Daya Tampung Demografis DTD

1. Struktur Nafkah Rumahtangga Pulau Kapota

Sumber pendapatan tertinggi pembentuk struktur nafkah rumahtangga di Pulau Kapota berasal dari sektor non pertanian dan non pariwisata. Beberapa rumahtangga yang memperoleh pendapatan dari sektor ini merupakan pegawai negri sipil yang mempunyai pendapatan cukup bahkan jauh lebih tinggi daripada pendapatan petani atau nelayan yang ada di Pulau Kapota. Selain gaji pegawai, remittance berkontribusi besar dalam membentuk struktur nafkah. Terdapat beberapa angggota rumahtangga yang melakukan migrasi dan rutin mengirimkan uang belanja transper payment kepada keluarga yang berada di Pulau Kapota sehingga mempengaruhi jumlah pendapatan dari sektor non pertanian dan non pariwisata. Kontribusi sektor pertanian menempati posisi kedua dalam struktur nafkah rumahtangga di Pulau Kapota. Setiap rumahtangga yang berada di Pulau Kapota pada dasarnya melakukan pekerjaan terkait dengan sektor pertanian namun pendapatan dalam bentuk uang memang masih sangat rendah hal ini tercermin dari rata-rata pendapatan pertahun dari sektor pertanian hanya sebesar Rp.7.732.000,00. Pendapatan terendah rumahtangga Pulau Kapota berasal dari sektor pertanian karena cara bertani yang masih besifat subsistem peasantry, mengerjakan lahan yang sangat sempit bahkan hanya bercocok tanam di pekarangan rumah. Sejauh ini rumahtangga di Pulau Kapota menanam atau bertani belum ditujukan untuk komersialisasi atau melakukan kapitalisasi yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga, namun lebih ditujukan untuk bertahan hidup survival strtaegy. Sektor pariwisata memberikan kontribusi paling kecil dalam membentuk struktur nafkah rumahtangga Pulau Kapota. Rata-rata pendapatan pertahun dari 5 10 15 20 25 30 Bajo Mola Pulau Kapota Dalam J u taan R u p iah Non Pertanian dan Non Pariwisata Pariwisata Pertanian Gambar 22 Rata-rata struktur nafkah rumahtangga di Pulau Kapota dan Bajo Mola 2015 Sumber : Hasil penelitian 2015 sektor pariwisata sebesar Rp.5.300.000,00. Sumbangan terbesar dari sektor pariwisata bagi pendapatan rumahtangga diperoleh dari aktivitas membuka kios atau jualan makanan, menjadi guide dan tukang ojek untuk wisatawan. 1. Struktur Nafkah Rumahtangga Bajo Mola Peranan ekowisata dalam membentuk strukturnafkah rumahtangga Bajo Mola sama dengan kondisi di Pulau Kapota, sektor pariwisata menempati posisi terendah. Besaran jumlah pendapatan rumahtangga Bajo Mola dari sektor pariwisata hanya sebesar Rp.2.000.000,00 jauh lebih rendah dari Pulau Kapota dan kedua sektor lainnya. Kontribusi sektor pariwisata rendah karena aktivitas wisata yang selama ini berlangsung di Bajo Mola belum memiliki kelambagaan formal maupun non formal yang mengatur aktivitas wisata pada tingkatan komunitas yang benar-benar bekerja dengan baik dalam pengaturan aktivitas wisata. Ketika penelitian ini dilaksanakan kesadaran masyarakat akan potensi dan manfaat ekowisata bagi ekonomi rumahtangga dan keberlangsungan lingkungan hidup masih dalam proes pembentukan. Sektor Non pertanian dan non pariwisata menempati urutan kedua dalam membentuk struktur nafkah rumahtangga Bajo Mola, kondisi ini berbeda dengan Pulau Kapota dimana sektor ini menempati urutan pertama dalam membentuk struktur nafkah rumahtangga. Hal ini disebabkan oleh model migrasi yang dilakukan masyarakat Bajo Mola merupakan rekayasa spasial dalam bentuk pencarian atau penjualan ikan, sehingga sumber pendapatan yang diperoleh masuk dalam sektor pertanian. Kiriman remittance yang diperoleh rumahtangga Bajo Mola lebih sedikit dibandingkan rumahtangga di Kapota. Struktur nafkah yang mendominasi rumahtangga Bajo Mola adalah sektor pertanian. Pendapatan dari sektor ini berasal dari kegiatan pertanian dalam arti luas terutama sektor perikanan karena secara umum rumahtangga Bajo Mola merupakan nelayan dan tidak bercocok tanam seperti rumahtangga Pulau Kapota. Rumahtangga Bajo tidak lahan di daratan untuk bercocok tanam. Mereka hidup di wilayah pesisir dan memiliki sejarah panjang sebagai orang yang hidup nomaden di lautan sea nomads . Setelah masyarakat Bajo Mola menetap di wilayah pesisir lalu berinteraksi dengan masyarakat yang bermukim di daratan maka terjadi perubahan tatanan hidup yang mempengruhi perekonomian rumahtangga Bajo Mola. Hasil penelitian Wianti 2011 menyatakan bahwa Perubahan sosial yang terjadi di masyarakat Bajo Mola, karena perkembangan masyarakat dan penetrasi kapitalisme dari orang-orang Mandati dan gempuran kapitalisme global memunculkan pemikiran- pemikiran rasionalitas terhadap ekonomi dan uang, dan pada akhirnya menciptakan orang-orang Bajo Mola yang berjiwa wirausaha dan yang pandai mengelola keuangan. Tidak mengherankan lagi jika rumahtangga Bajo Mola saat ini telah melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi yang bersifat spekulatif-kapitalis seperti yang dilakukan oleh orang-orang daratan walaupun dalam skala kecil. Saat ini masyarakat Bajo Mola dapat membangun hubungan kemitraan dengan berbagai pihak dalam hal jual beli hasil laut. Pendapatan dari sektor pertanian rumahtangga Bajo Mola lebih besar dibandingkan pendapatan dari sektor yang sama di pulau