Ditambahkan Legendre 1983 bahwa kandungan klorofil dengan kisaran 0.07 mgl termasuk rendah, dimana klorofil tersebut sangat dipengaruhi oleh cahaya, oksigen
dan karbohidrat. Berdasarkan hasil pengukuran klorofil-a di semua stasiun pengamatan dapat dikelompokkan tinggi dengan kisaran 0,948
– 1,422 mgl. Menurut Damar 2006, sisi negatif dari tingginya tingkat kesuburan perairan,
antara lain, adalah berupa timbulnya kejadian bloom fitoplankton. Efek negatif lain dari tingginya kesuburan perairan adalah potensi gangguan bagi ekosistem terumbu
karang.
Dalam beberapa penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan yang erat antara klorofil-a dengan produktivitas primer. Susilo 1999 menemukan bahwa produktivitas
primer kolom air dapat diduga dari konsentrasi klorofil-a menurut persamaan regresi sederhana. Persamaan hubungan antara keduanya pada kolom air 0-5 m adalah
P = 0.0207 + 0.007K sedangkan pada kolom air 0-10 m adalah P = 0.0238 + 0.004K, dimana P adalah produktivitas primer gCm
3
dan K adalah konsentrasi klorofil-a atau Chal-
a μgl. Berdasarkan hal ini produktivitas primer dapat diduga dari kandungan klorofil-a.
Tabel 9. Klorofil-a dan produktivitas primer di semua stasiun pengamatan perairan Pulau Semak Daun
Stasiun Klorofil-a
Klorofil-a PP PP
pengamatan mgl
µgl gCm
2
hari gCm
2
tahun Stasiun I
0,948 948
0,382 139,276
Stasiun II 0,965
965 0,388
141,758 Stasiun III
0,948 948
0,382 139,276
Stasiun IV 0,948
948 0,382
139,276 Stasiun V
1,422 1422
0,571 208,480
Rata-rata 0,421
153,612
Tabel 9 menunjukkan kandungan klorofil-a dan produktivitas primer pada setiap stasiun pengamatan. Rata-rata produktivitas primer di perairan Semak Daun adalah 0,421
gCm
2
hari atau 153,612 gCm
2
tahun. Besarnya produktivitas primer PP ini masih dalam kisaran produktivitas primer di perairan karang umumnya. Carter 1991
menyatakan bahwa rata-rata produktivitas primer di perairan dangkal dengan ekosistem terumbu karang adalah 30
– 150 gCm
2
tahun.
3.6 Estimasi Pendugaan Kuantitatif Limbah yang berasal dari Kegiatan
Budidaya Internal Loading
Langkah pertama dalam menentukan rencana pengelolaan limbah adalah menghitung jumlah potensial makanan yang tidak dimakan dan seberapa banyak
feses yang dihasilkan oleh organisme yang dibudidayakan. Banyak faktor yang mempengaruhi kecernaan pakan, tetapi komposisi dan bahan alami yang digunakan
dalam makanan serta proses yang terlibat dalam penyiapannya merupakan hal yang terpenting Mugg et al. 2003. Pendekatan estimasi beban limbah budidaya yang
diterapkan dalam studi ini mengacu pada penelitian sebelumnya Noor 2009 dan merupakan pengembangan formula estimasi dari beban pakan yang masuk ke
perairan Tabel 10.
Berdasarkan hasil kajian BAPEKAB 2004 luas lahan yang sesuai untuk budidaya sistem keramba jaring apung pada perairan Pulau Semak Daun adalah 9,99
ha. Satu unit keramba terdiri dari 6 buah petakan keramba berukuran 3 x 3 x 2.5 m
3
padat penebaran 20 ekorm
3
. Dalam 1 ha terdapat 10 untuk pemanfaatan, sehingga dalam 1 ha terdapat ± 100 petakan atau 16 unit keramba. Satu unit keramba serentak
ditebar dengan benih ikan, sehingga 1 unit keramba berisi ± 2.700 ekor ikan kerapu. Selama masa pemeliharaan diasumsikan tingkat kelulusan hidupan ikan sebesar 80,
sehingga pada saat pemanenan diperkirakan total biomass ikan kerapu adalah 2.160 ekor. Jika bobot individu ikan di asumsikan 500gekor maka dalam satu siklus
pemeliharaan 6 bulan didapat total produksi sebesar 1,08 ton ikan kerapu. Diketahui untuk memproduksi 0,238 ton ikan membutuhkan pakan 1,405 ton rucah Noor
