingga molekul menjadi lebih sukar bergerak dan cenderung berkoagulasi. Selain itu, penambahan gugus sulfonat ini juga cenderung meningkatkan kadar bahan aktif sebab dalam surfaktan, gugus ini menjadi komponen hidrofilik yang aktif dan dapat larut dengan air. Dari Gambar 14b tersebut dapat diamati bahwa semakin besar nilai densitas MESA, maka kadar bahan aktif MESA juga cenderung meningkat. Semakin banyak gugus SO 3 H - yang terikat pada hidrokarbon, maka surfaktan anionik semakin bersifat aktif. a b Gambar 15. Hubungan Nilai Densitas dengan Nilai Tegangan Permukaan dan Nilai Tegangan Antar Muka Selain itu, untuk itu mengetahui lebih lanjut mengenai hasil penambahan gugus SO 3 H - terhadap nilai densitas, maka nilai densitas tersebut juga dibandingkan dengan kinerja MESA dalam menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antarmuka. Peningkatan nilai densitas yang cenderung meningkatkan kadar aktif MESA ini juga mempengaruhi kinerja surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan. Gambar 15 menunjukkan grafik hubungan densitas dengan nilai penurunan tegangan permukaan dan nilai tegangan antar muka pada konsentrasi surfaktan 0,3 dan untuk nilai tegangan antar muka pada salinitas 30000 ppm. Gambar 15a menunjukkan dengan kenaikan densitas, tegangan permukaan cenderung semakin menurun. Penambahan gugus SO 3 H - yang terikat pada hidrokarbon dapat meningkatkan densitas dan karena gugus sulfonat ini bersifat dapat larut air hidrofilik serta dapat bereaksi memecah ikatan hidrogen air sehingga surfaktan anionik tersebut aktif menurunkan tegangan permukaan air. Oleh karena itu, peningkatan densitas dapat cenderung menurunkan tegangan permukaan. Gambar 15b menunjukkan hubungan densitas dan tegangan antar muka. Peningkatan nilai densitas dari 0,9416 gramcm 3 menjadi 0,9714 gramcm 3 mampu menurunkan nilai tegangan antar muka, tetapi peningkatan nilai densitas menjadi 0,9840 gramcm 3 meningkatkan nilai tegangan antar muka. Pada pengukuran tegangan antar muka dengan alat spinning drop interfacial tensiometer, tegangan antar muka dipengaruhi oleh perbedaan densitas larutan surfaktan dengan densitas fluida minyak bumi dalam pengujian, lebar drop yang dihasilkan, indeks bias larutan surfaktan, kecepatan putaran sehingga nilai tegangan antar muka sebanding dengan 10 6 π 2 Δρd 3 8 n 3 P 2 . Peningkatan nilai densitas MESA dapat meningkatkan perbedaan densitas larutan surfaktan terhadap minyak sehingga meningkatkan nilai tegangan antar muka.

