2.5 ASAM METIL ESTER SULFONAT MESA
Sintesis  MES  dilakukan  melalui  beberapa  tahap,  diantaranya  proses penyerapan  sulfur  trioksida  oleh  metil  ester  di  dalam  reaktor  falling  film  yang
dapat  membentuk  MESA.  Adsorbsi  sulfur  trioksida  oleh  metil  ester  ditunjukkan pada  reaksi  1  dan  dengan  cepat  membentuk  reaksi  2.  Reaksi  3  terjadi  pada
saat proses aging MacArthur et al., 2002.
Gambar 8. Mekanisme Pembentukan MESA dalam Falling Film Reactor Mekanisme  pembentukan  MESA  dalam  reaktor  sulfonasi  terdiri  dari
beberapa tahap. Urutan proses yang terjadi adalah metil ester I bereaksi dengan gas  SO
3
membentuk  senyawa  intermediet  II,  pada  umumnya  berupa  senyawa anhidrad. Dalam kondisi reaksi yang setimbang, senyawa intermediet II tersebut
akan  mengaktifkan  gugus  alfa α  pada  rangkaian  gugus  karbon  metil  ester
sehingga membentuk senyawa intermediet III. Selanjutnya, senyawa intermediet III  tersebut  mengalami  restrukturisasi  dengan  melepaskan  gugus  SO
3
.  Gugus SO
3
yang dilepaskan bukanlah gugus yang terikat pada ikatan alfa. Senyawa III adalah  MESA  yang  diinginkan  untuk  dapat  diproses  dalam  tahap  netralisasi
selanjutnya MacArthur et al., 2002.
O O
|| ||
R-CH
2
-C-OCH
3
I  +  SO
3
R-CH
2
- C-OCH
3
:SO
3
II          1 O
O ||
|| R-CH
2
- C-OCH
3
:SO
3
II + SO
3
R-CH- C-OCH
3
:SO
3
III          2 |
SO
3
H O
O ||
|| R-CH- C-OCH
3
:SO
3
III                    R-CH- C-OCH
3
+ SO
3
3 |
| SO
3
H SO
3
H Sumber: MacArthur et al. 2002
2.6 SULFONASI
Proses  sulfonasi  terhadap  turunan  minyak  dapat  menghasilkan  produk surfaktan  berupa  sulfonat  atau  sulfat.  Meskipun  memiliki  struktur  yang  serupa,
terdapat  perbedaan  yang  mendasar  antara  keduanya.  Menurut  Suryani  et  al. 2000,  perbedaan  yang  mendasar  dari  kedua  jenis  surfaktan  yaitu  surfaktan
disebut  memiliki  gugus sulfat  jika  mengandung  belerang sulfur pada gugusnya dimana  karbon  disambungkan  dengan  sulfur  melalui  oksigen.  Sedangkan  pada
surfaktan  disebut  memiliki  gugus  sulfonat  jika  sulfur  langsung  disambungkan dengan karbon.
Sulfur trioksida SO
3
adalah bahan kimia elektrofilik yang agresif dan sangat reaktif  terhadap  komponen  organik  karena  dapat  mendonorkan  gugus  elektron.
Reaksi  bersifat eksotermik dan  banyak komponen organik  menjadi  hitam setelah reaksi  terbentuk.  Reaksi  juga  menyebabkan  adanya  peningkatan  kekentalan
produk  menjadi  15-300  kali  lipat  dibandingkan  bahan  organik  itu  sendiri. Kekentalan  ini  sering  menyulitkan  pendinginan  sehingga  dalam  prosesnya
dibutuhkan transfer panas yang tepat. Pengendalian terhadap perbandingan molar reaktan  sangat  diperlukan  mengingat  SO
3
yang  berlebih  dalam  reaksi  dapat menyebabkan terbentuknya by product yang tidak diiginkan Foster, 1997.
