Dynamic Model of Coral Reefs Ecosystem Management at the Pramuka Island, Thousand Islands Marine National Park

(1)

MODEL DINAMIK PENGELOLAAN EKOSISTEM

TERUMBU KARANG DI PULAU PRAMUKA,

TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU

SURYO KUSUMO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

2


(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Dinamik Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2012

Suryo Kusumo


(4)

4


(5)

ABSTRACT

SURYO KUSUMO. Dynamic Model of Coral Reefs Ecosystem Management at the Pramuka Island, Thousand Islands Marine National Park. Under direction of ARIO DAMAR and MENNOFATRIA BOER.

The increasing number of tourists since 2003 and the development of community-based tourism in protected areas of Pramuka Island in the Thousand Islands Marine National Park caused the pressure on the quality of resources, especially coral reefs ecosystem and also the pressure on the environment. Therefore required a strategy of sustainable management of coral reef resources for tourism activities and coral reefs resources to be sustainable. This study aim is to build a dynamic model of management strategies that can be relied upon in doing the management of coral reef resources in Pramuka Island. Simulations was carried out on 5 scenarios that are scenario A, with no management; scenario B, destructive fishing management (biology sub-system); scenario C, management of entry fee to marine conservation park of Pramuka island (socio-ecomic sub-system); scenario D, waste management (marine environment sub-system) and scenario E, integrated management of coral reefs. Based on multicreria analysis of all scenarios using trade-off analysis that scenario E is the best mangement for sustainability of coral resources at Pramuka island. Management of biology sub-system, marine environments sub-system and socio-economic sub-system are closely related to one another and should be implemented in an integrated manner to ensure the sustainability of coral reef resources. Integrated management of coral reef ecosystem at Pramuka island include the management of the factors that threaten coral reefs; minimum fee into conservation areas of Pramuka Island of Rp 36 000,00 for the tourist; minimum wastewater treatment by 30% before being discharged directly into waters. Integrated management not only ensure the sustainability of coral reef resources, but also to ensure social and economic sustainability at Pramuka Island.

Keywords : dynamic model, sustainable management, coral reef ecosystem, integrated coral reef management


(6)

6


(7)

RINGKASAN

SURYO KUSUMO. Model Dinamik Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh ARIO DAMAR dan MENNOFATRIA BOER.

Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau-pulau yang terletak di sebelah utara Ibukota Jakarta yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan. Sebagian wilayah Kepulauan Seribu merupakan kawasan konservasi yaitu Taman Nasional (TN) Kepulauan Seribu. Pengembangan wilayah Kepulauan Seribu lebih ditekankan pada bidang budidaya laut dan wisata. Kedua bidang tersebut merupakan penggerak utama pembangunan Kepulauan Seribu.

Sejak tahun 2003 kegiatan wisata mulai berkembang di sekitar Pulau Pramuka terutama kegiatan wisata berbasis masyarakat atau dikenal sebagai wisata pemukiman. Kegiatan wisata yang dikembangkan antara lain menyelam,

snorkeling dan menikmati alam terutama ekosistem terumbu karang. Secara langsung kegiatan tersebut meningkatkan aktifitas perekonomian masyarakat lokal terutama didalam pemenuhan fasilitas wisata seperti penginapan, peralatan menyelam dan snorkeling, transportasi laut dan fasilitas lainnya.

Penelitian ini bertujuan untuk membangun suatu model dinamik strategi pengelolaan yang dapat diandalkan didalam melakukan pengelolaan ekosistem terumbu karang di sekitar perairan Pulau Pramuka, Zona Pemukiman Taman Nasional Kepulauan Seribu. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang bagi pemangku kepentingan di Pulau Pramuka, yaitu Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu dan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

Penelitian dilakukan di Pulau Pramuka kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu pada bulan April 2011 hingga Mei 2012. Data yang dibutuhkan didalam pengembangan model ini antara lain data pemanfaatan lahan, wisatawan, penduduk, tutupan karang hidup dan alga, faktor-faktor yang mengancam terumbu karang, parameter lingkungan perairan dan curah hujan. Selanjutnya disusun 5 skenario pengelolaan, yaitu skenario A, tanpa pengelolaan; skenario B, pengelolan perikanan yang merusak (sub-model biologi); skenario C, pengelolaan biaya masuk kawasan konservasi Pulau Pramuka (sub-model sosial ekonomi); skenario D, pengelolan limbah (sub-model lingkungan perairan) dan skenario pengelolaan terpadu dari seluruh sub-model. Selanjutnya dilakukan analisis kriteria ganda (multicriteria analysis) menggunakan analisis trade off terhadap seluruh hasil simulasi skenario pengelolaan untuk memperoleh skenario yang terbaik didalam pengelolaan ekosistem terumbu karang

Tidak adanya upaya pengelolaan ekosistem terumbu karang menyebabkan tutupan karang hidup akan semakin berkurang dan tutupan alga akan semakin tinggi dalam 10 tahun ke depan. Hal ini selain disebabkan tidak adanya pengelolaan faktor-faktor yang mengancam terumbu karang juga disebabkan tidak adanya pengolahan limbah BOD sebelum dibuang ke sehingga nilainya mencapai 25 320.53 mg/l yang mendekati ambang batas nilai BOD untuk kesehatan karang yang berdasarkan simulasi yaitu sebesar 26 821.44 mg/l. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka juga akan semakin berkurang. Penurunan kualitas


(8)

8

8

tutupan karang dan kualitas lingkungan perairan membuat penilaian wisatawan terhadap ekosistem terumbu karang (WTP) menjadi sebesar Rp. 271 000,- pada 10 tahun yang akan datang yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai saat ini sebesar Rp. 343 000,-.

Pengelolaan faktor-faktor yang mengancam terumbu karang membuat tutupan karang menjadi lebih baik dibandingkan saat ini. Pada stasiun 2 tutupan alga cenderung semakin tinggi pada akhir simulasi. WTP wisatawan lebih rendah yaitu sebesar Rp. 255 000,- pada akhir simulasi. Jumlah wisatawan menjadi lebih tinggi hingga mencapai 9 363 orang pada akhir simulasi dan pada awal simulasi melebihi daya dukung penginapan yang ada. Limbah yang dibuang ke perairan mencapai 27 758.07 mg/l yang berada diatas ambang batas yaitu 26 821.44 mg/l yang menyebabkan tutupan alga pada stasiun 2 cenderung meningkat dibandingkan stasiun lainnya.

Pengelolaan melalui biaya masuk kawasan konservasi Pulau Pramuka sebesar Rp. 36 000,- tidak mampu untuk memperbaiki kondisi tutupan karang hidup. Nilai WTP wisatawan lebih tinggi dibandingkan tanpa adanya pengelolaan yaitu sebesar Rp. 310 000,- akan tetapi jumlah wisatawan yang berkunjung lebih sedikit hingga mencapai 367 orang pada akhir simulasi. Limbah yang dibuang ke perairan mencapai 24 778.97 mg/l yang masih berada dibawah ambang batas.

Berdasarkan wawancara yang mendalam terhadap masyarakat maka sejumlah 68% limbah domestik masyarakat diendapkan dan kemudian menguap atau terserap ke tanah dan hanya sejumlah 32% dibuang langsung ke perairan tanpa melalui proses pengolahan terlebih dulu. Adanya pengolahan limbah sebelum dibuang ke perairan sangat penting dilakukan untuk menghindari pencemaran perairan yang semakin tinggi seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka yang dapat mengancam tutupan karang hidup.

Skenario pengolahan air limbah yang dibuang ke perairan sebesar 30% hanya membuat tutupan karang hidup pada stasiun 1 dan stasiun 2 menjadi lebih baik hanya pada awal simulasi dan setelah 10 tahun akan semakin berkurang, sedangkan pada stasiun 3 tutupan karang hidup cenderung semakin baik pada akhir simulasi. Pada stasiun 4 dan stasiun 5 tutupan karang hidup cenderung menurun hingga akhir simulasi. Jumlah kandungan limbah mencapai 18 837.92 mg/l yang masih berada dibawah ambang batas bagi kesehatan tutupan karang hidup hasil simulasi. Jumlah wisatawan yang berkunjung lebih banyak dibandingkan tanpa pengelolaan yaitu sebanyak 6 949 orang dan nilai WTP hanya sebesar Rp. 282 000,- yang lebih rendah dibandingkan awal simulasi.

Pengelolaan terpadu ekosistem terumbu karang menyebabkan tutupan karang hidup untuk semua stasiun menjadi lebih baik dan tutupan alga menjadi berkurang. Limbah yang dibuang langsung ke perairan sejumlah 20 135.22 mg/l yang berada dibawah ambang batas bagi kesehatan tutupan karang hidup hasil simulasi.

Pengelolaan terpadu menyebabkan jumlah wisatawan yang berkunjung menjadi lebih banyak hingga mencapai 13 478 orang dan berada diatas daya dukung penginapan yang ada sebanyak 13 436 orang. Penilaian ekosistem terumbu karang (WTP) oleh wisatawan lebih tinggi dibandingkan dengan skenario pengelolaan lainnya dan awal simulasi yaitu sebesar Rp. 399 000,- per orang. Nilai total benefit yang diperoleh mencapai Rp. 5 377 722 000,- dimana nilai total


(9)

benefit tersebut belum didiskon dan hanya untuk mengetahui aliran nilai

multiyears.

Berdasarkan hasil simulasi terlihat bahwa pada akhir simulasi bulan Mei 2022 masih terdapat lahan kosong yang belum dimanfaatkan seluas 1.47 hektar. Harus ada kebijakan pemanfaatan lahan untuk tetap menjaga agar lahan kosong tersebut tetap terjaga dan tidak dimanfaatkan. Hal ini disebabkan apabila lahan kosong tersebut ditanami dengan vegetasi dan tidak dialihfungsikan sebagai bangunan maka akan cukup bermanfaat sebagai daerah resapan air untuk menjaga kualitas sumber air tawar di Pulau Pramuka.

Berdasarkan analisis kriteria ganda menggunakan analisis trade-off maka skenario pengelolaan terpadu dari sub-model biologi, sub-model lingkungan perairan dan sub-model sosial ekonomi merupakan strategi pengelolaan yang paling tepat dibandingkan dengan skenario pengelolaan lainnya yang tidak menitikberatkan pengelolaan hanya pada sektor-sektor tertentu.