4.4.2 Viskositas

Viskositas suatu cairan merupakan sifat fluida yang dipengaruhi oleh ukuran molekul dan gaya antarmolekul. Proses penambahan gugus sulfonat pada proses sulfonasi membuat MESA cenderung memiliki ukuran molekul yang lebih besar sehingga memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metil esternya. Hasil pengukuran viskositas dari periode sampling 10 menit sampai dengan 100 menit dapat dilihat pada Lampiran 5a. Dalam penelitian ini dilakukan analisis keragaman Lampiran 5b terhadap nilai viskositas pada MESA hasil beberapa periode sampling. Analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95 terhadap viskositas menunjukkan bahwa ada pengaruh akibat perbedaan periode sampling terhadap nilai viskositas MESA. Pengujian kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan Lampiran 5c untuk melihat pada periode sampling yang mana terdapat perbedaan yang nyata. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa viskositas MESA dari periode sampling 10 menit berbeda nyata dengan viskositas MESA yang diperoleh dari periode sampling selanjutnya. Hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat pada lampiran 7c. Gambar 16 merupakan grafik yang menunjukkan nilai viskositas MESA CPO berdasarkan periode sampling. Viskositas cenderung meningkat sampai periode sampling 40 menit. Viskositas kemudian menurun sampai MESA hasil periode sampling 70 menit, tetapi setelah itu viskositas kembali naik menuju nilai seperti pada waktu reaksi sulfonasi 30 menit. Kondisi ini menunjukkan bahwa MESA hasil sulfonasi dari beberapa periode tersebut masih belum menunjukkan nilai viskositas yang stabil. Hal ini kemungkinan disebabkan selain karena mekanisme reaksi penambahan gugus SO 3 yang belum sempurna masih dalam tahap pembentukan senyawa intermediet terdapat juga perbedaan sisi yang bereaksi selama sulfonasi. Gambar 16. Grafik Hubungan Periode Sampling dengan Nilai Viskositas Jungenmann 1979 menggambarkan bahwa reaksi sulfonasi untuk pembuatan MES dapat terjadi pada tiga sisi, yaitu pada gugus karboksil, bagian α- atom karbon, dan rantai tidak jenuh ikatan rangkap. Reaksi yang dihasilkan dalam selang waktu 10 menit tersebut kemungkinan dapat terjadi pada kombinasi salah satu, dua, atau tiga posisi tersebut sehingga menghasilkan jumlah gugus SO 3 yang berbeda dalam sulfonasi dalam selang waktu tersebut. Reaksi yang beragam dalam penambahan SO 3 tersebut menyebabkan viskositas MESA hasil sampling yang ada yang rendah dan tinggi. Viskositas terendah berasal dari MESA hasil sulfonasi 10 menit, dengan rata-rata nilai 30 cP. MESA dengan viskositas terendah memiliki densitas terendah juga 0,9416 gramcm 3 .

4.4.3 Nilai pH

Derajat keasaman atau pH power of hydrogen merupakan ukuran tingkat keasaman suatu larutan. Melalui nilai pH, dapat ditentukan suatu larutan bersifat asam atau basa. Hasil pengukuran nilai pH dari periode sampling 10 menit sampai dengan 100 menit dapat dilihat pada Lampiran 6a. Dalam penelitian ini dilakukan analisis keragaman Lampiran 6b terhadap nilai pH pada MESA hasil beberapa periode sampling. Analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95 terhadap pH menunjukkan bahwa ada pengaruh akibat perbedaan periode sampling terhadap nilai pH MESA. Pengujian kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan Lampiran 6c untuk melihat pada periode sampling yang mana terdapat perbedaan yang nyata. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa viskositas MESA dari periode sampling 10 menit berbeda dengan viskositas MESA yang diperoleh dari periode sampling selanjutnya. Hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat pada lampiran 8c. Gambar 17. Grafik Hubungan Priode Sampling terhadap Nilai pH Nilai pH MESA dari periode sampling 10 menit memiliki nilai tertinggi di antara MESA dari periode sampling seluruhnya, dengan rata-rata nilai 3,33. Gambar 17 merupakan grafik yang menunjukkan pH yang terkandung oleh MESA pada beberapa periode sampling. Nilai pH pada periode sampling 10 menit sampai 30 menit menurun dan periode selanjutnya cenderung dengan derajat keasaman yang tetap antara 3,00-3,08. Hal ini dapat disebabkan pada periode selanjutnya gugus SO 3 banyak yang telah bereaksi dengan rantai hidrokarbon dan menghasilkan baik dalam bentuk senyawa intermediet maupun yang terikat dalam gugus sulfonat pada MESA. Gugus sulfonat pada surfaktan jika terurai dalam air cenderung sebagai pendonor ion H + , sehingga MESA termasuk dalam kondisi asam. Menurut prinsip Arrhenius, yang menentukan sifat asam dalam suatu larutan adalah banyaknya ion H + di dalam larutan tersebut. Semakin