Selain  dikendalikan  dengan  perbandingan  mol,  masalah  reaktifitas  sulfur trioksida  juga  dapat  diatasi  dengan  mendilusikan  gas  SO
3
atau  membentuk komplek  molekul  seperti  dengan  ammonia  menjadi  asam  sulfamat  atau
NH
2
SO
3
H,  dengan  asam  klorida  menjadi  asam  klorosulfonat  atau  ClSO
3
H, dengan air atau asam sulfat dapat menjadi oleum, H
2
SO
4
.n H
2
O
,
atau hanya asam sulfat saja, serta pilihan lain adalah dengan udara kering udaraSO
3
. NH
2
SO
3
H dan ClSO
3
H hanya dapat digunakan dalam produksi alkohol sulfat dan merupakan reaktan  yang  mahal.  NH
2
SO
3
H  memang  bersifat  lembut,  bereaksi  spesifik,  juga dapat digunakan untuk produksi alkohol etoksilat, dengan produksi dalam bentuk
batch.  ClSO
3
H  digunakan  juga  untuk  produksi  alkohol  etersulfat  dan  produk pencelup dalam industri tekstil, tetapi reaktan ini sifat korosif dan berbahaya serta
menghasilkan cukup banyak HCl sebagai by product Foster, 1997.
Sulfonasi  dengan  oleum  dapat  digunakan  dalam  proses  batch  maupun kontinyu. Tetapi dengan reaksi kesetimbangan tersebut, menyebabkan banyaknya
oleum  yang  tidak  bereaksi,  bersisa,  dan  menjadi  terbuang  yang  membutuhkan tambahan peralatan  waste treatment sebelum  benar-benar dibuang ke  lingkungan
Foster, 1997. Sulfonasi  dengan  H
2
SO
4
telah  dilakukan  oleh  Putra  2004  dengan perbandingan mol reaktan 1: 1.2 antara metil ester dengan asam sulfat, konsentrasi
asam  sulfat  80,  dan  suhu  reaksi  65
o
C.  Proses  ini  berhasil  menghasilkan  MES yang dapat menurunkan tegangan permukaan sebanyak 47 , tegangan antarmuka
98,  dan  meningkatkan  stabilitas  emulsi  63,32.  Sulfonasi  serupa  juga  telah dilakukan  Hidayati  2006  dengan  perbandingan  mol  reaktan  1:1,5  yang
menghasilkan  MES  yang  dapat  menurunkan  tegangan  permukaan  33,1.  Kajian sulfonasi  dengan  reaktan  tersebut  juga  telah  dilakukan  Hambali  2005  dan
menghasilkan produk MES dengan kadar aktif sebesar 60. Proses  pilihan  lain  sulfonasi  dengan  SO
3
adalah  dengan  melarutkan  gas sulfur trioksida dengan udara  yang sangat kering  serta langsung  mereaksikannya
dengan  bahan  organik.  Sulfur  trioksida  dapat  diperoleh  dari  bentuk  liquid  SO
3
atau  dari  pembakaran  sulfur.  Proses  sulfonasi  ini  paling  murah  karena  selain bahan  organik  hanya  sulfur  trioksida  dan  udara  kering  yang  digunakan  sebagai
reaktan,  dapat  menghasilkan  MES  dengan  cepat  dan  tetap  berkualitas,  tetapi memang    membutuhkan  peralatan  yang  tepat  dan  sedikit  lebih  mahal  sesuai
dengan  proses  yang  harus  kontinyu.  Proses  ini  merupakan  proses  kontinyu  yang dapat  digunakan  untuk  skala  besar  dan  cocok  untuk  proses  produksi  industri  24
jam per hari, 7 hari per minggu, dan dapat mencapai 1 ton produk per jam Foster, 1997.
Sulfonasi  metil  ester  selain  menghasilkan  metil  ester  sulfonat  juga  dapat melibatkan  pembentukan  komponen  dari  oksidasi  karbon  oleh  sulfur  trioksida
membentuk  olefin,  air,  dan  sulfur  dioksida.  Selanjutnya  pembentukan  olefin sulfonat memungkinkan adanya reaksi dengan hipoklorit yang berpotensi terhadap
iritasi kulit MacArthur et al., 2002.
Sulfonasi dilakukan dengan seperangkat falling film reactor yang dibangun dengan  tujuan  agar  membentuk  kontak  antara  bahan  baku  metil  ester  dengan
campuran gas sulfur trioksida dalam udara yang sangat kering. Perbandingan mol dari  reaktan  utama  mol  SO
3
terhadap  mol  metil  ester  perlu  dikontrol  dengan seksama  dan  dijaga  selama  proses.  Pada  produksi  skala  komersial,  diperlukan
secara  khusus  sistem  pembentuk  gas  SO
3.