Berdasarkan studi model dinamik didalam pengelolaan ekosistem terumbu karang yang keberlanjutan di Pulau Pramuka maka dapat disimpulkan antara lain : pengelolaan secara sektoral dari sub-model biologi, sub-model lingkungan perairan, sub-model sosial ekonomi tidak menjamin keberlanjutan ekosistem terumbu karang; pengelolaan sub-model biologi, sub-model lingkungan perairan dan sub-model sosial ekonomi sangat terkait satu sama lain dan harus dilaksanakan secara terpadu untuk menjamin keberlanjutan ekosistem terumbu karang; pengelolaan terpadu untuk menjamin keberlanjutan ekosistem terumbu karang antara lain meliputi : pengelolaan faktor-faktor yang mengancam terumbu karang yaitu berupa pembatasan atau pengurangan perikanan muroami, pengelolaan sampah yang berasal dari masyarakat, pengolahan air limbah sebelum dibuang langsung ke perairan, pembuatan jangkar kapal permanen untuk tambatan kapal nelayan, peningkatan kesadaran bagi wisatawan yang melakukan kegiatan selam dan snorkeling, perikanan tradisional yang ramah lingkungan, pelarangan perikanan menggunakan bom dan potasium/sianida serta mencegah aktifitas yang mengakibatkan tingginya sedimentasi di sekitar perairan Pulau Pramuka, biaya memasuki kawasan konservasi Pulau Pramuka minimal sebesar Rp. 36 000,- bagi para wisatawan atau individu, pengolahan air limbah sebesar 30% sebelum dibuang langsung ke perairan; pengelolaan terpadu bukan saja menjamin keberlanjutan ekosistem terumbu karang tetapi juga dapat menjamin keberlanjutan ekosistem lainnya seperti lamun dan mangrove serta keberlanjutan sosial ekonomi masyarakat Pulau Pramuka; model dinamik dalam penelitian ini dapat diandalkan sebagai salah satu alternatif bagi pemangku kepentingan didalam mengelola ekosistem terumbu karang.


(10)

10


(11)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(12)

12


(13)

MODEL DINAMIK PENGELOLAAN EKOSISTEM

TERUMBU KARANG DI PULAU PRAMUKA,

TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU

SURYO KUSUMO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(14)

14

14


(15)

Judul Penelitian : Model Dinamik Pengelolaan Eksosistem Terumbu Karang di Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu

Nama : Suryo Kusumo

NRP : C252090101

Pogram Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ario Damar, M.Si Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA

Ketua Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(16)

(17)

(18)

(19)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2011 ini adalah model dinamik pengelolaan ekosistem terumbu karang di Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Ario Damar, M.Si dan Bapak Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc selaku penguji luar komisi, Bapak Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si selaku penguji program studi dan Bapak Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Sc yang telah banyak memberikan saran dan masukan didalam menyempurnakan tesis ini. Ungkapan terima kasih juga penulisan sampaikan kepada bapak, ibu, seluruh keluarga serta teman-teman SPL-IPB angkatan tahun 2009 dan juga teman-teman di Asosiasi Koral Kerang dan Ikan hias Indonesia (AKKII) yang telah banyak membantu didalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Mahmuddin dan keluarga, Bapak Halimun dan Bapak Leo atas bantuannya selama penulis melakukan pengambilan data lapangan di Pulau Pramuka.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Cibubur, Agustus 2012


(20)

(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Singaraja pada tanggal 12 Juni 1974 dari ayah Sutedjo dan ibu Munasiah Aryani. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Tahun 1993 penulis lulus SMA Laboratorium Universitas Udayana dan tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima di Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan lulus pada tahun 1999.

Tahun 2002 penulis bekerja di Asosiasi Koral Kerang dan Ikan hias Indonesia (AKKII) sebagai staf sekretariat hingga saat ini. Aktifitas yang dilakukan antara lain pemanfaatan karang hias hasil transplantasi untuk tujuan perdagangan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan yang bekerja sama dengan Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI dan Kementerian Kehutanan.

Tahun 2009 penulis diterima di Program Studi Pengelolan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL), Sekolah Pascasarjana IPB.


(22)

(23)

xxi

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ...xxiii DAFTAR GAMBAR ... xxv DAFTAR LAMPIRAN ...xxix 1. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Permasalahan ... 2 1.3 Kerangka Pemikiran ... 6 1.4 Tujuan Penelitian ... 6 1.5 Manfaat Penelitian ... 7 2. TINJAUAN PUSTAKA... 9 2.1 Pengelolaan Terpadu Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil Berkelanjutan ... 9 2.2 Sistem Dinamik ... 12 2.3 Pergantian Fase antara Karang dan Alga ... 13 3. METODOLOGI PENELITIAN ... 17 3.1 Lokasi dan Waktu Peneltian ... 17 3.2 Model Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang ... 18 3.2.1 Batasan Model ... 18 3.2.2 Model Dinamik Pengelolaan ... 18 3.2.3 Struktur Model ... 22 3.3 Metode Pengumpulan Data dan Analisis ... 25 3.3.1 Pemanfaatan lahan ... 25 3.3.2 Wisatawan ... 25 3.3.3 Penduduk ... 27 3.3.4 Tutupan karang dan alga ... 27 3.3.5 Perikanan yang Merusak ... 28 3.3.6 Parameter Lingkungan Perairan ... 29 3.3.6.1 Sedimen ... 29 3.3.6.2 BOD ... 29 3.3.6.3 Derajat keasaman (pH), Suhu, Salinitas, DO, Nitrat dan

Fosfat ... 30 3.3.7 Curah Hujan ... 31 3.4 Skenario Pengelolaan Terumbu Karang ... 31 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33 4.1 Hasil... 33 4.1.1 Sub-model Biologi ... 33 4.1.1.1 Analisis Tutupan Karang dan Alga ... 33 4.1.1.2 Analisis Sedimentasi ... 35 4.1.1.3 Analisis Faktor Penyebab Kerusakan Terumbu Karang ... 36 4.1.2 Sub-model Lingkungan Perairan ... 44 4.1.2.2 Analisis Curah Hujan ... 44 4.1.2.3 Analisis Parameter Lingkungan ... 45 4.1.3 Sub-model Sosial Ekonomi ... 50


(24)

xxii

4.1.3.1 Analisis Lahan ... 50 4.1.3.2 Analisis Penduduk ... 53 4.1.3.3 Analisis Wisatawan ... 54 4.1.3.4 Analisis WTP ... 58 4.1.4 Variabel Tak Bebas dan Variabel Bebas ... 61 4.1.5 Simulasi Model Dinamik ... 61

4.1.5.1 Simulasi Faktor-Faktor yang Mengancam Terumbu

Karang ... 62 4.1.5.2 Simulasi Biaya Masuk Kawasan Konservasi Pulau

Pramuka... 71 4.1.5.3 Simulasi Pengolahan Air Limbah ... 79 4.1.5.4 Simulasi Pengelolaan Terpadu ... 86 4.1.5.5 Analisis Skenario Pengelolaan Terumbu Karang ... 94 4.1.5.6 Simulasi Pertumbuhan Penduduk ... 98 4.2 Pembahasan ... 98 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 105 5.1 Kesimpulan ... 105 5.2 Saran ... 106 DAFTAR PUSTAKA ... 107 L A M P I R A N ... 111


(25)

xxiii

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Hasil analisis persentase tutupan karang hidup dan alga di Pulau Pramuka,

TN Kepulauan Seribu. ... 33 2. Laju sedimentasi di perairan Pulau Pramuka pada bulan Mei 2011. ... 36 3. Persentase faktor-faktor penyebab kerusakan terumbu karang di Pulau

Pramuka, TN Kepulauan Seribu. ... 37 4. Sebaran faktor-faktor yang mengancam ekosistem terumbu karang pada

setiap stasiun... 38 5. Hasil tangkapan ikan karang di Pulau Pramuka. ... 43 6. Parameter lingkungan sekitar terumbu karang di Pulau Pramuka, TN

Kepulauan Seribu ... 45 7. Hasil pengamatan parameter BOD5 di Pulau Pramuka, TN. Kepulauan

Seribu... 48 8. Hasil analisis pemanfaatan lahan di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu . 52 9. Data penduduk Pulau Pramuka tahun 2011. ... 54 10. Data pertumbuhan penduduk Kelurahan Pulau Panggang ... 54 11. Data kunjungan wisatawan ke Pulau Pramuka dan hasil verifikasi

sepanjang tahun 2011. ... 55 12. Data persentase wisatawan yang hanya melakukan kegiatan wisata diving

dan snorkeling di Pulau Pramuka... 58 13. Nilai hasil simulasi setiap masing-masing skenario... 96 14. Skor untuk masing-masing skenario. ... 97 15. Simulasi kelompok WTP (dalam ratusan ribu rupiah) berdasarkan

pendapatan. ... 101 16. Nilai WTP individu dari wisatawan dan total benefit kegiatan wisata di

Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu. ... 102 17. Pemanfaatan lahan untuk pemukiman penduduk dan fasilitas penginapan. 102


(26)

(27)

xxv

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Zona kerentanan di Kepulauan Seribu (Farhan & Lim 2012)... 3 2. Jumlah kunjungan wisatawan ke Kepulauan Seribu tahun 2003-2011

(BTNKS 2012). ... 4 3. Luas penutupan karang keras dan karang mati tahun 2003, 2005 dan 2007

di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu (Fadila & Idris 2009 in Prastowo et al.

2011). ... 5 4. Indeks kematian karang tahun 2003, 2005 dan 2007 di Pulau Pramuka,

Kepulauan Seribu (Fadila & Idris 2009 in Prastowo et al. 2011). ... 6 5. Kerangka pemikiran penelitian. ... 7 6. Model Dominansi Relatif (Relative Dominance Model) dari karang dan alga

(Littler et al. 2006). ... 13 7. Tutupan karang hidup karang (garis solid) dengan resiliensi normal (a) dan

resiliensi rendah (b) sebagai respon terhadap gangguan utama (yaitu masukan nutrien, herbivori rendah atau kombinasi keduanya), tutupan frondose

macroalgae (garis putus-putus) dan tutupan encrusting red algae (garis titik-titik) (McManus & Polsenberg 2004). ... 14 8. Lokasi stasiun pengambilan data di sekitar perairan Pulau Pramuka kawasan

Taman Nasional Kepulauan Seribu. ... 17 9. Tahapan proses pengembangan model dinamik pengelolaan ekosistem

terumbu karang di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu. ... 20 10. Diagram causal-loops untuk ekosistem terumbu karang yang tidak

berkelanjutan (a) dan ekosistem terumbu karang yang berkelanjutan (b) di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu ... 21 11. Struktur sub- model biologi. ... 23 12. Struktur sub-model lingkungan perairan. ... 24 13. Struktur sub- model sosial ekonomi. ... 24 14. Metode pengambilan data tutupan karang dan alga menggunakan foto

kuadrat (modifikasi dari Preskitt et al. 2004; Kohler & Gill 2005; English

et al.1997). ... 28 15. Pengambilan sampel sedimen menggunakan perangkap sedimen. ... 29 16. Persentase tutupan karang hidup, alga, karang mati, pasir dan biota lainnya

di perairan Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu. ... 34 17. Hasil pengamatan tutupan karang hidup dan alga di Pulau Pramuka, TN

Kepulauan Seribu. ... 35 18. Sub-model biologi stasiun 1 (modifikasi dari Chang et al. 2008). ... 39