2009. Analisis proximat didapatkan kandungan N pakan ikan rucah sebanyak 177,2 kg 12,6 dan 36,6 kg P 2,6.
Tabel 10. Nilai parameter penentuan beban limbah budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung.
No Parameter yang dianalisa Nilai
1 Rasio Konversi Pakan FCR
5,9 2
Kandungan N Pakan 12,6
3 Kandungan P Pakan
2,6 4
Bobot awal ikan grekor 360
5 Bobot akhir ikan grekor
528 6
Jumlah pakan yang dibutuhkan kg 1.406,3
7 Jumlah pakan yang terbuang 18
253,1 8
Kebutuhan N untuk memproduksi ikan kgton ikan 145,4
9 Kebutuhan P untuk memproduksi ikan kgton ikan
29,9 10 Kecernaan N Pakan
81,0 11 Kecernaan P Pakan
57,5 12 Retensi N
26,1 13 Retensi P
23,8 14 Jumlah feses yang dihasilkan oleh 1 ton ikan
454,4kgton ikan 39,4
Sumber pustaka : Noor 2009 Diketahui untuk memproduksi 0,238 ton ikan membutuhkan pakan 1,405 ton
rucah Noor 2008. Analisis proximat didapatkan kandungan N pakan ikan rucah sebanyak 177,2 kg 12,6 dan 36,6 kg P 2,6. Diasumsikan 1 unit keramba
selama enam bulan memproduksi 1.08 ton ikan kerapu maka kebutuhan pakan rucah sebanyak 2,341 ton, dengan nilai N 12,6 295,1 Kg dan P 2,6 60,9 Kg. Pakan
terbuang sisa adalah 18 dari total pakan yang diberikan, dengan jumlah 421,5 Kg.Dengan nilai N 12,6 53,1 Kg dan P 2,6 11,0 Kg. Total pakan yang
dimakan oleh ikan total pakan yang diberikan
– total pakan yang terbuang adalah 1920,2 Kg 82 . Dengan nilai N 12,6 241,9 Kg dan P 2,6 49,9 Kg.
Banyaknya feses yang dikeluarkan oleh ikan yang dipelihara adalah sekitar 39,4 dari pakan yang dimakan dengan total 756,6 Kg. Dengan nilai N 46 Kg dan P 21,2
Kg. N dan P yang tersimpan didalam daging ikan retensi sebesar 51,1 Kg N dan 6,8 Kg P. Untuk N dan P yang terbuang sebagai eksresi terlarut adalah 144,8 Kg N dan
21,9 Kg P. Sehingga jumlah total loading N dan P dari kegiatan budidaya sistem keramba jaring apung yang masuk keperairan adalah 243,9 Kg N dan 54,1 Kg P.
Total bahan organik partikel yang dihasilkan sebesar 1.178,1 Kgton ikan produksi atau sebesar 50,3 dari total pakan segarrucah yang digunakan sebanyak 2.341,7
Kg. Secara singkat hasil perhitungan ini dapat dilihat pada Tabel 11 dan untuk perhitungan lengkapnya disajikan pada Lampiran 2.
Dari hasil estimasi besaran limbah bahan organik yang dihasilkan yaitu sebesar 1.178,1 kg ton ikan produksi atau sebesar 50,3 dari total pakan segarrucah
yang digunakan, lebih besar dari hasil penelitian yang dilakukan dengan pakan komersil yaitu hanya sebanyak 30 dari pakan menjadi limbah bahan organik
McDonald et al. 1996. Persentase nilai tersebut menunjukkan adanya perbedaan besarnya limbah yang masuk ke dalam perairan dari dua jenis pakan yaitu pakan
rucah dan pakan komersil pellet.