Selain  itu,  pada  sistem  falling  film reactor  juga  diperlukan  pemisahan  antara  gas  sisa  yang  telah  terpakai  dengan
produk  metil  ester  sulfonat  asam  MESA  yang  terbentuk.  Selanjutnya,  MESA dapat  dialirkan  ke  tangki  aging  yang  bersuhu  80-85
o
C  selama  1  jam  dan dilanjutkan proses pemucatan warna MacArthur et al., 2002.
Sulfonasi  metil  ester  dengan  falling  film  reactor  dapat  mencapai  0,1 kgmoljam.  Konsentrasi  gas  sulfur  trioksida  yang  digunakan  7  dalam  udara
kering  titik  cair  di  bawah  -60
o
C  dan  gas  masuk  pada  suhu  40
o
C.  Bahan  baku metil  ester  masuk  secara  kontinyu  dengan  kelajuan  terkontrol  sehingga
perbandingan  molalitas  reaktan  dapat  mencapai  1,25-1,3  mol  SO
3
per  mol  metil ester. Reaktor secara kontinyu didinginkan dengan mengalirkan air dingin melalui
lapisan  luar  dinding  reactor  menggunakan  double  jacket  reactor.  Produk  yang dihasilkan  dapat  berupa  pasta  cair  lembut  pada  suhu  ruang  tetapi  memerlukan
bantuan  pompa  jika  dialirkan  pada  suhu  yang  lebih  rendah.  Metil  ester  sulfonat dari  bahan  yang  mengandung  C12-C14  apabila  dilanjutkan  sampai  tahap
pengeringan  2  kadar  air  seperti  melalui  spray  dryer  akan  mengalami kesulitan proses karena kekentalannya MacArthur et al., 2002.
Ada  empat  macam  cara  untuk  mendapatkan  sumber  SO
3
bagi  sistem sulfonasi, yaitu melalui converter gas asam sulfat, SO
3
dari penguapan konsentrat oleum,  cairan  SO
3
,  dan  pembakaran  sulfur  yang  dibentuk  khusus  untuk memproduksi  gas  SO
3
untuk  sulfonasi.  Konversi  gas  dari  sistem  produksi  asam sulfat menjadi potensial untuk mendapatkan gas SO
3
bagi proses sulfonasi dengan cara yang murah. Lokasi proses sulfonasi untuk pembuatan surfaktan pun menjadi
hal yang perlu diperhatikan karena instalasi tersebut harus dekat dengan konverter asam sulfat. Kemudian, proses sulfonasi juga hanya dapat berlangsung saat proses
produksi asam sulfat berjalan aktif Foster, 1997.
Produksi asam sulfat secara umum menghasilkan produk dengan kadar 78- 100  serta  bermacam-macam  konsentrasi  oleum.  Produksi  diawali  dengan
pencairan  belerang padat di  melt tank,  lalu pemurnian  belerang cair dengan cara filtrasi,  kemudian  pengeringan  udara  proses.  Selanjutnya  pembakaran  belerang
cair  dengan  udara  kering  untuk  menghasilkan  sulfur  dioksida  SO
2
.  Reaksi oksidasi  lanjutan  SO
2
menjadi  SO
3
dalam  empat  lapis  bed  konverter  dengan menggunakan katalis V
2
O
5
, pada tekanan 1,5 atm dan suhu 425-430
o
C Lutfiani, 2008. Kemudian pendinginan gas, dan penyerapan SO
3
dengan asam sulfat 93- 98,5. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
S + O
2
→ SO
2
+ 31.148 kkal 1
SO
2
+ ½ O
2
→  SO
3
+ 70.960 kkal 2
SO
3
+ H
2
O  →  H
2
SO
4
+ 23.490 kkal 3
H
2
SO
4
l + SO
3
→ H
2
S
2
O
7
l 4
H
2
S
2
O
7
l + H
2
O l → 2 H
2
SO
4
l 5
Gambar 9. Reaksi pada Produksi Asam Sulfat Lutfiani, 2008 Reaksi 1 terjadi dalam tangki pembakar, dimana belerang dikabutkan dan
direaksikan dengan udara kering. Reaksi 2 terjadi dalam konverter atau reaktor katalis  V
2
O
5
.  Reaksi  3  terjadi  dalam  tangki  pengencer,  gas  belerang  trioksida diserap dengan asam sulfat 93-98,5.