besar konsentrasi ion H + , semakin besar kemampuan suatu molekul mendonorkan ion tersebut, maka semakin bersifat asam. Nilai pH diukur sebagai –log [H + ] sehingga semakin kecil nilai pH kecil maka suatu larutan semakin bersifat asam. Kondisi MESA yang asam menyebabkan sifatnya tidak stabil sehingga perlu dinetralisasi lebih lanjut untuk produksi surfaktan komersil. Menurut MacArthur et al. 1998, stabilitas surfaktan dipengaruhi oleh konsentrasi surfaktan, suhu, dan pH. Stabilitas hidrolitik dari ester α-sulfonat berada pada rentang pH ~3.0-9.5. Metilester sulfonat menunjukkan stabilitas hidrolisis yang buruk pada pH yang tinggi jika dibandingkan dengan surfaktan anionik pada umumnya

4.4.4 Kadar Bahan Aktif

Bahan aktif merupakan salah satu mutu nilai kinerja surfaktan. Semakin banyak kadar bahan aktif sebuah surfaktan maka diharapkan akan semakin baik kinerja surfaktan. Tabel 8 Hasil Pengujian Kadar Bahan Aktif Periode Bahan Aktif Sampling Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata Simpangan Baku 10 menit 15,58 12,36 13,97 2,278 20 menit 15,70 15,40 15,55 0,218 30 menit 21,39 18,27 19,83 2,202 40 menit 20,88 17,91 19,39 2,102 50 menit 20,98 16,43 18,71 3,213 60 menit 17,84 18,07 17,95 0,161 70 menit 16,49 17,47 16,98 0,688 80 menit 19,07 18,08 18,57 0,698 90 menit 21,45 17,67 19,56 2,673 100 menit 20,94 21,17 21,05 0,163 Tabel 8 menunjukkan hasil pengukuran kadar bahan aktif dari periode sampling 10 menit sampai dengan 100 menit. Analisis keragaman Lampiran 7b pada tingkat kepercayaan 95 terhadap kadar bahan aktif menunjukkan bahwa nilai kadar aktif MESA pada periode sampling sampai 100 menit tidak berbeda nyata. MESA hasil sampling 10 menit memiliki nilai terendah, yaitu rata-rata 13,97, kadar aktif meningkat mencapai 19,83 pada hasil sampling 30 menit, dan kadar bahan aktif tertinggi diperoleh dari hasil sampling MESA CPO ini pada periode 100 menit dengan rata-rata nilai hanya mencapai 21,05. Nilai kadar aktif yang masih cukup rendah tersebut kemungkinan dapat dipengaruhi oleh mekanisme sulfonasi yang terdiri dari beberapa tahap dimana pada periode tersebut senyawa yang terbentuk belum sempurna, masih berupa senyawa intermediet. Sehingga masih ada kemungkinan jika sulfonasi dilanjutkan dapat diperoleh MESA dengan kadar aktif yang lebih tinggi pada periode selanjutnya. Menurut Syam et al, 2009, waktu reaksi memberikan pengaruh pada reaksi karena memberikan peluang percampuran dan pelarutan. Semakin banyak molekul SO 3 yang terlarut, maka semakin tinggi pula reaksi dengan metil ester akibatnya adalah semakin banyak surfaktan yang terbentuk. Selain itu, bahan baku metil ester yang memiliki distribusi atom karbon dengan ikatan rangkap yang tidak seragam juga dapat mempengaruhi posisi reaksi sulfonasi. Bahan baku metil ester untuk produksi MESA dalam penelitian ini menggunakan metil ester CPO yang mengandung C 14 0,39, C 16 42,63, C 18 52. C 16 dalam bentuk palmitat sebesar 18,084, C 18 dalam bentuk stearat 4,131, oleat 52,021, linoleat 15,651, dan linolenat 1,98. Berdasarkan Hovda 1993, jika metil ester yang digunakan adalah stearin sawit, maka konsentrasi bahan aktif dapat mencapai 25-85, dengan extractive oil termasuk produk samping kurang dari 3, dan volatil oil dari bahan baku metil ester kurang dari 2. Roger 2001 menguraikan bahwa stearin sawit mengandung C 14 miristrat 1,3, C 16 palmitat 55,2, C 18 dalam bentuk stearat 5,3, oleat 29,5, dan linoleat 8. Menurut Watkins 2001, MES C 16 memperlihatkan daya detergensi terbaik, kemudian diikuti oleh C 18 sehingga minyak nabati dengan atom karbon C 16-18 dan tallow biasa digunakan untuk deterjen bubuk dan deterjen cair. Pengujian kadar aktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan prinsip mentitrasi senyawa anionik dengan senyawa kationik. Metode ini relatif lebih murah, tetapi memiliki kekurangan dibandingkan dengan metode GC karena senyawa kationik yang digunakan dapat bereaksi lambat, pemisahan fase berlangsung perlahan, dan tidak dapat diketahui secara spesifik jenis komponen yang menjadi bahan aktif. Pencampuran antara surfaktan anionik yang diencerkan, kloroform, dan metilen blue menghasilkan larutan yang terdiri dari dua fase dengan dua macam warna biru . Menurut Stache 1995, metilen blue akan membentuk kompleks dengan garam anionik yang terlarut dalam kloroform dan menghasilkan dua lapisan yang berbeda. Titrasi dengan centryltrimethylammonium bromide surfaktan kationik dan pencampuran merata akan menyebabkan kesetimbangan antara senyawa kationik dan anionik yang ditunjukkan dengan perubahan larutan memiliki menjadi warna yang sama.