(28)

xxvi

19. Sub-model biologi stasiun 2 (modifikasi dari Chang et. al. 2008). ... 39 20. Sub-model biologi stasiun 3 (modifikasi dari Chang et. al. 2008). ... 40 21. Sub-model biologi stasiun 4 (modifikasi dari Chang et. al. 2008). ... 40 22. Sub-model biologi stasiun 5 (modifikasi dari Chang et. al. 2008). ... 41 23. Variabel grafik musim_1 yang menyatakan persentase sedimentasi pada

stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 4 pada bulan Mei-April. ... 41 24. Variabel grafik musim_2 yang menyatakan persentase sedimentasi pada

stasiun 3 dan stasiun 5 pada bulan Mei-April... 42 25. Variabel grafik FISH_C yang menyatakan hasil tangkapan ikan karang

pada bulan Mei-April di perairan Pulau Pramuka. ... 43 26. Variabel grafik CORAL_T_1 pada stasiun 1. ... 44 27. Data pengamatan curah hujan (mm) rerata bulanan pada Stasiun Maritim

Meteorologi dan Geofisika Tanjung Priok tahun 1997-2011. ... 45 28. Lokasi pengambilan sampel parameter lingkungan di Pulau Pramuka, TN

Kepulauan Seribu. ... 46 29. Sub-model lingkungan perairan (modifikasi dari Chang et al. 2008). ... 49 30. Grafik variabel WQ untuk menilai kualitas perairan berdasarkan persepsi

wisatawan. ... 50 31. Persentase penggunaan lahan di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu. ... 52 32. Peta penggunaan lahan di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu. ... 53 33. Grafik kunjungan wisatawan ke Pulau Pramuka dan hasil verifikasi

sepanjang tahun 2011. ... 55 34. Hasil analisis kuesioner wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka,

TN Kepulauan Seribu. ... 56 35. Sub-model sosial ekonomi (modifikasi dari Chang et al. 2008). ... 60 36. Variabel grafik kualitas penginapan FQ. ... 61 37. Tampilan muka model pengelolaan ekosistem terumbu karang di Pulau

Pramuka, TN Kepulauan Seribu menggunakan perangkat lunak Stella

v9.0.2. ... 62 38. Simulasi pengelolaan faktor-faktor yang merusak terumbu karang terhadap

tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 1 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 64 39. Simulasi pengelolaan faktor-faktor yang merusak terumbu karang terhadap

tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 2 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 65 40. Simulasi pengelolaan faktor-faktor yang merusak terumbu karang terhadap

tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 3 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 66 xxvi


(29)

xxvii

41. Simulasi pengelolaan faktor-faktor yang merusak terumbu karang terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 4 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b)... 67 42. Simulasi pengelolaan faktor-faktor yang merusak terumbu karang terhadap

tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 5 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b)... 68 43. Simulasi pengelolaan faktor-faktor yang merusak terumbu karang terhadap

jumlah wisatawan, WTP dan limbah dengan tanpa pengelolaan (a) dan

adanya pengelolaan (b). ... 70 44. Simulasi pengelolaan faktor-faktor yang merusak terumbu karang terhadap

jumlah wisatawan dan daya dukung penginapan dengan tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 71 45. Simulasi biaya masuk terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada

stasiun 1 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 72 46. Simulasi biaya masuk terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada

stasiun 2 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 73 47. Simulasi biaya masuk terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada

stasiun 3 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 74 48. Simulasi biaya masuk terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada

stasiun 4 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 75 49. Simulasi biaya masuk terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada

stasiun 5 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 76 50. Simulasi biaya masuk terhadap jumlah wisatawan, WTP dan limbah

dengan tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 77 51. Simulasi biaya masuk terhadap jumlah wisatawan dan daya dukung

penginapan dengan tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). .... 78 52. Simulasi pengolahan limbah terhadap tutupan karang hidup dan tutupan

alga pada stasiun 1 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 79 53. Simulasi pengolahan limbah terhadap tutupan karang hidup dan tutupan

alga pada stasiun 2 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 80 54. Simulasi pengolahan limbah terhadap tutupan karang hidup dan tutupan

alga pada stasiun 3 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 81 55. Simulasi pengolahan limbah terhadap tutupan karang hidup dan tutupan

alga pada stasiun 4 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 82 56. Simulasi pengolahan limbah terhadap tutupan karang hidup dan tutupan

alga pada stasiun 5 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 83 57. Simulasi pengolahan limbah terhadap jumlah wisatawan, WTP dan limbah

dengan tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 84 58. Simulasi pengolahan limbah terhadap jumlah wisatawan dan daya dukung

penginapan tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 85 xxvii


(30)

xxviii

59. Simulasi pengelolaan terpadu terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 1dengan tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 87 60. Simulasi pengelolaan terpadu terhadap tutupan karang hidup dan tutupan

alga pada stasiun 2 dengan tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 88 61. Simulasi pengelolaan terpadu terhadap tutupan karang hidup dan tutupan

alga pada stasiun 3 dengan tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 89 62. Simulasi pengelolaan terpadu terhadap tutupan karang hidup dan tutupan

alga pada stasiun 4 dengan tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 90 63. Simulasi pengelolaan terpadu terhadap tutupan karang hidup dan tutupan

alga pada stasiun 5 dengan tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 91 64. Simulasi pengelolaan terpadu terhadap jumlah wisatawan, WTP dan limbah

dengan tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 92 65. Simulasi pengelolaan terpadu terhadap jumlah wisatawan dan daya dukung

penginapan dengan tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b). ... 93 66. Simulasi pertumbuhan penduduk dan daya dukung pemukiman di Pulau

Pramuka pada Mei 2012 hingga Mei 2022. ... 98 67. Pengelolaan terpadu ekosistem terumbu karang yang berkelanjutan di

Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu. ... 103 xxviii


(31)

xxix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Citra satelit GeoEye-1 Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu... 113 2. Kuesioner bagi wisatawan di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu. ... 114 3. Responden wisatawan di Pulau Pramuka, TN. Kepulauan Seribu... 117 4. Hasil kuesioner wisatawan. ... 124 5. Hasil analisis WTP menggunakan regresi linier berganda. ... 125 6. Foto kuadrat tutupan karang hidup dan alga pada stasiun pengamatan di

Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu. ... 127 7. Hasil analisis persentase tutupan karang dan alga di Pulau Pramuka, TN

Kepulauan Seribu ... 131 8. Perangkap sedimen... 132 9. Data hasil pengamatan curah hujan (mm) pada Stasiun Maritim Meteorologi

dan Geofisika Tanjung Priok tahun 1997-2011. ... 133 10. Data penduduk Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi

Kepulauan Seribu tahun 2011. ... 134 11. Perhitungan hasil kuesioner untuk verifikasi data. ... 135 12. Simulasi skenario A (tanpa pengelolaan). ... 138 13. Simulasi skenario B (pengelolaan perikanan yang merusak). ... 140 14. Simulasi skenario C (biaya masuk sebesar Rp. 36 000,-). ... 142 15. Simulasi skenario D (pengolahan limbah 30 %). ... 144 16. Simulasi skenario E (pengelolaan terpadu). ... 146 17. Skema model dinamik pengelolaan ekosistem terumbu karang di Pulau

Pramuka menggunakan perangkat lunak Stella v9.0.2. ... 148 18. Formulasi model dinamik. ... 149 19. Perhitungan data inisial model. ... 155 20. Variabel model sub-model biologi stasiun 1. ... 157 21. Variabel model sub-model biologi stasiun 2. ... 160 22. Variabel model sub-model biologi stasiun 3. ... 163 23. Variabel model sub-model biologi stasiun 4. ... 166 24. Variabel model sub-model biologi stasiun 5. ... 169 25. Variabel model sub-model lingkungan perairan. ... 172 26. Variabel model sub-model sosial ekonomi. ... 174


(32)

xxx

27. Simulasi jumlah penduduk (orang), daya dukung pemukiman (orang/hektar) dan daya dukung penginapan (orang/hektar) di Pulau

Pramuka. ... 177 28. Rerata simulasi jumlah limbah BOD (mg/l) yang merusak terumbu karang

(tutupan karang hidup kurang dari 50%) ... 178 29. Analisis biaya masuk kawasan konservasi Pulau Pramuka ... 179 xxx


(33)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau-pulau yang terletak di sebelah utara Ibukota Jakarta dimana sebagian besar wilayahnya merupakan perairan. Sebagian wilayah Kepulauan Seribu merupakan kawasan konservasi yaitu Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Pengembangan wilayah Kepulauan Seribu lebih ditekankan pada bidang budidaya laut dan wisata. Kedua bidang tersebut merupakan penggerak utama pembangunan Kepulauan Seribu.

Masyarakat Kepulauan Seribu sangat tergantung kehidupannya pada ekosistem terumbu karang. Kondisi ekosistem terumbu karang yang baik akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan demikian juga sebaliknya. Menurut Cesar (2000), ekosistem terumbu karang banyak meyumbangkan berbagai biota laut seperti ikan karang, moluska, berbagai jenis kepiting bagi masyarakat yang hidup di kawasan pesisir. Selain itu, bersama dengan ekosistem pesisir lainnya, terumbu karang menyediakan makanan dan tempat untuk memijah bagi berbagai jenis biota laut. Namun beberapa tahun terakhir banyak aktivitas yang memberikan dampak buruk terhadap keberadaan dan kesehatan terumbu karang. Aktivitas manusia tersebut antara lain adalah pengembangan kawasan budidaya laut, ekowisata, limbah rumah tangga yang secara terus menerus dibuang langsung ke perairan dan pembangunan fisik bangunan, baik untuk pembangunan fasilitas wisata, rumah pribadi maupun pembangunan pelabuhan laut.

Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Nomor SK.05/IV-KK/2004 tentang Zonasi Pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu maka Pulau Pramuka termasuk kedalam zona pemukiman. Zona pemukiman merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu yang dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan perumahan bagi penduduk. Selain kegiatan pemerintahan maka aktifitas lainnya yang diijinkan adalah kegiatan wisata berbasis masyarakat, perikanan tradisional dan juga perlindungan, pelestarian dan rehabilitasi ekosistem terumbu karang, padang lamun dan mangrove.


(34)

2

Sejak tahun 2003 kegiatan wisata mulai berkembang di sekitar Pulau Pramuka terutama kegiatan wisata berbasis masyarakat atau wisata pemukiman. Kegiatan wisata yang dikembangkan antara lain menyelam (diving), snorkeling

dan menikmati alam terutama ekosistem terumbu karang. Secara langsung kegiatan tersebut meningkatkan aktifitas perekonomian masyarakat lokal terutama didalam pemenuhan fasilitas wisata seperti penginapan (homestay), peralatan menyelam dan snorkeling, transportasi laut dan fasilitas lainnya.

Meningkatnya jumlah wisatawan setiap tahunnya akan meningkatkan pemenuhan fasilitas penginapan dan akomodasi lain seperti makan. Akan tetapi pemenuhan fasilitas tersebut, terutama fasilitas penginapan, dimana pembangunannya masih menggunakan karang dan pasir laut di sekitarnya. Selain itu pemenuhan makan untuk wisatawan dengan mengkomsumsi ikan-ikan karang yang ditangkap di sekitar perairan sekitarnya. Apabila tidak dilakukan pengelolaan yang tepat maka kegiatan wisata tersebut justru akan menyebabkan degradasi ekosistem terumbu karang yang nantinya juga akan mematikan kegiatan wisata ke Kepulauan Seribu.