Proses  produksi  asam  sulfat  yang  menggunakan  proses  kontak  akan melewatkan campuran sulfur dioksida dan udara dengan bantuan katalis kemudian
diikuti dengan absorbs sulfur trioksida di dalam asam sulfat.  Proses kontak dapat ditingkatkan  dengan  menggunakan  oksigen  berlebihan  di  dalam  campuran  gas
reaksi.  Proses  kontak  telah  menjadi  proses  industri  yang  murah,  kontinyu,  dan dapat  dikendalikan  otomatis  Lutfiani,  2008.  Sulfur  trioksida  yang  digunakan
memiliki  sifat kimia khas,  yaitu  jika  bereaksi dengan air dapat membentuk asam kuat.  Bahkan  dengan  udara  lembab,  sulfur  trioksida  membentuk  uap  putih  tebal
dengan bau yang menyengat.
Tabel 5  Sifat Fisik Sulfur Trioksida
Sifat Fisik Nilai
Berat molekul 80,06 gmol
Titik leleh 3,57
o
C Titik didih
16,86
o
C Densitas standar
44,8 kgm3 Panas penguapan pada titik didih
528 Jg
Sumber Lutfiani 2008.
Ada  beberapa  hal  lain  yang  perlu  diperhatikan  pada  saat  menggunakan konversi  gas  SO
3
dari  sistem  produksi  asam  sulfat.  Pertama,  gas  SO
3
yang dihasilkan  mendekati  18  lebih  sehingga  perlu  dilarutkan  menjadi  konsentrasi
normal  yang  dibutuhkan  bagi  konsentrasi  sulfonasi  sekitar  4-7.  Oleh  karena itu,  perlu  dilengkapi  penyuplai  udara  yang  dapat  menambah  biaya  dan  alat.
Kedua,  karena  bed  konverter  absorbs  asam  sulfat  menggunakan  udara  kering, maka udara kering- SO
3
dari proses produksi asam sulfat memiliki titik didih lebih tinggi -35
o
C dibandingkan yang dibutuhkan pada proses sulfonasi -60
o
C sampai dengan  -80
o
C.  Titik  didih  yang  tinggi  membuat  masalah  pada  kualitas  produk dalam  proses  sulfonasi  dan  mempercepat  korosi  pada  peralatan  proses.  Ketiga,
tekanan  dari  udara-SO
3
yang  terbentuk  biasanya  tidak  cukup  bagi  proses sulfonasi. Pemberian tambahan tekanan terhadap udara- SO
3
dari konverter bukan hal yang mudah karena memerlukan kompresor tinggi untuk menahan lingkungan
korosif dan dapat membentuk aliran udara basah. Masalah ini dapat diatasi, tetapi solusi  ini  tidak  murah.  Mempertimbangkan  semua  masalah  yang  melekat  dalam
memanfaatkan aliran gas dari konverter pabrik asam sulfat, kesimpulannya adalah bahwa  secara  teknis  layak.  Namun  pemilihan  ini  menambahkan  kesulitan
operasional  yang signifikan dan tidak  berdampak pada penghematan  biaya  besar atas  instalasi  pabrik  sulfonasi  yang  tetap  memerlukan  lengkap  pembakaran
belerang Foster, 1997. Reaktor  yang  digunakan  untuk  proses  harus  dapat  memenuhi  syarat.