4.4.5 Tegangan Permukaan

Hargreaves 2003 menyatakan bahwa tegangan permukaan merupakan gaya yang terjadi akibat molekul cairan yang berada di permukaan yang bertemu langsung dengan udara mengalami defisiensi di posisi atas, tetapi ikatan antar molekul kuat pada arah lainnya karena ada interaksi antar molekul dalam cairan sehingga menyebabkan ketegangan pada bagian atas permukaannya. Apabila surfaktan ditambahkan ke suatu cairan pada konsentrasi rendah, maka tegangan permukaan tersebut dapat berubah. Pengujian pengaruh periode sampling sulfonasi terhadap nilai penurunan tegangan permukaan pada penelitian ini dilakukan dalam beberapa macam konsentrasi surfaktan, yaitu 0,1, 0,2, 0,5, dan 1. Hasil pengukuran tegangan permukaan dari periode sampling 10 menit sampai dengan 100 menit dapat dilihat pada Lampiran 8a dan Lampiran 8b. Analisis keragaman Lampiran 8c pada tingkat kepercayaan 95 terhadap nilai tegangan permukaan pada empat macam konsentrasi surfaktan tersebut, menunjukkan bahwa ada variasi nilai tegangan permukaan yang berbeda akibat periode sampling. Ada juga variasi nilai tegangan permukaan yang berbeda akibat pengaruh konsentrasi surfaktan, tetapi tidak ada pengaruh interaksi antara periode sampling dengan konsentrasi surfaktan. Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 8d menunjukkan bahwa ada perbedaan akibat perubahan konsentrasi antara 0,1, 0,3, dan 0,5. Akan tetapi, pengubahan konsentrasi dari 0,5 menjadi 1 tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap nilai tegangan permukaan. Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 8e terhadap periode sampling menunjukkan bahwa nilai tegangan permukaan oleh MESA yang dihasilkan pada periode sampling 10 menit dan 20 menit berbeda, sedangkan pada periode sampling 30 menit sampai 60 menit tidak berbeda. Selanjutnya nilai tegangan permukaan masih mengalami fluktuasi dengan nilai yang tidak berbeda dengan periode sampling 10 menit dan 20 menit, sehingga menunjukkan masih ada ketidakstabilan kinerja MESA dalam menurunkan tegangan permukaan. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan karena reaksi yang belum optimal dan mekanisme penambahan gugus sulfonasi yang belum sempurna sampai periode 100 menit. Gambar 18. Grafik Nilai Tegangan Permukaan dengan Penambahan Beberapa Konsentrasi MESA CPO pada beberapa Periode Sampling Grafik pada Gambar 18 menunjukkan nilai tegangan permukaan dengan penambahan beberapa konsentrasi MESA. Nilai tegangan permukaan air tanpa penambahan surfaktan yang terukur dalam penelitian ini adalah sebesar 57,3 dynecm. Berdasarkan Hargreaves 2003 dan Shaw 1980, tegangan permukaan air pada temperatur 20-25 o C bernilai 72,75 dynecm. Penurunan tegangan permukaan terjadi karena molekul-molekul dalam sebagian besar cairan saling tertarik satu sama lain oleh gaya Van der Walls dari ion surfaktan yang menggantikan ikatan hidrogen air dan sebagian besar surfaktan. Pada penelitian ini, MESA hasil periode sampling 20 menit memiliki nilai tegangan permukaan terendah. Dengan penambahan konsentrasi MESA 0,1 tegangan permukaan turun menjadi 38,6 dynecm mengalami penurunan 33. Padahal menurut Hargreaves 2003, pada tingkat 