Kegiatan manusia di wilayah pesisir yang tidak terkoordinasi dapat memberikan dampak terhadap lingkungan pesisir. Bryan et al. (1998) in Chang et al. (2008) menyatakan bahwa lebih dari 80% terumbu karang di wilayah Asia bagian selatan dalam kondisi terancam terutama karena akibat aktifitas manusia.

Penelitian ini akan mengkaji strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang yang berkelanjutan di sekitar perairan Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu.

1.2 Rumusan Permasalahan

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Farhan & Lim (2012) tentang kajian kerentanan kondisi ekologi di Kepulauan Seribu yang antara lain menggunakan indikator keretanan seperti tutupan karang hidup, tutupan karang mati, perubahan garis pantai, pemanfaatan lahan dan polusi maka wilayah Kepulauan Seribu dibagi menjadi 3 zona kerentanan (Gambar 1). Zona 1 merupakan daerah yang memiliki jarak hingga 17 km dari Teluk Jakarta dan sangat dipengaruhi oleh tekanan dari penduduk kota Jakarta dan sebagian Provinsi


(35)

3

Banten dan juga dipengaruhi oleh 4 sungai besar yang bermuara di Teluk Jakarta dan merupakan daerah dengan tingkat kerentanan yang tinggi. Pulau Pramuka terletak di zona 2 dengan jarak 17 – 50 km dari Teluk Jakarta. Zona ini dicirikan dengan pulau-pulau yang memiliki populasi penduduk yang cukup padat. Akan tetapi karena masyarakatnya memiliki kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan maka zona ini memeliki keberlanjutan yang lebih baik. Zona 2 merupakan daerah dengan tingkat kerentanan sedang sedangkan zona 3 merupakan daerah yang berjarak lebih dari 50 km dari Teluk Jakarta dan memiliki tingkat kerentanan rendah. Zona ini lebih dipengaruhi oleh dinamika alami dari sumberdaya seperti melimpahnya populasi bulu seribu (crown of thorn starfish) sejak tahun 2005 yang mengancam ekosistem karang di zona tersebut.

Gambar 1. Zona kerentanan di Kepulauan Seribu (Farhan & Lim 2012).

Keterangan

Keterangan :

Zona 1 : kerentanan tinggi Zona 2 : kerentanan sedang Zona 3 : kerentanan rendah


(36)

4

Meskipun Pulau Pramuka terletak pada zona 2 akan tetapi aktifitas penduduk lokal, kegiatawan wisata serta aktifitas lainnya dapat mengancam keberlanjutan ekosistem terumbu karang. Beberapa aktifitas masyarakat nelayan Pulau Pramuka dan sekitarnya yang bersifat merusak ekosistem terumbu karang dan masih berlangsung hingga saat ini di sekitar perairan Pulau Pramuka antara lain perikanan muroami, perikanan ikan hias dan tradisional lainnya, masih adanya pemboman yang dilakukan oleh orang luar Kepulauan Seribu, serta limbah domestik yang dibuang langsung ke perairan. Selain itu semakin meningkatnya kunjungan wisatawan dari tahun ke tahun, dimana sebagian wisatawan melakukan kegiatan menyelam dan snorkeling, diduga juga menyebabkan kerusakan terhadap ekosistem terumbu karang.

Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu sejak tahun 2003 telah melaksanakan kegiatan ekowisata bahari yang bertujuan untuk menjadikan masyarakat di dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu sebagai pelaku utama didalam usaha ekowisata bahari (BTNKS 2010). Kegiatan ekowisata bahari berbasis masyarakat tersebut menyebabkan kunjungan wisatawan yang meningkat sangat tinggi. Pada tahun 2003, kunjungan wisata berjumlah 1 000 orang sedangkan tahun 2008 meningkat hingga 8 298 orang, kemudian terjadi penurunan pada tahun 2009 menjadi 3 571 orang. Tahun 2010 terjadi peningkatan hingga 7 815 orang dan 6 313 pada tahun 2011. Grafik jumlah kunjungan wisatawan sejak tahun 2003 hingga 2011 dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Jumlah kunjungan wisatawan ke Kepulauan Seribu tahun 2003-2011 (BTNKS 2012).

1,000 915 1,738 712 2,127 8,298 3,571 7,815 6,313 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 9,000

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Ju m la h w isa ta w a n ( or a n g ) Tahun


(37)

5

Meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan tersebut memberikan keuntungan secara ekonomi bagi masyarakat. Hal ini antara lain dibuktikan dengan semakin banyaknya didirikan penginapan (homestay) terutama di Pulau Pramuka, Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu mencatat kurang lebih terdapat 34 unit wisma dan penginapan yang dimiliki oleh masyarakat pada tahun 2010. Selain itu terjadi peningkatan permintaan akan ikan karang untuk dikonsumsi oleh wisatawan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah usaha penyediaan makanan sejumlah 22 unit usaha pada tahun 2010.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Terangi (Fadila & Idris 2009 in Prastowo et al. 2011) yang melakukan pengamatan terhadap penutupan karang di sekitar perairan Pulau Pramuka pada tahun 2003, 2005, 2007 dan 2009 maka terjadi perubahan penutupan karang (Gambar 3). Turunnya persentase tutupan karang keras dan karang mati pada tahun 2011 diduga disebabkan karena meningkatnya persentase tutupan alga.

Gambar 3. Luas penutupan karang keras dan karang mati tahun 2003, 2005 dan 2007 di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu (Fadila & Idris 2009 in Prastowo et al.

2011).

Pada tahun 2003, penutupan karang mati di Pulau Pramuka mencapai 34.2%, kemudian turun pada tahun 2005 menjadi 10.9% dan naik pada tahun 2007 menjadi 53.3%. Penutupan karang keras pada tahun 2003 sebesar 34.7% kemudian turun pada tahun 2005 menjadi 16.0% dan tahun 2007 meningkat menjadi 34.6%. Meskipun penurunan luas penutupan karang mati diimbangi

34.7 34.2

16.0 10.9 34.6 53.4 9.2 2.4 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

karang keras karang mati

P e rsent a se p e n u tu p a n ( % )


(38)

6

dengan luas penutupan karang keras akan tetapi indeks kematian karang di Pulau Pramuka cenderung naik seperti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Indeks kematian karang tahun 2003, 2005 dan 2007 di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu (Fadila & Idris 2009 in Prastowo et al. 2011).

1.3 Kerangka Pemikiran

Meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan sejak tahun 2003 dan semakin berkembangnya wisata pemukiman di Pulau Pramuka menyebabkan terjadinya tekanan terhadap kualitas ekosistem terutama terumbu karang dan juga tekanan lingkungan lainnya baik itu berupa buangan limbah, pemenuhan ikan karang untuk dikonsumsi, kegiatan perikanan muroami yang bersifat merusak dan sampah yang berasal dari pulau dan juga yang terbawa arus yang terutama berasal dari Teluk Jakarta yang juga memberikan tekanan terhadap ekosistem terumbu karang. Oleh karena itu dibutuhkan strategi pengelolaan yang berkelanjutan terhadap ekosistem terumbu karang agar kegiatan wisata dan ekosistem terutama terumbu karang menjadi berkelanjutan. Strategi pengelolaan dapat dilakukan dengan melakukan pemodelan dan perancangan skenario pengelolaan seperti terlihat pada Gambar 5.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membangun suatu model dinamik strategi pengelolaan yang dapat diandalkan didalam melakukan pengelolaan ekosistem

0.5 0.4 0.6 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0

2003 2005 2007

Ind e ks ke m a ti a n (% ) Tahun


(39)

7

terumbu karang di sekitar perairan Pulau Pramuka, Zona Pemukiman Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang bagi pemangku kepentingan di Pulau Pramuka, yaitu Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu dan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

wisata perikanan yang

merusak

penduduk lokal

fasilitas wisata

snorkeling

dan selam limbah pemukiman limbah

ekosistem terumbu karang di Pulau Pramuka

degradasi kualitas sumberdaya pesisir (ekosistem terumbu karang)

pengelolaan ekosistem terumbu karang berkelanjutan di Pulau Pramuka


(40)

(41)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Terpadu Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan wilayah pesisir dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang komplek dan tingginya tingkat kompetisi diantara berbagai sektor ekonomi. Pembangunan dan perencanaan pemanfaatan lahan di wilayah pesisir yang dilakukan dengan pendekatan sektoral telah gagal untuk mencapai pemanfaatan yang berkelanjutan dan bijaksana dari sumberdaya eksosistem global yang komplek. Pengelolaan terpadu wilayah pesisir (Integrated Coastal

Management/ICM) merupakan suatu alternatif didalam pengelolaan dan

perencanaan menggunakan metode-metode tradisional di wilayah pesisir (IWICM 1996).

ICM merupakan suatu proses dinamik yang membutuhkan waktu didalam menyelesaikan tahapan-tahapannya didalam suatu siklus ICM yang beragam sesuai dengan kemampuan dari kapasitas kelembagaan dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi (Corepoint 2007; IWCM 1996). Pada awalnya ICM dirancang untuk membangun kepedulian publik, membangun kapasitas dan kerjasama, penguatan kelembagaan dan kerangka legal serta memformulasikan dan mengimplementasikan rencana aksi. Semakin berkembangnya dan meningkatnya kemampuan serta pengangalaman maka ruang lingkup ICM diperluas untuk dapat mencakup masalah-masalah baru, mengeksplorasi kesempatan pembangunan yang baru, kerjasama antar lembaga, kolaborasi dan integrasi pembangunan dan pelestarian lingkungan (IWCM 1996).

Wilayah pesisir bukan hanya merupakan lingkungan alam yang komplek tetapi merupakan suatu wilayah kebijakan yang komplek dimana berbagai lembaga yang berbeda yang memiliki tujuan, tanggung jawab dan wewenang yang saling tumpang tindih. Pengelolaan wilayah pesisir merupakan suatu upaya untuk memperoleh manfaat bagi masyakarat dalam waktu jangka panjang, termasuk mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan, ekologi, ekonomi, sosial dan budaya (Scottish-Office 1997 in Chang et al. 2008).

Pengelolaan terpadu merupakan suatu kerangka kerja pengelolaan wilayah pesisir terpadu, yang tidak hanya memadukan komponen-komponen darat dan


(42)

10

laut, tetapi juga dimensi-dimensi spasial dan temporal dari isu-isu yang menjadi perhatian dengan menggunakan prinsip-prinsip pengelolaan. pengelolaan terpadu juga mencari keseimbangan diantara keuntungan ekonomi dari pembangunan, pemanfaatan oleh manusia dan sumberdaya alam wilayah pesisir dalam jangka waktu yang panjang. Seluruh kegiatan tersebut harus dibatasi oleh dinamika alami dan daya dukung. Dalam prakteknya, pengelolaan wilayah pesisir berkelanjutan meliputi pengumpulan informasi, perencanaan, pembuatan keputusan dan implementasi dari pengelolaan dan pengawasan seperti yang disarankan oleh European Commision pada tahun 1999 (Chang et al. 2008).

