Daya Dukung Ekonomi Wilayah
sektor pariwisata sebesar Rp.5.300.000,00. Sumbangan terbesar dari sektor pariwisata bagi pendapatan rumahtangga diperoleh dari aktivitas membuka kios
atau jualan makanan, menjadi guide dan tukang ojek untuk wisatawan. 1.
Struktur Nafkah Rumahtangga Bajo Mola
Peranan ekowisata dalam membentuk strukturnafkah rumahtangga Bajo Mola sama dengan kondisi di Pulau Kapota, sektor pariwisata menempati posisi
terendah. Besaran jumlah pendapatan rumahtangga Bajo Mola dari sektor pariwisata hanya sebesar Rp.2.000.000,00 jauh lebih rendah dari Pulau Kapota
dan kedua sektor lainnya.
Kontribusi sektor pariwisata rendah karena aktivitas wisata yang selama ini berlangsung di Bajo Mola belum memiliki kelambagaan formal maupun non
formal yang mengatur aktivitas wisata pada tingkatan komunitas yang benar-benar bekerja dengan baik dalam pengaturan aktivitas wisata. Ketika penelitian ini
dilaksanakan kesadaran masyarakat akan potensi dan manfaat ekowisata bagi ekonomi rumahtangga dan keberlangsungan lingkungan hidup masih dalam proes
pembentukan.
Sektor Non pertanian dan non pariwisata menempati urutan kedua dalam membentuk struktur nafkah rumahtangga Bajo Mola, kondisi ini berbeda dengan
Pulau Kapota dimana sektor ini menempati urutan pertama dalam membentuk struktur nafkah rumahtangga. Hal ini disebabkan oleh model migrasi yang
dilakukan masyarakat Bajo Mola merupakan rekayasa spasial dalam bentuk pencarian atau penjualan ikan, sehingga sumber pendapatan yang diperoleh masuk
dalam sektor pertanian. Kiriman remittance yang diperoleh rumahtangga Bajo Mola lebih sedikit dibandingkan rumahtangga di Kapota.
Struktur nafkah yang mendominasi rumahtangga Bajo Mola adalah sektor pertanian. Pendapatan dari sektor ini berasal dari kegiatan pertanian dalam arti
luas terutama sektor perikanan karena secara umum rumahtangga Bajo Mola merupakan nelayan dan tidak bercocok tanam seperti rumahtangga Pulau Kapota.
Rumahtangga Bajo tidak lahan di daratan untuk bercocok tanam. Mereka hidup di wilayah pesisir dan memiliki sejarah panjang sebagai orang yang hidup nomaden
di lautan sea nomads .
Setelah masyarakat Bajo Mola menetap di wilayah pesisir lalu berinteraksi dengan masyarakat yang bermukim di daratan maka terjadi perubahan tatanan
hidup yang mempengruhi perekonomian rumahtangga Bajo Mola. Hasil penelitian Wianti 2011 menyatakan bahwa Perubahan sosial yang terjadi di masyarakat
Bajo Mola, karena perkembangan masyarakat dan penetrasi kapitalisme dari orang-orang Mandati dan gempuran kapitalisme global memunculkan pemikiran-
pemikiran rasionalitas terhadap ekonomi dan uang, dan pada akhirnya menciptakan orang-orang Bajo Mola yang berjiwa wirausaha dan yang pandai
mengelola keuangan.
Tidak mengherankan lagi jika rumahtangga Bajo Mola saat ini telah melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi yang bersifat spekulatif-kapitalis seperti
yang dilakukan oleh orang-orang daratan walaupun dalam skala kecil. Saat ini masyarakat Bajo Mola dapat membangun hubungan kemitraan dengan berbagai
pihak dalam hal jual beli hasil laut. Pendapatan dari sektor pertanian rumahtangga Bajo Mola lebih besar dibandingkan pendapatan dari sektor yang sama di pulau
Kapota. Rata-rata pendapatan rumahtangga dari aktivitas pertanian rata-rata pertahunya sebesar Rp. 17.680.000,00 lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan
pendapatan dari sektor pertanian di Pulau Kapota. Pendapatan tinggi dari sektor pertanian karena setiap rumahtangga melakukan aktivitas pertanian dalam hal ini
melaut dan memperoleh hasil tangkapan yang cukup baik sehingga mempengaruhi pendapatan dan kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan struktur nafkah
rumahtangga.