0,1 surfaktan akan mengurangi tegangan permukaan air dari 72 menjadi 32 mNm dynecm, atau sekitar 50 lebih. Sehingga, nilai penurunan tegangan permukaan oleh MESA dengan konsentrasi 0,1 ini masih di bawah dari nilai yang diharapkan. Selanjutnya, dengan konsentrasi surfaktan 0,3 tegangan permukaan menjadi lebih kecil yaitu 37,3 dynecm mengalami penurunan 35. Dengan konsentrasi surfaktan 0,5 tegangan permukaan menjadi lebih kecil yaitu 34,6 dynecm mengalami penurunan 40. Namun, dengan penambahan konsentrasi surfaktan menjadi 1 penurunan tegangan permukaan tidak berbeda jauh, hanya turun 41 dengan nilai 33,6 dynecm.

4.4.6 Tegangan Antar Muka

Tegangan antar muka antara minyak dan air menjadi salah satu faktor penting dalam aplikasi surfaktan. Tegangan antar muka setara dengan energi atau usaha yang dibutuhkan untuk meningkatkan area permukaan sebagai respon adanya tekanan antara dua larutan yang berbeda polaritasnya yaitu tekanan internal suatu larutan dengan kerja tekanan larutan lain. Surfaktan sebagai agen yang dapat menurunkan tegangan permukaan dari suatu cairan, menjadikan penyebarannya lebih mudah, serta menurunkan tegangan antarmuka antara dua cairan. Kinerja surfaktan menurunkan tegangan antarmuka dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk konsentrasi surfaktan dan salinitas larutan. Pada penelitian ini, pengujian kinerja tegangan antarmuka oleh MESA dilakukan pada suhu 70 o C dan kecepatan putaran 3000 rpm menggunakan dua tingkat salinitas yang dapat mewakili rentang kondisi salinitas pada reservoir yaitu 15.000 ppm dan 30.000 ppmKedua kondisi ini dipilih karena air formasi air dalam reservoir pada sebagian besar sumur minyak Indonesia mempunyai tingkat salinitas 5.000-30.000 ppm dan semakin dapat digunakan pada salinitas yang tinggi maka kinerja surfaktan dapat dinilai lebih baik. Boyd 1990 menjadikan salinitas sebagai konsentrasi total ion-ion Na + , K + , Cl - , HCO 3 - , SO 4 2- yang ada di air, yang biasanya dinyatakan dalam ppm NaCl. Pada penelitian ini, terdiri dari beberapa macam yang mengandung ion Na + dan K + . Kondisi salinitas reservoir 30.000 ppm disimulasikan dengan melarutkan surfaktan sampai pada konsentrasi yang dibutuhkan dalam larutan garam bb dengan komposisi sesuai Tabel 9. Tabel 9 Komposisi Larutan Garam untuk Kondisi Salinitas 3000 ppm Garam Konsentrasi NaCl 7 Na 2 SO 4 0,05 NaHCO 3 8 KCl 0,45 Hasil pengukuran tegangan antar muka dari periode sampling 10 menit sampai dengan 100 menit dapat dilihat pada Lampiran 9a. Analisis keragaman Lampiran 9b pada tingkat kepercayaan 95 terhadap seluruh nilai tegangan antarmuka dengan tingkat salinitas 15000 ppm dan 30000 ppm serta konsentrasi larutan surfaktan 0,3 dan 1 , menunjukkan bahwa ada variasi nilai tegangan antar muka akibat pengaruh periode sampling. Variasi nilai tegangan antar muka kemudian diuji lanjut dengan metode Duncan. Lampiran 9c. Pengujian tersebut menunjukkan bahwa nilai tegangan antarmuka oleh MESA yang dihasilkan pada waktu 10 menit, 20 menit, 40 menit, dan 80 menit tidak berbeda nyata. Nilai tegangan antar muka oleh MESA yang dihasilkan pada waktu 20 menit dan 40 menit juga tidak berbeda nyata dengan waktu 60 