Pengelolaan wilayah pesisir termasuk pengelolaan pulau-pulau kecil yang memiliki karakteristik sumberdaya alam, ekonomi dan sumberdaya lainnya yang khas dan terbatas yang merupakan kasus khusus didalam pembangunannya. Sangat sedikit pilihan didalam pembangunan secara ekologi dan ekonomi, penyediaan utilitas dan layanan publik sangat sulit dan dengan biaya yang tinggi serta sumberdaya manusia yang langka. Beberapa pilihan didalam pembangunan yang berkelanjutan di pulau kecil antara lain : perlindungan sumberdaya, pemulihan sumberdaya, peningkatan kualitas sumberdaya, pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan, penyediaan layanan bagi manusia dan pembangunan sumberdaya lainnya (Hess 1990; Marshall 1982 in Engelen et al. 1996).

Pulau kecil merupakan daerah dimana terkonsentrasinya kegiatan sosial ekonomi, dimana terdapat kompetisi ruang dan tingginya limbah dan polusi yang dihasilkan (Blommestein 1993 in Engelen et al. 1996) serta ekosistem akuatik dan terestial yang sangat rentan. Sumberdaya tersebut yang akan pertama kali mengalami dampak akibat adanya peningkatan muka laut dan perubahan iklim.

Menurut Hess (1990), perencanaan merupakan hal yang sangat mendasar didalam pembangunan berkelanjutan pulau kecil. Perencanaan meliputi studi daya dukung dan analisis dampak terhadap lingkungan, sosial atau efektifitas kelembagaan dan juga metode dan panduan untuk menentukan kemampuan sumberdaya yang multi manfaat yang dapat menjadi alternatif didalam pengelolaan.

Pengelolaan terpadu menjamin pembangunan berkelanjutan wilayah pesisir dan lautan dengan mengurangi kerentanan wilayah pesisir dan mempertahankan


(43)

11

proses-proses ekologi yang penting, sistem pendukung kehidupan dan keanekaragaman hayati (Cicin-Sain & Knecht 1998). Tujuan umum dari pengelolaan wilayah pesisir berkelanjutan adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang kehidupannya tergantung pada ekosistem pesisir dengan mempertahankan keanekaragaman biologi dan produktifitas ekosistem pesisir (Corepoint 2007).

Menurut Cicin-Sain & Knecht (1998), pengelolaan terpadu wilayah pesisir dibutuhkan karena terjadinya penurunan kualitas sumberdaya di wilayah pesisir, seperti perikanan tangkap lebih atau eksploitasi karang untuk bahan bangunan, yang merupakan faktor utama. Selain itu semakin meningkatnya polusi yang membahayakan kesehatan publik. Adanya keinginan untuk meningkatkan keuntungan ekonomi dari pemanfataan sumberdaya pesisir, seperti wisata bahari, juga membutuhkan perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir yang terpadu.

Tantangan pengelolaan terpadu wilayah pesisir antara lain koordinasi diantara pemangku kepentingan yang tidak efisien. Strategi yang efektif dari masing-masing stakeholder tidak cukup mampu untuk berhasil tanpa mempertimbangkan strategi dari pemangku kepentingan lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan keterpaduan diantara lembaga didalam mengelola suatu wilayah pesisir yang berkelanjutan (Cicin-Sain & Knecht 1998 in Chang et al. 2008).

Pengelolaan wilayah pesisir secara sektoral pada dasarnya berkaitan hanya dengan satu jenis sumberdaya atau ekosistem untuk memenuhi tujuan tertentu (sektoral), seperti perikanan, pariwisata, pertambangan, industri, pemukiman, perhubungan dan sebagainya. Dalam pengelolaan secara sektoral, dampak cross-sectoral atau cross-regional seringkali terabaikan. Akibatnya model pengelolaan sektoral akan menimbulkan berbagai dampak yang dapat merusak lingkungan atau sumberdaya dan juga akan mematikan sektor lain (Hutabarat et al. 2009b).

Perencanaan dan pengelolaan terpadu dilakukan secara kontinyu dan dinamis dengan mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi-budaya dan aspirasi masyarakat pengguna wilayah pesisir serta konflik kepentingan dan pemanfaatan yang mungkin ada. Keterpaduan dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir ini mencakup 4 (empat) aspek, yaitu : (1) keterpaduan wilayah ekologis;


(44)

12

(2) keterpaduan sektor; (3) keterpaduan disiplin ilmu; dan (4) keterpaduan pemangku kepentingan (Hutabarat et al. 2009b).

2.2 Sistem Dinamik

Berdasarkan konsep ilmu fisika dan ilmu biologi maka sistem merupakan suatu kumpulan komponen-komponen yang saling berhubungan teratur yang dicirikan dengan adanya batasan dan kesatuan fungsi. Kumpulan komponen-komponen tersebut secara bersama melakukan suatu fungsi. Sistem juga merupakan suatu proses komplek yang saling bertautan yang dicirikan adanya hubungan sebab akibat yang timbal balik (Grant et al. 1997), sedangkan sistem dinamik merupakan suatu metode untuk menganalisis permasalahan dimana faktor waktu merupakan hal yang penting (Coyle 1977 in Ford 1999).

Sistem dinamik merupakan suatu metode sederhana yang menggunakan diagram causal-loop dan stock-flow untuk menjelaskan hubungan diantara sistem. Sistem dinamik mampu untuk membuat suatu model dinamik dan komponen yang komplek menjadi suatu sistem yang terpadu. Selain itu, sistem dinamik juga mampu menyelesaikan sistem fisik dan sistem sosial yang komplek, non-linier, dan berupa struktur yang bersifat feedback-loop yang sesuai penggunaannya didalam pengelolaan wilayah pesisir berkelanjutan (Chang et al. 2008).

Teknologi informasi yang berkembang saat ini mampu untuk membantu didalam pengelolaan lingkungan terutama sistem pendukung keputusan. Secara umum sistem pendukung keputusan merupakan suatu sistem berbasis komputer yang dirancang untuk mendukung pembuat keputusan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang semi terstruktur atau tidak terstruktur melalui pemanfaatan data dan model (Turban & Aronson 1998 in Chang et al. 2008). Aplikasi-aplikasi sistem pendukung keputusan telah banyak digunakan didalam pengelolaan lingkungan, seperti pengelolaan hutan, pengelolaan perikanan, evaluasi kualitas ekologi sungai, pengelolaan akuakultur (Hargrave 2002; Scardi et al. 2008; Jarre

et al. 2008). Sistem pendukung keputusan tersebut harus dapat memberikan dukungan yang cukup didalam merancang dan mengimplementasikan kebijakan yang memberikan pilihan sebanyak mungkin untuk generasi yang akan datang (Engelen et al. 1996)


(45)

13

2.3 Pergantian Fase antara Karang dan Alga

Suatu konseptual paradigma yang dikemukakan oleh Littler et al. (1984)

in Littler et al. (2006) tentang Model Dominansi Relatif (Relative Dominance Model) menjelaskan tentang perspektif untuk menilai mekanisme pendorong interaktif yang mengendalikan pergantian masa (phase shift) diantara kelompok fungsional bentik dominan pada ekosistem terumbu karang tropis, yaitu antara alga (mikro alga dan makro alga) dengan karang penyusun terumbu dan coralline algae (Gambar 6). Dimana hubungan dominansi relatif dari kedua kelompok tersebut dimediasi oleh nutrien (pengendali bottom-up) dan herbivori (pengendali

top-down).

Gambar 6. Model Dominansi Relatif (Relative Dominance Model) dari karang dan alga (Littler et al. 2006).

Meningkatnya faktor pengendali bottom-up (nutrien) maka akan meningkatkan kelimpahan alga meskipun pada kondisi intensitas herbivori yang tinggi, namun sebaliknya, akan menghambat atau membatasi pertumbuhan karang penyusun teurmbu. Nutrien sebagai pengendali bottom-up akan secara langsung bertindak sebagai faktor pembatas (seperti tekanan fisiologis) dan mekanisme stimulator (faktor meningkatkan pertumbuhan) dan juga secara tidak langsung akan mempengaruhi kompetisi antara karang dan alga (Littler et al. 2006).

peningkatan

dampak manusia penurunan resiliensi terumbu karang

p e n u ru n a n r e s il ie n s i te ru m b u k a ra n g

aktifitas grazing

tinggi

pengendali top down

menurun k a n d u n g a n n u tr ie n m e n in g k a t p e n g e n d a li b o tt o m u p b e rk u ra n

g karang & crustose corraline algae


(46)

14

Gambar 7 memperlihatkan suatu model konseptual dari respon tutupan karang hidup, tutupan frondose macroalgae dan encrusting red algae terhadap gangguan utama ekosistem terumbu karang (McManus & Polsenberg 2004). Gangguan utama ekosistem terumbu karang berupa masukan nutrien, tingkat herbivori yang rendah atau kombinasi keduanya. Encrusting red algae berperan sebagai fasilitator planula karang untuk menempel pada subtrat.

Gambar 7. Tutupan karang hidup karang (garis solid) dengan resiliensi normal (a) dan resiliensi rendah (b) sebagai respon terhadap gangguan utama (yaitu masukan nutrien, herbivori rendah atau kombinasi keduanya), tutupan

frondose macroalgae (garis putus-putus) dan tutupan encrusting red algae

(garis titik-titik) (McManus & Polsenberg 2004).

Gambar 7(a) memperlihatkan kondisi resiliensi terumbu karang normal dimana dengan adanya gangguan membuat tutupan karang akan semakin bertambah secara bertahap sedangkan tutupan frondose macroalgae meningkat pada awal tahun dan kemudian cenderung menurun, demikian pula halnya dengan

encrusting red algae. Kondisi resiliensi yang dibawah normal (rendah)

Setelah gangguan (tahun)

Setelah gangguan (tahun)

P e rse n ta se p e n u tu p a n P e rse n ta se p e n u tu p a n


(47)

15

menyebabkan tutupan frondose macroalgae meningkat begitu cepat sedangkan

encrusting red algae bertambah hanya sedikit dan kemudian berkurang, sedangkan tutupan karang hidup akan bertambah dengan laju yang sangat lambat dibandingkan frondose macroalgae (Gambar 7b).


(48)

(49)

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Peneltian

Penelitian ini dilakukan Pulau Pramuka di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKS) pada bulan April 2011 hingga Mei 2012 (Gambar 8). Penentuan lokasi dari setiap stasiun penelitian ditentukan dengan melakukan survei awal berupa pengamatan kondisi terumbu karang, sumber dan buangan pencemar dan posisi geografis dari Pulau Pramuka serta pengaruh musim timur dan musim barat.

Gambar 8. Lokasi stasiun pengambilan data di sekitar perairan Pulau Pramuka kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu.


(50)

18

Berdasarkan survei tersebut maka ditentukan stasiun pengamatan kondisi tutupan karang dan alga di Pulau Pramuka sebanyak 5 stasiun yaitu stasiun 1 pada bagian barat laut, stasiun 2 pada bagian barat, stasiun 3 pada bagian timur laut, stasiun 4 pada bagian selatan dan stasiun 5 pada bagian timur. Kelima stasiun tersebut diharapkan dapat mewakili seluruh kondisi ekosistem terumbu karang dari kondisi yang baik hingga rusak di perairan Pulau Pramuka.