Struktur Nafkah Berdasarkan Lapisan Rumahtangga
Pelapisan rumahtangga diukur berdasarkan pendapatan total rumahtangga dalam satu tahun. Pelapisan ini terdiri dari tiga yaitu rumahtangga lapisan atas,
menengah dan bawah. Struktur rumahtangga baik di Pulau Kapota maupun di Bajo Mola sama. Lapisan terbesar berada pada lapisan menengah sebanyak 40
Rumahtangga Pulau Kapota dan 43 rumahtangga Bajo Mola masuk dalam kategori ini. Poroporsi terkecil berada pada lapisan atas 26,67 di Pulau Kapota
dan hanya sebesar 20 di Bajo Mola. Tabel di bawah ini merupakan penjelasan lebih rinci mengenai presentasi distribusi lapisan rumahtangga di Pulau Kapota
dan Bajo Mola.
Proporsi terkecil dari lapisan atas mengggambarkan kondisi masyarakat yang masih timpang. Jumlah rumahtangga dengan kondisi perekonomian yang
lebih baik lapisan atas sangat kecil dibandingkan dengan rumahtangga lapisan menengah-bawah, artinya proses pembangunan yang terjadi selama ini belum
mampu mendorong terjadinya pemerataan perekonomian pada tataran rumahtangga. Model pembangunan yang digunakan saat ini masih gagal
melakukan transformasi sosial, yaitu pelibatan secara menyeluruh lapisan rumahtangga dalam proses perubahan.
Pembangunan yang berhasil seharusnya mampu mengurangi jumlah lapisan bawah atau meningkatkan jumlah rumahtangga lapisan atas, namun
kondisi ini ternyata tidak terjadi di Wakatobi. Pariwisata belum mampu menstimulus terjadinya mobilitas faktor yang mendorong perubahan lapisan sosial
di masyarakat Pulau Kapota maupun Bajo Mola. hal ini dapat terlihat melalui besaran kontribusi sektor pariwisata terhadap pendapatan untuk setiap lapisan
rumahtangga. Tabel 8 Distribusi lapisan rumahtangga Pulau Kapota dan Bajo Mola
Lapisan Rumahtangga Pulau Kapota
Bajo Mola
Atas 26.67
20 Menengah
40 43.33
Bawah 33.33
36.67 Sumber: Hasil penelitian 2015
Gambar 23 berikut ini menjelaskan mengenai struktur nafkah rumahtangga berdasarkan lapisan rumahtangga. Secara keseluruhan memperlihatkan bahwa
sektor pariwisata tidak berkontribusi signifikan disetiap lapisan rumahtangga baik bawah, menengah dan atas di kedua lokasi penelitian.
Secara umum gambar di atas menunjukkan bahwa kehadiran kegiatan wisata hanya diakses oleh ruamahtangga lapisan menengah dan atas sementara
lapisan bawah masih tetap pada sumber pendapatan yang lama dan memperoleh sangat sedikit manfaat dari kegiatan wisata. Untuk memahami keterkaitan antara
ekowisata dan struktur nafkah rumahtangga Bajo Mola dan Pulao Kapota dijelaskan berdasarkan lapisan rumahtangga.
1.
Struktur Nafkah Rumahtangga Lapisan Atas
Struktur nafkah lapisan atas di Pulau Kapota dan Bajo Mola sedikit berbeda. Pertanian merupakan sektor terbesar yang berkontribusi dalam
pembentukan struktur nafkah lapisan atas di Bajo Mola, sementara di Pulau Kapota sektor yang memiliki peranan terbesar berasal dari non pertanian dan non
pariwisata.
Perbedaan ini terjadi karena aktivitas pertanian di kedua komunitas ini juga berbeda. Di Kapota perkerjaan bertani adalah bercocok tanam untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sementara aktivitas melaut yang dilakukan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangga.
Sementara di Bajo Mola aktivitas pertanian yang dilakukan adalah melaut merupakan bagian dari tradisi dan cara yang digunakan oleh masyarakat Bajo
Mola untuk bertahan hidup. Namun beberapa dekade terakhir telah terjadi kapitalisasi dalam kehidupan masyarakat Bajo Mola yang mendorong peningkatan
pendapatan rumahtangga dari aktivitas melaut.