menit dan 90 menit. Nilai tegangan antar muka oleh MESA yang dihasilkan pada waktu 60 menit dan 90 menit juga tidak berbeda nyata dengan waktu 100 menit. Hasil uji lanjut Duncan disajikan pada lampiran 9d. Variasi nilai tegangan antarmuka menunjukkan masih ada fluktuasi kemampuan kinerja produk MESA yang dihasilkan dalam selang waktu 10 menit. Fluktuasi ini kemungkinan dapat terjadi karena dalam jangka waktu singkat tersebut reaksi sulfonasi yang terbentuk tidak sama. Jungermann 1979 menggambarkan bahwa reaksi sulfonasi molekul asam lemak untuk pembuatan MES dapat terjadi pada tiga sisi yaitu gugus karboksil, bagian α-atom karbon, dan rantai tidak jenuh ikatan rangkap. Kemungkinan reaksi yang dihasilkan dalam selang waktu 10 menit dapat terjadi pada kombinasi salah satu, dua, atau tiga posisi tersebut sehingga menghasilkan jumlah gugus SO 3 yang berbeda dalam MESA yang diproduksi. Fluktuasi ini kemungkinan juga dapat terjadi karena mekanisme pembentukan MESA dalam reaktor sulfonasi selama periode tersebut belum sempurna, belum mencapai kesetimbangan. Dalam periode tertentu, hasil reaksi masih dalam bentuk senyawa intermediet yang masih dapat mengalami restrukturisasi melepaskan gugus SO 3 . Menurut MacArthur et al., 1998, Senyawa intermediet ini bukan yang diinginkan dalam sulfonasi, tetapi dalam kondisi reaksi setimbang senyawa tersebut dapat mengaktifkan gugus alfa karbon metil ester sehingga membentuk senyawa MESA yang diinginkan untuk dapat diproses dalam tahap netralisasi selanjutnya. Oleh karena itu, pada tahap setelah sulfonasi akan diperlukan tahapan proses aging untuk penyempurnaan reaksi. Selain itu, ketidakstabilan hasil reaksi sulfonasi juga kemungkinan dipengaruhi oleh kondisi aliran bahan dalam reaktor. Saat reaksi berlangsung, film yang terbentuk pada dinding reaktor dapat cenderung menebal pada beberapa tempat atau titik tertentu sementara dapat juga menipis di tempat atau titik yang lain sehingga zat cair mengumpul menjadi arus-arus kecil dan mengalir melalui lintasan tertentu dalam dindin reaktor. Menurut Mc Cabe 1993, secara ideal, zat cair mengalir membentuk lapisan tipis ke seluruh permukaan menuruni reaktor. Jika terjadi arus-arus kecil yang membuat fluida mengalir melalui lintasan tertentu dalam dinding reaktor, pada aliran rendah, sebagian permukaan mungkin mengering atau diliputi oleh zat cair stagnan. Kondisi ini disebut pengkanalan channeling dan menjadi penyebab utama kinerja kurang efisien. Hal tersebut kemungkinan juga dapat berkaitan dengan kelajuan bahan baku metil ester CPO, gas SO 3 , dan udara kering. Pada penelitian ini, kondisi tersebut dilaksanakan secara manual. Menurut Foster 1997, pada proses sulfonasi dengan menggunakan SO 3 udara kering yang modern dibutuhkan beberapa sistem yang terdiri dari sistem pembakaran sulfur, sistem sulfonasi, sistem bleaching dan netralisasi, serta sistem pengendali sulfonasi. Sistem pengendali sulfonasi dapat membantu mengendalikan aliran bahan dan volume reaktan dengan optimal sehingga perbandingan molaritas reaktan dapat sangat baik terkontrol secara otomatis. Instrumen pengendali terdiri dari ICP Instrument Control Panel dan MCC Motor Control