3.2 Model Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang 3.2.1 Batasan Model

Penelitian ini mengadaptasi model pengelolaan ekosistem terumbu karang berbasis sistem dinamik yang dikembangkan oleh Chang et al. (2008). Suatu batasan-batasan dibutuhkan untuk menyederhanakan suatu permasalahan-permasalahan yang komplek didalam pemodelan. Batasan-batasan didalam pemodelan ini antara lain :

1. Limbah yang masuk ke perairan Pulau Pramuka hanya berasal dari limbah rumah tangga atau domestik, limbah dari penginapan wisata serta fasilitas bangunan lainnya berupa BOD di Pulau Pramuka;

2. Pengaruh alam diabaikan, seperti ombak, badai dan anomali perubahan suhu permukaan laut.

3.2.2 Model Dinamik Pengelolaan

Pemodelan pengelolaan ekosistem terumbu karang di sekitar perairan Pulau Pramuka terdiri dari 4 tahapan (Gambar 9), yaitu :

1) Tahap pertama pengumpulan data yaitu data kondisi sosial ekonomi antara lain melakukan survei kuesioner bagi para wisatawan untuk menghitung valuasi ekonomi ekosistem terumbu karang, data jumlah wisatawan per bulan, data pemanfaatan lahan pulau dan data penduduk Pulau Pramuka; data lingkungan perairan yaitu dengan mengambil sampel limbah dari beberapa lokasi di Pulau Pramuka untuk dianalisis kadar BOD, data curah hujan rata-rata bulanan; dan data biologi seperti kondisi survei tutupan karang hidup, alga dan komponen biotik dan abiotik lainnya dan data perikanan muroami di Pulau Pramuka;


(51)

19

2) Tahap kedua adalah melakukan analisis data untuk masing-masing subsistem, yaitu : sub-model sosial ekonomi melakukan analisis pemanfaatan lahan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), analisis pertumbuhan penduduk Pulau Pramuka, analisis Willingness to Pay (WTP) dari wisatawan untuk menghitung valuasi ekonomi ekosistem terumbu karang; sub-model lingkungan perairan dengan melakukan analisis BOD dari beberapa lokasi di Pulau Pramuka, analisis rata-rata curah hujan bulanan; sub-model biologi dengan melakukan analisis sampel sedimen dan analisis tutupan karang hidup dan alga.

3) Tahap ketiga adalah pengembangan model sistem dinamik yang dikembangkan oleh Chang et al. (2008) yang disesuaikan dengan kondisi yang ada di Pulau Pramuka. Kemudian dilakukan penentuan beberapa skenario pengelolaan yang selanjutnya masing-masing skenario tersebut disimulasi. Hasil simulasi dari semua skenario dilakukan analisis kriteria ganda (multicriteria analysis) menggunakan analisis trade-off untuk menentukan skenario pengelolaan yang paling tepat (Brown et al. 2001).

4) Tahap keempat adalah implementasi skenario pengelolaan ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Pramuka.

Pemodelan sistem dinamik menggunakan diagram causal-loops untuk menunjukkan umpan balik dari struktur sistem. Diagram causal-loops merupakan diagram jaringan (network) yang menunjukkan hubungan sebab akibat diantara variabel-variabel sistem menggunakan causal link.


(52)

Sub-model Sosial Ekonomi Data pemanfaatan lahan Data kuesioner wisatawan Data penduduk

Analisis SIG Analisis WTP

Analisis pertumbuhan

penduduk

Sub-model Biologi

Survei

photoquadrat Data sedimen

Survei faktor-faktor penyebab kerusakan terumbu karang Analisis tutupan karang dan alga Analisis sedimentasi Analisis faktor-faktor penyebab kerusakan terumbu karang

Sub-model Lingkungan Perairan

Data curah hujan Data sampel BOD Analisis curah hujan bulanan Analisis BOD

Pengembangan Model Dinamik

Simulasi skenario pengelolaan

Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang di P. Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu

Tahap ke-1

Tahap ke-2

Tahap ke-3

Tahap ke-4

Analisis skenario pengelolaan dengan analisis kriteria ganda (analisis trade-off)

Gambar 9. Tahapan proses pengembangan model dinamik pengelolaan ekosistem terumbu karang di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu.


(53)

21

Gambar 10. Diagram causal-loops untuk ekosistem terumbu karang yang tidak berkelanjutan (a) dan ekosistem terumbu karang yang berkelanjutan (b) di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu

kegiatan wisata limbah ke perairan pemanfaatan lahan penduduk lokal tutupan karang hidup + + -+ -+ -+ perikanan yang merusak -kegiatan wisata limbah ke perairan pemanfaatan lahan penduduk lokal tutupan karang hidup + -+ + + + -+ + perikanan yang merusak + pengolahan limbah

biaya masuk dan edukasi bagi wisatawan pengendalian dan perikanan ramah lingkungan pengolahan limbah

(a) ekosistem terumbu karang tidak berkelanjutan


(54)

22

Gambar 10(a) menunjukkan diagram causal-loops dari kondisi ekosistem terumbu karang sekitar perairan Pulau Pramuka. Terdapat negatif feedback-loops. Negatif feedback-loops dimulai dan diakhiri pada node kegiatan wisata dan limbah. Negatif feedback-loops menjelaskan bahwa meningkatnya kegiatan atau aktifitas wisata akan mengurangi tutupan karang hidup sehingga konsekuensinya bahwa menurunnya tutupan karang hidup akan menekan kegiatan kegiatan wisata. Akan tetapi dibutuhkan jeda waktu antara kegiatan wisata dan tutupan karang hidup untuk memperbaiki tutupan karang hidup.

Diagram causal-loops dari model sistem dinamik yang akan diteliti dalam rangka pengelolaan ekosistem terumbu karang berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 10(b). Pengelolaan ekosistem terumbu karang melalui biaya masuk, edukasi bagi wisatawan, pengolahan limbah dan pengelolaan perikanan yang merusak menyebabkan tutupan karang hidup semakin meningkat.

3.2.3 Struktur Model

Model pengelolan ekosistem terumbu karang di Pulau Pramuka terdiri dari 3 model, yaitu model biologi, model lingkungan perairan dan sub-model sosial ekonomi. Komponen dari suatu sub-sub-model juga menjadi anggota komponen sub-model lainnya sehingga terdapat hubungan antara satu sub-model dengan sub-model lainnya.

Pada sub-model biologi, terdapat kompetisi ruang diantara karang dan alga. Kompetisi tersebut dipengaruhi oleh faktor ruang yang menghambat dan faktor yang memacu. Sedimentasi dan aktifitas manusia yang bersifat merusak dapat menghambat pertumbuhan karang dan kondisi karang tersebut akan menentukan kualitas dari ekosistem terumbu karang. Pertumbuhan alga dihambat oleh grazing

ikan herbivor dan sedimentasi sedangkan limbah organik dapat memacu pertumbuhan alga. Grazing ikan herbivor dipengaruhi oleh aktifitas penangkapan oleh manusia. Sedimentasi yang mempengaruhi karang dan alga berubah sepanjang tahun yang disebabkan adanya musim timur dan musim barat. Struktur model sub-model biologi dapat dilihat pada Gambar 11.


(55)

23 ruang karang alga pemanfaatan ruang pemanfaatan ruang sedimentasi menghambat pertumbuhan menghambat pertumbuhan limbah organik memacu pertumbuhan aktifitas manusia menghambat pertumbuhan

musim barat dan musim timur grazing ikan herbivor menghambat pertumbuhan penangkapan ikan herbivor mengurangi populasi kualitas terumbu karang

Gambar 11. Struktur sub- model biologi.

Pada sub-model lingkungan perairan, limbah organik yang berada di perairan berasal dari point source pollution limbah organik dan non-poit source pollution limbah organik. Point source pollution limbah organik dihasilkan dari buangan domestik, baik oleh penduduk maupun wisatawan, yang dibuang langsung ke perairan, sedangkan non-point source pollution dihasilkan dari aktifitas kegiatan manusia seperti aktifitas pelabuhandan juga disebabkan adanya pola musim hujan. Pengolahan limbah organik sebelum dibuang ke perairan akan menentukan kualitas perairan tersebut. Struktur sub-model lingkungan perairan dapat dilihat pada Gambar 12.

Sub-model sosial ekonomi terdiri dari pemanfaatan lahan untuk penambahan fasilitas wisata bagi wisatawan dan juga pemukiman penduduk. Populasi penduduk dipengaruhi oleh penambahan populasi, yaitu, laju kelahiran dan laju orang yang datang dan menetap di pulau, dan pengurangan populasi, yaitu laju kematian dan laju orang yang meninggalkan pulau.

Penilaian wisatawan terhadap kondisi kualitas terumbu karang, kualitas lingkungan perairan dan kualitas fasilitas yang ada akan mempengaruhi keinginan wisatawan untuk membayar berupa willingnes to pay (WTP). Biaya masuk kawasan konservasi dan WTP akan mempengaruhi keinginan wisatawan untuk datang berwisata kembali. Struktur sub-model sosial ekonomi dapat dilihat pada Gambar 13.


(56)

24 wisatawan penduduk lokal point source pollution limbah organik limbah organik non-point source pollution limbah

organik aktifitas manusia pola musim hujan kualitas lingkungan perairan pengolahan limbah

Gambar 12. Struktur sub-model lingkungan perairan.

lahan kosong pemukiman penduduk fasilitas penginapan populasi penduduk penambahan penduduk laju kematian imigrasi pengurangan penduduk laju kelahiran emigrasi daya dukung pemukiman jumlah wisatawan daya dukung penginapan biaya masuk Willingness to Pay

kualitas terumbu karang kualitas lingkungan perairan kualitas fasilitas penginapan


(57)

25

3.3 Metode Pengumpulan Data dan Analisis 3.3.1 Pemanfaatan lahan

Data pemanfaatan lahan di Pulau Pramuka diperoleh dengan melakukan sensus dan pengecekan langsung di lapangan. Sebelum melakukan pengecekan langsung maka dilakukan pemetaan awal pemanfaatan pulau dengan citra satelit terkini yang diperoleh, yaitu menggunakan citra satelit GeoEye-1 dengan resolusi 1.65 m (GeoEye 2010) yang diperoleh dari GeoEye Foundation. Selanjutnya data pemanfaatan lahan tersebut dianalisis menggunakan Sistem Informasi Geografis. Data pemanfaatan lahan dikelompokkan menjadi 6 kategori, yaitu : lahan kosong, pemukiman penduduk, fasilitas jalan, fasilitas wisata berupa penginapan, fasilitas publik dan pemerintahan dan fasilitas pelabuhan.

3.3.2 Wisatawan

Data jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka diperoleh dari Paguyuban Pengelola Penginapan/Homestay dan Suku Dinas Pariwisata Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu sepanjang tahun 2011. Selanjutnya data wisatawan tersebut diverifikasi berdasarkan persepsi masyarakat, apakah data yang ada sesuai dengan kunjungan wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka. Kemudian data tersebut dianalisis untuk memperoleh sebaran persentase wisatawan dan rata-rata kunjungannya per bulan selama tahun 2011.