Menurut McCabce et al. 1993, persyaratan utamanya adalah bahan reaktor tidak bereaksi  dengan  fluida  di  dalam  menara,  harus  kuat  tapi  tidak  terlalu  berat,
bentuknya  tidak  menyebabkan  zat  cair  terperangkap,  memungkinkan  terjadinya
kontak  yang  memuaskan  antar  zat  cair  dan  gas  fluida  yang  direaksikan,  dan tidak  terlalu  mahal.  Bila  dari  logam,  dapat  terbuat  dari  baja,  aluminium,  atau
stainless steel. Secara ideal, zat cair mengalir membentuk lapisan tipis ke seluruh permukaan  menuruni  reaktor.  Film  yang  terbentuk  cenderung  menebal  pada
beberapa tempat tertentu dan menipis di tempat lain sehingga zat cair mengumpul menjadi  arus-arus  kecil  dan  mengalir  melalui  lintasan  tertentu  dalam  dinding
reaktor. Pada aliran rendah, sebagian permukaan mungkin mengering atau diliputi oleh  zat cair stagnan. Kondisi  ini disebut pengkanalan channeling dan  menjadi
penyebab utama kinerja kurang efisien. Ukuran diameter menara sedikitnya 8 kali diameter  lubang  pengisian,  sehingga  zat  cair  cenderung  mengalir  di  dinding
kolom. Reaktor tipe  film  merupakan reaktor yang paling  banyak digunakan dalam
proses  pembuatan  deterjen,  khususnya  untuk  memperoduksi  produk  oleokimia yang  diperuntukkan  bagi  produk  kosmetik,  dalam  reaktor  film,  bahan  organik
dialirkan  ke  dalam  dinding  reaktor  sebagai  suatu film  yang  kontinyu.  Kecepatan bahan  organik  ke  dalam  reaktor  sulfonasi  diukur  secara  akurat  menggunakan
flowmeter dan dikendalikan oleh pompa. Reaktor  dengan  banyak  tabung  multitube  merupakan  jenis  reaktor
sulfonasi  yang  umum  digunakan.  Pada  reaktor  jenis  ini,  bahan  organik didistribusikan  ke  sejumlah  tabung  reaksi  yang  disusun  secara  paralel.  Tabung
disusun  berkumpul  dengan  arah  vertikal.  Gas  SO
3
dan  bahan  organik  mengalir menuruni tabung secara bersamaan, bereaksi dan keluar dari bagian bawah reaktor
menuju  reaktor  pemisah.  Panas  reaksi  dipindahkan  oleh  air  pendingin  yang mengalir  di  sepanjang  jaket  reaktor.  Waktu  rata-rata  yang  dibutuhkan  asam
mengalir  dari  atas  reaktor  menuruni  reaktor  kemudian  menuju  pemisah,  siklon, dan netralisasi adalah 2-3 menit.
Kecepatan  bahan  organik  yang  dialirkan  tergantung  pada  ratio  mol  antara gas  sulfur  trioksida  SO
3
dengan  bahan  organik.  Gas  SO
3
berdifusi  ke  dalam bahan organik dan bereaksi membentuk asam sulfonat. Secara umum, gas SO
3
dan bahan  organik  mengalir  bersamaan  dari  atas  reaktor  menuju  ke  bagian  bawah
reaktor.  Panas  reaksi  dipindahkan  oleh  air  pendingin  yang  mengalir  sepanjang jaket pendingin di bawah permukaan reaksi dari reaktor.
Sheats  dan  MacArthur  2002  mengkaji  pengaruh  suhu  dan  ratio  mol reaktan dalam proses sulfonasi untuk mengahsilkan MES dengan mereaksikan gas
SO
3
dan metil ester dalam tubullar falling film reactor pada perbandingan reaktan gas  SO
3
dan  metil  ester  1,2:1  samapi  dengan  1,3:1  pada  suhu  50-60
o
C.  Proses sulfonasi  menggunakan  falling  film  reactor  FFR  dengan  laju  sekitar  0,1  kg
moljam.  Suhu  masuk  gas  SO
3
ke  dalam  reaktor  adalah  42
o
C.  Baker  1995 melakukan  proses  sulfonasi  dengan  mereaksikan  alkil  ester  dan  gas  SO
3
dalam falling film reactor pada suhu 75-95
o
C selama 20-90 menit. Penelitian sulfonasi telah dilakukan terhadap metil, etil, dan isopropil ester.