- 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
30.00 35.00
40.00 45.00
Atas Me
n en
g ah
B awa
h Atas
Me n
en g
ah B
awa h
Kapota Mola
Dala m
J u
ta ru
p iah
Non Pertanian dan Non Pariwisata
Pariwisata Pertanian
Gambar 23 Struktur nafkah rumahtangga Masyarakat Bajo Mola dan Pulau Kapota berdasarkan lapisan rumahtangga 2015
Sumber: Hasil penelitian 2015
Sektor pariwisata menempati posisi yang sama yaitu memberikan kontribusi paling rendah dalam pembentukan struktur nafkah rumahtangga Bajo
Mola dan Pulau Kapota. Namun demikian lapisan rumahtangga atas secara nominal memperoleh lebih banyak pendapatan dari sketor pariwisata
dibandingkan dua lapisan rumahtangga lainnya menengah dan bawah. Hal ini berarti bahwa berkah dari aktivitas ekowisata yang berlangsung di Wakatobi
paling banyak menguntungkan masyarakat lapisan atas. 2.
Struktur Nafkah Rumahtangga Lapisan Menengah
Non Pertanian dan Non Pariwisata memberikan kontribusi paling besar dalam membentuk struktur nafkah rumahtangga lapisan menengah Pulau Kapota,
sementara di Bajo Mola sektor ini menempati urutan kedua. Sektor terbesar yang membentuk struktur nafkah rumahtangga lapisan menengah Bajo Mola berasal
dari sektor pertanian dengan nilai pendapatan rata-rata pertahun yang cukup tinggi sebesar Rp.15.415.384,00 hampir dua kali lebih besar dibandingan pendapatan
dari Pulau Kapota hanya sebesar Rp.8.050.000,00. Perbedaan ini diakibatkan oleh perbedaan aktivitas terkait sektor pertanian. Di Bajo Mola rumahtangga banyak
melaut sementara di Pulau Kapota rumahtangga bercocoktanam.
Sektor pariwisata turut serta berkontribusi dalam membentuk pendapatan rumahtangga baik di Pulau Kapota maupun di Bajo Mola namun dengan nilai
yang jauh lebih rendah daripada kedua sektor lainnya. 3.
Struktur Nafkah Rumahtangga Lapisan Bawah
Struktur nafkah rumahtangga lapisan bawah tidak berbeda dengan struktur nafkah lapisan menengah. Sektor pertanian serta non pertanian dan non pariwisata
yang berperan besar dalam membentuk pendapatan rumahtangga. Sementara pariwisata mempunya nilai yang paling kecil dalam struktur nafkah rumahtangga
lapisan bawah. Bahkan rumahtangga lapisan bawah Bajo Mola sama sekali tidak ada yang memperoleh pendapatan dari sektor pariwisata artinya lapisan ini tidak
memperoleh keuntungan secara ekonomi dari aktivitas ekowisata yang mengalami kemajuan di Bajo Mola.
Secara keseluruhan hasil penelitian ini berkebalikan dari penelitian Januarti 2013 yang meneliti struktur dan strategi nafkah rumahtangga di
kawasan wisata alam gunung salak endah bogor menemukan bahwa pariwisata merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam struktur
pendapatan diseluruh tingkatan lapisan rumahtangga, sebaliknya sektor pertanian berkontribusi sangat kecil dan masyarakat telah menganggapnya sebagai sektor
yang sudah tidak terlalu penting untuk mendukung perekonomian rumahtangga. peranan sektor pertanian yang semakin kecil ini disebabkan oleh sempitnya lahan
pertanian dan larangan membuka lahan di kawasan Taman Nasional. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan kondisi wilayah antara TN Gunung Salak dan
TN Wakatobi. TN gunung salak merupakan kawasan hutan yang dulu digunakan masyarakat sekitar hutan sebagai salah satu sumber pendapatan rumahtangga
tetapi ketika kawasan ini ditetapkan sebagai TN maka akses dan lahan semakin kecil, sehingga masyarakat disekitar TN Gunung salak beralih ke sektor
pariwisata. Semenatra TN Wakatobi merupakan taman nasional laut, sehingga