Valuasi ekonomi wisatawan yang menggambarkan tingkat kepuasan wisatawan terhadap kondisi wisata di Pulau Pramuka dilakukan dengan menghitung Willingness to Pay (WTP) menggunakan metode Contingent Valuation (CV). Metode Contingent Valuation (CV) merupakan suatu metode yang digunakan untuk melihat atau mengukur seberapa besar nilai suatu barang berdasarkan estimasi seseorang. CV juga dapat diumpamakan sebagai suatu pendekatan untuk mengetahui seberapa besar nilai yang diberikan untuk mengetahui seberapa besar nilai yang diberikan sesorang untuk memperoleh suatu barang (willingness to pay/WTP) dan seberapa besar nilai yang diinginkan untuk melepas suatu barang (willingness to accept/ WTA) (FAO 2000).

CV digunakan untuk menghitung nilai kenyamanan atau estetika lingkungan dari suatu barang publik (public goods). Barang publik dapat didefinisikan sebagai suatu barang yang dapat dinikmati oleh satu individu tanpa mengurangi


(58)

26

proporsi individu lain untuk menikmati barang tersebut. Oleh karena itu, keinginan untuk membayar satu individu seperti yang diperoleh dari kuesioner survei dapat diagregasi menjadi nilai keseluruhan populasi (Barton 1994), dimana harus dilakukan kehati-hatian didalam mewawancarai seorang responden dengan memberikan selang nilai yang lebih besar agar dapat diperoleh contoh yang lebih representatif.

Survei WTP menggunakan kuesioner terhadap responen wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka. Jumlah responden yang dibutuhkan didalam pengisian kuesioner adalah sebesar 25% dari jumlah wisatawan pada minggu ke-2 bulan Pebruari 2011 seperti pada persamaan berikut :

………. (1)

n = jumlah responden wisatawan

Estimasi nilai WTP dilakukan dengan menduga hubungan antara WTP dengan karakteristik responden yang mencerminkan tingkat perhargaan responden terhadap sumberdaya yang selama ini dimanfaatkannya. WTP dari responden diasumsikan dipengaruhi oleh kualitas penginapan (FQ), kualitas terumbu karang (CORAL_T), kualitas perairan (WQ) dan pendapatan (I). Menurut Khorshiddoust (2005), terdapat hubungan antara WTP dengan karakteristik responden (parameter) dimana WTP merupakan variabel tidak bebas dan parameter merupakan variabel bebas sehingga terdapat hubungan linier sebagai berikut:

WTP = f(FQ, CORAL_T,WQ, I) ... (2) ... (3)

= WTP dugaan;

b0= konstanta;

b1, b2, b3 = koefisien regresi;

x1 = variabel FQ (kualitas fasilitas penginapan);

x2= variabel CORAL_T (kualitas terumbu karang);

x3 = variabel WQ (kualitas perairan);

x3= variabel I (pendapatan)

Variabel FQ merupakan penilaian wisatawan terhadap kualitas fasilitas penginapan di Pulau Pramuka dimana nilainya berkisar antara 0% (buruk) hingga


(59)

27

100% (sangat baik). Variabel CORAL_T merupakan penilaian wisatawan terhadap kondisi terumbu karang yang nilainya berkisar antara 0% (rusak) hingga 100% (sangat baik). Variabel WQ merupakan penilaian wisatawan terhadap kualitas perairan di Pulau Pramuka yang nilainya berkisar antara 0% (tercemar) hingga 100% (sangat baik).

3.3.3 Penduduk

Data penduduk Pulau Pramuka selama tahun 2011 diperoleh dari RW 4 dan RW 5 Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, dimana data tersebut berdasarkan hasil wawancara dengan masing-masing RT setempat. Selain itu juga diperoleh data jumlah penduduk Keluruhan Pulau Panggang dari Kelurahan Pulau Panggang sepanjang tahun 2011. Data-data penduduk tersebut selanjutnya dianalisis pertambahan dan pengurangan populasi penduduk Pulau Pramuka yaitu dengan menghitung tingkat pertumbuhan penduduk, tingkat pertambahan penduduk yang datang dan menetap, tingkat kematian dan tingkat pengurangan penduduk yang meninggalkan Pulau Pramuka.

3.3.4 Tutupan karang dan alga

Data tutupan karang hidup dan alga pada masing-masing stasiun penelitian diperoleh menggunakan metode Rapid Ecological Assessment (REA) yaitu foto kuadrat menggunakan kamera digital bawah air dan perangkat lunak untuk analisis fotografik menggunakan Coral Point Count with Excel extension (CPCe) yang dikembangkan oleh National Coral Reef Institute (NCRI) (Preskitt et al.

2004; Kohler & Gill 2005).

CPCe merupakan perangkat lunak berbasis sistem operasi Microsoft Windows® didalam menentukan tutupan karang atau organisme bentik lainnya menggunakan foto transek. Pengguna mengidentifikasi titik-titik yang ada di dalam foto transek yang kemudian tutupan organisme bentik dihitung secara statistik dan hasilnya berupa spreadsheet Microsoft Excel secara otomatis (Kohler & Gill 2005).

Pengambilan data tutupan karang hidup dan alga dilakukan pada kedalaman 3 m, 5 m dan 10 pada masing-masing stasiun pengamatan dengan menggunakan transek kuadrat berukuran 1 m x 1 m sepanjang 50 m, sehingga dalam 1 stasiun


(1)

No. Variabel Nilai Keterangan

16 FD TOURIST-F_CP permintaan akan fasilitas

17 FEE 0 nilai inisial biaya masuk ke

kawasan Pulau Pramuka (konservasi)

18 FEE_EFF FEE_EFF = GRAPH(FEE)

(0.00, 0.00), (40000, 0.86), (80000, 0.9), (120000, 0.92), (160000, 0.92), (200000, 0.92), (240000, 0.94), (280000, 0.96), (320000, 0.99), (360000, 0.99), (400000, 1.00)

dampak negatif perubahan biaya masuk

19 fraksi Penduduk_per_hektar/suitable rasio jumlah penduduk per

hektar terhadap jumlah penduduk yang ideal

20 GO Transit time = 12 jumlah wisatawan yang pergi

per bulan

21 GR 0.0152 laju pertumbuhan penduduk

lokal

22 GRmultiplier GRmultiplier = GRAPH(fraksi)

(0.00, 1.00), (0.2, 0.8), (0.4, 0.6), (0.6, 0.4), (0.8, 0.2), (1.00, 0.00)

variabel grafik pertumbuhan penduduk

23 I0 0 kelompok wisatawan yang

tidak memiliki pendapatan

24 I1 1 kelompok wisatawan yang

berpendapatan < Rp. 1 000 000,- (dalam jutaan rupiah)

25 I2 2 kelompok wisatawan yang

berpendapatan antara Rp. 1 000 000,- hingga Rp. 3 000 000,- (dalam jutaan rupiah)

26 I4 4 kelompok wisatawan yang

berpendapatan antara Rp. 3 000 000,- hingga Rp. 5 000 000,- (dalam jutaan rupiah)

27 I5 5 kelompok wisatawan yang

berpendapatan > Rp. 5 000 000,- (dalam jutaan rupiah)

28 IMI 0.00 laju penduduk yang datang

29 INP_POP Penduduk*(GR+IMI) pertambahan penduduk

30 Lahan_kosong 5.87 luasan lahan yang yang belum

dimanfaatkan

31 Local_fraction Penduduk/Daya_dukung_pemukiman rasio antara jumlah penduduk

dengan daya dukung

pemukiman

32 Luas_pemukiman 4.78 luas lahan yang selesai

dibangun untuk pemukiman penduduk

33 Luas_penginapan 1.55 total area yang selesai

dibangun utk fasilitas wisatawan

34 OTHER 0.15*TOURIST*TG jumlah wisatawan yang baru

pertama kali berkunjung

35 OUT_POP HABITATNT*(DR+EMI) pengurangan penduduk

36 Penduduk 1 384 nilai inisial jumlah penduduk

hasil simulasi pada Mei 2012

37 Penduduk per hektar Penduduk/Luas_pemukiman jumlah penduduk tiap luas

pemukiman yang ada


(2)

176

No. Variabel Nilai Keterangan

38 Pertumbuhan_pemukiman 0.005 laju pertambahan luas lahan

untuk pemukiman penduduk

39 Pertumbuhan_penginapan 0.00863*Lahan_kosong luasan lahan yang dibangun

untuk penginapan setiap bulan

40 suitable 388 jumlah penduudk yang ideal

per hektar

41 TOURIST 3 598 nilai inisial jumlah wisatawan

42 Tourist_fraction TOURIST/Daya_dukung_penginapan rasio jumlah wisatawan

dengan daya dukung

penginapan

43 TRNY (WTP-FEE_EFF)*(0.531+0.228)*

(ATR)*TOURIST

jumlah wisatawan yang berkunjung kembali

44 WQ (WQ_1+WQ_2+WQ_3+WQ_4+WQ_5

)/5

kepuasan wisatawan terhadap kualitas perairan (Chang et al. 2008)

45 WQ_1 WQ_1 = GRAPH(Limbah_1)

(0.00, 1.00), (650, 0.95), (1300, 0.84), (1950, 0.72), (2600, 0.58), (3250, 0.44), (3900, 0.3), (4550, 0.18), (5200, 0.1), (5850, 0.02), (6500, 0.02)

kepuasan wisatawan terhadap kualitas perairan pada stasiun 1

46 WQ_2 WQ_2 = GRAPH(Limbah_2)

(0.00, 1.00), (650, 0.95), (1300, 0.84), (1950, 0.72), (2600, 0.58), (3250, 0.44), (3900, 0.3), (4550, 0.18), (5200, 0.1), (5850, 0.02), (6500, 0.02)

kepuasan wisatawan terhadap kualitas perairan pada stasiun 2

47 WQ_3 WQ_3 = GRAPH(Limbah_3)

(0.00, 1.00), (650, 0.95), (1300, 0.84), (1950, 0.72), (2600, 0.58), (3250, 0.44), (3900, 0.3), (4550, 0.18), (5200, 0.1), (5850, 0.02), (6500, 0.02)

kepuasan wisatawan terhadap kualitas perairan pada stasiun 3

48 WQ_4 WQ_4 = GRAPH(Limbah_4)

(0.00, 1.00), (650, 0.95), (1300, 0.84), (1950, 0.72), (2600, 0.58), (3250, 0.44), (3900, 0.3), (4550, 0.18), (5200, 0.1), (5850, 0.02), (6500, 0.02)

kepuasan wisatawan terhadap kualitas perairan pada stasiun 4

49 WQ_5 WQ_5 = GRAPH(Limbah_5)

(0.00, 1.00), (650, 0.95), (1300, 0.84), (1950, 0.72), (2600, 0.58), (3250, 0.44), (3900, 0.3), (4550, 0.18), (5200, 0.1), (5850, 0.02), (6500, 0.02)

kepuasan wisatawan terhadap kualitas perairan pada stasiun 5

50 WTP (5.51*FQ)+(5.23*CORAL_T)+(4.74*

WQ)-3.71

Willingness To Pay dari wisatawan

51 WTP0 smth1((5*FQ)+(4.72*CORAL_T)+(4.8

3*WQ)+(0.68*I_0)-4.07,2)

WTP kelompok yang tidak memiliki pendapatan

52 WTP1 smth1((5*FQ)+(4.72*CORAL_T)+(4.8

3*WQ)+(0.68*I_1)-4.07,2)

WTP kelompok dengan pendapatan < Rp. 1 000 000,-

53 WTP2 smth1((5*FQ)+(4.72*CORAL_T)+(4.8

3*WQ)+(0.68*I_2)-4.07,2)

WTP kelompok dengan pendapatan antara Rp. 1 000 000,- hingga Rp. 3 000 000,-

54 WTP4 smth1((5*FQ)+(4.72*CORAL_T)+(4.8

3*WQ)+(0.68*I_4)-4.07,2)

WTP kelompok dengan pendapatan antara Rp. 3 000 000,- hingga Rp. 5 000 000,-

55 WTP5 smth1((5*FQ)+(4.72*CORAL_T)+(4.8

3*WQ)+(0.68*I_5)-4.07,2)

WTP kelompok dengan pendapatan > Rp. 5 000 000,-


(3)

Lampiran 27. Simulasi jumlah penduduk (orang), daya dukung pemukiman

(orang/hektar) dan daya dukung penginapan (orang/hektar) di Pulau

Pramuka.