Menurut Goddard 1996, pengurangan N dalam pakan hanya dapat dicapai jika menggunakan pakan buatan. Kualitas pakan mempengaruhi pertumbuhan ikan
secara keseluruhan pertumbuhan harian dan konversi makanan, kesehatan ikan, buangan limbah fekal dan limbah pakan, dan jumlah total fosfor yang pada akhirnya
dilepaskan ke perairan.
Tabel 11. Nilai hasil pendugaan kuantifikasi total N dan P dari pakan yang diberikan Parameter
Jumlah N
P kg
kgton ikan kgton ikan
Pakan yang diberikan 2.341,7100 295,1 100 60,9 100
Pakan yang dimakan eaten food
1.920,2 82 241,9 81,9 49,9 81,9 Pakan yang terbuang uneaten
food 421,5 18
53,1 18,0 11,0 18,1
Feses 756,6 39,4 46,0 15,6
21,2 34,8 Retensi
- 51,1 17,3
6,8 11,2 Ekskresi terlarut
- 144,8 49,1 21,9 35,9
Total limbah 1.178,150,3 243,9 82,6 54,1 88,8
Hasil penelitian Sutarmat et al. 2003, menyatakan bahwa dari hasil uji proximat pakan ikan segarrucah mempunya kadar protein sebesar 58,64,
sedangkan pakan komersil hanya 44,7. Akan tetapi bila dilihat dari keseimbangan unsur-unsur nutrisi protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral maka pakan
komersil memiliki nilai nutrisi terbaik karena ditambahkan mineral dan vitamin campuran, sedangkan pada pakan ikan segarrucah walaupun memiliki nilai protein
dan energi cukup tinggi tetapi ditinjau dari keseimbangan nilai nutrisi adalah kurang seimbang, karena kecukupan vitamin dan mineral dalam ransum sangat
mempengauhi metabolisme tubuh.
Bila diperbandingkan antara performance pakan komersil dan pakan alamirucah terhadap pertumbuhan ikan terlihat tidak ada perbedaan, namun dampak
terhadap lingkungan dari limbah pakan yang terbuang ke perairan cukup berbeda, hal ini terlihat dari efisiensi pakan. Pakan komersil mempunyai efisiensi pakan sebesar
65,29, sedangkan pakan alamirucah mempunyai efisiensi 17,96 sehingga pakan rucah diduga lebih memberikan dampak negatif lebih besar terhadap lingkungan dari
pada pakan komersil Sutarmat et al. 2003.
Jumlah buangan nitrogen ke perairan ini memiliki kemungkinan untuk bertambah dan juga berkurang jika 1 Padat tebar ditingkatkan ataupun diturunkan; 2
Tingkat kelulushidupan ikan yang dipelihara meningkat ataupun menurun; 3 Penebaran ikan dilakukan tidak secara serentak; 4 Frekuensi dari pengoperasian
kegiatan budidaya. Bertambah dan berkurangnya masukan nitrogen ke perairan sangat erat kaitannya dengan jumlah pakan yang diberi serta tingkat kecernaan pakan
oleh ikan yang dipelihara.
Banyaknya masukan nitrogen ke perairan ini tidaklah berada dalam bentuk yang konstan, melainkan akan diperlakukan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
oleh perairan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Romimohtarto 1991 yang menyatakan bahwa limbah dari sistem budidaya keramba jaring apung yang masuk
ke perairan pesisir dan lautan secara alami akan diproses melalui tahapan berikut: 1 Terjadi pengenceran dan penyebaran melalui proses turbulensi dan adanya fenomena
arus pasang-surut; 2 Terjadi proses pemekatan oleh plankton serta proses fisik dan kimiawi dengan cara diserap, mengendap di dasar perairan dan pertukaran ion.
3.7 Pendugaan Kuantitatif Limbah yang Bersumber dari Daratan