Sulfonasi  ester  dimulai  dengan  pembentukan  komplek  SO
3
dengan  ester. Pembentukan  komplek  ini  mengaktifkan  atom  H  pada  posisi  alfa.  Pada  reaksi
selanjutnya  dengan  mol  SO
3
kedua  kemudian  akan  menyempurnakan  sulfonasi sehingga  membentuk  produk  antara.  Produk  sulfonat  yang  baik  ditunjukkan  dari
sulfonasi  metil  ester  dengan  suhu  60
o
C,  dengan  lama  sulfonasi  1  jam,  yang menghasilkan produk 90 sodium alfa sulfonat dan 1 garam sodium Smith and
Stirton, 1967. Sulfonasi  terjadi  dengan  cukup  baik  pada  rasio  metil  ester  :  SO
3
sebesar 1:1,3 pada suhu 70-90
o
C. Pada suhu rendah, reaksi eksotermal terjadi secara cepat dan hanya sedikit reaksi sulfonasi terjadi. Agar sulfonasi berjalan sempurna, SO
3
yang  digunakan  secara  berlebih.  Jumlah  SO
3
yang  digunakan  merupakan  faktor yang  menentukan  pembentukan  produk  samping.  Proses  sulfonasi  minyak  inti
sawit  secara  batch  menggunakan  SO
3
30-mol  berlebih  pada  reaktor  skala laboratorium  merupakan  fungsi  jumlah  SO
3
,  sementara  pada  proses  secara kontinyu  hanya  dibutuhkan  kelebihan  gas  SO
3
lebih  sedikit.  Proses  sulfonasi menggunakan  SO
3
berlebih  30-mol  selama  50-60  menit  pada  reaktor diskontinyu  menghasilkan  tingkat  sulfonasi  sekitar  95.  proses  sulfonasi
menggunakan  SO
3
berlebih  20-mol  pada  falling  film  reactor  kontinyu menghasilkan tingkat sulfonasi lebih besar 97 Stein dan Baumann, 1975.
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1
BAHAN DAN ALAT 3.1.1 Bahan
Bahan-bahan  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  terbagi  menjadi  bahan- bahan untuk produksi metil ester, bahan-bahan untuk proses sulfonasi, dan bahan-
bahan  untuk  analisis.  Bahan-bahan  untuk  produksi  metil  ester  CPO  terdiri  dari CPO  crude  palm  oil,  metanol,  asam  sulfat,  KOH,  dan  air  hangat.  Bahan  kimia
untuk  proses  sulfonasi  ME  menjadi  MESA  adalah  metil  ester  CPO  dan  gas  SO
3
diperoleh dari PT Mahkota Indonesia dan dialirkan ke reaktor sulfonasi. Bahan-bahan    yang  digunakan  untuk  karakterisasi  CPO  adalah  antara  lain
aquades, etanol 95 netral, indikator PP fenolftalein, KOH 0,1 N, sikloheksana, asam  asetat,  reagen  Wijs,  KI  15,  Na
2
S
2
O
3
0,1  N,  indikator  pati,  KOH  Alkohol 0,5 N, HCl 0,5 N, KOH 50, petroleum eter, metanol, iodin, alkohol 10, NaOH
0,02 N. Bahan  yang  digunakan  digunakan  untuk  analisis  MESA  adalah  aquades,
minyak ogan, indikator PP fenolftalein, NaOH 0,1 N, petroleum eter, kloroform, indikator methylen blue, larutan n-Cetylpyridium Chloride 0,002M.
3.1.2. Alat
Peralatan yang digunakan untuk proses produksi metil ester CPO adalah satu unit  reaktor  untuk  proses  esterifikasi,  transesetrifikasi,  settling,  washing,  dan
drying. Peralatan  utama  yang  digunakan  untuk  proses  pembuatan  MESA  adalah seperangkat  reaktor  sulfonasi  single  tube  falling  film  reactor  dengan  tinggi  6
meter yang dilengkapi dengan feed tank 4 liter dan pompa. Peralatan yang digunakan untuk analisis CPO adalah piknometer, gelas piala
50  ml,  erlenmeyer  250  ml,  pipet  tetes,  pipet  volumetrik,  bulb,  magnetic  stirer, buret,  penangas  air,  botol  soxhlet,  pendingin  tegak,  labu  ekstraksi,  corong
pemisah, oven, desikator, peralatan Karl Fischer, dan timbangan analitik. Peralatan  yang  digunakan  untuk  analisis  MESA  adalah  piknometer,
timbangan  analitik,  erlenmeyer  250  ml,  gelas  piala  50  ml,  100  ml,  dan  250  ml, gelas  ukur  tutup  asah  100  ml,  penangas  air,  buret,  pipet  tetes,  pipet  volumetrik,
bulb,  corong  pemisah,  interfacial  tensiometer,  pH  meter,  magnetic  stirrer,