Simulasi

ke- Bulan

Daya dukung pemukiman

Daya dukung

penginapan Penduduk

Simulasi

ke- Bulan

Daya dukung pemukiman Daya dukung penginapan Penduduk

0 05-2012 1 855 5 165 1 384 61 06-2017 2 356 10 741 2 341

1 06-2012 1 866 5 291 1 399 62 07-2017 2362 10 803 2 346

2 07-2012 1 877 5 416 1 415 63 08-2017 2 367 10 865 2 352

3 08-2012 1 888 5 540 1 430 64 09-2017 2 373 10 926 2 357

4 09-2012 1 899 5 662 1 446 65 10-2017 2 378 10 987 2 363

5 10-2012 1 910 5 783 1 462 66 11-2017 2 384 11 047 2 368

6 11-2012 1 921 5 903 1 478 67 12-2017 2 389 11 106 2 374

7 12-2012 1 932 6 021 1 494 68 01-2018 2 394 11 164 2 379

8 01-2013 1 942 6 138 1 511 69 02-2018 2 400 11 222 2 384

9 02-2013 1 953 6 253 1 527 70 03-2018 2 405 11 279 2 389

10 03-2013 1 963 6 367 1 544 71 04-2018 2 410 11 336 2 395

11 04-2013 1 973 6 480 1 561 72 05-2018 2 415 11 391 2 400

12 05-2013 1 983 6 591 1 578 73 06-2018 2 420 11 447 2 405

13 06-2013 1 993 6 702 1 596 74 07-2018 2 425 11 501 2 410

14 07-2013 2 003 6 811 1 613 75 08-2018 2 429 11 555 2 414

15 08-2013 2 012 6 918 1 631 76 09-2018 2 434 11 608 2 419

16 09-2013 2 022 7 025 1 649 77 10-2018 2 439 11 661 2 424

17 10-2013 2 031 7 130 1 667 78 11-2018 2 444 11 713 2 429

18 11-2013 2 041 7 234 1 685 79 12-2018 2 448 11 764 2 433

19 12-2013 2 050 7 337 1 704 80 01-2019 2 453 11 815 2 438

20 01-2014 2 059 7 439 1 722 81 02-2019 2 457 11 866 2 443

21 02-2014 2 068 7 539 1 741 82 03-2019 2 462 11 915 2 447

22 03-2014 2 077 7 639 1 761 83 04-2019 2 466 11 965 2 452

23 04-2014 2 086 7 737 1 780 84 05-2019 2 471 12 013 2 456

24 05-2014 2 095 7 834 1 800 85 06-2019 2 475 12 061 2 460

25 06-2014 2 103 7 930 1 819 86 07-2019 2 479 12 109 2 465

26 07-2014 2 112 8 025 1 839 87 08-2019 2 484 12 156 2 469

27 08-2014 2 120 8 118 1 860 88 09-2019 2 488 12 202 2 473

28 09-2014 2 129 8 211 1 880 89 10-2019 2 492 12 248 2 477

29 10-2014 2 137 8 303 1 901 90 11-2019 2 496 12 293 2 481

30 11-2014 2 145 8 393 1 922 91 12-2019 2 500 12 338 2 485

31 12-2014 2 153 8 483 1 943 92 01-2020 2 504 12 382 2 489

32 01-2015 2 161 8 571 1 964 93 02-2020 2 508 12 426 2 493

33 02-2015 2 169 8 659 1 986 94 03-2020 2 512 12 469 2 497

34 03-2015 2 177 8 745 2 008 95 04-2020 2 516 12 512 2 501

35 04-2015 2 184 8 831 2 030 96 05-2020 2 519 12 554 2 505

36 05-2015 2 192 8 916 2 052 97 06-2020 2 523 12 596 2 509

37 06-2015 2 200 8 999 2 075 98 07-2020 2 527 12 638 2 513

38 07-2015 2 207 9 082 2 097 99 08-2020 2 531 12 678 2 516

39 08-2015 2 214 9 163 2 120 100 09-2020 2 534 12 719 2 520

40 09-2015 2 222 9 244 2 144 101 10-2020 2 538 12 759 2 524

41 10-2015 2 229 9 324 2 167 102 11-2020 2 541 12 798 2 527

42 11-2015 2 236 9 403 2 191 103 12-2020 2 545 12 837 2 531

43 12-2015 2 243 9 481 2 215 104 01-2021 2 548 12 876 2 534

44 01-2016 2 250 9 558 2 233 105 02-2021 2 552 12 914 2 538

45 02-2016 2 257 9 634 2 240 106 03-2021 2 555 12 952 2 541

46 03-2016 2 263 9 709 2 247 107 04-2021 2 558 12 989 2 544

47 04-2016 2 270 9 784 2 254 108 05-2021 2 562 13 026 2 548

48 05-2016 2 277 9 857 2 261 109 06-2021 2 565 13 062 2 551

49 06-2016 2 283 9 930 2 267 110 07-2021 2 568 13 098 2 554

50 07-2016 2 290 10 002 2 274 111 08-2021 2 571 13 134 2 557

51 08-2016 2 296 10 073 2 280 112 09-2021 2 575 13 169 2 561

52 09-2016 2 303 10 143 2 286 113 10-2021 2 578 13 204 2 564

53 10-2016 2 309 10 213 2 293 114 11-2021 2 581 13 238 2 567

54 11-2016 2 315 10 282 2 299 115 12-2021 2 584 13 272 2 570

55 12-2016 2 321 10 349 2 305 116 01-2022 2 587 13 306 2 573

56 01-2017 2 327 10 417 2 311 117 02-2022 2 590 13 339 2 576

57 02-2017 2 333 10 483 2 317 118 03-2022 2 593 13 372 2 579

58 03-2017 2 339 10 548 2 323 119 04-2022 2 596 13 404 2 582

59 04-2017 2 345 10 613 2 329 120 05-2022 2 599 13 436 2 585


(4)

178

Lampiran 28. Rerata simulasi jumlah limbah BOD (mg/l) yang merusak terumbu

karang (tutupan karang hidup kurang dari 50%)

WPC Simulasi ke- Bulan Limbah BOD (mg/l)

0% 132 05-2023 27 810.90

10% 143 04-2024 25 831.97


(5)

Lampiran 29. Analisis biaya masuk kawasan konservasi Pulau Pramuka

Kriteria Skenario

Rp. 0,- Rp. 2 500,- Rp. 36 000,-

Sub-sistem biologi

(1) Tutupan karang hidup stasiun 1 (%)* 71.30 71.30 71.31 (2) Tutupan karang hidup stasiun 2 (%)* 58.08 58.08 58.09 (3) Tutupan karang hidup stasiun 3 (%)* 60.50 60.50 60.51 (4) Tutupan karang hidup stasiun 4 (%)* 72.27 72.27 72.28 (5) Tutupan karang hidup stasiun 5 (%)* 71.11 71.11 71.11

(6) Tutupan alga stasiun 1 (%)** 0.02 0.02 0.01

(7) Tutupan alga stasiun 2 (%)** 0.04 0.04 0.03

(8) Tutupan alga stasiun 3 (%)** 0.02 0.02 0.02

(9) Tutupan alga stasiun 4 (%)** 0.02 0.02 0.01

(10) Tutupan alga stasiun 5 (%)** 0.01 0.01 0.01

Sub-sistem lingkungan perairan

(11) Limbah (jumlah total BOD yang dibuang ke perairan mg/l)** 20 036.02 19 936.84 20 135.22

Sub-sistem sosial ekonomi

(12) Jumlah wisatawan (orang)* 12 144 11 748 13 478

(13) WTP (ratusan ribu rupiah)* 2.72 2.96 3.99

(14) Total benefit (ratusan ribu rupiah)+* 33 031.68 34 774.08 53 777.22 Keterangan : + = nilai total benefit belum didiskon dan hanya untuk mengetahui aliran nilai multiyears;

* = benefit indicators; ** = cost indicators


(6)

180

Lampiran 29. Lanjutan.

Kriteria Skoring skenario

Rp. 0,- Rp. 2 500,- Rp. 36 000,-

Sub-sistem biologi

(1) Tutupan karang hidup stasiun 1 (%)* 0.45 0.00 100.00

(2) Tutupan karang hidup stasiun 2 (%)* 6.23 0.00 100.00

(3) Tutupan karang hidup stasiun 3 (%)* 2.24 0.00 100.00

(4) Tutupan karang hidup stasiun 4 (%)* 0.00 0.17 100.00

(5) Tutupan karang hidup stasiun 5 (%)* 0.00 2.44 100.00

(6) Tutupan alga stasiun 1 (%)** 0.00 2.18 100.00

(7) Tutupan alga stasiun 2 (%)** 2.21 0.00 100.00

(8) Tutupan alga stasiun 3 (%)** 0.24 0.00 100.00

(9) Tutupan alga stasiun 4 (%)** 0.00 2.66 100.00

(10) Tutupan alga stasiun 5 (%)** 0.00 3.98 100.00

Rerata

1.14 1.14 100.00

3 2 1

Sub-sistem lingkungan perairan

(11) Limbah (jumlah total BOD yang dibuang ke perairan mg/l)** 50.01 100.00 0.00

Rerata 50.01 100.00 0.00

2 1 3

Sub-sistem sosial ekonomi

(12) Jumlah wisatawan (orang)* 22.85 0.00 100.00

(13) WTP (ratusan ribu rupiah)* 0.00 18.47 100.00

(14) Total benefit (ratusan ribu rupiah)* 0.00 8.40 100.00

Rerata 7.62 8.95 100.00

3 2 1

Skor rerata keseluruhan

19.59 36.70 66.67

3 2 1

Keterangan : * = benefit indicators; ** = cost indicators