Center yang terintegrasi dan terkomputerisasi. Karakteristik surfaktan yang dibutuhkan untuk aplikasi EOR yaitu tahan pada kondisi air formasi dengan tingkat salinitas yang tinggi, deterjensi yang baik pada air sadah, tahan terhadap suhu tinggi 70-90 o C, memiliki tegangan antar muka 10 -3 -10 -6 dynecm. Menurut Allen dan Robert 1993, konsentrasi surfaktan yang umum diinjeksikan adalah berkisar 2-3 berdasarkan volume di dalam air atau minyak. Dalam penelitian ini, MESA yang diproduksi telah mampu menurunkan nilai tegangan permukaan dari nilai tegangan antarmuka minyak-air normal 30 dynecm, namun belum cukup untuk diaplikasikan bagi EOR. Hasil pengukuran tegangan antar muka pada tingkat salinitas 15.000 ppm dengan konsentrasi larutan surfaktan 0,3 menunjukkan penurunan menjadi 1,03 x 10 -1 dynecm sampai dengan 2,57 x 10 -2 dynecm. Pada tingkat salinitas yang sama, dengan konsentrasi larutan surfaktan ditingkatkan menjadi 1, hasil pengukuran menunjukkan penurunan nilai tegangan antar muka menjadi 7,46 x 10 - 2 dynecm sampai dengan 2,08 x 10 -2 dynecm Lampiran 11a. Semakin tinggi tingkat konsentrasi MESA, maka semakin kecil nilai tegangan antarmuka yang dihasilkan. Hal ini kemungkinan disebabkan dengan peningkatan kosentrasi surfaktan, maka gugus sulfonat yang terurai dalam juga larutan semakin meningkat, kemudian bersinggungan dengan permukaan gelembung minyak serta membungkusnya melalui lapisan film air. Menurut Mulyadi 2000, penambahan surfaktan dapat memecah tegangan permukaan dari emulsi minyak yang terikat dengan batuan dan mengubah sifat kebasahan wettability batuan menjadi suka air water wet. Dalam kondisi batuan yang bersifat water wet, minyak menjadi fasa yang mudah mengalir. Efektifitas surfaktan untuk menurunkan tegangan antarmuka akan berkurang dengan semakin tingginya tingkat salinitas larutan Makmur dan Sudibjo, 2000. Gambar 19 dan gambar 20 menunjukkan pada konsentrasi surfaktan yang sama, peningkatan salinitas dari 15.000 ppm menjadi 30.000 ppm menyebabkan kemampuan surfaktan untuk menurunkan tegangan antarmuka akan berkurang. Gambar 19. Grafik Nilai Tegangan Antar Muka dengan Konsentrasi Surfaktan 0,3 Gambar 20. Grafik Nilai Tegangan Antar Muka dengan Konsentrasi Surfaktan 1 Peningkatan kadar salinitas menghasilkan nilai tegangan antarmuka yang lebih rendah pada konsentrasi surfaktan yang sama. Hal ini disebabkan konsentrasi total ion-ion seperti Na + , K + , Ca + , Mg + , NO 3 - , Cl - , HCO 3 - , SO 4 2- juga semakin meningkat. Peningkatan konsentrasi ion-ion tersebut dapat meningkatkan pengikatan ion dengan gugus aktif pada MESA sehingga kemampuan MESA untuk menurunkan tegangan antar muka juga semakin berkurang. Menurut MacArthur 1998, senyawa garam apabila bercampur dengan air akan terurai menjadi kation Na + dan anion Cl - . Adanya ion-ion akan mengurangi kinerja agent yang disebabkan terikatnya kation natrium pada senyawa aktif. Senyawa aktif yang mengikat dua kation natrium pada gugus esternya akan membentuk senyawa disalt. Terbentuknya senyawa disalt akan mengurangi jumlah senyawa aktif yang berakibat pada berkurangnya efektifitas dalam menurunkan tegangan antarmuka.

V. KESIMPULAN DAN SARAN